CYBER ETHICS. Disusun oleh : ANGGRAINI DIAH PUSPITANINGRUM ( ) KELAS : 22 PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMATIKA FAKULTAS TEKNOLOGI INFORMASI

dokumen-dokumen yang mirip
CYBER ETHICS. Disusun oleh: Muhamad Faisal Burhanudin ( ) Kelas: 22 PROGRAM STUDI SISTEM INFORMASI FAKULTAS TEKNOLOGI INFORMASI

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2013 TENTANG PENANGANAN SITUS INTERNET BERMUATAN NEGATIF

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2014 TENTANG PENANGANAN SITUS INTERNET BERMUATAN NEGATIF

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR. 19 TAHUN 2014 TENTANG PENANGANAN SITUS INTERNET BERMUATAN NEGATIF

SKRIPSI. Diajukan Sebagai Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Hukum. Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum. Universitas Kristen Satya Wacana

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia di kenal sebagai salah satu negara yang padat penduduknya.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Kondisi ICT di Indonesia saat ini Indonesia ICT Whitepaper

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

KEBIJAKAN PEMERINTAH MENGENAI JARINGAN INTERNET MELALUI UU NO. 11 TAHUN 2008 TENTANG ITE

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

PENANGANAN KONTEN NEGATIF BERDASARKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

BAB I PENDAHULUAN. Internet menjadi salah satu teknologi informasi yang fenomenal belakangan

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan teknologi dari tahun ke tahun semakin cepat. Hal yang paling

Peran RelawanT dalam Mendukung Program Kementerian Kominfo

BERITA NEGARA. No.1388, 2013 KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA. Layanan Jelajah. Roaming. Internasional. Jaringan Bergerak Seluler.

BAB I PENDAHULUAN. yang secara signifikan berlangsung dengan cepat khususnya teknologi internet.

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN NAMA DOMAIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DRAFT KEBIJAKAN PENANGANAN KELUHAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Cybercrime merupakan bentuk-bentuk kejahatan yang timbul karena pemanfaatan teknologi internet. cybercrime dapat didefinisikan sebagai perbuatan

BAB I PENDAHULUAN. paling mencolok adalah penggunaan gadget dalam melakukan aktivitas dunia

N. Tri Suswanto Saptadi. Jurusan Teknik Informatika Fakultas Teknologi Informasi Universitas Atma Jaya Makassar. 3/30/2014 nts/epk/ti-uajm 2

Internet dan Kebebasan Berekspresi di Indonesia

FAKULTAS TEKNOLOGI INFORMASI UniversitasMercuBuanaYogyakarta ProgramStudi: TeknikInformatika TUGAS KOMPUTER MASYARAKAT

Penapisan dan pemblokiran konten internet, bolehkah? Oleh: Wahyudi Djafar Peneliti Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM)

POIN PENTING DALAM UU ITE

Pendahuluan. Bab I. A. Latar Belakang. Kebutuhan manusia akan komunikasi dan informasi pada zaman modern ini

I. PENDAHULUAN. terhadap ilmu pengetahuan dan pandangan dunia. Dengan hanya berpandukan

I. PENDAHULUAN. berkembang dari waktu kewaktu semakin pesat. Kemajuan teknologi adalah sesuatu yang tidak dapat dihindari dalam kehidupan

Pertemuan 9. Pembahasan. 1. Aspek Teknologi 2. Aspek Hukum 3. Aspek Pendidikan 4. Aspek Ekonomi 5. Aspek Sosial Budaya

MELINDUNGI PENGGUNA INTERNET DENGAN UU ITE

CONTOH KASUS CYBER CRIME (KEJAHATAN DI DUNIA MAYA)

BAB I PENDAHULUAN. paling mencolok dari perkembangan teknologi tersebut adalah gadget dan

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA TENTANG

PUSAT TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN (PUSTEKKOM KEMENDIKBUD)

BAB I PENDAHULUAN. tinggi tingkat budaya dan semakin modern suatu bangsa, maka semakin

Etika Profesi. Pertemuan 4. Cyber Ethics

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Perkembangan teknologi dan informasi di Indonesia khususnya

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pemberdayaan Apoteker dalam Peningkatan Efektifitas Pengawasan Iklan Obat Tradisional

BAB I PENDAHULUAN. sehingga dapat membawa kemajuan bagi bangsa pada waktu yang akan

Laporan Dwi Bulanan IV 2016

Usia Pengguna Internet

Laporan Dwi Bulan V 2013

Laporan Dwi Bulanan V 2015

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2013 TENTANG

I. PENDAHULUAN. search engine, pengguna di seluruh dunia mempunyai akses yang mudah terhadap

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

Cyber Ethics. Ade Sarah H., M.Kom

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V PENUTUP. Penanganan Situs Internet Bermuatan Negatif Juncto Undang-Undang Nomor 11

10/10/2010 PENGANTAR TEKNOLOGI INFORMASI. Materi 14 : Pengantar Etika Profesi ETIKA DALAM SISTEM INFORMASI. 1. Privasi

BAB 1 Pendahuluan 1 BAB I PENDAHULUAN

Dibuat Oleh A F I Y A T I NIM Dosen DR. Ir Iwan Krisnadi MBA

Laporan Dwi Bulanan II 2017

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Denada Tirta Amertha, 2014

Laporan Dwi Bulanan I 2017

CYBER LAW & CYBER CRIME

Laporan Dwi Bulanan III 2017

Pertemuan 6 ASPEK TINJAUAN PELANGGARAN KODE ETIK PROFESI IT

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

KEBUTUHAN INTERNET BAGI RUMAH SAKIT

BAB I PENDAHULUAN. hubungan antar sesama dan senantiasa menjaga hubungan tersebut dengan sebaikbaiknya.

I. PENDAHULUAN. Pemanfaatan teknologi jaringan sebagai media komunikasi data terus meningkat

STUDI KASUS. Penipuan Identitas dan Pencenaran Nama Baik melalui Internet (Cyber Crime)

RPM Konten, banyak Bermasalah

MODEL PENGATURAN INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

PANANGGULANGAN KEJAHATAN MAYANTARA (CYBER CRIME) DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA (STUDI DI DIREKTORAT RESERSE KRIMINAL KEPOLISIAN DAERAH SUMATERA UTARA)

Chapter 12. Ocvita Ardhiani Komunikasi Multimedia

JURNAL PENELITIAN HUKUM / SKRIPSI UPAYA POLISI RESORT (POLRES) SLEMAN DALAM MENCEGAH DAN MENANGGULANGI PRAKTEK JUDI SEPAK BOLA ONLINE

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. tindakan cyber bullying dapat dikemukakan kesimpulan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. semua kalangan masyartakat. Perkembangan pengguna internet serta adanya

Teten Ajak Masyarakat Makan Ikan

Konsep Keamanan Informasi untuk Jaringan Pemerintah

Broadband Economy. Konten sebagai Penggerak Broadband

UNDANG-UNDANG TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK BAB I KETENTUAN UMUM

Laporan Dwi Bulanan I 2015

Adapun poin poin tanggapan dan masukan tersebut adalah sebagai berikut:

Pertemuan 11. Pembahasan. 1. Pengertian Cyber law 2. Ruang Lingkup Cyber Law 3. Perangkat hukum Cyber law

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Laporan Hasil Penelitian. PENGGUNAAN MEDIA DIGITAL DI KALANGAN ANAK-ANAK DAN REMAJA DI INDONESIA Ringkasan Eksekutif

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. besar dan seakan akan dunia adalah sebuah kampung kecil yang telah

BAB I PENDAHULUAN. tidak terbatas, yaitu media baru atau yang lebih dikenal dengan media online.

BAB I PENDAHULUAN. teknologi informasi dan komunikasi yang paling mendominasi. Kemudahan demi kemudahan yang dihasilkan oleh kemajuan teknologi

I. PENDAHULUAN. dan media elektronik yang berfungsi merancang, memproses, menganalisis,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN. TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

BAB VI PENUTUP. Kesimpulan yang dapat ditarik dari penelitian ini adalah : kepada oknum Dokter maupun Apoteker yang memang tidak mengindahkan

MATERI MUATAN REGULASI INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

BAB I PENDAHULUAN. melalukan aktivitas, seperti berbelanja, berkomunikasi dan melakukan transaksitransaksi

2012, No.51 2 Indonesia Tahun 2004 Nomor 5; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355); 4. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Peme

cybercrime Kriminalitas dunia maya ( cybercrime

P R O P O S A L. Proposal Penawaran. Konsultan dan Jasa Website Company Profile. Jasa Design Website Company Profil

Fathirma ruf

Browsing(info/berita, konten,dll) Chatting Download Upload Diskusi/Groups E-banking E-commerce

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

CYBER ETHICS Disusun oleh : ANGGRAINI DIAH PUSPITANINGRUM (14111006) KELAS : 22 PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMATIKA FAKULTAS TEKNOLOGI INFORMASI UNIVERSITAS MERCU BUANA YOGYAKARTA 2015/2016

DAFTAR ISI DAFTAR ISI... 2 A. Sumber Berita... 3 B. Komentar... 5 DAFTAR PUSTAKA... 6 2

A. Sumber Berita Judul : Cyber Ethics, Senjata untuk Ciptakan Internet Sehat Penulis : Yudhianto, Senin, 21 Oktober 2013 16:26 WIB Nusa Dua, Bali - Sebelum event Internet Governance Forum (IGF) 2013 digelar di Bali, pemerintah melalui Kementerian Kominfo mengadakan acara yang melibatkan sejumlah petinggi dari berbagai negara. Mereka berbagi masukan terkait perkembangan teknologi internet yang makin pesat. Digelar dengan sebutan High Level Leaders Meeting (HLLM), acara bertema Global Multi-stakeholder Collaboration for Achieving a Safe, Secure and Tolerant Cyberspace: Enabling Growth and Sustainable Development through Cyber Ethics ini bertujuan mengajak instansi dalam bidang internet bersatu-padu untuk menekan cyber crime. Caranya tidak sepenuhnya menggunakan aturan-aturan tertulis melainkan mengandalkan apa yang disebut cyber ethics. Layaknya norma tak tertulis, cyber ethics bertujuan untuk memudahkan proses interaksi dan negoisasi dalam dunia cyber dengan menghilangkan batasan dalam aturan tertulis. Menurut Menkominfo Tifatul Sembiring, pengelolaan internet sebenarnya dapat dilakukan dengan pendekatan teknologi dan juga pendekatan norma. Berbagai instrumen regulasi nasional dan internasional sebagai norma sejatinya telah dikembangkan untuk mengatur internet serta untuk menghadapi dan mengatasi penyalahgunaannya. Banyak negara, termasuk Indonesia telah membuat peraturan perundang-undangan untuk mengatur dan mengelola dunia cyber. Namun aturan tersebut memiliki keterbatasan baik dari segi yurisdiksi maupun cakupan. Oleh karenanya cyber ethics dibutuhkan guna melengkapi aturan-aturan yang ada, jelas Menkominfo pada acara HLLM di Nusa Dua, Bali, Senin (21/10/2013). Definisi etika sendiri adalah aturan tak tertulis yang dapat menjadi pedoman bagi suatu masyarakat untuk saling menghargai kepentingan masing-masing. Sehingga cyber ethics merupakan norma-norma dalam dunia cyber yang mengatur masyarakat dunia maya dalam berinteraksi maupun bertransaksi. Selain itu, tujuan digalakkannya cyber ethics adalah menyeragamkan persepsi saling menguntungkan yang terkadang tak dapat dilakukan dengan aturan tertulis. Sebagai ilustrasi, apa yang baik bagi satu komunitas, belum tentu baik bagi komunitas lainnya. Disinilah peran cyber ethics bekerja. Misalnya, merujuk pada situs pornografi yang dilarang di Indonesia, namun di sejumlah negara dilegalkan. Saat situs pornografi tersebut dapat diakses di Indonesia, pemerintah Indonesia tak 3

memiliki kuasa penuh untuk meminta pengelola domain menutup situs tersebut. Alasannya, karena pengelola domain beroperasi di Negara yang memiliki aturannya sendiri. Dengan cyber ethics, harapannya hal semacam ini dapat ditekan. Mungkin tidak sampai menutup situs, namun dengan adanya norma cyber ethics yang telah disepakati, setidaknya pemerintah Indonesia dapat meminta pengelola domain melakukan blok terhadap pengakses dari Indonesia. (Yudhianto, 2013). (yud/fyk) 4

B. Komentar Dalam artikel tersebut dapat disimpulkan bahwa cyberethic dapat digunakan untuk menekan adanya cybercrime atau kejahatan dalam dunia cyber. Cyberethic sendiri berarti norma/aturan yang tidak tertulis yang dapat digunakan masyarakat untuk menghargai kepentingan masing masing. Dengan adanya cyberethic diharapkan dapat mengatur dan mengelola dunia cyber dan melengkapi aturan aturan tertulis yang sudah ada. Pada contoh kasus pemblokiran situs pornografi, diharapkan dapat menjadi upaya mengurangi pengaksesan terhadap situs pornografi dengan menerapkan cyberethic yang telah disepakati. Namun, pemblokiran situs yang dilakukan Kemkominfo dengan slogan internet positif ini memberikan dampak terhadap pemakaian internet di Indonesia diantaranya: - Banyak orang yang penasaran dan mencoba menghilangkan/menjebol blokir dari internet positif. Hal ini sangat terlihat apabila ingin mencari info tentang internet positif pada search engine google maka yang di indeks oleh google adalah mayoritas informasi tentang Cara Menembus/membuka Situs Yang di Blokir Internet Positif. (Google, 2016) - Negara-negara yang kerap menerapkan kebijakan blokir situs seperti Indonesia, China, dan Thailand, mempunyai presentase pengguna VPN yang lebih banyak daripada negara lainnya yang kebijakan internetnya tidak sering memblokir situs. (Dita, 2016). VPN sendiri digunakan untuk membuka akses situs yang diblokir dengan menggunakan IP negara lain. - Terjadi protes dari Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) yang menyoroti bahwa pemblokiran yang dilakukan oleh ISP justru akan membuka celah buruk bagi privasi pengguna internet. (Ngazis, 2014). Protes juga datang dari masyarakat karena Penggunaan Trust+Positif, yang menjadi acuan daftar situs yang dilarang beroperasi, dinilai tidak memiliki tahapan penentuan yang jelas. (Kompas Cetak, 2014) Dampak tersebut memberikan bukti bahwa pemblokiran internet positif belum dapat mengatur dan mengelola dunia cyber dengan baik. Semakin banyak situs yang di blokir internet positif makan semakin penasaran orang ingin membuka situs tersebut. Filtering memang dapat dilakukan, karena situs situ seperti pornografi sangat berbahaya bagi generasi muda. Namun, harus ada langkah edukasi yang diberikan pemerintah mengenai cyberethic itu sendiri agar terdapat kesadaran dalam diri dari masyarakat tentang menjadi masyarakat cyber yang bertanggung jawab. 5

DAFTAR PUSTAKA Dita. (2016, Maret 29). Dampak Situs Diblokir : Global Web Index Nyatakan Indonesia Jadi Pengguna VPN Tertinggi. Dipetik Juni 13, 2016, dari NusantaraIN: http://nusantaran.com/2016/03/29/21842/dampak-situs-diblokir-global-webindex-nyatakan-indonesia-jadi-pengguna-vpn-tertinggi/ Google. (2016, Juni 13). Google Search;Keyword : Internet Positif. Dipetik Juni 13, 2016, dari Google: https://www.google.co.id/webhp?sourceid=chromeinstant&ion=1&espv=2&ie=utf-8#q=internet+positif Kompas Cetak. (2014, Agustus 14). Masyarakat Tolak Peraturan Menkominfo tentang Blokir Situs. (L. H. Wiwoho, Editor) Dipetik Juni 13, 2016, dari Kompas: http://nasional.kompas.com/read/2014/08/11/15420961/masyarakat.tolak.per aturan.menkominfo.tentang.blokir.situs Ngazis, A. N. (2014, Agustus 13). Aturan Blokir Situs Negatif Ditolak, Ini Alasannya. Dipetik Juni 13, 2016, dari Viva News: http://teknologi.news.viva.co.id/news/read/528505-aturan-blokir-situs-negatifditolak--ini-alasannya Yudhianto. (2013, Oktober 21). Cyber Ethics, Senjata untuk Ciptakan Internet Sehat. Dipetik Juni 13, 2016, dari Detiknet: http://inet.detik.com/read/2013/10/21/161431/2391267/399/cyber-ethicssenjata-untuk-ciptakan-internet-sehat 6