LAPISAN E SPORADIS DI ATAS TANJUNGSARI

dokumen-dokumen yang mirip
PERAN LAPISAN E IONOSFER DALAM KOMUNIKASI RADIO HF

PENGARUH PERUBAHAN fmin TERHADAP BESARNYA FREKUENSI KERJA TERENDAH SIRKIT KOMUNIKASI RADIO HF

PENENTUAN RENTANG FREKUENSI KERJA SIRKUIT KOMUNIKASI RADIO HF BERDASARKAN DATA JARINGAN AUTOMATIC LINK ESTBALISHMENT (ALE) NASIONAL

LAPISAN E IONOSFER INDONESIA

PENENTUAN RENTANG FREKUENSI KERJA SIRKUIT KOMUNIKASI RADIO HF BERDASARKAN DATA JARINGAN ALE (AUTOMATIC LINK ESTBALISHMENT) NASIONAL

TELAAH PROPAGASI GELOMBANG RADIO DENGAN FREKUENSI 10,2 MHz DAN 15,8 MHz PADA SIRKIT KOMUNIKASI RADIO BANDUNG WATUKOSEK DAN BANDUNG PONTIANAK

DAMPAK PERUBAHAN INDEKS IONOSFER TERHADAP PERUBAHAN MAXIMUM USABLE FREQUENCY (IMPACT OF IONOSPHERIC INDEX CHANGES ON MAXIMUM USABLE FREQUENCY)

Varuliantor Dear Peneliti Bidang Ionosfer dan Telekomunikasi, Pusat Sains Antariksa, LAPAN RINGKASAN

ANALISIS PROPAGASI GELOMBANG RADIO HF DAN RADIUS DAERAH BISU

KEMUNCULAN LAPISAN E SEBAGAI SUMBER GANGGUAN TERHADAP KOMUNIKASI RADIO HF

PROPAGASI GELOMBANG RADIO HF PADA SIRKIT KOMUNIKASI STASIUN TETAP DENGAN STASIUN BERGERAK

KAJIAN AWAL EFISIENSI WAKTU SISTEM AUTOMATIC LINK ESTABLISHMENT (ALE) BERBASIS MANAJEMEN FREKUENSI

RESPON IONOSFER TERHADAP GERHANA MATAHARI 26 JANUARI 2009 DARI PENGAMATAN IONOSONDA

KAJIAN STUDI KASUS PERISTIWA PENINGKATAN ABSORPSI LAPISAN D PADA TANGGAL 7 MARET 2012 TERHADAP FREKUENSI KERJA JARINGAN KOMUNIKASI ALE

Jiyo Peneliti Fisika Magnetosferik dan Ionosferik, Pusat Sains Antariksa, Lapan ABSTRACT

FREKUENSI KOMUNIKASI RADIO HF DI LINGKUNGAN KANTOR PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

KOMUNIKASI DATA MENGGUNAKAN RADIO HF MODA OLIVIA PADA SAAT TERJADI SPREAD-F

PREDIKSI SUDUT ELEVASI DAN ALOKASI FREKUENSI UNTUK PERANCANGAN SISTEM KOMUNIKASI RADIO HF PADA DAERAH LINTANG RENDAH

VARIASI KETINGGIAN LAPISAN F IONOSFER PADA SAAT KEJADIAN SPREAD F

KAJIAN AWAL ABSORPSI IONOSFER DENGAN MENGGUNAKAN DATA FMIN (FREKUENSI MINIMUM) DI TANJUNGSARI

FREKUENSI KOMUNIKASI RADIO HF Di LINGKUNGAN KANTOR PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

UNTUK PENGAMATAN PROPAGASI GELOMBANG RADIO HF SECARA

KAJIAN HASIL UJI PREDIKSI FREKUENSI HF PADA SIRKIT KOMUNIKASI RADIO DI LINGKUNGAN KOHANUDNAS

METODE PEMBACAAN DATA IONOSFER HASIL PENGAMATAN MENGGUNAKAN IONOSONDA FMCW

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi Matahari mengalami perubahan secara periodik dalam skala waktu

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menerapkan metode deskripsi analitik dan menganalisis data

PERBANDINGAN ANTARA MODEL TEC REGIONAL INDONESIA NEAR-REAL TIME DAN MODEL TEC GIM (GLOBAL IONOSPHERIC MAP) BERDASARKAN VARIASI HARIAN (DIURNAL)

PENENTUAN INDEKS IONOSFER T REGIONAL (DETERMINATION OF REGIONAL IONOSPHERE INDEX T )

LAPISAN F3 Dl IONOSFER LINTANG RENDAH

Sri Suhartini *)1, Irvan Fajar Syidik *), Annis Mardiani **), Dadang Nurmali **) ABSTRACT

Jiyo Peneliti Bidang Ionosfer dan Telekomunikasi, Pusat Sains Antariksa, Lapan ABSTRACT

MANAJEMEN FREKUENSI DAN EVALUASI KANAL HF SEBAGAI LANGKAH ADAPTASI TERHADAP PERUBAHAN KONDISI LAPISAN IONOSFER

STUD! PENGARUH SPREAD F TERHADAP GANGGUAN KOMUNIKASI RADIO

KOMUNIKASI RADIO HIGH FREQUENCY JARAK DEKAT

VARIASI LAPISAN E DAN F IONOSFER DI ATAS KOTOTABANG

STUDI PUSTAKA PERUBAHAN KERAPATAN ELEKTRON LAPISAN D IONOSFER MENGGUNAKAN PENGAMATAN AMPLITUDO SINYAL VLF

ANALISIS KOMPATIBILITAS INDEKS IONOSFER REGIONAL [COMPATIBILITY ANALYSIS OF REGIONAL IONOSPHERIC INDEX]

Analisis Pengaruh Lapisan Ionosfer Terhadap Komunikasi Radio Hf

PEMANFAATAN PREDIKSI FREKUENSI KOMUNIKASI RADIO HF UNTUK MANAJEMEN FREKUENSI

ANALISIS AKURASI PEMETAAN FREKUENSI KRITIS LAPISAN IONOSFER REGIONAL MENGGUNAKAN METODE MULTIQUADRIC

LAPISAN E SPORADIS IONOSFER GLOBAL DARI TEKNIK GPS-RO

Varuliantor Dear 1 dan Gatot Wikantho Peneliti Pusat Sains Antariksa, Lapan. Diterima 8 Maret 2014; Disetujui 14 Juni 2014 ABSTRACT

BAB I PENDAHULUAN. Kelancaran berkomunikasi radio sangat ditentukan oleh keadaan lapisan E

Manajemen Frekuensi Data Pengukuran Stasiun Automatic Link Establishment (ALE) Riau

BAB IV ANALISIS KUAT MEDAN PADA PENERIMAAN RADIO AM

BAB IV KOMUNIKASI RADIO DALAM SISTEM TRANSMISI DATA DENGAN MENGGUNAKAN KABEL PILOT

Varuliantor Dear Peneliti Bidang Ionosfer dan Telekomunikasi, Pusat Sains Antariksa, Lapan ABSTRACT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

POTENSI PEMANFAATAN SISTEM APRS UNTUK SARANA PENYEBARAN INFORMASI KONDISI CUACA ANTARIKSA

OPTIMALISASI PENGAMATAN DATA UJI KOMUNIKASI RADIO DENGAN MEMANFAATKAN PERANGKAT LUNAK PrintKey 2000

Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh gelar Sarjana Sains Program Studi Fisika Jurusan Fisika. diajukan oleh SUMI DANIATI

ANALISIS KARAKTERISTIK FREKUENSI KRITIS (fof2), KETINGGIAN SEMU (h F) DAN SPREAD F LAPISAN IONOSFER PADA KEJADIAN GEMPA PARIAMAN 30 SEPTEMBER 2009

BAB II GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK. walaupun tidak ada medium dan terdiri dari medan listrik dan medan magnetik

PROPAGASI UMUM PEMBAGIAN BAND FREKUENSI RADIO

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PREDIKSI FREKUENSI KOMUNIKASI HF TINGKAT PROVINSI DI INDONESIA SELAMA AWAL SIKLUS MATAHARI MINIMUM 25

Sri Suhartini 1, Irvan Fajar Syidik, Slamet Syamsudin Peneliti Pusat Sains Antariksa, Lapan. Diterima 15 Februari 2014; Disetujui 17 April 2014

KOMUNIKASI RADIO HF UNTUK DINAS BERGERAK

ANALISIS KEJADIAN SPREAD F IONOSFER PADA GEMPA SOLOK 6 MARET 2007

VARIASI KUAT SIGNAL HF AKIBAT PENGARUH IONOSFER

BAB II PROPAGASI GELOMBANG MENENGAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISA KEJADIAN LUBANG KORONA (CORONAL HOLE) TERHADAP NILAI KOMPONEN MEDAN MAGNET DI STASIUN PENGAMATAN MEDAN MAGNET BUMI BAUMATA KUPANG

Diterima 6 September 2012; Disetujui 15 November 2012 ABSTRACT

DAMPAK AKTIVITAS MATAHARI TERHADAP CUACA ANTARIKSA

Diterima: 29 April 2016; Direvisi: 6 Juni 2016; Disetujui: 21 Juni 2016 ABSTRACT

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PROPAGASI. Oleh : Sunarto YB0USJ

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISIS ASOSIASI SEMBURAN RADIO MATAHARI TIPE III DENGAN FLARE SINAR-X DAN FREKUENSI MINIMUM IONOSFER

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

NEAR REAL TIME SEBAGAI BAGIAN DARI SISTEM PEMANTAU CUACA ANTARIKSA

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Telekomunikasi Radio. Syah Alam, M.T Teknik Elektro STTI Jakarta

CUACA ANTARIKSA. Clara Y. Yatini Peneliti Pusat Pemanfaatan Sains Antariksa, LAPAN RINGKASAN

Jurnal Fisika Unand Vol. 2, No. 4, Oktober 2013 ISSN

IDENTIFIKASI MODEL FLUKTUASI INDEKS K HARIAN MENGGUNAKAN MODEL ARIMA (2.0.1) Habirun Peneliti Pusat Pemanlaatan Sains Antariksa, LAPAN

BAB II LANDASAN TEORITIS

IDENTIFIKASI GELOMBANG GRAVITAS MENGGUNAKAN DATA RADAR MF

PENGARUH BADAI MATAHARI OKTOBER 2003 PADA IONOSFER DARI TEC GIM

ANALISIS MODEL VARIASI HARIAN KOMPONEN GEOMAGNET BERDASARKAN POSISI MATAHARI

SISTEM PENGOLAH PREDIKSI PARAMETER KOMUNIKASI RADIO

PENENTUAN FREKUENSI MAKSIMUM KOMUNIKASI RADIO DAN SUDUT ELEVASI ANTENA

Prosiding Seminar Nasional Sains Antariksa Homepage: http//

BAB III METODE PENELITIAN

Buldan Muslim Peneliti Pusat Sains Antariksa, Lapan ABSTRACT

PENGAMATAN KUAT SINYAL RADIO MENGGUNAKAN S METER LITE

Radio dan Medan Elektromagnetik

BAB III METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus

ANALISIS PERBANDINGAN ANOMALI FREKUENSI KRITIS LAPISAN E S DAN F 2 IONOSFIR YANG MERUPAKAN PREKURSOR GEMPA ACEH PADA TANGGAL 07 APRIL 2010

Sri Ekawati* Pusat Sains Antariksa Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional *

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

BAB I PENDAHULUAN. Tidak hanya di Bumi, cuaca juga terjadi di Antariksa. Namun, cuaca di

Dasar- dasar Penyiaran

Bab IV Hasil dan Pembahasan

BAB I PENDAHULUAN. Matahari merupakan sumber energi terbesar di Bumi. Tanpa Matahari

PEMBAGIAN BAND FREKUENSI RADIO

Transkripsi:

LAPISAN E SPORADIS DI ATAS TANJUNGSARI Sri Suhartini Peneliti Bidang lonosfer dan Telekomunikasi LAPAN RINGKASAN Pengamatan ionosfer di Stasiun Pengamat Dirgantara LAPAN Tanjungsari - Sumedang (6,5 LS, 107,47 BT) tahun 2001-2002 menunjukkan adanya lapisan E sporadis cukup banyak. Variasi musiman menunjukkan maksimum pada bulan Desember-Januari dan Juli-Agustus, sedangkan minimum pada bulan Maret - April dan Oktober - November. Puncak kemunculan lapisan E sporadis pada tahun 2001 terjadi pada bulan Juli yaitu sebesar 95%, sementara untuk tahun 2002 pada bulan Januari sebesar 88,9%. Besarnya foes secara umum antara 3 sampai 6 MHz, namun ada beberapa kejadian dimana foes > 10 Mhz. Dari hasil pengamatan diketahui adanya fenomena pembentukan lapisan E sporadis bertahap yang teramati sebanyak 3 kali pada tahun 2001 dan 16 kali pada tahun 2002. Prosesnya diawali dengan terbentuknya lapisan transisi pada ketinggian lapisan F. Lapisan transisi ini kemudian bergerak ke bawah, dan ketika mencapai ketinggian lapisan E membentuk lapisan E sporadis cukup panjang selama beberapa saat, kemudian berangsur menghilang. Dari 19 kali kejadian pembentukan lapisan E sporadis bertahap di Tanjungsari, 17 kali terjadi pada kondisi geomagnet tenang dan hanya 2 kali pada hari badai magnetik. Kecepatan penurunan lapisan transisi bervariasi dari 11 sampai 80 km/jam, sedangkan nilai maksimum foes dari 19 kejadian tersebut adalah < 6 MHz untuk 4 kali kejadian, 6 MHz < foes maksimum < 8 MHz sebanyak 7 kali kejadian (termasuk saat badai magnetik), dan 9 kali kejadian sisanya mempunyai foes maksimum > 8 MHz. 1 PENDAHULUAN Lapisan E sporadis (Es) teramati sebagai tambahan jejak pada ketinggian lapisan E (sekitar 100 km). Aspek penting dari lapisan Es untuk komunikasi radio HF berkaitan dengan frekuensi kritis lapisan dan variasinya terhadap waktu. Di Iintang rendah, lapisan Es terutama hanya terjadi pada siang hari, dengan sedikit variasi musiman, dan frekuensi kritis lebih besar dari Iintang menengah (Mc Namara, 1991). Menurut Jayachandran dkk (1999), pembentukan lapisan E sporadis adalah karena adanya wind shear, presipitasi partikel (hujan meteor) atau instabilitas plasma. Keberadaan lapisan Es dengan kerapatan elektron tinggi dapat menyebabkan komunikasi radio HF terganggu, karena gelombang radio yang seharusnya dipantulkan oleh lapisan F, dipantulkan oleh lapisan Es, sehingga jarak jangkauan komunikasi menjadi lebih pendek. Di sisi lain, lapisan Es dapat memungkinkan gelombang VHP rendah (frekuensi sekitar 150 MHz, atau biasa disebut 2 meteran) mencapai jarak yang sangat jauh (sampai ribuan kilometer), padahal dalam kondisi normal gelombang dengan frekuensi ini hanya merambat dekat permukaan bumi {ground loaves) dengan jarak maksimal beberapa puluh kilometer (Grassmann, 2003). Makalah ini membahas kemunculan lapisan E sporadis, dari hasil pengamatan tahun 2001 dan 2002 di Stasiun Pengamat Dirgantara LAPAN Tanjungsari - Sumedang. 2 HASIL PENGAMATAN DI TANJUNG SARI, SUMEDANG Pengamatan ionosfer di Stasiun Pengamat Dirgantara Tanjungsari - Sumedang (6,90 LS, 107,60 BT) tahun 2001 dan 2002 menggunakan ionosonde IPS-71 menunjukkan kejadian lapisan E sporadis (Es) cukup banyak. Persentasc kemunculan Gambar 2-1. lapisan Es ditunjukkan dalam 13

Jan Mar Mei Jul Sep Nov Jan Mar Mei Jul Sep Nov 01 '02 Gambar 2-1: Persentase kemunculan lapisan E sporadis di atas Tanjungsari tahun 2001 dan 2002 Jan Mar Mei Juli Sept Nov Jan Mar Mei Juli Sept Nov '01 '02 Bulan Gambar 2-2 : Frekuensi kritis lapisan E sporadis (foes) di atas Tanjungsari tahun 2001 dan 2002 Frekuensi maksimum lapisan E sporadis (f oes) yang teramati ditunjukkan dalam Gambar 2-2. Dari rangkaian data ditemukan adanya fenomena pembentukan lapisan Es yang terjadi karena adanya lapisan transisi yang mulai teramati pada ketinggian sekitar 200 km. Lapisan ini bergerak ke bawah, sampai mencapai ketinggian lapisan E dan membentuk lapisan Es dengan foes tinggi yang kemudian berangsur menurun dan kembali ke kondisi awal. Contoh urutan kejadian lapisan E sporadis ini untuk kejadian tanggal 24 Juli 2002 ditunjukkan dalam Gambar 2-3, sedangkan plot ketinggian dan frekuensi kritis lapisan Es dan lapisan transisi terhadap waktu ditunjukkan dalam Gambar 2-4 dan 2-5. 94

Gambar 2-3 : Urutan kejadian lapisan E sporadis di Tanjungsari tanggal 24 Juli 2002 antara pukul 13:58-17:28 WIB dimulai dari tururmya lapisan transisi dari ketinggian 200 km ke 100 km (jejak di ujung sebelah kiri, dalam lingkaran), diikuti terjadinya lapisan E sporadis besar (jejak mendatar di bagian bawah, dalam lingkaran), kemudian semakin berkurang dan menghilang Gambar 2-4: Plot ketinggian lapisan F (h'f), lapisan transisi (h'transisi) dan ketinggian lapisan E sporadis (h'es) tanggal 24 Juli 2002 95

Dari data yang ada diperoleh 3 kejadian pada tahun 2001, dan 16 kejadian pada tahun 2002. Tanggal kejadian, awal dan akhir teramatinya lapisan transisi, kecepatan penurunan lapisan transisi, dan kondisi georhagnet pada tanggal-tanggal kejadian di Tanjungsari disajikan dalamtabel2-l. 0 foes 24-7-02 -A fo transisi Gambar 2-5: Plot frekuensi kritis dan frekuensi maksimum lapisan transisi pada kejadian lapisan E sporadis tanggal 24 Juli 2002 Tabel 2-1 : TANGGAL KEJADIAN, AWAL DAN AKHIR TERAMATINYA LAPISAN TRANSISI, KECEPATAN PENURUNAN LAPISAN DAN KONDISI GEOMAGNET PADA HARI- HARI KEJADIAN PEMBENTUKAN LAPISAN E BERTAHAP 96

3 PEMBAHASAN Plot persentase kemunculan lapisan E sporadis pada Gambar 2-1 menunjukkan adanya variasi musiman pada kejadian lapisan tersebut. Maksimum kejadian adalah pada bulan Desember-Januari dan Juli-Agustus sedangkan minimum pada bulan Maret - April dan Oktober- November. Puncak kemunculan lapisan E sporadis pada tahun 2001 terjadi pada bulan Juli 2001 yaitu sebesar 95%, sementara untuk tahun 2002 pada bulan Januari sebesar 88.9%. Persentase kemunculan lapisan Es yang cukup besar ini berpotensi menjadi gangguan bagi komunikasi radio HF, terutama ketika foes-nya juga besar. Besarnya foes yang diplot pada Gambar 2-2 menunjukkan secara umum foes mempunyai nilai antara 3 sampai 6 MHz, namun ada beberapa kejadian dimana foes > 10 Mhz. Salah satu contohnya adalah kejadian pada tanggal 24 Juli 2002, dimana foes mencapai 18.15 MHz. Kejadian foes yang sangat besar ini menunjukkan adanya penumpukan elektron yang sangat besar pada ketinggian lapisan E, bahkan melebihi kerapatan elektron di lapisan F. Kondisi ini dapat menyebabkan komunikasi radio yang menggunakan frekuensi HF terputus karena gelombang radio dipantulkan oleh lapisan Es, sehingga tidak mencapai sasaran yang diinginkan. Untuk komunikasi menggunakan gelombang VHF, Suhartini (2007), dengan perhitungan geometri sederhana menunjukkan bahwa foes ~ 6 MHz, dan h'es - 100 km, dapat memantulkan gelombang radio dengan frekuensi 144 MHz untuk jarak komunikasi " 4500 km, sementara foes > 10 MHz dapat digunakan untuk jarak komunikasi - 2500 km untuk satu kali pantulan oleh ionosfer dan sampai > 5000 km untuk dua kali pantulan, dengan frekuensi yang sama. Diketahui adanya fenomena pembentukan lapisan E sporadis bertahap yang teramati sebanyak 3 kali pada tahun 2001 dan 16 kali pada tahun 2002 dari data Tanjungsari. Prosesnya diawali dengan terbentuknya lapisan transisi pada ketinggian lapisan F. Lapisan transisi ini kemudian bergerak ke bawah, dan ketika mencapai ketinggian lapisan E membentuk lapisan E sporadis cukup panjang selama beberapa saat, kemudian berangsur menghilang. Plot ketinggian lapisan F (h'f), lapisan E sporadis (h'es) dan lapisan transisi (h' transisi) pada kejadian tanggal 24 Juli 2002 ditunjukkan dalam Gambar 2-4, sementara plot frekuensi kritis lapisan Es (foes) dan lapisan transisinya (fo transisi) pada Gambar 2-5. Kejadian yang sama juga teramati di Delhi (Jayachandmn dkk., 1999) dengan jumlah kejadian 17 kali antara bulan November 1990 sampai Oktober 1991. Menurut Jayachandran dkk, penyebab kejadian ini adalah vertical shear dari angin netral horisontal. Berdasarkan Tabel 2-1 diketahui bahwa kecepatan penurunan lapisan transisi bervarisi dari 11 sampai 80 km/jam, sementara hasil penelitian Jayachandran dkk di Delhi kecepatannya 12-50 km/jam. Beberapa kejadian tidak dapat diketahui kecepatannya karena ketinggian lapisan tidak dapat ditenrukan. Seluruh kejadian yang teramati di Delhi oleh Jayachandran dkk terjadi pada kondisi geomagnet tenang, sedangkan di Tanjungsari, dari 19 kejadian 17 terjadi pada kondisi geomagnet tenang dan 2 kejadian terjadi pada hari-hari badai magnetik. Nilai maksimum foes dari 19 kejadian tersebut adalah: 4 kejadian : foes maksimum < 6 MHz 7 kejadian: 6 MHz < foes maks. < 8 MHz (termasuk saat badai magnetik) 8 Kejadian: foes maks > 8 MHz Hasil pengamatan ini memberikan indikasi bahwa aktivitas geomagnet tidak berpengaruh pada kejadian ini, baik pada proses pergerakan lapisan transisi maupun besarnya foes yang terjadi setelah lapisan tersebut sampai pada ketinggian lapisan E. 4 KESIMPULAN Hasil pengamatan lapisan E sporadis di Tanjungsari tahun 2001-2002 menunjukkan adanya variasi musiman terjadinya lapisan E 17

sporadis. Maksimum terjadi pada bulan Januari- Februari dan Juli-Agustus, sedangkan minimum pada bulan Maret - April dan Oktober- November. Besarnya foes secara umum antara 3-6 MHz, dengan beberapa kejadian >10 MHz. Dari 19 kali kejadian pembentukan lapisan E sporadis bertahap yang teramati di Tanjungsari, 17 kali terjadi pada kondisi geomagnet lenang dan hanya 2 kali pada hari badai magnetik. Kecepatan penurunan lapisan transisi bervariasi dari 11 sampai 80 km/jam, sedangkan nilai maksimum foes dari 19 kejadian tersebut adalah < 6 MHz untuk 4 kali kejadian, 6 MHz < foes maks. < 8 MHz (termasuk saat badai magnetik) sebanyak 7 kali kejadian, dan 8 kali kejadian sisanya mempunyai foes maksimum > 8 MHz. Tidak terlihat pengaruh aktivitas geomagnet pada kejadian pembentukan lapisan E sporadis bertahap, baik pada proses kejadiannya maupun besarnya foes yang terjadi. Ucapan terimakasih Terimakasih kepada sdr. Nina Kristini, AMd yang telah melakukan seleksi dan pengolahan data awal untuk penulisan makalah ini'. DAFTAR RUJUKAN Grassmann V., 2003. Very Long Distance Propagation in the 144 MHz band, http://www. df5ai.net download Juli 2004. Jayachandran P.T.; P. Sri Ram; P.V.S. Rama Rao; and V.V. Somayajulu, 1999. Sequential Sporadic E Layers at Low Latitudes in the Indian Sector, Annales Geophysicae 17, 519-525, Springer Verlag. McNamara, L.F., 1991. The Ionosphere: Communications, Surveillance, and Direction Finding, Krieger Publishing Company. Suhartini S., 2007. Komunikasi Jarak Jauh Menggunakan 2 Meteran, Berita Dirgantara Vol 8 No.3 tahun 2007. 98