A. Penerapan Bantuan Hukum terhadap Anggota Kepolisian yang. Perkembangan masyarakat, menuntut kebutuhan kepastian akan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV. A. Bantuan Hukum Terhadap Tersangka Penyalahgunaan Narkotika. Dalam Proses Penyidikan Dihubungkan Dengan Undang-Undang

GUBERNUR KEPULAUAN RIAU

- 1 - PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG BANTUAN HUKUM UNTUK MASYARAKAT MISKIN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 18 TAHUN 2013 TENTANG BANTUAN HUKUM UNTUK MASYARAKAT MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINJAI,

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PEMBERIAN BANTUAN HUKUM KEPADA MASYARAKAT MISKIN

WALIKOTA SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN BANTUAN HUKUM

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 41/PUU-XIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG BANTUAN HUKUM KEPADA MASYARAKAT MISKIN

~ 1 ~ BUPATI KAYONG UTARA PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 41/PUU-XIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan

BUPATI GROBOGAN PROVINSI JAWA TENGAH RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR. TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN BANTUAN HUKUM

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 24

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR TAHUN 2012 TENTANG BANTUAN HUKUM UNTUK MASYARAKAT MISKIN

LEMBARAN DAERAH KOTA SOLOK NOMOR : 2 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KOTA SOLOK NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG BANTUAN HUKUM UNTUK MASYARAKAT MISKIN

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG TENTANG PENYELENGGARAAN BANTUAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN QANUN ACEH NOMOR... TAHUN 2017 TENTANG BANTUAN HUKUM FAKIR MISKIN

BUPATI BREBES PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG BANTUAN HUKUM UNTUK MASYARAKAT MISKIN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK,

- 1 - GUBERNUR PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN BANTUAN HUKUM BAGI MASYARAKAT MISKIN

GUBERNUR RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR : 3 TAHUN 2015 TENTANG BANTUAN HUKUM UNTUK MASYARAKAT MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II LANDASAN TEORI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 3 Tahun 2015 Seri E Nomor 3 PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG

GUBERNUR PROVINSI GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN BANTUAN HUKUM UNTUK MASYARAKAT MISKIN

RRANCANGA GUBERNUR JAWA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG BANTUAN HUKUM BAGI MASYARAKAT MISKIN

BAB I PENDAHULUAN. 1945), di dalam Pembukaan alinea pertama menyatakan bahwa sesungguhnya

BAB I PENDAHULUAN. mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil,

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM

BUPATI ROKAN HULU PROVINSI RIAU

PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG BANTUAN HUKUM PADA MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG,

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN BANTUAN HUKUM UNTUK MASYARAKAT MISKIN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BUTON UTARA NOMOR 4 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUTON UTARA NOMOR 4 TAHUN 2015 PENYELENGGARAAN BANTUAN HUKUM

BUPATI ALOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN BANTUAN HUKUM BAGI MASYARAKAT MISKIN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 83 TAHUN 2008 TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PEMBERIAN BANTUAN HUKUM SECARA CUMA-CUMA

SKRIPSI UPAYA POLRI DALAM MENJAMIN KESELAMATAN SAKSI MENURUT UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan akses kepada keadilan (access to justice) dan kesamaan di

BUPATI SOPPENG PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SOPPENG NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG BANTUAN HUKUM BAGI MASYARAKAT MISKIN

BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG BANTUAN HUKUM BAGI WARGA MISKIN KABUPATEN SIAK

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG BANTUAN HUKUM BAGI MASYARAKAT MISKIN

- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG BANTUAN HUKUM UNTUK MASYARAKAT MISKIN

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG BANTUAN HUKUM UNTUK MASYARAKAT MISKIN

II. TINJAUAN PUSTAKA. penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur menurut Undang-Undang ini.

PERAN BANTUAN HUKUM TERHADAP PERLINDUNGAN HAK-HAK TERSANGKA DAN TERDAKWA YANG TIDAK MAMPU

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG

dengan aparatnya demi tegaknya hukum, keadilan dan perlindungan harkat dan martabat manusia. Sejak berlakunya Undang-undang nomor 8 tahun 1981

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 42/PUU-XV/2017 Tafsir Frasa Tidak dapat Dimintakan Banding atas Putusan Praperadilan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Proses peradilan yang sesuai dengan prosedur menjadi penentu

II. TINJAUAN PUSTAKA. penegakan hukum berdasarkan ketentuan hukum, maka hilanglah sifat melanggar

- 1 - GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB III ANALISIS HAK MEMPEROLEH BANTUAN HUKUM BAGI TERSANGKA DALAM PROSES PENYIDIKAN DIHUBUNGKAN DENGAN PASAL 56 UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1981

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, MEMUTUSKAN :

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

TINJAUAN HUKUM TERHADAP TUNTUTAN GANTI KERUGIAN KARENA SALAH TANGKAP DAN MENAHAN ORANG MUHAMMAD CHAHYADI/D Pembimbing:

I. PENDAHULUAN. profesi maupun peraturan disiplin yang harus dipatuhi oleh setiap anggota Polri.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 83 TAHUN 2008 TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PEMBERIAN BANTUAN HUKUM SECARA CUMA-CUMA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Tinjauan Yuridis terhadap Pelaksanaan Prapenuntutan Dihubungkan dengan Asas Kepastian Hukum dan Asas Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan

NOMOR 10 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI TAHUN 2016 BUPATI BEKASI PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BEKASI NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

PERATURAN LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENDAMPINGAN SAKSI LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan tersebut selain melanggar dan menyimpang dari hukum juga

JAKSA AGUNG DAN PENGESAMPINGAN PERKARA DEMI KEPENTINGAN UMUM Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 8 Agustus 2016; disetujui: 13 Oktober 2016

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

BAB I PENDAHULUAN. perlakuan yang sama dihadapan hukum 1. Menurut M. Scheltema mengatakan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. menetapkan bahwa Negara Indonesia adalah Negara hukum, dimana salah satu

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 43/PUU-XI/2013 Tentang Pengajuan Kasasi Terhadap Putusan Bebas

I. PENDAHULUAN. mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna

BUPATI JEPARA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG BANTUAN HUKUM BAGI MASYARAKAT MISKIN

BAB I PENDAHULUAN. Pertama, hal Soerjono Soekanto, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cetakan

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan norma serta

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA

KEDUDUKAN DAN FUNGSI LEMBAGA BANTUAN HUKUM DALAM MEMBERIKAN BANTUAN HUKUM KEPADA MASYARAKAT YANG KURANG MAMPU 1 Oleh: Ricko Mamahit 2

I. PENDAHULUAN. hukum, untuk itu advokat menjalankan tugas profesinya demi tegaknya keadilan berdasarkan

I. PENDAHULUAN. Hak asasi manusia merupakan dasar dari kebebasan manusia yang mengandung

BAB IV KEWENANGAN KEJAKSAAN DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Perbedaan Kewenangan Jaksa dengan KPK dalam Perkara Tindak

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Kesatu, Wewenang-Wewenang Khusus Dalam UU 8/2010

BERITA NEGARA. No.711, 2013 MAHKAMAH AGUNG. Penyelesaian. Harta. Kekayaan. Tindak Pidana. Pencucian Uang. Lainnya PERATURAN MAHKAMAH AGUNG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Didalam proses perkara pidana terdakwa atau terpidana

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

BAB I PENDAHULUAN. Prinsip persamaan di hadapan hukum (Equality Before The Law), diatur

PERLINDUNGAN HUKUM ATAS HAK TERHADAP TERSANGKA DI TINGKAT PENYIDIKAN OLEH KEPOLISIAN

BAB I PENDAHULUAN. Tinjauan yuridis..., Ravina Arabella Sabnani, FH UI, Universitas Indonesia

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN A. Pengantar 1) kepentingan-kepentingan keadilan, dan 2) tidak mampu membayar Advokat.

BAB I PENDAHULUAN. merupakan Negara Hukum. Maka guna mempertegas prinsip Negara Hukum,

Transkripsi:

BAB IV ANALISIS HUKUM TERHADAP PENERAPAN BANTUAN HUKUM DAN EFEKTIFITAS BANTUAN HUKUM BAGI ANGGOTA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA A. Penerapan Bantuan Hukum terhadap Anggota Kepolisian yang Melakukan Tindak Pidana Perkembangan masyarakat, menuntut kebutuhan kepastian akan hukum. Terciptanya kepastian hukum datang tidak hanya dari masyarakat kelas bawah, tetapi juga dari masyarakat kelas menengah dan masyarakat kelas atas. Peningkatan kebutuhan akan kepastian hukum pada masyarakat ini, menuntut penegak hukum (Polisi, Jaksa, Hakim, termasuk Advokat) serta para pembuat peraturan perundang-undangan untuk lebih profesional dalam menjalankan tugasnya. Para penegak hukum harus menyadari bahwa Negara Indonesia merupakan Negara hukum, sebagaimana tertuang dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan, bahwa : Negara Indonesia adalah negara hukum. Tugas yang dilaksanakan para penegak hukum tersebut tidak boleh atas kekuasaan (Macht Staat), karena sudah ada dasar hukumnya seperti yang tertuang di atas. Kepolisian dan anggota Kepolisian yang merupakan bagian dari penegak hukum, memiliki tugas dan wewenang yang diatur oleh undang-undang. Kepolisian itu sendiri memiliki definisi yuridis, yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. 57

58 Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia menyatakan, bahwa : Kepolisian adalah segala hal ihwal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga polisi sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia menyatakan, bahwa : Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah pegawai negeri pada Kepolisian Negara Republik Indonesia. Pada beberapa kasus tindak pidana, tidak hanya masyarakat umum yang menjadi pelaku tetapi ada juga anggota Kepolisian yang terlibat dalam tindak pidana. Tindak pidana itu sendiri, merupakan hasil terjemahan dari Strafbaarfeit, kata Strafbaarfeit dapat diterjemahkan sebagai bagian dari suatu kenyataan yang dapat dihukum. Perbuatan manusia yang memenuhi rumusan delik adalah syarat penjatuhan pidana, karena subjek tindak pidana dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana adalah manusia. Tindak pidana yang dilakukan oleh anggota Kepolisian termasuk pelanggaran terhadap Peraturan Disiplin dan Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia. Ketentuan tersebut diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2003 Tentang Peraturan Disiplin Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia. Pasal 1 ayat (4) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2003 Tentang Peraturan Disiplin Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia menyatakan, bahwa : Pelanggaran Peraturan Disiplin adalah ucapan, tulisan, atau perbuatan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang melangar peraturan disiplin.

59 Pasal 7 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2003 Tentang Peraturan Disiplin Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia menyatakan, bahwa : Anggota Kepolisin Negara Republik Indonesia yang ternyata melakukan Pelanggaran Peraturan Disiplin Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dijatuhi sanksi berupa tindakan disiplin dan/atau hukuman disiplin. Kedua pasal diatas merupakan definisi yuridis dari Pelanggaran Peraturan Disiplin dan juga sanksi yang diberikan terhadap anggota Kepolisian yang ternyata melakukan pelanggaran peraturan disiplin. Pada Penjatuhan hukuman disiplin anggota Kepolisian yang melakukan tindak pidana, maka tidak akan menghapus tuntutan pidananya seperti tertuang dalam Pemerintah Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2003 Tentang Peraturan Disiplin Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia. Pasal 12 ayat (1) Pemerintah Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2003 Tentang Peraturan Disiplin Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia menyatakan, bahwa : Penjatuhan hukuman disiplin tidak menghapus tuntutan pidana. Pasal tersebut dengan jelas menegaskan mengenai penjatuhan hukuman disiplin tindak pidana tidak menghapuskan tuntutan pidana, sedangkan mengenai Pelanggaran terhadap Kode Etik Profesi Kepolisian diatur dalam Peraturan Kapolri Nomor 7 Tahun 2006 tentang Kode Etik Profesi Polri. Pasal 1 ayat (2) Peraturan Kapolri Nomor 7 Tahun 2006 tentang Kode Etik Profesi Polri menyatakan, bahwa : Kode Etik Profesi Polri adalah norma-norma atau aturan-aturan yang merupakan kesatuan landasan etik filosofis dengan peraturan perilaku

60 maupun ucapan mengenai hal-hal yang diwajibkan, dilarang, atau tidak patut dilakukan oleh anggota Polri. Pasal 11 ayat (2) Peraturan Kapolri Nomor 7 Tahun 2006 tentang Kode Etik Profesi Polri menyatakan, bahwa : Anggota Polri yang melakukan pelanggaran Kode Etik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dikenakan sanksi berupa : a. Perilaku pelanggaran dinyatakan sebagai perbuatan tercela; b. Kewajiban pelanggar untuk meminta maaf secara terbatas ataupun secara langsung; c. Kewajiban pelanggar untuk mengikuti pembinaan ulang profesi; d. Pelanggar dinyatakan tidak layak lagi untuk menjalankan profesi/fungsi Kepolisian. Kedua pasal diatas merupakan definisi yuridis dari Kode Etik Profesi Polri dan juga sanksi yang diberikan terhadap anggota Kepolisian yang ternyata melakukan Pelanggaran Kode Etik. Anggota Kepolisian yang termasuk subjek hukum, maka berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum. Perlindungan salah satunya adalah dengan mendapatkan bantuan hukum, untuk melindungi hak-haknya selama menjalankan proses hukum. Bantuan hukum itu sendiri, berupa jasa yang diberikan oleh Pemberi Batuan Hukum kepada Penerima Bantuan Hukum. Setiap orang termasuk anggota Kepolisian yang tersangkut perkara berhak memperoleh bantuan hukum seperti ada dalam Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman. Pasal 56 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman yang isinya menyatakan bahwa : Setiap orang yang tersangkut perkara berhak memperoleh bantuan hukum.

61 Setiap orang yang dimaksud dalam pasal di atas, termasuk juga anggota polisi yang merupakan subjek hukum dan memiliki hak untuk memperoleh bantuan hukum. Pelaksanaan penerapan bantuan hukum terhadap anggota Kepolisian yang melakukan tindak pidana, maka Kepolisian Republik Indonesia akan menyediakan tenaga bantuan hukum bagi tersangka atau terdakwa anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang disangka atau didakwa melakukan tindak pidana yang berkaitan dengan kepentingan tugas. Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia juga berhak mendapatkan bantuan hukum pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan. Dasar hukum ketentuan tersebut yaitu Pasal 13 Peraturan Pererintah Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2003 Tentang Pelaksanaan Teknis Institusional Peradilan Umum Bagi Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia. Memperoleh pembelaan dari seorang advokat atau pembela umum (Access to Legal Counsel) adalah hak asasi setiap orang dan merupakan salah satu unsur untuk memperoleh keadilan (Access to Justice). Asas Equality Before The Law merupakan perinsip persamaan di hadapan hukum, maka tidak ada seorang pun dalam negara hukum yang boleh diabaikan haknya untuk memperoleh pembelaan dari seorang advokat atau pembela umum dengan tidak memperhatikan latar belakangnya, seperti latar belakang Agama, Keturunan, Ras, Etnis, Keyakinan Politik, Strata Sosio- Ekonomi, Warna Kulit dan Gender. Hak untuk dibela oleh seorang advokat atau pembela umum bagi semua orang tanpa ada perbedaan telah dijamin oleh Undang-Undang Dasar 1945.

62 Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945, yaitu: Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. B. Efektifitas Bantuan Hukum yang Diberikan Pada Anggota Kepolisian yang Melakukan Tindak Pidana Pasal 13 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2003 Tentang Pelaksanaan Teknis Institusional Peradilan Umum Bagi Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan dasar hukum pemberian bantuan hukum terhadap anggota Kepolisian yang melakukan tindak pidana. Efektifitas bantuan hukum yang diberikan pada Anggota Kepolisian yang melakukan tindak pidana akan terlaksana, apabila aparat dan pelaksana hukum melakukan kegiatan keseharian seperti yang diatur oleh hukum. Kedudukan Kepolisian disini adalah sebagai aparat penegak hukum, yang artinya meskipun pelaku tindak pidana merupakan anggota polisi tetapi tetap harus diproses menurut hukum yang berlaku. Menurut pendapat Barry Metzger, bahwa : 17 Program bantuan hukum di Negara-negara berkembang, pada umumnya mengambil arti dan tujuan yang sama seperti di Barat, yang pada dasarnya terdiri dari dua bagian yaitu, pertama, bahwa bantuan hukum yang efektif adalah merupakan syarat yang esensial untuk berjalannya fungsi maupun integritas peradilan dengan baik, dan yang kedua, bahwa bantuan hukum merupakan tuntutan dari rasa kemanusiaan. 17 Barry Metzger, Legal Services to the Poor and National Development Objectives, dalam buku Legal Aid and World Poverty, Preger Publishers, 1974, hlm.5

63 Barry Metzger mencoba menambahkan alasan-alasan lain, yaitu : 18 Untuk membangun suatu kesatuan system hukum nasional, untuk pelaksanaannya yang lebih efektif, daripada peraturan-peraturan kesejahteraan sosial untuk keuntungan si miskin, untuk menumbuhkan rasa tanggung jawab yang lebih besar dari pejabat-pejabat pemerintahan atau birokrasi kepada masyarakat, Untuk menumbuhkan partisipasi-partisipasi masyarakat yang lebih luas ke dalam proses pemerintahan, untuk memperkuat profesi hukum. Tersedianya tenaga bantuan hukum bagi tersangka atau terdakwa anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang disangka atau didakwa melakukan tindak pidana yang berkaitan dengan kepentingan tugas, sangat membantu tersangka atau terdakwa yang merupakan bagian dari anggota Kepolisian tersebut untuk memperoleh bantuan hukum dari instansi tempatnya bekerja. Jadi, penerapan bntuan hukum ini sangat efektif tanpa harus mencari tenaga bantuan hukum di luar instansi Kepolisian karena sudah disediakan sebagaimana tertuang dalam Pasal 13 Peraturan Pererintah Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2003 Tentang Pelaksanaan Teknis Institusional Peradilan Umum Bagi Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia. Efektifitas bantuan hukum tidak terlepas dari pengajuan permohonan perlindungan hukum oleh anggota Kepolisian yang melakukan tindak pidana atau keluarganya kepada Kepolisian Daerah Jawa Barat, khususnya untuk wilayah hukum di Jawa Barat. Nantinya, laporan yang diterima akan dikaji dan dianalisis oleh Bidang Hukum Kepolisian Daerah Jawa Barat dan selanjutnya yang bertugas dalam hal melaksanakan penerapan hukum dan Hak Asasi Manusia serta pemberian pendapat dan saran hukum yaitu Sub Bidang Bantuan Hukum (Subidbankum). 18 Ibid, hlm 6

64 Fungsi dari Sub Bidang Bantuan Hukum Bidang Hukum Kepolisian Daerah Jawa Barat, yaitu akan memeberikan bantuan dan nasehat hukum bagi pemohon atau anggota Kepolisian yang melakukan tindak pidana dan mengajukan permohonan perlindungan hukum baik di dalam maupun di luar persidangan. Hal ini sangat membantu anggota Kepolisian yang melakuan tindak pidana terutama yang berkaitan dengan kepentingan tugas. Adanya pemisahan Kepolisian Negara Republik Indonesia dari Tentara Nasional Indonesia maka Kepolisian tunduk kepada Peradilan Umum. Sekarang Kepolisian tunduk pada peradilan umum sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2003 Tentang Pelaksanaan Teknis Institusional Peradilan Umum Bagi Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia. Pasal 12 Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2003 Tentang Pelaksanaan Teknis Institusional Peradilan Umum Bagi Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia menyatakan, bahwa : Pemeriksaan di muka sidang pengadilan dilakukan oleh Hakim Peradilan Umum ssuai dengan hukum acara dan peraturan perundangundangan yang berlaku. Tujuan dari pemisahan tersebut adalah untuk memudahkan proses penyidikan, artinya bahwa status anggota Kepolisian ketika dilakukan penyidikan dikembalikan sebagai anggota masyarakat, sehingga proses penyidikan dapat berjalan sebagaimana yang diharapkan. Hakim dapat juga melakukan penemuan hukum, berbeda dengan penerapan hukum, penemuan hukum dilakukan apabila peraturan perundang-undangan tidak begitu jelas atau tidak lengkap. Hakim tidak boleh menolak mengadili suatu perkara dengan alasan hukumnya kurang jelas atau tidak lengkap. Pada kondisi seperti itu, hakim harus melakukan penemuan hukum termasuk dengan cara mengadili nilai-

65 nilai hukum yang berkembang dalam masyarakat. Penemuan hukum bisa dilakukan dengan dua metode : 1. Interpretasi Interpretasi atau penafsiran merupakan salah satu metode penemuan hukum yang memberi penjelasan yang tidak jelas mengenai teks undang-undang agar ruang lingkup kaedah dapat ditetapkan sehubungan dengan peristiwa tertentu. 2. Konstruksi hukum. Jenis Metode Konstruksi, yaitu : a) Metode Argumentum Per analogis (Analogi) Analogi merupakan salah satu jenis kontruksi hukum yang sering digunakan dalam perkara perdata, tetapi yang menimbulkan polemik dalam penggunaannya dalam perkara pidana. b) Metode Argumentum A Contrario Menggunakan penalaran bahwa jika undang-undang menetapkan hal-hal tertentu untuk peristiwa tertentu, berarti peraturan itu terbatas pada peristiwa tertentu itu dan bagi peristiwa diluarnya berlaku kebalikannya. c) Rechtsvervijnings (Pengkongkritan Hukum) oleh Hakim Metode pengkongkritan hukum ini bertujuan untuk pengkongkritkan suatu aturan hukum yang terlalu abstrak.