FENOMENA PERUBAHAN PEMANFAATAN RUANG DAN PERTUMBUHAN AKTIVITAS PERKOTAAN (Kasus Koridor Ruas Jalan Hertasning - Samata di Makassar - Gowa)

dokumen-dokumen yang mirip
KOEKSISTENSI DUALISME EKONOMI DI KAWASAN METROPOLITAN MAMMINASATA

DETERMINAN PEMBANGUNAN KAWASAN KOTA BARU MONCONGLOE-PATTALLASSANG METROPOLITAN MAMMINASATA

BAB I PENDAHULUAN. pemicu munculnya permasalahan lingkungan baik biotik, sosial, kultural,

KAJIAN PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA DI KECAMATAN UMBULHARJO, KOTA YOGYAKARTA TUGAS AKHIR

KAJIAN PERKEMBANGAN KAWASAN PINGGIRAN KOTA (URBAN FRINGE) BANDA ACEH (Studi Kasus : Kecamatan Banda Raya, Lueng Bata Dan Ulee Kareng)

KINERJA PENGENDALIAN PEMANFAATAN LAHAN RAWA DI KOTA PALEMBANG TUGAS AKHIR. Oleh: ENDANG FEBRIANA L2D

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Perkembangan fisik yang paling kelihatan adalah perubahan penggunaan

BAB I PENDAHULUAN. sebagai Negara berkembang mirip dengan Negara lainnya. Pertumbuhan

PENGARUH PEMBANGUNAN PERUMAHAN PONDOK RADEN PATAH TERHADAP PERUBAHAN KONDISI DESA SRIWULAN KECAMATAN SAYUNG DEMAK TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. arah perubahan struktural desa-kota diharapkan dapat berlangsung secara seimbang

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KONVERSI LAHAN PERTANIAN STUDI KASUS: KECAMATAN JATEN, KABUPATEN KARANGANYAR

PERUBAHAN FUNGSI PEMANFAATAN RUANG DI KELURAHAN MOGOLAING KOTA KOTAMOBAGU

PLANO MADANI VOLUME 5 NOMOR 2, OKTOBER 2016, P ISSN X - E ISSN

IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK URBAN SPRAWL DI KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR

PERAN PERKEMBANGAN KEGIATAN INDUSTRI DAN PERDAGANGAN JASA TERHADAP PERUBAHAN STRUKTUR RUANG KAWASAN SOLO BARU

BAB I PENDAHULUAN. Kota Bandung dalam beberapa tahun terakhir ini telah mengalami

BAB I PENGANTAR. Perkembangan fisik kota merupakan konsekuensi dari peningkatan jumlah

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. heterogen dan materialistis di bandingkan dengan daerah belakangnya.

ANALISIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS STATISTIK LOGISTIK BINER DALAM UPAYA PENGENDALIAN EKSPANSI LAHAN TERBANGUN KOTA YOGYAKARTA

KAJIAN FENOMENA URBANISME PADA MASYARAKAT KOTA UNGARAN KABUPATEN SEMARANG TUGAS AKHIR

PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN SEPANJANG KORIDOR JALAN MANADO- BITUNG DI KECAMATAN KALAWAT

MODEL RUTE ANGKUTAN UMUM PENUMPANG DENGAN APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) (Studi Kasus: Kota Semarang) TUGAS AKHIR

ANALISIS PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI KECAMATAN MIJEN KOTA SEMARANG TAHUN Publikasi Ilmiah. Disusun Guna Memenuhi Salah Satu Persyaratan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

KAJIAN KESESUAIAN LAHAN UNTUK PERMUKIMAN DI KABUPATEN SEMARANG TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

KONDISI PELAYANAN FASILITAS SOSIAL KECAMATAN BANYUMANIK-SEMARANG BERDASARKAN PERSEPSI PENDUDUK TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana telah disepakati oleh para pakar mengenai wilayah perkotaan,

BAB I PENDAHULUAN I.1.

EVALUASI PEMANFAATAN RUANG DI KECAMATAN UMBULHARJO KOTA YOGYAKARTA TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas tentang pendahuluan yang merupakan bagian

KAJIAN PERMUKIMAN DI KAWASAN HUTAN BAKAU DESA RATATOTOK TIMUR DAN DESA RATATOTOK MUARA KABUPATEN MINAHASA TENGGARA

BAB VI PENUTUP VI.1. Temuan Studi

PENDAHULUAN Latar Belakang

KAJIAN PERKEMBANGAN PERMUKIMAN WILAYAH PERI URBAN DI SEBAGIAN WILAYAH KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN

(Studi Kasus: Kecamatan Umbulharjo, Kota Yogyakarta) TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. termasuk kebutuhan akan sumberdaya lahan. Kebutuhan lahan di kawasan

BAB VIII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

ANALISIS HARGA DAN NILAI LAHAN DI KECAMATAN SEWON DENGAN MENGGUNAKAN PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS.

Geo Image 1 (1) (2012) Geo Image.

PENGARUH KEBERADAAN PERUMAHAN TERHADAP PERUBAHAN HARGA LAHAN DI KECAMATAN CILEDUG TUGAS AKHIR. Oleh : Lisa Masitoh L2D

ANALISIS PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI KECAMATAN GUNUNGPATI KOTA SEMARANG TAHUN 2004 DAN TAHUN 2011

POLA PERKEMBANGAN KECAMATAN WANEA BERDASARKAN MORFOLOGI RUANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ria Fitriana, 2016

PERAN DEVELOPER DALAM PENYEDIAAN RUMAH SEDERHANA DI KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR. Oleh: IKE ISNAWATI L2D

II. TINJAUAN PUSTAKA. lukisan atau tulisan (Nursid Sumaatmadja:30). Dikemukakan juga oleh Sumadi (2003:1) dalam

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. waktu. Kota tidak bersifat statis, akan tetapi selalu bergerak, berkembang dan

PERUBAHAN PEMANFAATAN RUANG KORIDOR DURIAN RAYA MULAWARMAN RAYA. Akhyar Yohanda¹ dan Wakhidah Kurniawati²

ANALISIS KESELARASAN PEMANFAATAN RUANG KECAMATAN SEWON BANTUL TAHUN 2006, 2010, 2014 TERHADAP RENCANA DETAIL TATA RUANG KAWASAN (RDTRK )

GAMBARAN UMUM KOTA TANGERANG SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. seiring perjalanan waktu, baik dimensi kenampakan fisik maupun non fisiknya.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

METOPEN ANALISIS LOKASI & POLA RUANG

POLA PERGERAKAN KOMUTER BERDASARKAN PELAYANAN SARANA ANGKUTAN UMUM DI KOTA BARU BUMI SERPONG DAMAI TUGAS AKHIR

PENGARUH KEBERADAAN UNIVERSITAS PARAHYANGAN TERHADAP PERUBAHAN HARGA LAHAN DI SEKITARNYA

ANALISIS SPASIAL PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN PERTANIAN MENJADI PERMUKIMAN DI KECAMATAN TASIKMADU KABUPATEN KARANGANYAR TAHUN

POLA DAN FAKTOR PENENTU NILAI LAHAN PERKOTAAN DI KOTA SURAKARTA TUGAS AKHIR

I. PENDAHULUAN. pada setiap tahunnya juga berpengaruh terhadap perkembangan pembangunan

SEMARANG. Ngaliyan) Oleh : L2D FAKULTAS

POLA KERUANGAN DESA A. Potensi Desa dan Perkembangan Desa-Kota Bintarto

PENGARUH PERKEMBANGAN INDUSTRI SKALA SEDANG DAN BESAR YANG TERAGLOMERASI TERHADAP PERMUKIMAN DI MOJOSONGO-TERAS, KABUPATEN BOYOLALI

ANALISIS POLA PERKEMBANGAN PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI KECAMATAN BAKI KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN 2009 DAN 2016

KARAKTERISTIK STRUKTUR RUANG INTERNAL KOTA DELANGGU SEBAGAI KOTA KECIL DI KORIDOR SURAKARTA - YOGYAKARTA TUGAS AKHIR

Kata Kunci : Perubahan Penggunaan Lahan, Quickbird, Dinamika, Ringroad Selatan

Perkembangan Permukiman di Sekitar Lingkungan Kampus Undip Tembalang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS PERKEMBANGAN DAERAH PEMUKIMAN DI KECAMATAN BALIK BUKIT TAHUN (JURNAL) Oleh: INDARYONO

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN SAWAH MENJADI PERMUKIMAN DI KECAMATAN PRINGSEWU TAHUN (Jurnal) Oleh YUYUT ARIYANTO

BAB I PENDAHULUAN. ditunjukkan oleh besarnya tingkat pemanfaatan lahan untuk kawasan permukiman,

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan sistem transportasi merupakan prasarana dan sarana yang

ANALISIS PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN KECAMATAN SEWON KABUPATEN BANTUL TAHUN 2006 DAN 2014 BERDASARKAN CITRA QUICKBIRD

Indah Octavia Koeswandari Noorhadi Rahardjo

28 Jurnal Sangkareang Mataram ISSN No

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang penelitian

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB. I PENDAHULUAN. membuat kota ini terdiri dari lima wilayah kecamatan (Distric), yaitu

PELAYANAN SARANA PENDIDIKAN DI KAWASAN PERBATASAN SEMARANG-DEMAK TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. memuat arah kebijakan pembangunan daerah (regional development policies)

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Geografi merupakan cabang ilmu yang dulunya disebut sebagai ilmu bumi

MORFOLOGI WILAYAH PERI URBAN DI KECAMATAN PINELENG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Seiring dengan perkembangan waktu selalu disertai dengan peningkatan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

KAJIAN TRANSFORMASI SPASIAL DI PERI URBAN KORIDOR KARTASURA-BOYOLALI

Perencanaan Fasilitas Permukiman di Kawasan Periferi Kasus : Kelurahan Sudiang Raya, Kecamatan Biringkanaya, Makassar

PERUBAHAN FUNGSI LAHAN DI KORIDOR SEGITIGAMAPANGET-TALAWAAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

PERTUMBUHAN KOTA DI AKSES UTAMA KAWASAN INDUSTRI: Studi kasus SIER, Surabaya. Rully Damayanti Universitas Kristen Petra, Surabaya

HASIL PENELITIAN ANALISIS PERKEMBANGAN AKTIVITAS KOMERSIL GALALA DI JALAN LINTAS HALMAHERA

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

PENENTUAN TIPOLOGI PERKEMBANGAN KECAMATAN DI KABUPATEN PEKALONGAN TUGAS AKHIR

KAJIAN PERUBAHAN SPASIAL KAWASAN PINGGIRAN KOTA SEMARANG DITINJAU DARI RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI JENIS PENGGUNAAN LAHAN PESISIR SEMARANG TUGAS AKHIR. Oleh: ARI KRISTIANTI L2D

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan kota-kota besar di Indonesia saat ini berada dalam tahap yang

Transkripsi:

PLANO MADANI VOLUME 5 NOMOR 2, OKTOBER 2016, 171-179 2016 P ISSN 2301-878X - E ISSN 2541-2973 FENOMENA PERUBAHAN PEMANFAATAN RUANG DAN PERTUMBUHAN AKTIVITAS PERKOTAAN (Kasus Koridor Ruas Jalan Hertasning - Samata di Makassar - Gowa) Harry Hardian Sakti Magister Perencanaan Wilayah dan Kota Universitas Bosowa 45 Makassar Email: revplano07@gmail.com Diterima (received): 31 Agustus 2016 Disetujui (accepted): 30 September 2016 ABSTRAK The accelerations of Hertasning area development within Metropolitan Mamminasata zone, identified as a result of spatial physical change factors and the existence of Hertasning-Samata road corridor connecting Makassar city and Gowa Regency. This research aims to examine and analyze the determinants of spatial utilization change and influence of road corridor towards the growth of urban activities. In this research used quantitative methods with analysis tools, statistic descriptive to explain the determinants of spatial utilization change and analysis of correlation tests to explain the effects of urban activities growth. The results of analysis and discussions identified the determinant factors of spatial utilization change are movement distance, transportation infrastructures, availability of education facilities, availability of commercials and services facilities, types of land use, land prices, land sell values, site strategic values, and site selections, also factors that affected the growth of urban activities are settlement activities, commercials and services, educations, and movement network. Spatial development within Hertasning area has a significant role towards spatial utilization changes, because of structuring pattern of spatial utilizations that become basis to determine the development of spatial functions, therefore spatial pattern that formed appropriate to allotment and directions of future urban development. Keywords: accelerations, spatial utilizations, urban activities A. PENDAHULUAN Perkembangan suatu wilayah, ditandai oleh perkembangan kota-kota sebagai nodal yang merupakan pusat konsentrasi penduduk dan segala aktivitas/kegiatan, senantiasa akan mengalami pertumbuhan dan berkembang baiksecara fisik, sosial, maupun ekonomi. Pengalokasian guna lahan di perkotaan akan mengarah ke lokasi yang dapat memberikan keuntungan tertinggi, sehingga lahan-lahan yang memiliki tingkat kestrategisan dan potensi yang lebih besar akan lebih berpeluang mengalami proses perubahan pemanfaatan lahan. Pada umumnya gejala ini terjadi di jalan jalan utama atau kawasan kawasan tertentu yang memiliki keunikan dan karakteristik tersendiri (Yunus, 2008). Perubahan pemanfaatan lahan non urban ke arah luar kota terutama oleh kegiatan manusia untuk bermukim dan aktivitas lainnya berlangsung secara bertahap seiring dengan waktu dan berkembangnya kota, proses perubahan sebagai peristiwa perembetan kenampakan fisik kota kearah luar tersebut terjadi karena adanya penetrasi dari suatu kelompok penduduk area terbangun kota (built Available online : http://journal.uin-alauddin.ac.id/index.php/planomadani

up area) kearah luar. Gejala adanya perembetan kota dapat terlihat dari kenampakan fisik kota ke arah luar yang ditunjukan oleh terbentuknya zone-zone meliputi daerah-daerah: pertama, area yang melingkari sub urban dan merupakan daerah peralihan antara desa kota (suburban fringe), kedua area batas luar kota yang mempunyai sifat-sifat mirip kota (urban fringe), dan ketiga adalah area terletak antara daerah kota dan desa yang ditandai dengan penggunaan tanah campuran (Bintarto, 1983). Perkembangan koridor ruas jalan Hertasning-Samata, dimana lokasi ini mulai tersentuh sejak periode 2004-2008 dengan dibukanya akses jaringan jalan yang menghubungkan Kota Makassar dengan Kabupaten Gowa yang diikuti pembangunan permukiman skala besar dan pembangunan fungsi-fungsi ekonomi komersil lainnya. Kondisi awal sebelum koridor hertasning dibangun di identifikasi merupakan lahan yang mempunyai nilai ekonomi cukup rendah, setelah dibangun oleh pihak pengembang dimanfaatkan untuk membangun kawasan permukiman elit yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana yang memadai, lengkap dan modern, disamping menyiapkan kavling-kavling tanah matang (KTM), sehingga mengondisikan koridor Hertasning menjadi lokasi bagi pemukim-pemukim baru dan pusat ekonomi baru. Dinamika perkembangan ruang pada koridor ruas jalan Hertasning-Samata tersebut relatif tinggi, dengan keterbatasan lahan di Kota Makassar, menyebabkan beberapa fungsi kegiatan bergeser ke arah daerah pinggiran. Koridor ruasjalan Hertasning berkembang memanjang hingga jalan yang menghubungkan ke Samata, yang sudah masuk wilayah Kabupaten Gowa. Perkembangan ruang di koridor ruas jalan Hertasning-Samata berkonstibusi positif terhadap perubahan pemanfaatan ruang, hal ini ditandai dengan berkembangnya beberapa fungsifungsi perkotaan, yaitu; (1) permukiman skala besar menempati lahan kurang lebih 752,83 Ha, (2) fungsi perdagangan dan pertokoan menempati lahan seluas 11,12 Ha, (3) fungsi pendidikan dengan luas pemanfaatan 35,59 Ha, (4) jasa dan perhotelan menempati lahan 0,87 Ha. Di samping itu pada aspek prasarana transportasi (jaringan jalan) yang awalnya hanya dengan panjang 3,77 km mengalami penambahan sepanjang 5,06 km. Demikian pula halnya dengan perkembangan jumlah penduduk mengalami peningkatan yang awalnya hanya dihuni penduduk sebanyak 117.625 jiwa tahun 2004-2008 dan pada tahun 2012-2014 meningkat menjadi sebesar 181.372 jiwa atau mengalami pertambahan sebesar 63.747 jiwa (Surya, 2014). Keberadaan koridor jalur jalan utama Hertasning-Samata yang menghubungkan Kota Makassar menuju Kabupaten Gowa diidentifikasi sebagai faktor pemicu utama. Perkembangan fungsi-fungsi baru yang secara khusus terjadi sepanjang koridor ruas jalan Hertasning sehingga berdampak pada volume lalu lintas yang sangat padat dan terjadi peningkatan akses menuju koridor Hertasning yang kemudian mendorong pertumbuhan aktivitas perkotaan. B. METODE PENELITIAN Perubahan pemanfaatan ruang koridor Hertasning dicirikan dengan alih fungsi guna lahan pertanian kearah pengembangan aktivitas perkotaan yang beragam dan kompleks secara berkelanjutan, sehingga perkembangan yang Volume 5 Nomor 2 - Oktober 2016 - p ISSN 2301-878X - e ISSN 2541-2973 172

berlangsung memiliki pengaruh yang sangat signifikan terhadap perubahan struktur ruang, pola ruang, dan keberagaman morfologi pada koridor Hertasning. Dengan demikian, tulisan ini difokuskan untuk mengkaji determinan perubahan pemanfaatan ruang dan pengaruh pertumbuhan aktivitas perkotaan. Dengan pendekatan penelitian kuantitatif, penelitian ini mengutamakan kualitas data, dengan mengidentifikasi kondisi dan situasi yang berhubungan dengan kasus perubahan pemanfaatan ruang dan aktivitas perkotaan secara spesifik. Gambar 1. Koridor ruas Jalan Hertasning-Samata sebagai obyek studi Sumber : Google Satelite Map C. HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi awal koridor Hertasning sebelum mengalami perubahan pemanfaatan ruang, menunjukkan bahwa orientasi kegiatan utama penduduk relatif homogen, dominan bergerak pada sektor pertanian. Kondisi ini dapat ini diamati dari luas areal pertanian pada periode tahun 2000-2001 menempati lahan seluas 397,06 Ha. Hal tersebut merupakan peruntukan lahan yang paling dominan dari total luas 558,49 Ha. Kondisi ini memberi gambaran bahwa rata-rata penduduk yang ada pada waktu itu masih mengandalkan sektor pertanian sebagai mata pencaharian utama. Tabel. 1 Penggunaan lahan koridor Hertasning tahun 2001 No Penggunaan lahan Luas (Ha) Persentase (%) 1 Pertanian 397,06 71,09 2 Kebun Campuran 21,07 3,77 3 Lahan Kosong 11,12 1,99 4 Jasa 0,25 0,04 5 Kesehatan 0.20 0,03 6 Lapangan 1.74 0,31 173 Volume 5 Nomor 2 - Oktober 2016 - p ISSN 2301-878X - e ISSN 2541-297

No Penggunaan lahan Luas (Ha) Persentase (%) 7 Pendidikan 1,51 0,27 8 Perkantoran 5,48 1,69 9 Permukiman 113,49 20,32 10 Perdagangan 0,54 0,09 11 Peribadatan 0,27 0,04 12 Rawa 6,06 0,54 Jumlah 558,49 100,00 Sumber: hasil analisis tahun 2015 Sejak periode 2004-2008 ditandai dengan akselerasi pembangunan koridor Hertasning yang sangat cepat dan diikuti dengan peningkatan jumlah penduduk yang cukup tinggi. Alih fungsi guna lahan yang terjadi, secara langsung mengondisikan perubahan struktur ruang dan pola ruang serta pengurangan luas areal pertanian secara berkelanjutan. Dengan demikian sejak periode tahun 2004-2008, kegiatan pertanian tidak lagi menjadi kegiatan yang dominan. Sebagai gambaran bahwa pemanfaatan ruang pada tahun 2001, menunjukkan bahwa fungsi pemanfaatan ruang dominan pada kegiatan pertanian dengan luas lahan 397,06 Ha atau sebesar 71,09 %. Kemudian pemanfaatan lahan permukiman dengan luas lahan 113,49 Ha atau sebesar 20,32 %. Dari data tersebut, mengindikasikan bahwa perubahan pemanfaatan ruang koridor Hertasning mengalami perubahan yang sangat signifikan. Gambar 2. Peta penggunaan lahan sebelum mengalami perubahan Volume 5 Nomor 2 - Oktober 2016 - p ISSN 2301-878X - e ISSN 2541-2973 174

Gambar 3. Kondisi koridor Hertasning sebelum perubahan pemanfaatan ruang Perubahan pemanfaatan ruang koridor Hertasning diawali dengan alih fungsi guna lahan dimana kondisi awalnya merupakan kawasan yang belum terbangun dan dominan merupakan areal pertanian produktif. Dengan demikian, ciri-ciri koridor Hertasning pada waktu itu dominan sebagai daerah agraris.hal iniberdampak pada luas lahan pertanian yang merupakan pemanfaatan ruang dominan dari kondisi sebelumnya mengalami pengurangan luasan. Lee (1979) dalam Yunus (2005) mengemukakan bahwa terdapat 6 (enam) faktor yang mendorong proses perkembangan ruang perkembangan ruang sekaligus akan mencerminkan variasi intensitas perkembangan ruang yaitu: (a) faktor aksesibilitas; (b) faktor pelayanan umum; (c) karakteristik lahan; (d) karakteristik pemilik lahan; (e) keberadaan peraturan-peraturan yang mengatur tata guna lahan dan (f) prakarsa pengembang Proses alih fungsi guna lahan dan berkembangnya fungsi-fungsi aktivitas baru antara lain;permukiman 233,01 Ha atau sebesar 41,72%, perdagangan 2,26 Ha, jasa 28,74 Ha, perkantoran 7,57 Ha, pendidikan 8,63 Ha, serta fungsi-fungsi sosial-ekonomi lainnya 7,92 Ha. Fakta ini memberi gambaran bahwa Proses perkembangan ruang yang terjadi memberi dampak perluasan pada koridor Hertasning, sehingga secara langsung mengondisikan penambahan areal perkotaan Kota Makassar yang bersentuhan langsung dengan wilayah Kabupaten Gowa. Tabel 2. Perbandingan pemanfaatan tahun 2001 dan tahun 2015 No Pemanfaatan lahan Luas lahan Persentase Luas Lahan Persentase 2001 (Ha) (%) 2015 (Ha) (%) 1 Pertanian 397,06 71,09 240,68 43,09 2 Kebun campuran 21,07 3,77 6,60 1,81 3 Permukiman 113,49 20,32 233,01 41,72 4 Perdagangan 0,54 0.09 2,26 0,40 5 Lahan kosong 11,12 1,99 25,34 4,53 6 Rawa 6,06 1,08 - - 7 Fasilitas sosial ekonomi 2,21 0,39 5,66 1,01 9 Jasa 0,25 0,04 28,74 5,14 9 Pendidikan 1,51 0,27 8,63 1,54 10 Perkantoran 5,48 0,98 7,57 1,35 Jumlah 558,49 100,00 558,49 100,00 Sumber: Hasil perhitungan Arcgis dan analisis tahun 2015 175 Volume 5 Nomor 2 - Oktober 2016 - p ISSN 2301-878X - e ISSN 2541-297

Gambar 4. Penggunaan lahan koridor Hertasning tahun 2015 Ditinjau dari segi prosesnya, menunjukkan bahwa perubahan pemanfaatan ruang yang berlangsung pada koridor Hertasning terkondisi akibat faktor yang mempengaruhi, yaitu proses perkembangan fisik secara sentrifugal. Realitas ini relevan dengan konseptualisasi teori yang dikembangkan Colby (1933) dalam Yunus (2000) bahwa proses perkembangan spasial secara horisontal menjadi penentu bertambah luasnya areal perkotaan. Artinya, bahwa akselerasi pembangunan koridor Hertasning mengalami proses perubahan pemanfaatan ruang yang berlangsung secara revelosioner dan menunjukkan makin padatnya areal bangunan. Dengan demikian, kondisi tersebut dapat dirumuskan sebagai suatu proses ekspansi dan penambahan keruangan secara mendatar dengan cara menempati ruang-ruang yang masih kosong. Gambar 5. Ekspresi keruangan koridor Hertasning setelah perubahan pemanfaatan ruang Volume 5 Nomor 2 - Oktober 2016 - p ISSN 2301-878X - e ISSN 2541-2973 176

Proses terbentuknya ruang yang terkondisi akibat perkembangan koridor jalur jalan utama Hertasning-Samata pada dasarnya mereposisi (1) jarak pergerakan, (2) prasarana transportasi, (3) ketersediaan fasilitas pendidikan, (4) ketersediaan fasilitas perdagangan dan jasa, (5) jenis penggunaan lahan, (6) Harga lahan, (7) nilai jual lahan, (8) nilai strategi lokasi dan (9) pemilihan lokasi. Dalam proses ini kecenderungan perkembangan pemanfaatan ruang pada koridor Hertasning menunjukan bahwa nilai lahan yang berkembang saat ini tidak lagi berdasarkan produktivitasnya akan tetapi dinilai berdasarnya fungsinya. Perkembangan ruang pada koridor jalan Hertasning-Samata yang memanjang secara linier merupakan daerah terbangun menjadi kutup pertumbuhan baru dalam konteks wilayah Metropolitan Mamminasata dan pengaruhnya sangat signifikan terhadap peningkatan volume angkutan lalulintas jalan raya. Realitas ini sejalan dengan yang dikemukan oleh Babcock (1932) dalam Yunus (2005) dalam teori poros bahwa keberadaan poros transportasi akan mengakibatkan pertumbuhan daerah kekotaan karena disepanjang jalur ini berasosiasi dengan mobilitas yang tinggi. Artinya proses awal sebelum terjadi proses perubahan pemanfaatan ruang mengondisikan koridor Hertasning memiliki mobilitas pergerakan yang masih cukup rendah dari kondisi setelah terjadinya perubahan pemanfaatan ruang. Proses ini menunjukkan bahwa sepanjang jalur ruas jalan merupakan daerah terbangun memberikan efek yang sangat signifikan terhadap sistem transportasi pada koridor Hertasning. Perkembangan aktivitas perkotaan pada koridor Hertasning ditandai dengan keberadaan fungsi-fungsi ruang baru dengan keberadaan jalur koridor Hertasning-Samata sebagai akses utama dari Kota Makassar menuju Kabupaten Gowa, secara langsung mengondisikan perubahan struktur ruang, pola ruang dan perubahan morfologi kawasan. Ketiga hal tersebut memberi gambaran bahwa setiap bentuk perubahan pemanfaatan lahan pada suatu bidang tertentu pada koridor Hertasning mempunyai potensi untuk mempengaruhi bidang lahan didekatnya dan meluas ke arah Kabupaten Gowa. Realitas ini relevan dengan konseptualisasi teori McGee (1991) dalam Yunus (2008), bahwa wilayah-wilayah perdesaan di koridor antarkota telah mengalami transformasi struktur wilayah, yaitu perubahan struktur wilayah agraris ke arah struktur non agraris. Hal ini ditandai dengan pengembangan fungsi-fungsi ruang baru antara lain; (1) permukiman, (2) perdagangan dan jasa, (3) pendidikan serta (4) jaringan pergerakan pada koridor Hertasning sepanjang koridor jalan utama.proses ini kemudian mendorong berlangsungnya urban sprawl dan konurbasi perkotaan dalam sistem wilayah Metropolitan Mamminasata. Secara skematik proses perkembangan keruangan pada koridor Hertasning pada Gambar 6. 177 Volume 5 Nomor 2 - Oktober 2016 - p ISSN 2301-878X - e ISSN 2541-297

Perkembangan koridor jalur utama Hertasning- Samata Faktor sentrifugal Perubahan pemanfaatan ruang Perubahan struktur & pola ruang Alih fungsi guna lahan Keberagaman morfologi Urban Sprawl dan konurbasi Gambar 6. Proses perkembangan keruangan pada koridor Hertasning Dinamika pertumbuhan aktivitas perkotaan pada koridor Hertasning, selain mendorong perkembangan fungsi-fungsi aktivitas baru, berdasarkan konsep teori yang dikembangkan oleh Hadinoto (1979) dalam Yunus (2008) yang mengadaptasikan 5 (lima) unsur pokok pembentuk struktur ruang kota, yaitu wisma: tempat tinggal (perumahan); karya: tempat bekerja (kegiatan usaha); marga, (jaringan pergerakan); suka (tempat rekreasi/hiburan); penyempurna: (prasarana dan sarana). Akselerasi pembangunan pada koridor Hertasning-Samata yang cenderung revolusioner mengondisikan perubahan bentuk kawasan pinggiran dari dominasi fungsi-fungsi pertanian produktif kemudian berkembang ke erah kompleksitas perkotaan, dan mendorong perubahan orientasi kegiatan penduduk menuju ke industrial perkotaan. Berdasarkan fakta dilapangan menunjukkan bahwa pertumbuhan unsur aktivitas perkotaan yang terjadi pada koridor Hertasning secara spesifik terjadi pada pusat, titik pusatnya ditandai dengan keberadaan kawasan permukiman elit khususnya yang dibangun oleh pengembang cenderung membentuk cluster-cluster permukiman yang sangat variasi dan menunjukkan perbedaan baik dari segi bentuk, model arsitektur yang dikembangkan, dan pusat pertokoan yang dominan berkembang sepanjang koridor jalan utama, kemudian diikuti dengan keberadaan aktivitas pendidikan yang menyatu secara kompak memberikan efek secara langsung terhadap fungsi-fungsi ruang yang memiliki keterkaitan, kemudian proses ini juga berkonstribusi terhadap tingginya pergerakan arus lalu lintas dari kondisi sebelumnya. D. KESIMPULAN Sesuai dengan hasil pembahasan di atas, maka kesimpulan tulisan ini sebagai berikut : 1. Determinan perubahan pemanfaatan ruang pada koridor Hertasning akibat keberadaan koridor jalan Hertasning-Samata mendorong alih fungsi guna lahan dan penambahan areal kekotaan terhadap kawasan disekitarnya dengan Volume 5 Nomor 2 - Oktober 2016 - p ISSN 2301-878X - e ISSN 2541-2973 178

kecenderungan pola pemanfaatan ruang bersifat tunggal, terpencar-pencar dan cenderung meloncat, sehingga berdampak pada jarak pergerakan, prasarana transportasi, ketersediaan fasilitas pendidikan, ketersediaan fasilitas perdagangan dan jasa, jenis penggunaan lahan, harga lahan, nilai jual lahan, nilai strategi lokasi dan pemilihan lokasi, Hasil penelitian ini menunjukkan perbedaan dengan premis yang dikemukakan oleh Lee (1979) menyebutkan bahwa 6 (enam) faktor yang mendorong proses perkembangan ruang yaitu : faktor aksesibilitas, faktor pelayanan umum, karakteristik lahan, karakteristik pemilik lahan, keberadaan peraturan-peraturan yang mengatur tata guna lahan, dan prakarsa pengembang. 2. Pengaruh koridor Hertasning-Samata terhadap pertumbuhan aktivitas perkotaan berkontribusi secara positif terhadap pertumbuhan aktivitas permukiman, pertumbuhan aktivitas perdagangan dan jasa, pertumbuhan aktivitas pendidikan serta jaringan pergerakan, sehingga berdampak pada perubahan stuktur ruang, pola ruang dan keberagaman morfologi yang sangat kompleks, penurunan produktivitas lahan pertanian, pada satu sisi berciri perdesaan dan pada sisi yang lain berciri perkotaan dengan pola aktivitas berkembang ke arah kegiatan formal dan kegiatan in formal, Hasil penelitian ini menunjukkan perbedaan dengan premis yang dikemukakan oleh Hadinoto (1979) mengadaptasikan 5 (lima) unsur pokok pembentuk struktur ruang kota, yaitu wisma: tempat tinggal (perumahan); karya: (tempat bekerja); marga, (jaringan pergerakan); suka (tempat rekreasi/hiburan); penyempurna: (prasarana dan sarana). DAFTAR PUSTAKA Bintarto, R. (1983). Interkasi Kota - Desa dan Permasalahannya. Yogyakarta: Ghalia Indonesia. Surya, B. (2014). Dinamika Perubahan Struktur Ruang dan Pola Ruang Kawasan Pinggiran Kota Makassar (Perspektif Pergeseran Pemanfaatan Ruang Perkotaan). Journal of Planning Education and Research, 77-83. Yunus, H. S. (2000). Struktur Tata Ruang Kota. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Yunus, H. S. (2005). Manajemen Kota ; Perspektif Spasial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Yunus, H. S. (2008). Dinamika Wilayah Peri Urban Determinan Masa Depan Kota. Yogyakarta: Pusataka Pelajar. 179 Volume 5 Nomor 2 - Oktober 2016 - p ISSN 2301-878X - e ISSN 2541-297