ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN ATAS PELAKSANAAN APBN TA 2004 I. Umum 1. RUU Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBN TA 2004 terdiri dari Laporan Realisasi APBN, Neraca Pemerintah RI per 31 Desember 2004 dan Laporan Arus Kas untuk tahun yang berakhir 31 Desember 2004. 2. Neraca Pemerintah RI per 31 Desember 2004 merupakan Neraca Awal yang dapat disajikan sebagai perbandingan dalam Laporan Keuangan Periode pelaporan berikutnya. II. Arah Kebijakan dan Prioritas TA 2004 Kebijakan pelaksanaan APBN tahun anggaran 2004 mengacu kepada : 1. GBHN 1999-2004, Program Pembangunan Nasional (Propernas) 2000-2004 2. Kesepakatan-kesepakatan antara Pemerintah dan DPR-RI. 3. Program kerja Kabinet Gotong-royong. Kebijakan di bidang ekonomi yang dituangkan dalam APBN diarahkan untuk memantapkan proses konsolidasi fiskal dan penyehatan APBN guna ketahanan fiskal yang berkelanjutan serta untuk diselaraskan dengan program pemulihan ekonomi. Adapun titik berat dalam program konsolidasi fiskal tahun 2004 adalah : 1. Mengendalikan dan menurunkan secara bertahap defisit APBN menuju APBN yang seimbang; 2. Melanjutkan upaya penurunan jumlah (stock) utang publik dan rasionya terhadap Pendapatan Domestik Bruto (PDB), guna meringankan beban utang pemerintah secara cepat dalam jangka menengah; 3. Meningkatkan penerimaan pajak secara progresif yang adil dan jujur, mengurangi subsidi, menghemat anggaran belanja negara serta meningkatkan disiplin anggaran; 4. Memantapkan proses desentralisasi dengan tetap mengupayakan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah, yang sesuai dengan asas keadilan dan sepadan dengan besarnya kewenangan yang diserahkan 1
pemerintah pusat kepada daerah, dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). III. Kondisi Makro Ekonomi dan Realisasi APBN Perkembangan asumsi makro tahun 2002 2004. Uraian 2002 2003 2004 Realisasi Realisasi Asumsi Realisasi Pertumbuhan Ekonomi (%) 4,3 4,5 4,8 4,8 Tingkat Inflasi (%) 10 5,1 6.5 7 Nilai Tukar Rupiah (US$) 9.311 8.577 8.600 8.900 Suku Bunga SBI-3 bulan 15,24 10,2 8,5 7,6 Harga Minyak (US$/barel) 23,5 28,75 22 34 Produksi Minyak (juta barel/hari) Sumber : RUU PAN 2004 1,26 1,092 1,15 1,072 Perkembangan makro ekonomi tersebut membawa perubahan terhadap besaran anggaran negara TA 2004, seperti yang terlihat pada tabel di bawah ini : Perkiraan Realisasi (Dalam jutaan) Uraian APBN APBN-P (%) Penerimaan Perpajakan 272.175.100 279.207.480 2,58 Penerimaan Bukan Pajak 77.124.436 123.824.343 60,55 Penerimaan Hibah 634.200 737.706 16,32 Pendapatan Negara dan Hibah 349.933.736 403.769.529 15,38 Belanja Pemerintah Pusat 255.308.989 300.036.173.502 17,51 Belanja Untuk Daerah 119.042.274.087 130.005.001 9,21 Belanja Negara 374.351.263.087 430.041.174.842 14,87 Defisit Anggaran 24.417.527.287 26.271.645.512 7,59 Sumber : RUU PAN 2004 2
IV. Hasil Pemeriksaan BPK RI terhadap LKPP tahun 2004 Hasil pemeriksaan BPK RI terhadap LKPP TA 2004, menyatakan tidak dapat memberikan pendapat atas LKPP TA 2004 karena terdapat kelemahan antara lain: 1. Temuan Pemeriksaan Sistem Pengendalian Intern 1) Prosedur Pembukuan dan Penyusunan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) tidak dilakukan sesuai dengan Sistem Akuntansi yang telah ditetapkan 2) Rekonsiliasi dan Verifikasi Pendapatan Dalam Negeri dan Hibah, serta Belanja Negara tidak dapat dilaksanakan 2.1. Penerimaan Perpajakan dalam Laporan Realisasi APBN sebesar Rp 275.757.352 juta tidak dapat diyakini kewajarannya a. Perbedaan penerimaan perpajakan dalam Laporan Arus Kas (LAK) dan Laporan Realisasi APBN tidak dapat dijelaskan b. Perbedaan penerimaan perpajakan dalam Laporan Realisasi APBN Pemerintah Pusat dengan Laporan Realisasi Anggaran (LRA) Departemen Keuangan 2.2. Realisasi Pengeluaran Rutin dalam Laporan Realisasi APBN Tahun Anggaran 2004 sebesar Rp 232.931.809,21 juta tidak dapat diyakini kewajarannya. 2.3. Realisasi Pengeluaran Pembangunan dalam Laporan Ralisasi APBN Tahun Anggaran 2004 sebesar Rp 60.979.195,02 juta tidak dapat diyakini kewajarannya 3). Pengelolaan Kas yang meliputi kebijakan, pencatatan, dan pelaporannya, masih belum memadai 3.1. Terdapat Perbedaan sebesar Rp 845.277 juta antara Saldo Rekening Kas di KPPN dalam LKPP 2004 dengan Saldo Rekening Korannya 3.2. Penyajian Saldo Kas di Bendahara Penerima sebesar Rp865.634,66 juta dalam LKPP Tahun 2004 tidak dapat diyakini kewajarannya 3
3.3. Penyajian Saldo Kas di Bendahara Pengeluaran sebesar Rp322.614,44 juta dalam LKPP Tahun 2004 tidak dapat diyakini kewajarannya 3.4. Saldo Rekening Pemerintah Lainnya (RPL) di Bank Indonesia sebesar Rp38.660.204,62 juta yang disajikan dalam LKPP understated sebesar Rp8.727.583,32 juta seharusnya sebesarnya Rp47.387.787,94 juta. 4). Pengeloaan Aset Tetap Berupa Barang Milik/Kekayaan Negara yang meliputi Pencatatan dan Pelaporannya belum memadai 4.1. Penyajian aset tetap sebesar Rp 221.748.166,99 juta belum dapat diyakini kewajarannya 4.2. Nilai Aset lainnya pada Neraca LKPP 2004 sebesar Rp 56.124.152,55 juta tidak dapat diyakini kewajarannya 5). Pengelolaan Hutang Dalam dan Luar Negeri yang meliputi prosedur rekonsiliasi, pencatatan dan pelaporannya belum memadai Penyajian utang bunga dalam LKPP 2004 yang berasal dari Bunga Surat Utang Dalam Negeri terlalu tinggi sebesar Rp 116.996,21 juta 6). Organisasi Pelaksana Sistem Akuntansi Pemerintah belum seluruhnya terbentuk. Organisasi pelaksana belum mendukung penyusunan laporan keuangan kementerian negara/lembaga sesuai dengan Sistem Akuntasi Instansi (SAI) yang ditetapkan. 7). Pertanggungjawaban Atas Pelaksaaan APBN belum seluruhnya direviu oleh Aparat Pengawasan Intern pada tingkat Kementerian Negara/Lembaga. 8). Pelaporan Sisa Anggaran Lebih (SAL) tidak konsisten dan tidak memadai. 7. Temuan Pemeriksaan Kepatuhan Terhadap Peraturan Perundangundangan a. Penyampaian Laporan Keuangan Anggaran Pembiayaan dan Perhitungan Anggaran tidak disertai pernyataan tanggung jawab dari Menteri Keuangan b. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) terlambat dan/atau belum disetorkan ke kas negara 4
c. Pengeluaran atas beban Bagian Anggaran 62 (subsidi dan transfer) dan Bagian Anggaran 69 (belanja lain-lain) tidak seluruhnya dilaporkan secara terpisah oleh kementerian negara/lembaga dan dibebankan kepada bagian anggaran yang tidak tepat c.1. Pengeluaran atas beban Bagian Anggaran 62 (subsidi dan transfer) dan Bagian Anggaran 69 (belanja lain-lain) tidak seluruhnya dilaporkan secara terpisah oleh kementerian negara/lembaga dan dibebankan kepada bagian anggaran yang tidak tepat c.2. Terdapat ketidaktepatan Pembebanan Anggaran d. Eksekusi oleh Kejaksaan Agung atas hukuman uang pengganti yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap sebesar Rp 6.667.980 juta lebih dari satu tahun belum ditagih. e. Pengeluaran anggaran untuk dana reboisasi dari Rekening Bendahara Umum Negara (BUN) senilai Rp 2.885.623 juta tanpa didukung bukti pertanggungjawaban f. Pengelolaan barang milik/kekayaan negara belum sesuai dengan ketentuan perundang-undangan f.1. f.2. Barang Milik/Kekayaan Negara Dikuasai dan/atau Dimanfaatkan Oleh Pihak Lain Secara Tidak Sah dan Jangka Waktu Peminjaman Yang Tidak Jelas Pemindahtanganan Barang Milik/Kekayaan Negara Kepada Pihak Lain Tidak Sesuai Dengan Ketentuan Perundang-undangan. f.3. Barang Milik/Kekayaan Negara Hasil Pengadaan Belum Dimanfaatkan sebagaimana mestinya f.4. Barang Milik/Kekayaan Negara Hasil Pengadaan Dana f.5. Dekonsentrasi belum dilaporkan dalam neraca laporan keuangan kementerian negara/lembaga dan LKPP tahun 2004. Barang Milik/Kekayaan Negara yang rusak berat belum diusulkan untuk dihapuskandari daftar inventaris. f.6. Penghapusan Barang Milik/Kekayaan Negara belum sepenuhnya berpedoman pada ketentuan yang berlaku f.7. Barang Milik/Kekayaan Negara belum dilengkapi dengan bukti kepemilikan yang sah 5
f.8. Barang Milik/Kekayaan Negara yang dinyatakan hilang belum ditindaklanjuti sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku g. Perjanjian pengelolaan aset antara pemerintah dengan PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA) terkait dengan penerimaan tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan 8. Pelaporan Sisa Anggaran Lebih (SAL) Tidak Konsisten Dan Tidak Memadai 8.1. Sisa Anggaran Lebih (SAL) sampai dengan Tahun Anggaran 2004 diungkapkan secara tidak konsisten 8.2. Keberadaan Sisa Anggaran Lebih (SAL) tidak diungkapkan secara memadai Tanggapan Pemerintah terhadap hasil pemeriksaan LKPP TA 2004, secara umum menyatakan bahwa Pemerintah akan menyesuaikan LKPP 2004 berdasarkan koreksi Laporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga setelah diaudit BPK RI. V. Pada RUU Pertanggungjawaban atas pelaksanaan APBN 2004 (Laporan Realisasi APBN) terdapat beberapa hal yang perlu mendapat penjelasan lebih lanjut : 1. Defisit anggaran sebesar Rp23.809,8 miliar, 9,06% lebih rendah dari yang dianggarkan dalam APBN-P T.A 2004 sebesar Rp26.271,6 miliar, sedangkan realisasi pembiayaan T.A 2004 adalah sebesar Rp20.795,9 miliar, yang berarti hanya membiayai 87,34% defisit anggaran, sehingga terdapat Sisa Kurang Pembiayaan Anggaran (SIKPA) T.A 2004 sebesar Rp3.013,9 miliar. Untuk menutupi kekurangan pembiayaan anggaran tersebut maka digunakan Sisa Anggaran Lebih tahun-tahun sebelumnya yang realisasinya sebesar Rp 24.588,5 miliar sehingga Sisa Anggaran Lebih sampai dengan tahun 2004 menjadi sebesar Rp21.574,6 miliar. 2. Utang Bunga pada Neraca LKPP tahun 2004 sebesar Rp43.173.178.722.811 diantaranya yang berasal dari Bunga Surat Utang Dalam Negeri yang terlalu tinggi sebesar Rp116.996,21 juta atau menurut 6
BPK RI Utang Bunga dalam Neraca adalah 43.056.182,51 juta. Namun dalam Neraca RUU dinyatakan Rp43.054.542,47 juta. 3. Realisasi Pendapatan Negara dan Hibah pada tahun 2004 dalam Laporan Realisasi APBN sebesar Rp 400.589.417.866.171 atau Rp 3.180.111.463.829 dibawah anggaran. Namun dalam RUU Pertanggungjawaban atas pelaksanaan APBN, realisasi pendapatan berubah menjadi Rp 403.366.686.180.649 atau 99,90% dari anggaran pendapatan dalam APBN. Perubahan angka tersebut terutama Penerimaan Pajak Dalam Negeri sebesar Rp 275.757.351.660.521 tidak diyakini oleh BPK RI, karena menurut Laporan Arus Kas, Penerimaan Perpajakan (D.2.1) sebesar Rp 280.897.641.239.000, dalam RUU Penerimaan Pajak Dalam Negeri menjadi Rp 280.558.820.638.612 atau masih terdapat perbedaan Rp 338.820.600.388. 4. Penerimaan Negara Bukan Pajak diantaranya dari Penerimaan Sumber Daya Alam menurut Laporan Realisasi APBN sebesar Rp 91.007.405.542.684, kemudian dalam RUU Pertanggung jawaban Pelaksanaan APBN menjadi sebesar Rp 91.542.983.188.986. Namun dalam Laporan Arus Kas (D.2.2) penerimaan Sumber Daya Alam masih menunjukkan jumlah Rp 91.397.744.046.000 seperti dalam Laporan Realisasi Anggaran atau terdapat perbedaan Rp 145.239.142.986. 5. Realisasi Belanja Pemerintah Pusat sebesar Rp 293.911.004.236.729, kemudian dalam RUU Pertanggungjawaban atas pelaksanaan APBN berubah menjadi Rp 297.464.003.972.606 atau bertambah Rp 3.552.999.735.877. Perlu dijelaskan oleh Pemerintah apakah pertambahan realisasi Belanja Pemerintah Pusat tersebut adalah koreksi berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan BPK RI yang menemukan 7 (tujuh) kementerian negara/lembaga (Depnakertrans, Dep Kelautan dan Perikanan, Deptan, Depsos, Depdiknas, Depperindag, dan Depkes) belum melaporkan realisasi belanja dekonsentrasi dalam Neraca kementerian negara/lembaga dimaksud. 6. Realisasi Belanja Daerah untuk tahun 2003 sebesar Rp120.314,3 miliar dan meningkat pada tahun 2004 sebesar Rp129.723 miliar. Peningkatan ini dimungkinkan karena bertambahnya daerah pemekaran, makin besarnya penerimaan yang akan dibagihasilkan dan makin banyaknya sarana dan 7
prasarana fisik pelayanan dasar yang harus disediakan pemerintah. Perbandingan realisasi belanja daerah tahun 2003 dan tahun 2004 terlihat sebagai berikut : (miliar rupiah) Keterangan Realisasi Realisasi Tahun 2003 Tahun 2004 Dana perimbangan 111.070,4 122.867,6 - Dana Alokasi Umum 76.977,9 82.130,9 - Dana Alokasi Khusus 2.723,0 4.036,4 - Dana Bagi Hasil 31.369,5 36.700,3 Dana Otsus & Penyesuaian 9.243,9 6.855,3 - Dana Otonomi Khusus 1.539,6 1.642,6 - Dana Penyesuaian 7.704,3 5.212,7 Sumber : RUU PAN 2004 7. Realisasi Pengeluaran Rutin dalam LRA tahun 2004 sebesar Rp 232.931.809.216.641, ternyata pada 8 (delapan) kementerian negara/lembaga (Kejaksaan Agung, Dephukham, Depsos, Dephut, Kebudayaan dan Pariwisata, Riset dan Teknologi, BPN, BPOM) pada tiga bagian anggaran perhitungan dan pembiayaan tahun 2004 kurang dibukukan Rp 4.416.300,90 juta atau minimal Rp 237.348.110,12 juta. Namun dalam RUU Pertanggung jawaban Pelaksanaan APBN tertulis Rp 236.013.837.863.766 atau lebih kecil Rp 1.334.272,26 juta. 8. Realisasi Pengeluaran Pembangunan dalam Laporan Realisasi Anggaran tahun 2004 sebesar Rp 60.979.195.020.088. Hasil audit BPK RI menyatakan kurang dibukukan sebesar Rp 710.658,86 juta, seharusnya Rp 61.689.853,88 juta. Namun dalam RUU Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBN dinyatakan Rp 61.450.166.108.840 atau lebih kecil Rp 239.687 juta. a. Realisasi beberapa sektor pembangunan dalam APBN apabila dibandingkan dengan rencana anggarannya tampak sebagai berikut di bawah : Sektor Rencana Realisasi Selisih % Anggaran Anggaran sektor pertanian, kehutanan, kelautan dan perikanan 1,389,596,260,000 295,012,569,659 (1,094,583,690,341) 21.2 pengairan 1,495,371,988,000 896,213,283,062 (599,158,704,938) 59.9 8
perdagangan, pengembangan usaha nasional, keuangan dan koperasi 31,845,601,000 11,149,969,766 (20,695,631,234) 35.0 transportasi meteorologi dan geofisika 4,653,671,813,000 2,573,405,023,667 (2,080,266,789,333) 55.3 pertambangan dan energi 1,731,935,939,000 886,705,281,025 (845,230,657,975) 51.2 pariwisata, pos, telekomunikasi dan informatika 137,616,000,000 9,749,263,686. (127,866,736,314) 7.1 sumber daya alam dan lingkungan hidup, dan tata ruang 297,648,056,000 81,319,129,227 (216,328,926,773) 27.3 pendidikan, kebudayaan nasional, pemuda dan olah raga 1,302,020,275,000 419,189,891,943 (882,830,383,057) 32.2 kependudukan dan keluarga 45,505,584,000 38,302,934,968 (7,202,649,032) 84.2 perumahan dan pemukiman 240,557,488,000 112,819,372,769 (127,738,115,231) 46.9 IPTEK 29,774,343,000 17,949,546,920 (11,824,796,080) 60.3 hukum 86,988,622,000 26,076,547,552 (60,912,074,448) 30.0 aparatur negara dan pengawasan 295,375,803,000 124,023,157,055 (171,352,645,945) 42.0 Sumber : RUU PAN 2004 (diolah) b. Beberapa sektor yang realisasinya melampaui anggaran adalah sebagai berikut : Sektor Rencana Realisasi Selisih % Anggaran Anggaran industri 26,416,524,000 2,172,746,160,566 2,146,329,636,566 8,225 pembangunan daerah 1,925,265,542,0 00 2,580,794,515,739 655,528,973,739 134 kesejahteraan sosial, kesehatan dan pemberdayaan perempuan 669,590,162,000 2,186,868,836,763 1,517,278,674,763. 327 Sumber : RUU PAN 2004 (diolah) VI. Pada RUU Pertanggungjawaban atas pelaksanaan APBN 2004 (Neraca per 31 Desember 2004) terdapat beberapa hal yang perlu mendapat penjelasan lebih lanjut : 1. Rekening kas dalam Neraca LKPP tahun 2004 sebesar Rp 12.498.762.125.000 tidak menggambarkan keadaan sebenarnya, karena hasil pemeriksaan BPK RI atas saldo kas pada 165 KPPN di 30 Kantor Wilayah DJP menunjukkan sebesar Rp 12.498.634,65 juta. Saldo rekapitulasi rekening koran bank seluruh KPPN Rp 11.653.341,52 juta. Selisih antara rekapitulasi LKP dengan rekapitulasi rekening koran sebesar Rp 845.276,94 juta. Namun dalam Neraca RUU Pertanggungjawaban 9
pelaksanaan APBN, rekening kas di KPPN tidak berubah/tidak dikoreksi Rp 12.498.762.125.000 yang perlu dijelaskan oleh Pemerintah perbedaan angka tersebut. 2. Saldo rekening Pemerintah lainnya di Bank Indonesia dalam LRA tahun 2004 sebesar Rp 38.660.204.618.670, tidak berubah, masih tetap dilaporkan dalam RUU Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBN yang seharusnya Rp 47.387.787,94 juta, padahal BPK RI menyatakan saldo tersebut kurang dibukukan sebesar Rp 8.727.583,32 juta berdasarkan konfirmasi kepada Bank Indonesia masih terdapat 277 rekening milik Pemerintah di Bank Indonesia sebesar Rp 8.727.583,32 juta yang belum dilaporkan dalam LKPP tahun 2004. Perlu penjelasan lebih lanjut dari Pemerintah selain rekening IMF sebesar Rp 3.436.051.075.080 milik BI dan rekening khusus milik pihak lender. 3. Kas di Bendahara Pengeluaran dalam Neraca LKPP tahun 2004 Rp 322.614.437.433 tidak dapat diyakini kewajarannya oleh BPK RI karena saldo hasil konfirmasi dari 165 KPPN diketahui sisa UYHD Rp 1.586.817,40 juta. Menurut Anggaran Perhitungan dan Pembiayaan MAK 6211 sisa UYHD yang belum dipertanggungjawabkan Rp 178.634,75 juta. Berdasarkan rekapitulasi Laporan Kas Posisi (LKP) oleh Direktur PKN sebesar Rp 469.111,36 juta. Untuk itu perlu dijelaskan perbedaan angka dimaksud. 4. Kas di Bendahara Penerima sebesar Rp 865.634.663.421, tidak dapat diyakini kewajarannya oleh BPK RI karena belum seluruh Bendahara Penerima melaporkan PNBP yang masih belum disetor kepada Satker terkait, dalam Neraca sudah dilaporkan saldo PNBP tersebut, namun dalam RUU Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBN sebaliknya malahan berkurang menjadi Rp 576.992.798.255, Untuk itu perlu dijelaskan pengurangan tersebut. 5. Nilai Aset Tetap dalam Neraca LKPP tahun 2004 sebesar Rp221.748.166.989.317 dinyatakan oleh BPK RI tidak dapat diyakini kewajarannya, karena hasil pemeriksaan atas Laporan Keuangan dari 43 Kementerian Negara/Lembaga menunjukan adanya Aset Tetap yang nilainya kurang dibukukan pada Neraca LKPP tahun 2004 sebesar Rp32.598.913,27 juta atau nilai Aset Tetap minimal sebesar Rp254.347.080,26 juta. Namun, 10
dalam Neraca RUU dinyatakan Rp229.071.545,43 juta. Untuk itu perlu dijelaskan oleh Pemerintah adanya perbedaan data dengan data hasil audit BPK RI. 6. Nilai Aset Lainnya pada Neraca LKPP tahun 2004 sebesar Rp56.125.152.552.993 dinyatakan oleh BPK RI tidak dapat diyakini kewajarannya, karena hasil pemeriksaan BPK RI atas jumlah dan nilai aset yang dikelola oleh Tim Pemberesan BPPN dan PT. PPA (Perusahaan Pengelola Aset) yang disajikan dalam LKPP tahun 2004 tidak menunjukan jumlah dan nilai yang wajar. Tim Pelaksanaan Penilaian yang dibentuk oleh Menkeu belum dapat ditentukan nilai pengalihan aset yang wajar dari BPPN kepada Menkeu. Selain itu sisa aset eks BPPN yang dikelola oleh PT. PPA (Perusahaan Pengelola Aset) dan Tim Pemberesan BPPN per 31 Desember 2004 menunjukan nilai buku sebesar Rp304.542.947,69 juta dan nilai pengalihan ke PT. PPA (Perusahaan Pengelola Aset) sebesar Rp9.313.820,66 juta serta nilai pengalihan ke Tim Pemberesan sebesar Rp8.401.039,55 juta. Nilai tersebut belum diperiksa oleh penilai independen yang dapat mengungkapkan nilai wajar aset yang dialihkan tersebut. Kemudian dalam Neraca RUU, nilai Aset Lainnya dinyatakan sebesar Rp57.182.454.123.677. Untuk itu perlu dijelaskan oleh Pemerintah adanya perbedaan tersebut. 7. Utang Bunga pada Neraca LKPP tahun 2004 sebesar Rp43.173.178.722.811 VII. Penutup diantaranya yang berasal dari Bunga Surat Utang Dalam Negeri yang terlalu tinggi sebesar Rp116.996,21 juta atau menurut BPK RI Utang Bunga dalam Neraca adalah 43.056.182,51 juta. Namun dalam Neraca RUU dinyatakan Rp43.054.542,47 juta. Perbedaan data pada Neraca tersebut perlu dijelaskan oleh Pemerintah. Demikian beberapa pokok hasil analisis terhadap pertanggungjawaban atas pelaksanaan APBN Tahun Anggaran 2004, Neraca Pemerintah RI per 31 Desember 2004 dan Laporan Arus Kas untuk tahun yang berakhir 31 Desember 2004 sebagai bahan masukan kepada Dewan dalam Rapat Kerja dengan Pemerintah. 11
Kesimpulan-Kesimpulan 1. Terdapat selisih anggaran dari perencanaan dibandingkan dengan realisasi penggunaan anggaran pada sektor-sektor pembangunan. Selisih tersebut terdiri dari : a. realisasi kurang dari 100% yang dirancanakan b. realisasi lebih dari lebih 100% yang dirancanakan 2. Terjadi penurunan defisit dalam tahun anggaran 2004, yang secara nominal berada pada 0,32% dibawah defisit tahun anggaran 2003 dan 0,41% dibawah defisit tahun anggaran 2002. 3. Pembayaran cicilan pokok utang luar negeri lebih tinggi dari penarikan pinjaman luar negeri, sehingga pembiayaan luar negeri neto menyumbang minus Rp28.057,2 miliar dalam realisasi pembiayaan tahun anggaran 2004. Dalam realisasi tahun 2003, penarikan pinjaman luar negeri masih lebih besar dari pembayaran cicilannya. 4. Realisasi pembayaran subsidi pada tahun anggaran 2004 lebih tinggi 1,08% dari realisasi tahun 2003 yang sebesar Rp43.898,6 miliar. Kenaikan ini terjadi sebagai akibat dari tingginya harga minyak mentah dunia dalam tahun 2004, sehingga belanja yang dikeluarkan untuk subsidi BBM mencapai 75,41% dari total pembayaran subsidi. 5. Realisasi penerimaan negara, khususnya dari sektor perpajakan mengalami peningkatan. 6. Terdapat selisih beberapa pos anggaran antara Laporan Keuangan Pemerintah Pusat yang telah diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan dengan Rancangan Undang-Undang PAN 2004 (lampiran). 7. Terdapat peningkatan belanja daerah, seiring dengan banyaknya pemekaran wilayah yang terjadi. 12
This document was created with Win2PDF available at http://www.win2pdf.com. The unregistered version of Win2PDF is for evaluation or non-commercial use only. This page will not be added after purchasing Win2PDF.