FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RENDAHNYA LAKI LAKI USIA 20 45 TAHUN DALAM MENGGUNAKAN ALAT KONTRASEPSI DI DESA JONDANG KECAMATAN KEDUNG Yayuk Nurazizah, Goenawan, Sri Sundarsih Pasni INTISARI Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan berbagai jenis masalah. Masalah utama yang dihadapi indonesia adalah bidang kependudukan. Oleh karena itu Pemerintah terus berupaya untuk menekan laju pertumbuhan penduduk dengan Program Keluarga Berencana. Keluarga berencana adalah usaha untuk mengatur jumlah dan jarak anak yang diinginkan. Dalam hal ini laki laki mempunyai peran dalam penggunaan kontrasepsi. Penelitian ini bertujuan agar peneliti mengetahui tentang faktor apa saja yang mempengaruhi rendahnya laki laki usia 20-45 tahun dalam menggunakan alat kontrasepsi.penelitian ini termasuk jenis penelitian deskriptif dengan menggunakan rancangan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini yaitu semua laki laki usia 20 45 tahun di desa Jondang Kedung Jepara. Teknik sampling yang digunakan yaitu systematic random sampling. Dari populasi yang berjumlah161 orang. Peneliti mengambil sampel 80 orang. Pada analisa data secara univariat variabel didistribusikan dengan masing masing proporsi dalam tabel distribusi frekuensi. Dari penelitian yang dilakukan pada 80 responden menunjukan bahwa faktor pengetahuan cukup sebanyak 52 responden (65,0%), tingkat ekonomi tinggi sebanyak 53 responden (66,2%) dan tingkat pendidikan menengah sebanyak 44 responden (55%) menjadi faktor yang mempengaruhi rendahnya laki laki usia 20 45 tahun dalam menggunakan alat kontrasepsi. Diharapkan hasil penelitian ini sebagai bahan acuan untuk meningkatkan mutu pendidikan sesuai dengan perkembangan pengetahuan dan teknologi khususnya dalam bidang keluarga berencana. Kata Kunci : Laki laki usia 20 45 tahun, Alat kontrasepsi Latar Belakang Perkembangan laju peningkatan pertumbuhan penduduk di Indonesia sangat mengkhawatirkan. Tanpa adanya usaha-usaha pencegahan perkembangan laju peningkatan penduduk yang terlalu cepat, usaha-usaha di bidang pembangunan ekonomi dan sosial yang telah dilaksanakan dengan maksimal akan tidak berfaedah. Untuk dapat menyelamatkan nasib manusia masih terbuka peluang untuk meningkatkan kesehatan reproduksi melalui gerakan yang lebih intesif pada pelaksanaan keluarga berencana (Sri Handayani, 2010;h.14). Keluarga berencana bukanlah hal yang baru, karena menurut catatan-catatan dan tulisan-tulisan yang berasal dari Mesir kuno, Yunani kuno, Tiongkok kuno, dan India, hal ini telah mulai dipraktekkan sejak berabad-abad yang lalu. Tetapi pada waktu itu cara-cara yang dipakai masih kuno dan primitif. (Arum, 2009). Para peserta Keluarga Berencana (KB) masih didominasi oleh kaum perempuan. Para pria sendiri dinilai masih setengah hati untuk ber-kb. Padahal perempuan juga memliki hak reproduksi dan kesetaraan gender yang sama dengan pria. Sejak awal pencapaian program KB di Indonesia lebih difokuskan pada pencapaian target akseptor HIKMAH 38
perempuan sehingga citra KB lebih dikenal masyarakat luas sebagai urusan perempuan daripada tanggung jawab pasangan suami istri. Hal ini dibuktikan dengan tidak hanya mengenai variasi pilihan alkon, melainkan juga frekuensi pemakaian alkon yang didominasi perempuan. Menurut data dari BKKBN, 60 persen Pasangan Usia Subur sudah mengikuti program KB tetapi kurang dari 5 persen pria Indonesia ber-kb. Saat ini alat kontrasepsi yang tersedia untuk pria hanya kondom dan vasektomi. Sedangkan untuk pil KB Pria yang terbuat dari ekstrak daun gandarussa sampai saat ini masih dalam tahap pengujian klinis fase 3. Prosentase pemakaian kondom dan vasektomi masih sangat rendah, untuk kondom hanya mencapai 1,2 persen sedangkan vasektomi mencapai 0,3 persen. Kendala kontrasepsi pria salah satunya karena ketersediaan pilihan yang terbatas selain itu adanya mitos bahwa vasektomi diartikan sebagai pengebirian dengan pemotongan alat testis ( Buah Zakar) sehingga dikhawatirkan pria tidak perkasa dan memungkinkan pria berselingkuh, penggunaan kondom kurang praktis menjadikan faktor penghambat partisipasi pria dalam ber-kb (Anonymous, 2012). Desa Jondang merupakan satu diantara delapan belas desa di kecamatan Kedung Kabupaten Jepara yang berada di perbatasan antara Desa Bugel dan wanusobo sehingga lalu lintas di sana sangat padat, rata-rata mata pencaharian penduduk adalah seorang Tukang kayu, di desa ini rata-rata menggunakan KB Kondom dan tidak ada yang memakai MKJP (MOP). Berdasarkan survei yang dilakukan pada tanggal 29 november 2012 di desa jondang terdapat 545 PUS,dan dilakukan wawancara terhadap 10 orang laki laki warga desa jondang didapatkan hasil 7 warga laki laki yang kurang mengetahui tentang alat kontrasepsi pria dan 3 warga laki - laki yang cukup mengetahui tentang alat kontrasepsi pria.sehubungan dengan yang terjadi pada latar belakang tersebut, maka peneliti ingin mengetahui faktor faktor yang mempengaruhi laki laki usia 20 45 tahun dalam menggunakan alat kontrasepsi di desa Jondang Kecamatan Kedung. Metode Penelitian Jenis penelitian deskriptif dengan pendekatan waktu secara cross sectional. Cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah semua anak usia 1 sampai 3 tahun pada bulan Februari 2015 di posyandu nusa indah Desa Pancur sebanyak 53 batita, eknik teknik sampling berupa Insidental dan didapatkan sebanyak 35 batita. Teknik analisa data univariat dengan prosentase dan disajikan dalam tabel distribusi frekuensi. Hasil Penelitian 1. Faktor Pengetahuan Tabel 4.1 Distribusi frekuensi berdasarkan Faktor Pengetahuan Responden di Desa Jondang Pengetahuan Jumlah (orang) Presentase(%) Baik 11 13,8% Cukup 52 65,0% Kurang 17 21,2% Sumber : (data hasil kuesioner,2013) 2. Faktor Ekonomi Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Faktor Ekonomi Responden di Desa Jondang Ekonomi Jumlah (orang) Presentase(%) HIKMAH 39
Tinggi 53 66,2% Rendah 27 33,8% Sumber : (Data Hasil Kuesioner,2013) 3. Faktor Pendidikan Tabel 4.3 Distribusi frekuensi berdasarkan Faktor Pendidikan Responden di Desa Jondang Tingkat Pendidikan Jumlah (orang) Presentase(%) Responden SD/SMP 32 40% SMA/SMK 44 55% PT 4 5% Pembahasan 1. Faktor Pengetahuan Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 4.1 didapatkan sebagian besar responden mempunyai pengetahuan cukup, mencapai 52 responden(65,0%) dilihat dari data yang didapat hal ini dikarenakan ketersediaan atau pilihan alat kontrasepsi laki laki yang terbatas. Responden yang mempunyai tingkat pengetahuan baik sebanyak 11 responden (13,8%). Pencapaian angka tersebut disebabkan karena masyarakat dengan tingkat pengetahuan baik beranggapan bahwa pemakaian alat kontrasepsi adalah tugas wanita sehingga mereka menjadi kurang berminat dalam menggunakan alat kontrasepsi. 2. Responden yang mempunyai tingkat pengetahuan rendah sebanyak 17 responden (21,2%). Angka tersebut menunjukan bahwa masyarakat memerlukan informasi yang lebih banyak tentang alat alat kontrasepsi khususnya laki laki agar bisa menumbuhkan minat untuk Faktor Ekonomi Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 4.2 didapatkan sebagian besar responden di desa jondang dengan ekonomi tinggi sebanyak 53 responden (66,2%). Hal ini disebabkan karena mereka tidak mau mengeluarkan uang lebih banyak untuk menyediakan kondom setiap saat dan jika memakai alat kontrasepsi vasektomi mereka beranggapan bahwa mereka masih ingin berreproduksi karena usia mereka masih belum memenuhi syarat untuk menggunakan alat kontrasepsi vasektomi. Responden dengan tingkat ekonomi rendah mencapai 27 responden (33,8%). Perlu diketahui bahwa dalam memenuhi kebutuhan hidupnya manusia selalu merasa kekurangan. Sehingga hal tersebut bisa berdampak pada rendahnya laki laki dalam menggunakan alat kontrasepsi. Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan Wahyuni (2005) bahwa faktor faktor yang menghambat Pasangan usia Subur memilih Vasektomi di wilayah Kerja Pukesmas Pengasih I. Kurangnya informasi tentang vasektomi dan tarif pelayanan merupakan faktor penghambat PUS memilih vasektomi sebagai alat kontrasepsinya karena mereka kawatir akan membutuhkan biaya besar dan hal tersebut tidak sesuai dengan kondisi perekonomiannyamenggunakan alat kontrasepsi. 3. Faktor Pendidikan HIKMAH 40
Dari hasil penelitian pada tabel 4.3 di dapatkan sebagian Besar responden pendidikan terakhirnya adalah pendidikan menengah sebanyak 44 responden (55%) dilihat dari data yang didapat hal ini dikarenakan mereka menggangap alat kontrasepsi laki laki tidak ada yang membuat mereka berminat untuk menggunakan alat kontrasepsi, mereka menggangap bahwa kondom akan mengurangi kenikmatan saat berhubungan suami istri jadi penggunaan kondom menjadi kurang praktis, sedangkan mereka juga menggangap bahwa alat kontrasepsi vasektomi membuat mereka tidak perkasa lagi dan memungkinkan pria untuk berselingkuh. Responden dengan pendidikan terakhir pendidikan dasar sebanyak 32 responden (40%). Perlu diketahui bahwa masyarakat dahulu hanya mengetahui wajib belajar 9 tahun. Hal tersebut berdampak pada pengetahuan mereka tentang alat kontrasepsi laki laki sehingga mempengaruhi rendahnya laki laki dalam menggunakan alat kontrasepsi. Responden dengan pendidikan terakhir pendidikan tinggi sebanyak 4 responden (5%). Hal ini dikarenakan mereka ingin menggunakan alat kontrasepsi yang efektif, dan tidak rela untuk mengambil resiko yang terkait dengan metode kontrasepsi seperti penggunaan kondom yang terlalu sering akan menyebabkan alergi pada sebagian orang, dan mereka menggangap bahwa kondom adalah alat kontrasepsi sementara yang bisa dipakai saat alat kontrasepsi lainnya harus ditunda. Tingkat pendidikan tidak saja mempengaruhi kerelaan menggunakan keluarga berencana tetapi juga pemilihan suatu metode. (Sri Handayani,2010.h;17). Jadi tingkat pendidikan ini juga bisa menjadi faktor rendahnya laki laki dalam menggunakan alat kontrasepsi karena saat menempuh pendidikan tidak menerima materi pelajaran tentang alat kontrasepsi dan fokus pelajaran sekolah sehingga pengetahuan yang mereka dapatkan mengenai alat kontrasepsi menjadi terbatas. Dan keterbatasan pilihan alat kontrasepsi laki laki membuat mereka tidak berminat ikut berpartisipasi dalam berkb. Kesimpulan Dalam penelitian ini dari 35 responden penelitian, sebagian besar perkembangan batita yaitu abnormal sejumlah 14 batita (40,0%). Sedangkan sebagian kecil perkembangan batita yaitu normal 9 batita (22,9%). Saran Bagi Tenaga Kesehatan, diharapkan dapat memberikan masukan bagi tenaga kesehatan tentang pentingnya skrining perkembangan batita. Bagi Orang Tua, diharapkan aktif menanyakan perkembangan anak ke petugas kesehatan dan diharapkan orang tua memberikan stimulasi perkembangan melalui permainan edukatif dan komunikasi aktif. Bagi Institusi Pendidikan, diharapkan Karya Tulis Ilmiah ini menjadin pustaka dalam rangka peningkatan mutu pendidikan dalam bidang kesehatan. Bagi Peneliti Lain, diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai data awal, untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan anak. Daftar Pustaka Arikunto S. Prosedur Penelitian Suatu pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta; 2010.h.173,211,221. HIKMAH 41
Dh. Alasan Pria Indonesia malas Ber-KB. 2012. Diakses tanggal 06 November 2012. Didapat dari : http://gemapria.bkkbn.go.id/info-detail.php?infid=262. Handayani, Sri. Buku Ajar Pelayanan Keluarga Berencana. Jogyakarta: Pustaka Rihama; 2010.h.14-29,56-188. Hidayat, Alimul Aziz. Metode Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisis Data. Jakarta: Salemba Medika; 2010.h.87,93-95. Kemdiknas. Pelaksanaan Pendidikan Nasional. 2009. Di akses tanggal 17 Desember 2012. Didapatkan dari : http://www.psp.kemdiknas.go.id/?page=sistem. Mustar. Partisipasi Pria dalam KB. 2006. Di akses tanggal 06 November 2012. Didapatkan dari : http://gemapria.bkkbn.go.id/article-detail.php?artid=7 Munib. Beberapa pengertian Pendidikan. 2012. Di akses tanggal 17 Desember 2012. Di dapatkan dari : http://nofianart.blogspot.com/2012/08/tinjauanpustakapendidikan. Noviawati, Dyah.Panduan Lengkap Pelayanan KB Terkini. Jogjakarta: Mitra Cendikia; 2009.h.9-13,77-82,171. Notoatmojo, Soekidjo. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta; 2010.h.83. PLKB.Data Peserta KB Menurut Jenis Kontrasepsi.Jepara: 2012. Prawiroharjo, Sarwono. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2007.h.905. Riwidikdo, H. Statistik Kesehatan. Jogjakarta: Mitra Cendikia; 2009.h.12. Sugiyono. Statistik Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta; 2010.h.62. Sri. Selain faktor sosial, ekonomi juga menjadi faktor penting yang akan menunjang keberhasilan sosialisasi program keluarga berencana (KB) di Provinsi Jawa Tengah. 2012. Di akses pada tanggal 7 November 2012. Didapat dari : http://gayahidup.inilah.com/read/detail/1796745/faktor-ekonomi-hambatprogram-kb-jateng Sulistyawati, Ari. Pelayanan Keluarga Berencana. Jakarta: Salemba Medika; 2011. h.14. Suparyanto. Konsep PUS dan KB. 2012. Di akses tanggal 22 November 2012. Didapatkan dari : http://dr-suparyanto.blogspot.com/2012/02/konsep-pus-dan-kb.html Tukiran, Agus Joko pitoyo dan Pande Made Kutanegara. 2010. Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar; 2010.h.1-4,39-40 HIKMAH 42