SALINAN PERATURAN MENTERI PARIWISATA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG

dokumen-dokumen yang mirip
2016, No Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3852); 2. Undang-Undang Nomor 43 Tahun 200

penyimpangan dalam penyelenggaraan pemerintahan sehingga terwujud pemerintah yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme;

Menteri Perindustrian Republik Indonesia PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA, NOMOR : 29/M-IND/PER/6/2013 TENTANG

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Pemerintahan yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lemb

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2017, No Tahun 2002 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4169); 2. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian N

2 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4150);

2 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4150); 3. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik Ind

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG PENANGANAN PENGADUAN MASYARAKAT TERPADU DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KESEHATAN

: a. bahwa untuk dapat mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan yang baik, diperlukan peran serta masyarakat dalam pengawasan penyelenggaraan

Nomor 4150); 3. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 112, Tambahan

SALINAN PERATURAN MENTERI PARIWISATA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENANGANAN PENGADUAN MASYARAKAT DI LINGKUNGAN BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

- 1 - MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

2015, No Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3852); 2. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 t

MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA

PEDOMAN PENANGANAN PENGADUAN MASYARAKAT TERPADU DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KESEHATAN BAB I PENDAHULUAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2015, No Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2014 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2012 TENTANG

PEDOMAN PENANGANAN PENGADUAN MASYARAKAT DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT BAB I PENDAHULUAN

PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 42 TAHUN 2016 TENTANG

S A L I N A N BERITA DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 3 TAHUN No. 3, 2016 TENTANG

2017, No Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851); 2. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 t

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 34/Menhut-II/2013 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI POLEWALI MANDAR

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.63/Menhut-II/2014 TENTANG

2016, No Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Indonesia Nomor 3851); 2. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang

2016, No Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31/PERMEN-KP/2013 TENTANG

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Pemerintahan yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : PER

2018, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (

2 Wewenang, Pelanggaran dan Tindak Pidana Korupsi Lingkup Kementerian Kehutanan; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggar

-2- Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UndangUndang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik

MENTERI BADAN USAHA MILIK NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.04/MEN/2011 PEDOMAN PENGAWASAN INTERN LINGKUP KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

BERITA DAERAH KABUPATEN BANTUL

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

2015, No Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 14

WALIKOTA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 38 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PENANGANAN PENGADUAN MASYARAKAT WALIKOTA YOGYAKARTA,

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (Lembaran

2 Pelanggaran di Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih da

Arsip Nasional Republik Indonesia

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN STANDARDISASI NASIONAL,

2 Korupsi di Badan Koordinasi Penanaman Modal sudah tidak sesuai dengan kondisi saat ini; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

SALINAN PERATURAN MENTERI PARIWISATA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2015

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS AIRLANGGA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTAHANAN. INPRES. Korupsi. Monitoring. Percepatan.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN KEPALA BADAN SAR NASIONAL NOMOR: PK. 11 TAHUN 2014 TENTANG

2 Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Nomor 3851); 2. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembar

2 c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Kepala LIPI tentang Pengelolaan Pengadu

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN GUBERNUR BANTEN NOMOR 86 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI

2016, No Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851); 2. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002

BERITA NEGARA. No.1386, 2012 KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA. Pengaduan. Laporan. Penanganan. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepoti

BERITA NEGARA. BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL. Sistem Penanganan Pengaduan. Tindak Pidana Korupsi.

WALIKOTA PONTIANAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA PONTIANAK NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PADANG LAWAS UTARA,

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG WAJIB LAPOR HARTA KEKAYAAN

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PELAPORAN HARTA KEKAYAAN APARATUR SIPIL NEGARA DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN SOSIAL

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

2013, No Kolusi, dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851);

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 27 Tahun : 2015

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian (Lembaran Negara Repubik Indonesia Tahun 1992 Nomor 116, Tambahan Negara Repu

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN WALIKOTA TENTANG PELAYANAN PENANGANAN PENGADUAN MASYARAKAT DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA DENPASAR BAB I

PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR : 7 TAHUN 2014

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 192 TAHUN 2014 TENTANG BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2015, No Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 6, Tambahan Lem

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 192 TAHUN 2014 TENTANG BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 192 TAHUN 2014 TENTANG BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Pemerintahan yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara Re

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotis

SALINAN PERATURAN MENTERI PARIWISATA DAN EKONOMI KREATIF REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM.63/UM.001/MPEK/2013 TENTANG

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA

2017, No Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara di Lingkungan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi; Mengingat

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENGENAAN SANKSI ADMINISTRATIF KEPADA PEJABAT PEMERINTAHAN

jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt cüéä Çá ]tãt UtÜtà

PERATURAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PER-026/A/JA/10/2013 TENTANG

MENTERI RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

2017, No Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3852); 2. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 22/MENHUT-II/2010 TENTANG PEDOMAN AUDIT KINERJA LINGKUP KEMENTERIAN KEHUTANAN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotism

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA,

Transkripsi:

SALINAN PERATURAN MENTERI PARIWISATA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PENANGANAN PENGADUAN MASYARAKAT DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN PARIWISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PARIWISATA REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pengaduan masyarakat merupakan salah satu bentuk peran serta masyarakat dalam pengawasan pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan yang perlu dikelola dengan tepat, cepat dan dapat dipertanggungjawabkan; b. bahwa pengaduan masyarakat yang dikelola secara baik dan benar dapat mencegah terjadinya penyimpangan dalam penyelenggaraan pemerintahan sehingga terwujud pemerintah yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Pariwisata tentang Penanganan Pengaduan Masyarakat di Lingkungan Kementerian Pariwisata; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas dari Kolusi, Korupsi, dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3852); 2. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3874) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesi Tahun 2001 Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3890); 3. Undang-undang

-2-3. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286); 4. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 61, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4846); 5. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 139, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4899); 6. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat Dalam Penyelenggaraan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 128, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3866); 7. Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan Dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3995); 8. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor PER/05/M.PAN/4/2009 tentang Penanganan Pengaduan Masyarakat Bagi Instansi Pemerintah; 9. Peraturan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Nomor PM.07/HK.001/MPEK/2012 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif; 10. Peraturan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Nomor PM.63/UM.001/MPEK/2013 tentang Penanganan Informasi dan Dokumentasi di Lingkungan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif; 11. Peraturan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Nomor 3 Tahun 2014 tentang Pedoman Penyelesaian Kerugian Negara di Lingkungan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif; MEMUTUSKAN

-3- MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN MENTERI PARIWISATA TENTANG PEDOMAN PENANGANAN PENGADUAN MASYARAKAT DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN PARIWISATA. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: 1. Pengaduan Masyarakat adalah laporan yang bersifat lisan atau tertulis yang mengandung informasi terjadinya penyalahgunaan wewenang, penyimpangan prosedur atau pelanggaran perilaku yang dilakukan oleh aparatur pemerintah di Lingkungan Kementerian Pariwisata, yang berasal baik dari masyarakat maupun dari media massa dan sumber-sumber informasi lain yang relevan menyangkut pelayanan kepariwisataan. 2. Penanganan Pengaduan Masyarakat adalah proses kegiatan yang meliputi penerimaan pencatatan, penelaahan, penyaluran, konfirmasi, klarifikasi, penelitian, pemeriksaan, pelaporan, tindak lanjut, dan pengarsipan. 3. Aparatur Kementerian Pariwisata yang selanjutnya disebut Aparatur adalah pegawai perangkat pemerintah untuk menjalankan tugas-tugas umum pemerintahan dan pelayanan masyarakat di lingkungan Kementerian Pariwisata. 4. Pelapor adalah individu atau kelompok masyarakat yang menyampaikan pengaduan kepada Kementerian Pariwisata. 5. Terlapor adalah aparatur negara yang diduga melakukan penyimpangan atau pelanggaran. 6. Kementerian adalah Kementerian yang membidangi urusan Kepariwisataan. 7. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kepariwisataan. BAB II TUJUAN DAN RUANG LINGKUP Pasal 2 Penanganan Pengaduan Masyarakat di lingkungan Kementerian bertujuan: a. agar Pengaduan Masyarakat dapat dikelola dengan baik, benar, efektif dan efisien; b. agar penanganan

-4- b. agar penanganan Pengaduan Masyarakat lebih terkoordinasi dan mempunyai mekanisme penanganan yang sama; c. memberdayakan Pengaduan Masyarakat sebagai kontrol sosial terhadap penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat; dan d. mendorong terwujudnya penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme. Pasal 3 Ruang lingkup Peraturan Menteri ini meliputi: a. pengelompokan pengaduan masyarakat; b. penanganan pengaduan masyarakat; c. pemantauan penanganan pengaduan masyarakat; d. perlindungan terhadap pelapor dan terlapor; dan e. penghargaan dan pemberian sanksi. BAB III PENGELOMPOKAN PENGADUAN MASYARAKAT Pasal 4 (1) Pengaduan Masyarakat di lingkungan Kementerian dikelompokan dalam: a. pengaduan masyarakat berkadar pengawasan; dan b. pengaduan masyarakat tidak berkadar pengawasan. (2) Pengaduan Masyarakat berkadar pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, merupakan Pengaduan Masyarakat yang isinya mengandung informasi atau adanya indikasi terjadinya penyimpangan dan/atau penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh Aparatur dalam melaksanakan tugas dan fungsinya sehingga mengakibatkan kerugian masyarakat atau negara. (3) Pengaduan Masyarakat tidak berkadar pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, merupakan Pengaduan Masyarakat yang isinya mengandung informasi berupa sumbang saran, kritik yang konstruktif dan lain sebagainya yang bermanfaat bagi perbaikan penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat. BAB IV

-5- BAB IV PENANGANAN PENGADUAN MASYARAKAT Pasal 5 (1) Pengaduan masyarakat di lingkungan Kementerian dapat disampaikan secara langsung melalui tatap muka, atau secara tertulis/surat, media elektronik, dan media cetak kepada Menteri atau pejabat Kementerian. (2) Penanganan Pengaduan Masyarakat di lingkungan Kementerian dilakukan secara terpadu oleh Inspektorat Kementerian Pariwisata. (3) Pengaduan masyarakat di lingkungan Kementerian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah harus diadministrasikan dalam waktu paling lambat 2 (dua) hari kerja sejak pengaduan diterima. Pasal 6 Penanganan Pengaduan Masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) meliputi: a. pencatatan; b. penelaahan; c. penyaluran; d. tindak lanjut; e. pelaporan; dan f. pengarsipan. Pasal 7 (1) Pencatatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a dapat dilakukan secara manual dan/atau menggunakan sistem aplikasi komputer. (2) Pencatatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. data pengaduan: 1. nomor dan tanggal agenda; 2. tanggal pengaduan;dan 3. ruang lingkup pengaduan. b. identitas pelapor: 1. nama; 2. alamat; 3. pekerjaan; dan 4. melampirkan fotocopy KTP atau identitas Lainnya c. identitas pelapor

-6- c. identitas terlapor: 1. nama; 2. NIP; 3. alamat; 4. jabatan; dan/atau 5. asal unit kerja. d. lokasi kasus. (3) Pencatatan Pengaduan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah harus dilakukan dalam waktu paling lambat 2 (dua) hari kerja sejak pengaduan diterima. Pasal 8 Inspektur memerintahkan auditor untuk menelaah dokumen pengaduan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) dan menyampaikan telaahan tersebut kepada Inspektur dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja. Pasal 9 (1) Hasil telaahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dibahas oleh Para auditor yang dikoordinasikan oleh Inspektur dan menyampaikan usulan penanganan kepada Sekretaris Kementerian dalam waktu 5 (lima) hari kerja. (2) Penelaahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. merumuskan inti masalah yang diadukan; b. menghubungkan materi pengaduan dengan peraturan yang relevan; c. meneliti dokumen dan/atau informasi yang terkait dengan pengaduan; d. menentukan apakah pengaduan yang diterima berkadar pengawasan atau tidak berkadar pengawasan; dan e. menetapkan hasil penelaahan pengaduan untuk proses penanganan selanjutnya. (3) Hasil penelaahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e meliputi: a. Pengaduan Masyarakat berkadar pengawasan yang: 1. berindikasi penyimpangan yang merugikan masyarakat atau negara dengan substansi pengaduan logis dan memadai, identitas pelapornya jelas atau tidak jelas, serta didukung dengan bukti-bukti dapat direkomendasikan untuk dilakukan audit dengan tujuan tertentu/audit investigasi; dan 2. substansi

-7-2. substansi pengaduannya tidak memadai dengan identitas pelapor jelas, dapat direkomendasikan untuk dilakukan klarifikasi. b. Pengaduan Masyarakat tidak berkadar pengawasan yang memerlukan tindak lanjut dapat direkomendasikan untuk disalurkan kepada satuan unit kerja yang bersangkutan untuk ditindak lanjuti; c. Pengaduan Masyarakat yang substansinya tidak logis berupa keinginan Pelapor yang secara normatif tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan tidak mungkin dipenuhi, tidak perlu diproses lebih lanjut; dan d. Pengaduan Masyarakat yang secara substansial bukan kewenangan Kementerian, tidak perlu diproses lebih lanjut. (4) Dalam melakukan penelahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat melibatkan unit kerja eselon 2 (dua) terkait. Pasal 10 (1) Penyaluran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf c merupakan penyampaian pengaduan masyarakat kepada Aparat Pemeriksa Intern Pemerintah, satuan unit kerja yang bersangkutan atau instansi lain. (2) Penyaluran Pengaduan Masyarakat yang berkadar pengawasan direkomendasikan untuk dilakukan audit dan klarifikasi disampaikan kepada Inspektur. (3) Penyaluran Pengaduan Masyarakat yang tidak berkadar pengawasan disampaikan kepada pimpinan satuan unit kerja yang bersangkutan. (4) Penyaluran Pengaduan Masyarakat yang substansinya tidak logis diberitahukan kepada unit kerja yang bersangkutan. (5) Penyaluran Pengaduan Masyarakat yang secara substansial bukan kewenangan Kementerian disampaikan kepada instansi lain yang berwenang untuk menangani. Pasal 11 (1) Tindak lanjut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf d merupakan kegiatan yang dilakukan dalam rangka penyelesaian pengaduan masyarakat yang meliputi proses klarifikasi, konfirmasi, penelitian, dan pemeriksaan. (2) Tindak lanjut

-8- (2) Tindak lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk Pengaduan Masyarakat yang berkadar pengawasan dilakukan dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak pengaduan diterima, kecuali ada alasan yang dapat dipertanggungjawabkan. (3) Tindak lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk Pengaduan Masyarakat yang tidak berkadar pengawasan dilakukan dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak pengaduan diterima, kecuali ada alasan yang dapat dipertanggungjawabkan. Pasal 12 (1) Pelaporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf e merupakan hasil dari tindak lanjut Pengaduan Masyarakat yang disusun dalam bentuk laporan. (2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun secara yang sistematis, singkat, jelas, dan dapat dipertanggungjawabkan serta memuat kesimpulan dan/atau saran tindak lanjut. Pasal 13 (1) Laporan Hasil Tindak Lanjut Penanganan Pengaduan Masyarakat disampaikan kepada Sekretaris Kementerian. (2) Sekretaris Kementerian menyampaikan rekomendasi atau saran kepada pihak terkait sebagai tindak lanjut penyelesaian dalam jangka waktu 2 (dua) hari kerja. (3) Dalam penyusunan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat berkoordinasi dengan unit Eselon 2 yang terkait. (4) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan oleh Sekretaris Kementerian kepada Menteri Pariwisata secara periodik setiap 4 (empat) bulan atau sewaktu-waktu apabila diperlukan. Pasal 14 (1) Pengarsipan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf f merupakan penataan dokumen laporan tindak lanjut pengaduan masyarakat. (2) Penataan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada jenis masalah, unit kerja terlapor, dan waktu pengaduan. BAB V

-9- BAB V PEMANTAUAN PENANGANAN PENGADUAN MASYARAKAT Pasal 15 (1) Pemantauan penanganan pengaduan masyarakat dilakukan oleh Inspektur berkoordinasi dengan Sekretaris Kementerian. (2) Pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara: a. langsung; atau b. tidak langsung. Pasal 16 (1) Pemantauan secara langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) huruf a dilakukan melalui: a. pemutakhiran data; b. rapat koordinasi; dan/atau c. monitoring ke satuan unit kerja yang menangani. (2) Pemantauan secara tidak langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) huruf b dilakukan melalui: a. komunikasi elekronik; dan/atau b. surat menyurat. BAB VI PERLINDUNGAN TERHADAP PELAPOR DAN TERLAPOR Pasal 17 Selama proses penyelesaian penanganan Pengaduan Masyarakat, Pelapor maupun Terlapor wajib diberikan perlakukan yang wajar dan perlindungan hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB VII PENGHARGAAN DAN PEMBERIAN SANKSI Pasal 18 (1) Menteri dapat memberikan penghargaan kepada pelapor sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-Undangan. (2) Pemberian penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan dalam hal berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap terbukti telah terjadi tindak pidana. Pasal 19

-10- Pasal 19 Dalam hal Hasil Pemeriksaan terbukti Pelapor menyampaikan pengaduan palsu atau laporan yang mengandung unsur itikad tidak baik yang dapat merugikan Kementerian, Menteri dan/atau Terlapor dapat menindaklanjuti ke proses hukum untuk pemberian sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB VIII KETENTUAN PENUTUP Pasal 20 Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Diundangkan di Jakarta pada tanggal 23 Januari 2015 Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 19 Januari 2015 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd. YASONNA H. LAOLY MENTERI PARIWISATA REPUBLIK INDONESIA, ttd. ARIEF YAHYA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2015 NOMOR 109