BAB II KAJIAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
disatukan dalam urutan tahapan sebagai berikut :

REKAYASA TRANSPORTASI LANJUT UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melakukannya. Pergerakan dikatakan juga sebagai kebutuhan turunan, sebab

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. proses mengangkut dan mengalihkan dengan menggunakan alat pendukung untuk

PENDEKATAN PERENCANAAN TRANSPORTASI PERKOTAAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. barang dari satu tempat ke tempat lain secara fisik dalam waktu yang tertentu

Dr.Eng. MUHAMMAD ZUDHY IRAWAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. transportasi makro perlu dipecahkan menjadi sistem transportasi yang lebih kecil

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peraturan Perundangan di Bidang LLAJ. Pasal 3 yang berisi menyataan transportasi jalan diselenggarakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KAJIAN TARIF ANGKUTAN UMUM TRAYEK PAAL DUA POLITEKNIK DI KOTA MANADO

TRANSPORTASI SEBAGAI SUATU SISTEM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. satu tempat ke tempat lain untuk berbagai aktivitasnya, dan semua manusia

PENGANTAR TEKNIK TRANSPORTASI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS

BAB III LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Transportasi mempunyai peranan penting dalam kehidupan masyarakat.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konsep transportasi didasarkan pada adanya perjalanan ( trip) antara asal ( origin) dan tujuan

BAB III LANDASAN TEORI. mengetahui pelayanan angkutan umum sudah berjalan dengan baik/ belum, dapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA Transportasi. Transportasi adalah usaha memindahkan, menggerakkan, mengangkut,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bermanfaat atau dapat berguna untuk tujuan tujuan tertentu. Karena dalam

1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Gambar 2.1 Keterkaitan Antar Subsistem Transportasi (Tamin, 2000)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tata guna lahan sebagai salah satu alasan yang utama dari pergerakan dan aktivitas.

Bab IV Analisis Kasus Perencanaan Transportasi untuk Penanganan Kemacetan

BAB III LANDASAN TEORI. International Airport akan melibatkan partisipasi dari stakeholders termasuk

BAB I PENDAHULUAN I.1

Kata Kunci : Aksesibilitas, Obyek Dan Daya Tarik Wisata, Akomodasi Wisata

MODEL TRIP DISTRIBUTION PENUMPANG DOMESTIK DAN INTERNASIONAL DI BANDARA INTERNASIONAL JUANDA

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 26 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN ANALISIS DAMPAK LALU LINTAS DI KABUPATEN BADUNG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. (Tamin, 2000). Dalam penelitian Analisis Model Bangkitan Pergerakan

BAB 4 KARAKTERISTIK DAN PREFERENSI PENGGUNA POTENSIAL KA BANDARA SOEKARNO-HATTA

MODEL BANGKITAN PERGERAKAN ZONA KECAMATAN PALU BARAT KOTA PALU

ALTERNATIF PEMILIHAN MODA TRANSPORTASI UMUM (STUDI KASUS: BUS DAN KERETA API TRAYEK KOTA PADANG- KOTA PARIAMAN)

Sistem Transportasi Adi d pan ang 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Penelitian Suriani (2015), Pusat kegiatan Pendidikan sebagai salah

BAB I PENDAHULUAN. murah, aman dan nyaman. Sebagian besar masalah transportasi yang dialami

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (Tamin, 1997). Bangkitan Pergerakan (Trip Generation) adalah jumlah perjalanan

Jurnal Sabua Vol.3, No.3: 9-19, November 2011 ISSN HASIL PENELITIAN TARIKAN PENGUNJUNG KAWASAN MATAHARI JALAN SAMRATULANGI MANADO

Kebijakan Perencanaan Tata Ruang dan Transportasi

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tempat lainnya dengan menggunakan sebuah kendaraan yang digerakkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. ekonomi yang bersangkut paut dengan pemenuhan kebutuhan manusia dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pengantar Teknik Transportasi

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Peranan tersebut menjadikan angkutan umum perkotaan sebagai aspek

ANALISIS KAPASITAS DAN KARAKTERISTIK PARKIR KENDARAAN DI PUSAT PERBELANJAAN (Studi Kasus Solo Grand mall Surakarta)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian perencanaan merupakan kegiatan untuk menetapkan tujuan yang akan dicapai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB. II TINJAUAN PUSTAKA. berguna untuk tujuan-tujuan tertentu. Karena dalam pengertian di atas

I. PENDAHULUAN. adanya ketimpangan dan ketidakmerataan. Salah satu penyebabnya adalah

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. pergerakan yang berasal dari suatu zona atau tata guna lahan dan jumlah pergerakan yang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan

BAB. 2 TINJAUAN PUSTAKA

Arahan Transport Demand Management dalam Pergerakan Transportasi Regional Kabupaten Gresik

BAB I PENDAHULUAN. berbagai aktivitas yang tidak perlu berada pada satu tempat. Untuk melakukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tempat lainnya dengan menggunakan sebuah kendaraan yang digerakkan oleh

EVALUASI RUTE TRAYEK ANGKUTAN UMUM PENUMPANG (AUP) BERDASARKAN PERSEBARAN PERMUKIMAN DI KABUPATEN SRAGEN TUGAS AKHIR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB. I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI STUDI DALAM PENGEMBANGAN KA BANDARA SOEKARNO-HATTA

Kota dianggap sebagai tempat tersedianya berbagai kebutuhan dan lapangan kerja

Kata kunci: Pelabuhan Padangbai-Bali, Karakteristik Parkir, Kebutuhan Ruang Parkir.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pergerakan pada suatu daerah, baik berupa transportasi barang maupun transportasi orang.

BAB. I PENDAHULUAN. membuat kota ini terdiri dari lima wilayah kecamatan (Distric), yaitu

LAMPIRAN C DAFTAR ISTILAH

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam kurun waktu tertentu. (Hazian,2008) Transportasi dapat diartikan sebagai

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. moda transportasi (jarak pendek antara 1 2 km) maupun dengan moda

MODEL BANGKITAN PERJALANAN DARI PERUMAHAN: STUDI KASUS PERUMAHAN PUCANG GADING, MRANGGEN, DEMAK

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

Bab VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. kawasan stasiun Pasar Nguter, diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN SURAKARTA. Gambar 1.1. Jaringan Transportasi Kota Surakarta dengan Kota Kota di Pulau Jawa Sumber : Widiyanto_2005,Analisis Penulis

ANALISIS BANGKITAN DAN TARIKAN PERGERAKAN PENDUDUK BERDASARKAN DATA MATRIKS ASAL TUJUAN KOTA MANADO ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. tidak hanya terbatas untuk memenuhi dan mendapatkan pangan, sandang, dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 6 PENUTUP 6.1 KESIMPULAN

TUGAS AKHIR. Oleh: RICO CANDRA L2D

II. LANDASAN TEORI. A. Gambaran Prasarana dan Sarana Transportasi Provinsi Lampung

Transkripsi:

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sejarah Perkembangan Transportasi Setiap Tata Guna Lahan akan terdapat suatu kegiatan yang akan menimbulkan bangkitan pergerakan dan tarikan pergerakan. Kegiatan itu dapat berupa kegiatan ekonomi, kesehatan, pendidikan, budaya, sosial, atau rekreasi. Kegiatan tersebut memerlukan adanya suatu pergerakan untuk untuk memenuhi kebutuhan, pergerakan itu dapat berupa pergerakan manusia atau pergerakan barang. Pergerakan tersebut membutuhkan suatu sarana dan prasarana transportasi. Transportasi telah dikenal oleh manusia sejak zaman dahulu. Dahulu transportasi awalnya dilakukan dengan cara berjalan kaki, barang-barang dipindahkan dengan cara dipikul menggunakan alat seperti keranjang untuk memindahkan dari tempat asal ke tempat tujuan. Setelah itu transportasi berkembang dengan menggunakan bantuan hewan seperti kuda, sapi, keledai dan lain-lain. Seiring perkembangan zaman digunakanlah kendaraan bermesin seperti sepeda motor, mobil, pesawat terbang, dan lain-lain. Dengan demkian perkembangan moda transportasi sesuai dengan perkembangan teknologi. Kecanggihan dalam teknologi transportasi telah membuat jarak seolah-olah menjadi semakin tidak ada artinya. Sehingga dalam hal ini sebagian besar hambatan dalam masalah transportasi dapat diatasi dan kesulitan dalam mencapai tempat tujuan dapat dikurangi karena adanya sarana transportasi yang membantu. 2.2 Sistem Jaringan Jalan Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel. Pada Undang-Undang No 22 Tahun 2009 Pasal 125, Jaringan Jalan adalah satu kesatuan jaringan yang terdiri atas sistem jaringan primer dan sistem jaringan Jalan sekunder yang terjalin dalam hubungan hierarkis. 5

a. Sistem Jaringan Jalan Primer Sistem jaringan jalan primer merupakan sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk pengembangan semua wilayah di tingkat nasional, dengan menghubungkan semua simpul jasa distribusi yang berwujud pusat-pusat kegiatan. b. Sistem Jaringan Jalan Sekunder Sistem jaringan jalan sekunder merupakan sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk masyarakat di dalam kawasan perkotaan. 2.3 Sistem Transportasi Makro Sistem transportasi makro merupakan interaksi antara sistem kegiatan dan sistem jaringan menghasilkan suatu pergerakan manusia dan / atau barang dalam bentuk pergerakan kendaraan (Tamin, 2000). Sistem transportasi makro terdiri dari 4 sistem mikro yaitu: a. Sistem Kegiatan/Tata Guna Lahan (Transport Demand) Sistem kegiatan atau tata guna lahan mempunyai jenis kegiatan tertentu yang akan membangkitkan pergerakan dan akan menarik pergerakan dalam proses pemenuhan kebutuhan. Sistem ini merupakan sistem pola kegiatan tata guna lahan yang terdiri dari sistem pola kegiatan sosial, ekonomi, kebudayaan dan lain-lain. Besarnya pergerakan sangat berkaitan dengan jenis dan intensitas kegiatan yang dilakukan. b. Sistem Jaringan (Prasarana/Transport Supply) Sedangkan sistem jaringan merupakan moda transportasi (sarana) dan media (prasarana/infrastruktur) tempat moda transportasi bergerak. Sistem jaringan meliputi: sistem jaringan jalan raya, kereta api, terminal bis, stasiun kereta api, bandara dan pelabuhan laut. c. Sistem Pergerakan (Lalu lintas/traffic) Sistem rekayasa dan manajemen lalu lintas untuk menciptakan pergerakan yang aman, cepat, nyaman, murah, handal, dan sesuai dengan lingkungan. 6

d. Sistem Kelembagaan (Institusi) Meliputi individu, kelompok, lembaga, dan instansi pemerintah serta swasta yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung dalam setiap sistem transportasi mikro tersebut, yaitu : 1. Sistem Kegiatan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Tingkat I dan II, Pembangunan Daerah (Bangda), Pemerintah Daerah (Pemda). 2. Sistem Jaringan Departemen Perhubungan (Darat, Laut, Udara), Bina Marga 3. Sistem Pergerakan Dinas Perhubungan dan Lalu Lintas Angkutan Jalan (DLLAJ), Organisasi Gabungan Angkutan Darat (Organda), Polisi lalu Lintas (Polantas), masyarakat. Perubahan pada sistem kegiatan akan mempengaruhi sistem jaringan melalui suatu perubahan pada tingkat pelayanan sistem pergerakan. Perubahan pada sistem jaringan akan mempengaruhi sistem kegiatan melalui peningkatan mobilitas dan aksesibilitas dari sistem pergerakan tersebut. Sistem pergerakan memegang peranan yang penting dalam mengakomodasikan permintaan akan pergerakan yang dengan sendirinya akan mempengaruhi sistem kegiatan dan jaringan yang ada. Keseluruhan sistem tersebut diatur dalam suatu kelembagaan. Sistem transportasi makro dapat diilustrasikan sebagai berikut: 7

Gambar 2.1 Sistem Transportasi Makro Sumber : Tamin (2000) 2.4 Interaksi Sistem Kegiatan Dengan Sistem Jaringan Tujuan dilakukan analisis interaksi sistem kegiatan dengan sistem jaringan adalah agar dapat memahami cara kerja sistem tersebut dan menggunakan hubungan analisis antara masing-masing komponen untuk meramalkan dampak lalu lintas beberapa tata guna lahan atau kebijakan transportasi yang berbeda. Hubungan dasar antara sistem kegiatan, sistem jaringan dan sistem pergerakan dapat disatukan dalam beberapa tahapan, sebagai berikut: a. Aksesibilitas dan Mobilitas Merupakan ukuran potensial atau kesempatan untuk melakukan perjalanan. Tahapan ini bersifat lebih abstrak jika dibandingkan dengan empat tahapan lainnya, dan digunakan untuk mengalokasikan masalah yang terdapat dalam sistem transportasi dan mengevaluasi pemecahan alternatif. b. Pembangkit Lalu Lintas (Trip Generation) Bagaimana perjalanan dapat bangkit dari satu tata guna ataupun dapat tertarik ke suatu tata guna lahan. 8

c. Sebaran Perjalanan (Trip Distribution) Bagaimana perjalanan tersebut disebarkan secara geografis dalam daerah perkotaan (daerah kajian). d. Pemilihan Moda Transportasi (Moda Split / Moda Choice) Menentukan faktor yang mempengaruhi pemilihan moda transportasi untuk perjalanan tertent. e. Pemilihan Rute (Trip Assignment) Menentukan faktor yang mempengaruhi pemilihan rute dari setiap zona asal ke setiap zona tujuan (Tamin, 2000). 2.5 Sistem Tata Guna Lahan dan Transportasi Besar kecilnya suatu pergerakan akan sangat berpengaruh terhadap penyediaan sarana dan prasarana lalu lintas dan sarana pelayanan masyarakat. Maka secara tidak langsung hal ini memberikan pengaruh terhadap tata ruangnya dan dalam jangka panjang akan menentukan bentuk dari suatu daerah tersebut, sehingga hal ini haruslah direncanakan dan diterapkan dengan secermat mungkin. Disamping itu, perencanaan ini diperlukan agar dapat tercipta suatu sistem transportasi yang semudah dan seefisien mungkin. Transportasi adalah suatu sistem yang terdiri dari prasarana/sarana dan sistem pelayanan yang memungkinkan adanya pergerakan keseluruh wilayah sehingga terakomodasi mobilitas penduduk, dimungkinkan adanya pergerakan barang, dan dimungkinkannya akses kesemua wilayah (Tamin, 2000). Sedangkan sistem transportasi merupakan sistem pergerakan orang dan/ barang dari suatu zona asal ke zona tujuan dalam wilayah yang bersangkutan. Beberapa aspek yang terlibat dalam pergerakan ini antara lain terdisi dari tata guna lahan, pola jaringan jalan, operasi angkutan umum dan lain sebagainya. Aspek-aspek tersebut sangat berperan penting dalam menciptakan suatu sistem pergerakan yang aman, nyaman, cepat, murah, dan lain-lain yang sesuai dengan lingkungan. Siklus Tata Guna Lahan dengan Transportasi dapat digambarkan sebagai berikut : 9

Gambar 2.2 Siklus Tata Guna Lahan Transportasi Sumber : Tamin (1997) Siklus diatas menjelaskan bahwa permasalahan transportasi akan mempengaruhi pembangunan fasilitas transportasi. Pembangunan fasilitas transportasi yang memadai akan meningkatkan suatu aksesibilitas ke tempat tujuan. Jika aksesibilitas ke tempat tujuan meningkat, maka nilai lahan yang menuju atau di tempat tujuan akan meningkat. Hal tersebut akan mengakibatkan perubahan pada tata guna lahan. Perubahan pada tata guna lahan akan meningkatkan aktivitas di tempat tujuan tersebut. Jika terjadi peningkatan aktivitas maka kebutuhan masyarakat akan transportasi akan meningkat. 2.6 Aksesibilitas Dan Mobilitas Tata guna lahan suatu wilayah memiliki hubungan erat dengan aksesibilitas. Misalnya di daerah perkotaan memiliki nilai lahan yang lebih tinggi dibandingkan di luar daerah perkotaan. Penyebabnya adalah lokasi-lokasi didaerah perkotaan memiliki tingkat aksesibilitas yang tinggi untuk mencapai suatu tempat aktivitas. Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa aksesibilitas adalah konsep menggabungkan sistem pengaturan tata guna lahan secara geografis dengan sistem jaringan transportasi yang menghubungkannya. Aksesibilitas juga bisa diartikan sebagai suatu ukuran kenyamanan atau kemudahan mengenai cara pencapaian lokasi tata guna lahan, berinteraksi satu sama lainnya dan mudah atau susah nya lokasi tersebut dapat dicapai melalui sistem jaringan transportasi. Sedangkan mobilitas dapat diartikan sebagai suatu 10

ukuran kemampuan seseorang untuk bergerak yang biasanya dinyatakan dari kemampuan membayar biaya transportasi (Black, 1981). Adapun tingkat klasifikasi Aksesibilitas akan ditabelkan sebagai berikut: Tabel 2.1 Klasifikasi Tingkat Aksesibilitas Jarak Jauh Aksesibilitas Rendah Aksesibilitas Menengah Dekat Aksesibilitas Menengah Aksesibilitas Tinggi Kondisi Prasarana Sangat Jelek Sangat Baik Sumber : Black, 1981 2.7 Fungsi Hambatan Dalam Perhitungan Aksesibilitas Dalam perhitungan aksesibilitas ada beberapa faktor hambatan yang mendasari perhitungan aksesibilitas. Faktor tersebut antara lain jarak, waktu dan biaya. Dalam hal ini yang akan dibahas adalah faktor jarak. Aksesibiltas adalah suatu ukuran potensial atau kemudahan orang untuk mencapai tujuan dalam suatu perjalanan (Susantono, 2004). Suatu tempat dikatakan aksesibel apabila jarak antar suatu tempat ke tempat lainnya berdekatan. Begitu juga sebaliknya, dikatakan tidak aksesibel apabila jarak antar tempat ke tempat lainnya berjauhan. Dapat dikatakan bahwa jarak merupakan variable yang tidak begitu cocok jika sistem transportasi antara dua tempat diperbaiki, maka hubungan transportasi dapat dikatakan lebih baik karena waktu yang ditempuh lebih singkat atau cepat. Dalam mencapai tempat tujuan dapat dilakukan dengan menggunakan kendaraan pribadi maupun umum, akan tetapi tidak setiap orang dapat menggunakan fasilitas tersebut. Untuk orang yang tidak mampu menggunakan fasilitas kendaraan umum atau pribadi tetaplah dikategorikan mahal, sehingga aksesibilitas antara dua tempat tersebut dikatakan rendah. Mudah ataupun susahnya seseorang dalam mencapai tujuan tidaklah sama. Ada 2 kelompok dalam hal ini yaitu captive dan choice. Dimana captive adalah seseorang yang tidak mempunyai pilihan, dimana seseorang ini tidak mempunyai kendaraan pribadi dan harus memakai jasa angkutan umum untuk mencapai suatu tujuan. Sedangkan choice adalah seseorang yang mempunyai pilihan, dimana seseorang ini mempunyai kendaraan pribadi untuk mencapai suatu tempat tujuan. Jadi aksesibilitas dapat diartikan sebagai suatu tingkat 11

kemudahan dalam mencapai sebuah tempat tujuan dimana dalam mencapai tempat tujuan ini diperlukan suatu hubungan transportasi yang dinyatakan dalam bentuk jarak, waktu maupun biaya. 2.8 Metode Pengukuran Aksesibilitas Untuk memudahkan pengukuran aksesibilitas didaerah yang akan dikaji, dapat digunakan dengan cara mengasumsikan daerah kajian dipecah menjadi n zona, dan semua akstivitas diasumsikan terjadi di pusat zona. Aktivitas diberi notasi A, dan aksesibilitas pada suatu zona diberi notasi K. 2.8.1 Metode Grafis Aksesibilitas diukur dengan membuat grafik hubungan antara jarak, waktu atau biaya perjalanan dengan kumulatif jumlah aktivitas. Gambar 2.3 Contoh Grafik Hubungan Antara Jarak, Waktu, Atau Biaya Sumber : Black, 1981 Dari gambar diatas dapat dilustrasikan bahwa dengan jarak/waktu/biaya yang sama, Zona 1 memiliki aksesibilitas lebih tinggi dari Zona 2 maupun Zona 3. Hal ini dikarenakan pada Zona 1 memiliki kumulatif frekuensi jumlah aktivitas yang lebih tinggi dari Zona 2 maupun Zona 3 12

2.8.2 Metode Matematis Metode Indeks Hansen Dalam sebuah artikel yang berjudul How Accessibility Shapes Land Use, Hansen (1959) mengembangkan ukuran fisik dari aksesibilitas dengan rumus sebagai berikut: = (2.1) Dimana : K i A d T id n = Aksesibilitas zona i = Jumlah aktivitas pada zona d = Hambatan perjalanan dari zona i ke d ( Bisa dalam bentuk jarak, waktu atau biaya) = Jumlah zona 2.8.3 Statistik Deskriptif Statistik menyatakan kumpulan data-data mengenai suatu masalah bilangan maupun non-bilangan yang disusun dalam tabel dan atau diagram yang melukiskan atau menggambarkan suatu persoalan (Sudjana,1975). a. Rata-rata aksesibilitas Ukuran nilai pusat yang melipui rata-rata, median, modus, kuartil dan lain sebagainya. Dalam perhitungan aksesibilitas akan mencari rata-rata aksesibilitas memiliki rumus: (2.2) Keterangan : = nilai rata-rata = Jumlah aksesibilitas n = Jumlah Zona 13

b. Persentil Persentil (P) adalah nilai-nilai yang membagi serangkaian data atau suatu distribusi frekuensi menjadi 100 bagian yang sama. Adapun rumus persentil sebagai berikut : P i = nilai ke (2.3) Keterangan : P i i n = persentil ke-i = 1, 2, 3, 99 = banyak data c. Standar Deviasi Standar deviasi adalah akar kuadrat dari variansnya atau sebaliknya, varians adalagh pangkat dua dari standar deviasi. Yang dimaksud dengan varians sekelompok data adalah jumlah dari kuadrat deviasi masing-masing data terhadap rata-rata hitungan dibagi banyaknya data. Adapun rumus sebagai berikut : S =, = S 2 (2.4) Keterangan: = Varians S = Standar deviasi n i = Aksesibilitas di zona i = nilai rata-rata aksesibilitas = Jumlah zona d. Z-Score Nilai Z-Score digunakan untuk identifikasi wilayah yang tidak memiliki atau kurang terdapat tempat aktivitas tertentu. Nilai z dapat dicari dengan rumus : Z i = (2.5) Keterangan : Z i = Z-Score zona i 14

S = Standar deviasi = Aksesibilitas di zona i = nilai rata-rata aksesibilitas = 1, 2, 3..n 2.9 Perencanaan Pusat Kota Kota-kota besar sangat mempengaruhi oleh moda transportasi yang digunakan untuk melakukan suatu perjalanan ke tempat melakukan aktivitas karena adanya pembangunan pusat kota yang terkonsentrasi. Jika pusat kota dilayani oleh berbagai bentuk angkutan yang memerlukan ruang gerak yang luas, maka persentase ruang yang diperlukan untuk fasilitas angkutan akan meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk. Hal ini sudah tentu akan mempengaruhi kota tersebut. Fasilitas angkutan kota yang mencukupi dan moda perjalanan yang tidak dapat diterima oleh masyarakat akan mengakibatkan pusat kota tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya (Hoobs, 1995). 2.10 Usaha-Usaha Untuk Meningkatkan Aksesibilitas Nilai aksesibilitas diperlukan untuk mengetahui tingkat perkembangan pembangunan di suatu wilayah. Dari nilai aksesibilitas ini dapat diketahui terdapat kekurangan atau mencukupinya suatu fasilitas-fasilitas umum. Dalam pembangunan fasilitas haruslah memperhatikan lingkungan yang tidak hanya untuk kepentingan jangka pendek saja melainkan harus memikirkan untuk jangka panjang agar dapat dimanfaatkan oleh masyarakat untuk kedepannya. Hubungan pembangunan fasilitas dengan aksesibilitas sangatlah besar. Pembangunan sarana dan prasarana transportasi akan meningkatkan ekonomi masyarakat disuatu daerah, apalagi daerah tersebut mempunyai potensi ekonomi yang tinggi dan mudah untuk dikembangkan. Dengan demikian tingkat aksesibilitas di daerah tersebut akan meningkat sehingga tercipta pemerataan dalam pembangunan. 15