Kadar Tanin Aktif Ekstrak Kulit Kayu Jengkol (Pithecolobium jiringa Jack) dan Kereaktifannya terhadap Formaldehid

dokumen-dokumen yang mirip
Respon Vinir Mahoni Terhadap Perekat TUF Dari Ekstrak Serbuk Gergajian Kayu Merbau (Intsia Sp.)

KADAR TANIN BIJI PINANG (ARECA CATECHU L) BERDASARKAN LAMA PEMANASAN DAN UKURAN SERBUK

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

J. Gaji dan upah Peneliti ,- 4. Pembuatan laporan ,- Jumlah ,-

BAB III MATERI DAN METODE. Kimia dan Gizi Pangan, Departemen Pertanian, Fakultas Peternakan dan

RENDEMEN DAN KADAR TANIN KULIT KAYU BAKAU

BAB III METODE PENELITIAN

PENAMBAHAN TANIN PADA PEREKAT UREA FORMALDEHIDA UNTUK MENURUNKAN EMISI FORMALDEHIDA PAPAN PARTIKEL

BAB III BAHAN, ALAT DAN CARA KERJA

BAB III METODE PENELITIAN

Abstrak. Tumbuhan perdu setengah merambat dengan percabangan memanjang. Daun

METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian. Lokasi pengambilan sampel bertempat di sepanjang jalan Lembang-

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

Pulp - Cara uji bilangan kappa

PENGARUH PERBEDAAN SUHU DAN WAKTU EKSTRAKSI TERHADAP KANDUNGAN TANIN PADA EKSTRAK DAUN JAMBU METE (Anacardium occidentale L.)

Pulp dan kayu - Cara uji kadar lignin - Metode Klason

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia dan Laboratorium Kimia Instrumen

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Alur penelitian ini seperti ditunjukkan pada diagram alir di bawah ini:

Peran Resorsinol Sebagai Aditif Dalam Perekat Tanin Urea Formaldehida (TUF) Untuk Kayu Lapis Mahoni

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juli sampai bulan Oktober 2011 di

Analysis of Concentration of Tannins from Ethanol and Water Extract at the Pinang Sirih Seed (Areca Catechu L)

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan

BAB III METODE PENELITIAN

Lampiran 1. Kriteria penilaian beberapa sifat kimia tanah

BAB III METODE PENELITIAN. laboratorium jurusan pendidikan biologi Universitas Negeri Gorontalo. Penelitian

METODOLOGI PENELITIAN

III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE. Lampung Timur, Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik Negeri

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Muhammadiyah Semarang di Jalan Wonodri Sendang Raya 2A Semarang.

Lampiran 1. Gambar tanaman dan wortel. Tanaman wortel. Wortel

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 14. Hasil Uji Alkaloid dengan Pereaksi Meyer; a) Akar, b) Batang, c) Kulit batang, d) Daun

Atas kesediaan Bapak/Ibu saya ucapkan terima kasih.

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Prosedur Penelitian Persiapan Bahan Baku

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan sampel bertempat di daerah Cihideung Lembang Kab

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah Ilmu Kimia Analisis.

BAB III METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Rancangan Percobaan dan Analisis Data

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Tabel Lampiran 1. Deskripsi profil tanah Andosol dari hutan Dusun Arca Order tanah : Andosol

BAB III METODE PENELITIAN. dengan tempat penelitian sebagai berikut :

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Oktober sampai Februari 2014, dengan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. hijau atau tauge. Nata yang dihasilkan kemudian diuji ketebalan, diukur persen

III. BAHAN DAN METODE

dimana a = bobot sampel awal (g); dan b = bobot abu (g)

METODOLOGI PENELITIAN

BAHAN DAN METODE. Bahan dan Alat

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B

Metodologi Penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Oktober Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan

TANIN. IWAN RISNASARI Shut Fakultas Pertanian Jurusan Ilmu Kehutanan Universitas Sumatera Utara I. PENDAHULUAN

Oleh : Ridwanti Batubara, S.Hut., M.P. NIP DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2009

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun Artocarpus

PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU. Oleh : Dra. ZULTINIAR,MSi Nip : DIBIAYAI OLEH

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel atau bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun

METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel atau bahan penelitian ini adalah daun M. australis (hasil

METODE. Materi. Rancangan

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 1 (2013), Hal ISSN :

c. Kadar Lemak (AOAC, 1995) Labu lemak yang ukurannya sesuai dengan alat ekstraksi Soxhlet

1.Penentuan Kadar Air. Cara Pemanasan (Sudarmadji,1984). sebanyak 1-2 g dalam botol timbang yang telah diketahui beratnya.

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada 26 Agustus 2015 di Laboratorium Produksi dan

BAB III METODE PENELITIAN

LAMPIRAN A PROSEDUR ANALISIS

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Januari Februari 2014.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB V METODELOGI. 5.1 Pengujian Kinerja Alat. Produk yang dihasilkan dari alat pres hidrolik, dilakukan analisa kualitas hasil meliputi:

Pemanfaatan Tanin dari Kulit Kayu Bakau sebagai Pengganti Gugus Fenol pada Resin Fenol Formaldehid

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tanaman salak (Salacca sp.) sefamili dengan kelapa (Palmae) merupakan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

BAB V METODOLOGI. Pada tahap ini, dilakukan pengupasan kulit biji dibersihkan, penghancuran biji karet kemudian

BAB III METODE PENELITIAN

METODE. Waktu dan Tempat Penelitian

III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Juni 2012.

Kadar air (%) = B 1 B 2 x 100 % B 1

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK 1 PEMISAHAN KOMPONEN DARI CAMPURAN 11 NOVEMBER 2014 SEPTIA MARISA ABSTRAK

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform,

BAB III METODE PENELITIAN

FRAKSINASI KOPAL DENGAN BERBAGAI PELARUT ORGANIK

BAB III METODE PENELITIAN Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Modul 3 Ujian Praktikum. KI2121 Dasar Dasar Kimia Analitik PENENTUAN KADAR TEMBAGA DALAM KAWAT TEMBAGA

ANALISIS KOMPOSISI KIMIA PADA PEMBUATAN MAKANAN TRADISIONAL EMPEK-EMPEK PALEMBANG BERBAHAN BAKU DAGING, KULIT DAN TULANG IKAN GABUS

OPTIMASI PEMBUATAN KOPI BIJI PEPAYA (Carica papaya)

III. BAHAN DAN METODE. Aplikasi pengawet nira dan pembuatan gula semut dilakukan di Desa Lehan Kecamatan

Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan selama satu bulan, pada 27 Agustus - 26 September 2012

Bab III Bahan dan Metode

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN. Gambar 3.1 Peta Lokasi Jalur Hijau Jalan Gerilya Kota Purwokerto. bio.unsoed.ac.id

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material Jurusan Pendidikan

Blanching. Pembuangan sisa kulit ari

Laporan Tugas Akhir Pembuatan Zat Warna Alami dari Buah Mangrove Spesies Rhizophora stylosa sebagai Pewarna Batik dalam Skala Pilot Plan

BAB III METODE PENELITIAN

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

Transkripsi:

Vokasi Volume 9, Nomor 1, Februari 2013 ISSN 1693 9085 hal 21-26 Kadar Tanin Aktif Ekstrak Kulit Kayu Jengkol (Pithecolobium jiringa Jack) dan Kereaktifannya terhadap Formaldehid FATHUL YUSRO Fakultas Kehutanan Universitas Tanjungpura Pontianak, Jalan Prof. Dr. H. Hadari Nawawi Pontianak 78121 Alamat Korespondensi: Email, fathulyusro@yahoo.com Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh lama pemanasan dalam proses ekstraksi terhadap kadar tanin aktif ekstrak kulit kayu jengkol (Pithecolobium jiringa Jack) dan kereaktifannya terhadap formaldehid. Metode penelitian yang digunakan meliputi ekstraksi menggunakan pelarut air dengan lama pemanasan 1, 2 dan 3 jam, pengukuran kadar tanin aktif dan keraktifannya terhadap formaldehid. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada lama pemanasan 2 jam menghasilkan kadar tanin aktif dan kereaktifan terhadap formaldehid tertinggi yaitu sebesar 20,31 % dan 87,66%. Keywords: tanin, jengkol, ekstrak, kulit kayu, formaldehid Tanin merupakan senyawa fenolik yang larut dalam air dengan berat molekul 500 sampai 3000 dan reaksi fenoliknya memiliki sifat yang khas seperti kemampuannya untuk berikatan dengan alkaloid, gelatin dan protein lainnya (Hagerman, 2002). Tanin dapat diekstraksi dari kayu, buah, daun, akar dan kulit kayu. Salah satu tanaman yang dapat menghasilkan tanin adalah jengkol (Pithecolobium jiringa Jack). Selama ini tanin dari tanaman jengkol digunakan sebagai zat warna hitam dan bahan penyamak kulit (Pitojo, 1992). Selain sebagai zat warna dan penyamak kulit, tanin juga memiliki banyak manfaat yang lain seperti sebagai bahan obat-obatan, pengawet makanan dan kayu serta sebagai bahan perekat. Penggunaan tanin sebagai perekat didasarkan pada adanya gugus fenol yang dimiliki oleh tanin yang dapat berkondensasi dengan formaldehid. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanin dari tanaman mangrove, kayu jeunjing dan limbah pabrik kayu lapis dapat digunakan sebagai bahan tambahan pada komposisi perekat kayu lapis (Sowunmi dkk, (1996); Linggawati dkk, (2002); Pasaribu dkk, (2008); Yusro dkk, (2011). Selain itu, tanin dari tanaman quebracho telah diproduksi secara masal dan dapat digunakan sebagai tambahan perekat pada pembuatan papan serat (Rosamah, 2008). Perekat tanin memiliki kelemahan berupa sulitnya mendapatkan performa perekat yang konsisten dikarenakan tanin seperti pada kebanyakan zat ekstraktif memiliki komposisi yang bervariasi tergantung pada asal bahan baku/tempat tumbuhnya (Frinhart, 2005), ukuran serbuk dan lamanya pemanasan pada proses ekstraksi (Yuliansyah, 2008). Lama pemanasan terbaik dari

Volume 9, 2013 22 ekstraksi tanin kulit kayu meranti tembaga (Shorea leprosula) dengan ukuran serbuk 40 mesh adalah 2 jam (Yuliansyah, 2008). Kadar tanin aktif tertinggi kulit kayu bakau (Rhizopora apiculata BI) yang diekstraksi pada suhu 70 C sebesar 13,04% adalah pada lama pemanasan 3 jam, sedangkan kereaktifan tanin terhadap formaldehid tertinggi sebesar 89,95% pada lama pemanasan 4 jam (Suryati, 2003). Penggunaan tanin dari kulit kayu jengkol sebagai bahan perekat perlu dilakukan penelitian pendahuluan untuk mengetahui kondisi optimum pada proses ekstraksi agar didapatkan kadar tanin aktif dan kereaktifan terhadap formaldehid tertinggi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh lamanya pemanasan pada proses ekstraksi terhadap kadar tanin aktif dan kereaktifannya terhadap formaldehid. METODE Penelitian dilakukan di Wood Workshop Fakultas Kehutanan Untan dan laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Untan. Alat yang digunakan antara lain mesin giling, oven, erlemeyer, penangas air, buret dan timbangan digital, sedangkan bahan yang digunakan antara lain kulit kayu jengkol yang berasal dari Kecamatan Balai Batang Tarang Kabupaten Sanggau, air, KMnO4, indigo karmin, formaldehid dan HCl. Tahapan penelitian ini meliputi proses: 1) Ekstraksi: kulit kayu jengkol yang telah kering digiling menjadi serbuk menggunakan mesin penggiling dan dilewatkan pada mesh screen berukuran 20-40 mesh, kemudian dikering-udarakan sampai kadar air sekitar 15%. Sebanyak 25 gram serbuk di ekstraksi dengan penangas air menggunakan pelarut air dengan perbandingan 1 : 5 (b/v) pada suhu 70 C selama 1, 2 dan 3 jam. Larutan ekstraksi tersebut disaring dengan kertas saring. Ekstrak air yang diperoleh selanjutnya diuapkan dengan oven pada suhu maksimum 40-60 o C hingga diperoleh ekstrak kering; 2) Penentuan kadar tanin aktif: mengacu pada Ansori dkk, (1997). Sebanyak 1-2 gram ekstrak kulit kayu jengkol dimasukkan kedalam gelas piala 100 ml, ditambahkan air 50 ml kemudian dipanaskan pada suhu 40-60 C selama lebih kurang 30 menit. Setelah dingin disaring, dimasukkan kedalam labu ukur 250 ml dan ditambahkan air sampai tanda batas. Dari larutan tersebut di pipet sebanyak 25 ml kemudian dimasukkan kedalam erlemeyer dan ditambahkan 20 ml indigo karmin. Selanjutnya dititrasi dengan larutan KMnO4 hingga terjadi perubahan dari warna biru menjadi hijau. Titrasi dilanjutkan hingga warna hijau berubah menjadi warna kuning emas (a). Penitran blanko dilakukan dengan memipet 20 ml larutan indigo karmin ke dalam erlemeyer, kemudian ditambahkan air dan dititrasi seperti contoh di atas (b). Kadar tanin aktif dihitung dengan persamaan: Kadar tanin aktif (%) = faktor pengenceran x (a b)x 0,006235 berat contoh x 100%

% Kadar Tanin Aktif 23 Fathul Yusro Vokasi Keterangan : 0,006235 = bobot setara 1 ml KMnO4 0,1 N Kereaktifan tanin terhadap formaldehid: diuji dengan bilangan Stiasny (Santoso 1997 dalam Suriadi 2001), 5 gram ekstrak kulit kayu jengkol dimasukkan kedalam gelas piala 100 ml, ditambahkan 10 ml formaldehid dan 2 ml HCl. Selanjutnya dipanaskan kedalam penangas air selama 20 menit kemudian disaring dengan kertas saring. Hasil endapan di oven pada suhu 70-80 C dan ditimbang sampai konstan. Bilangan Stiasny dihitung dengan persamaan: Bilangan Stiansy (%) = berat endapan berat contoh x 100% HASIL Perbedaan lama pemanasan dalam proses ekstraksi mempengaruhi kadar tanin aktif yang dihasilkan. Lama pemanasan 2 jam menghasilkan kadar tanin aktif tertinggi yaitu sebesar 20,31 %, namun dengan semakin lamanya pemanasan kadar tanin aktifnya semakin menurun dan jauh dari kadar tanin aktif pada awal pemanasan (Gambar 1). Hal ini sesuai dengan dengan pendapat Ansori dkk, (1997) yang menyatakan bahwa lama pemanasan yang berbeda-beda cenderung memberikan kadar tanin yang berbeda dan jika dinaikkan pada tahap tertentu maka kadar tanin cenderung menurun. 21 20 19,82 20,31 19 18 17 17,29 16 15 1 jam 2 jam 3 jam Lama Pemanasan Gambar 1. Kadar tanin aktif ekstrak kulit kayu jengkol Perbedaan lama pemanasan dalam proses ekstraksi mempengaruhi kereaktifan tanin terhadap formaldehid. Pada lama pemanasan 2 jam, kadar tanin aktif yang dihasilkan sebesar 87,66%, namun dengan semakin lamanya pemanasan kereaktifannya cenderung menurun (Gambar 2).

% Kereaktifan Terhadap Formaldehida Volume 9, 2013 24 90 88 86 84 86,31 87,66 82 80 79,44 78 76 74 1 jam 2 jam 3 jam Lama Pemanasan Gambar 2. Kereaktifan tanin ekstrak kulit kayu jengkol terhadap formaldehid PEMBAHASAN Kadar Tanin Aktif. Berdasarkan Gambar 1 dapat dilihat bahwa kadar tanin aktif yang diperoleh berkisar 17,29-20,31%. Dibandingkan dengan beberapa tanaman lain seperti kulit kayu bakau yang diekstraksi dengan lama pemanasan 2 jam menghasilkan kadar tanin tertinggi sebesar 14,23% (Ansori dkk, 1997) dan kulit kayu tancang (Bruguiera gymnorrizha) yang diekstraksi dengan suhu 80 C dan ukuran serbuk 100 mesh menghasilkan kadar tanin tertinggi sebesar 20,07% (Sahala, 1999) maka kadar tanin aktif kulit kayu jengkol tergolong tinggi. Kisaran 17,29-20,31% kadar tanin aktif yang diperoleh dari ekstrak kulit kayu jengkol menunjukkan bahwa hasil ekstraksi tidak murni mengandung tanin. Menurut Pizzi (1983) suatu ekstrak tidak 100% murni mengandung tanin karena selain terdiri dari tanin ada juga zat-zat non tanin seperti glukosa dan hidrokoloid yang berberat molekul tinggi. Diba dan Lidiawati (2000) menyatakan bahwa ekstrak yang mengandung tanin biasanya masih merupakan campuran beberapa zat yang heterogen dimana dalam campuran tersebut mungkin terdapat tanin murni, semi tanin dan non tanin. Kereaktifan Terhadap Formaldehid. Berdasarkan Gambar 2 terlihat bahwa kereaktifan tanin terhadap formaldehid berkisar antara 79,44 87,66%. Jika dibandingkan dengan nilai kereaktifan tanin kulit kayu bakau terhadap formaldehid yang tertinggi sebesar 89,95% (perlakuan lama pemanasan 4 jam dan suhu 70 C) (Suryati, 2003) maka kereaktifan tanin kulit kayu jengkol tergolong rendah. Diduga adanya fraksi non-tanin yang sebagian besar terdiri dari gula dan hidrokoloid dengan berat molekul tinggi (Pizzi, 1983) mempengaruhi kereaktifan tanin kulit kayu jengkol terhadap formaldehid.

25 Fathul Yusro Vokasi Nilai kereaktifan tanin terhadap formaldehid yang diperoleh dari hasil penelitian ini linier dengan nilai kadar tanin aktif. Semakin tinggi kadar tanin aktif maka kereaktifannya terhadap formaldehid semakin tinggi. Dengan diketahuinya nilai kereaktifan tanin kulit kayu jengkol terhadap formaldehid maka potensinya sebagai bahan tambahan perekat semakin besar. Menurut Santana dan Baumann (1996) penggunaan tanin hanya sebagai bahan tambahan pada perekat urea formaldehid dapat menjembatani jarak antara sisi-sisi reaktif untuk meningkatkan ikatan intermolekuler sehingga kekuatan perekat dapat menjadi lebih tinggi. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Hasil penelitian dapat disimpulkan: 1) Kadar tanin aktif tertinggi dari ekstrak kulit kayu jengkol dihasilkan pada lama pemanasan 2 jam sebesar 20,31% diikuti lama pemanasan 1 jam 19,82% dan 3 jam 17,29%; dan 2) Kereaktifan tanin kulit kayu jengkol terhadap formaldehid tertinggi dihasilkan pada lama pemanasan 2 jam sebesar 87,66% diikuti lama pemanasan 1 jam 86,31% dan 3 jam 79,44%. Saran Tingginya kadar tanin aktif ekstrak kulit kayu jengkol dan kereaktifannya terhadap formaldehid maka perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui formulasi perekat tanin formaldehid yang digunakan pada produk perkayuan seperti kayu lapis dan papan partikel. DAFTAR PUSTAKA Ansori, Y., Sutarto, D., Hermanto., dan Nur, A. 1997. Ekstraksi Tanin dari Kulit Kayu Bakau untuk Penyamakan Kulit. Samarinda: Balai Penelitian dan Pengembangan Industri Kalimantan Timur. Diba, F. dan Lidiawati, I. 2000. Ekstraksi Tanin dari Limbah Kulit Kayu Accacia mangium Sebagai Perekat pada Papan Partikel Accacia mangium. Pontianak: Fakultas Kehutanan Untan. Frinhart C.R. 2005. Wood adhesion and Adhesives in R.M. Rowell. Handbook of Wood Chemistry and Wood Composites. Boca Raton: CRC Press. Hagerman AE. 2002. Tannin Chemistry. Oxford: Miami University Li J. dan Maplesden F. 1998. Commercial Production of Tannins from Radiata Pine Bark for Wood Adhesive. IPENZ Transaction. 25 (1) : 46-52. Linggawati A., Muhadariana, Erman, Azman dan Midiarty. 2002. Pemanfaatan Tanin Limbah Industri Kayu Lapis untuk Modifikasi Resin Fenol Formaldehida. Jurnal Natur Indonesia 5(1): 84-94.

Volume 9, 2013 26 Pasaribu G Kusuma S.S, Rosalita R.,Massijaya M.Y dan Subiyanto B. 2008. Pemanfaatan Tannin Sebagai Tambahan Perekat Urea Formaldehida pada Pembuatan Kayu Lapis (IV) : Kadar Emisi Formaldehida. Palangkaraya: Prosiding Seminar Nasional Mapeki XI. Pitojo, S. 1992. Jengkol, Budidaya dan Pemanfaatannya. Yogyakarta: Kanisius. Pizzi, A. 1983. Wood Adhesives, Chemistry and Technology. New York: Marcel Dekker. Rosamah E. 2008. Synthetic Modification on Quebracho Tannin by Dimethylolurea for the Production of Medium Density Fibreboards (MDF) Poor in Emission. Palangkaraya: Prosiding Seminar Nasional Mapeki XI. Sahala A. 1999. Pengaruh Suhu Ekstraksi dan Ukuran Serbuk Terhadap Kadar Tanin Tancang (Bruguiera gymnorizha). Pontianak: Fakultas Kehutanan Untan. Santana M.A.E dan Bauman M.G.D. 1996. Phenol Formaldeyde Plywood Adhesive Resins Prepared With Liquefied Bark of Black Wattle (Acacia mearnsii). Journal of Wood Chemistry and Technology. 16 (1) : 1-19. Suriadi. 2001. Pengaruh Tingkat Kemasakan Buah dan Macam Zat Pelarut Ekstraksi Terhadap Persentase Kandungan Tanin dalam Buah Pinang. Pontianak: Fakultas Kehutanan Untan. Suryati. 2003. Pengaruh Lama Pemanasan dan Suhu Ekstraksi Terhadap Kadar Tanin Kulit Kayu Bakau. Pontianak: Fakultas Kehutanan Untan. Sowunmi S., Obewele O., Conner A.H., dan River B.H. 1996. Fortified Mangrove Tannin-Based Plywood Adhesive. Journal of Applied Polimer Science. 62:577-58. Yuliansyah. 2008. Rendemen Tanin Kulit Merati Tembaga (Shorea leprosula Miq) berdasarkan ukuran serbuk, waktu ekstraksi dan asal bahan baku. Palangkaraya: Prosiding Seminar Nasional Mapeki XI. Yusro F, Kusuma S. S dan Massijaya M. Y. 2011. Utilization of Tannin Jeunjing Wood (Paraserienthes falcataria) as Fortifier Urea Formadehyde Adhesive at Plywood Making. Jurnal Belian 10 (2): 118-124.