BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah untuk berupaya mencari jalan keluar, agar kemiskinan dapat. ditanggulangi tanpa mengabaikan pertumbuhan ekonomi.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I. perkembangan modal sosial (social capital) masyarakat di masa mendatang. masyarakat dengan pemerintah daerah dan kelompok peduli setempat.

BAB I PENDAHULUAN. Perkotaan (PNPM-MP) adalah dengan melakukan penguatan. kelembagaan masyarakat. Keberdayaan kelembagaan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Program Penanggulangan Kemiskinan dilaksanakan sejak tahun 1999 sebagai suatu

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan kemiskinan di Indonesia sudah sangat mendesak untuk

BAB I PENDAHULUAN. dari tahun-ketahun, tetapi secara riil jumlah penduduk miskin terus

A. Latar Belakang. C. Tujuan Pembangunan KSM

PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 45 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN UMUM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DASAR BERBASIS MASYARAKAT KABUPATEN TANGERANG TAHUN 2014

BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 27 TAHUN 2011

BAB I P E N D A H U L U A N

HARMONISASI PROGRAM PEMBERDAYAAN. Oleh: Irawan Hasan, Askoorkot Kab. Karo, KMW IV P2KP-3 Sumatera Utara. Karo, 02 Juni 2007

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Model Pengembangan Ekonomi Kerakyatan

BAB I PENDAHULUAN. penduduknya seperti Indonesia. Kemiskinan seharusnya menjadi masalah

DEKLARASI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, khususnya di negara-negara berkembang. Kemiskinan

I. PENDAHULUAN. secara terus menerus untuk mewujudkan cita-cita berbangsa dan bernegara, yaitu

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II KAJIAN TEORI. hipotesis untuk membimbing peneliti mencari jawaban-jawaban, membuat

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan cita-cita bangsa yakni terciptanya

I. PENDAHULUAN. kemiskinan struktural, dan kesenjangan antar wilayah. Jumlah penduduk. akan menjadi faktor penyebab kemiskinan (Direktorat Jenderal

III. KERANGKA PENDEKATAN STUDI DAN HIPOTESIS

Disampaikan dalam rangka Sosialisasi Nasional P4-IP di Perkotaan Denpasar, Agustus 2013

Pendirian Koperasi melalui Fasilitasi UPK-BKM

BAB 1 PENDAHULUAN. kemiskinan, yang salah komponen menurunnya kesejahteran masyarakat. usaha dan masyarakat pada umumnya juga belum optimal.

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Kemiskinan menjadi salah satu alasan rendahnya Indeks Pembangunan

BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

KEBIJAKAN DAN RENCANA PELAKSANAAN PNPM MANDIRI PERKOTAAN TAHUN Direktur Penataan Bangunan dan Lingkungan Direktorat Jenderal Cipta Karya

PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB 13 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI

BAB I PENDAHULUAN. kepada pemberdayaan dan partisipasi. Sebelumnya telah dilalui begitu banyak

I. PENDAHULUAN. upaya dan kegiatan aktifitas ekonomi masyarakat tersebut. Untuk mencapai kondisi

Pembatasan Pengertian Perencanaan Partisipatif

Oleh : Direktur Penataan Bangunan dan Lingkungan Disampaikan dalam rangka Sosialisasi Nasional APBNP 2013 Jakarta, 21 Agustus 2013

BAB III METODOLOGI KAJIAN

KATA PENGANTAR. Taipa, 10 September 2016

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhannya sesuai dengan kehidupan yang layak. Kemiskinan

Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD) PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN

BUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO

KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAHAN DAERAH

TATA CARA PEMBENTUKAN UNIT PENGELOLA (UP) BKM P2KP

Channeling UPS-BKM TATA CARA PELAKSANAAN KEGIATAN PILOT PROGRAM BANTUAN PENDIDIKAN DASAR DEPDIKNAS BEKERJASAMA DENGAN BKM-P2KP

KEBIJAKAN & STRATEGI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL DALAM MENDUKUNG PEMBANGUNAN BIDANG KOMINFO TAHUN

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Medan Tahun BAB 1 PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, khususnya di negara-negara berkembang. Di Indonesia

I. PENDAHULUAN. Didalam kehidupan ekonomi pada umumnya, manusia senantiasa berusaha untuk

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PEMBIAYAAN PERTANIAN TA. 2014

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menanggapi segala hal masyarakat semakin kritis untuk menuntut

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah memajukan kesejahteraan

BAB V ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH

sehingga benar-benar dapat diwujudkan tata kepemerintahan yang baik (Good governance)

BAB I PENDAHULUAN. pun manusia dan bangsa di dunia ini yang tidak membutuhkan kehidupan yang sedang

BAB I PENDAHULUAN. dengan pendekatan pembangunan yang berbasis pemberdayaan masyarakat. PNPM

PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM MANAJEMEN PEMBANGUNAN PARTISIPATIF KOTA KEDIRI

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sampai saat ini, karena itulah program-program pengentasan

TERWUJUDNYAMASYARAKAT KABUPATEN PASAMAN YANGMAJU DAN BERKEADILAN

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN

STRATEGI PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN MELALUI PNPM

PEMERINTAH ALOKASIKAN ANGGARAN DANA DESA TAHUN 2015 SEBESAR RP9,1 TRILIUN

BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD)

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan usaha untuk menciptakan kemakmuran dan

I. PENDAHULUAN. Kerangka desentralisasi yang dicanangkan dengan berlakunya Undang

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dari situasi sebelumnya. Otonomi Daerah yang juga dapat dimaknai

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan salah satu masalah sosial yang amat serius. Kemiskinan

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah yang dikelola dan diatur dengan baik akan menjadi pemerintahan

Visi Misi Gubernur DIY: Rancangan Cascade RPJMD DIY

KEGIATAN PILOT PENDAMPINGAN KSM

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB I PENDAHULUAN. kerja bagi angkatan kerja di perdesaan. Permasalahan kemiskinan yang cukup

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Demikian juga halnya dengan kemiskinan, dimana kemiskinan

GBPP PELATIHAN TINGKAT KOTA/KABUPATEN

PENDAHULUAN. Latar Belakang

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS

BAPPEDA KAB. LAMONGAN

LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 81 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA

KEBIJAKAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN 2010: PEMELIHARAAN KESEJAHTERAAN RAKYAT

Optimalisasi Unit Pengelola Keuangan dalam Perguliran Dana sebagai Modal Usaha

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 124 TAHUN 2001 TENTANG KOMITE PENANGGULANGAN KEMISKINAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAHAN DAERAH

KATA PENGANTAR. Alhamdulillaah,

reciprocal dengan menggalang kemitraan sinergis antara pemerintah,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Pengantar

PENDAHULUAN. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki persoalan kemiskinan dan pengangguran. Kemiskinan di

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU UTARA

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dampak krisis ekonomi yang melanda bangsa Indonesia sejak 1998 sampai saat ini berpengaruh terhadap percepatan pertumbuhan ekonomi negara dan masyarakat luas yang semakin lamban dan berimplikasi terhadap bertambahnya beban bagi masyarakat miskin terhadap pemenuhan kebutuhan pokok dalam kesehariannya. Hal ini akan menambah jumlah penduduk miskin baik di perkotaan maupun di perdesaan, sehingga menuntut pemerintah pusat maupun pemerintah daerah untuk berupaya mencari jalan keluar, agar kemiskinan dapat ditanggulangi tanpa mengabaikan pertumbuhan ekonomi. Upaya pemerintah untuk memberantas kemiskinan bukanlah suatu hal baru, sejak pemerintahan Orde Baru pada akhir tahun 1960-an mulai mencanangkan Dekade Pembangunannya sampai saat bergulirnya reformasi 1998, Pemerintah Indonesia tidak pernah berhenti untuk menanggulangi kemiskinan. Hal ini diperkuat beberapa data dari Badan Pusat Statistik (BPS) secara nasional, apabila merujuk ukuran kriteria masyarakat miskin berpenghasilan di bawah $2 Amerika Serikat perhari adalah 14,15% dari seluruh jumlah penduduk Indonesia sebesar 235 juta orang (BPS 2009). Berbagai upaya dan prioritas utama yang dilakukan oleh pemerintah bertujuan untuk pemberantasan kemiskinan serta pemberdayaan masyarakat baik di kota maupun di daerah perdesaan. Untuk itu, pemerintah telah berupaya dengan membangun dan mengimplementasikan berbagai program anti kemiskinan seperti, 1

2 Inpres Desa Tertinggal (IDT), Bantuan Langsung Tunai (BLT), Bantuan Dana Bergulir, Asuransi Kesehatan untuk Orang Miskin (Askeskin), Beras untuk orang miskin (Raskin), Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk mengurangi beban masyarakat miskin yang setiap tahunnya semakin bertambah. Program - program tersebut dinilai kurang berhasil, misalnya proyek bantuan sapi pada program IDT yang tidak tepat sasaran dan dikuasai oleh keluarga besar para elite desa, proyek bantuan langsung tunai (BLT) Rp. 300.000,- per-triwulan bagi keluarga miskin yang tidak tepat sasaran dikarenakan tidak lengkapnya data base keluarga miskin yang dikelola oleh BPS atau manipulasi data keluarga miskin yang dilakukan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab, Program Operasi Pasar Beras Murah yang dimanfaatkan pedagang dengan menggunakan joki, Program Raskin yang tidak tepat sasaran oleh karena tidak dibelinya beras miskin itu oleh kelompok target karena ketiadaan uang, yang kemudian didistribusikan oleh pengelola kepada di luar kelompok sasaran, demikian pula dengan program Askeskin yang belum mencakup keseluruhan bagi keluarga miskin karena kuota yang terbatas pada setiap daerah dari pemerintah pusat dan dana program yang di mark-up oleh oknum pelaksana program yang tidak bertanggung jawab. Kegagalan berbagai program tersebut bukan berarti program - program tersebut tidak bermanfaat sama sekali, tetapi paling tidak telah membantu masyarakat miskin dalam memenuhi kebutuhannya. Untuk itu dibutuhkan upaya untuk memberdayakan masyarakat miskin secara mendasar, agar masyarakat miskin memiliki ketahanan ekonomi yang tangguh menghadapi gejolak

3 lingkungan dan resiko ekonomi yang dihadapinya. Hal ini sejalan dengan UU 1945 Pasal 34 ayat 2 yang menegaskan bahwa : Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan orang yang lemah dan tidak mampu sesuai martabat kemanusiaan. Upaya memberantas kemiskinan menjadi tidak berarti, apabila programprogram itu direncanakan oleh pemerintah atas dasar persepsi dan asumsi yang keliru terhadap sebab-sebab munculnya kemiskinan, dan perencanaan program anti kemiskinan dilakukan seragam baik dari segi bentuk dan model pelaksanaannya, tanpa memperhatikan adanya variasi dari berbagai definisi dan sebab terjadinya kemiskinan, serta lemahnya monitoring dari pemerintah terhadap program anti kemiskinan. Hal ini akan berakibat terjadinya penyimpangan baik dari segi seleksi penerimaan program maupun biaya yang digunakan untuk melaksanakan program, dan kurangnya dukungan penelitian perihal masalahmasalah kemiskinan serta evaluasi tentang dampak dari program-program anti kemiskinan terhadap perbaikan hidup orang miskin. Kenyataan tersebut menunjukkan bahwa program penanggulangan kemiskinan yang telah dilakukan oleh pemerintah selama ini belum dapat mengatasi kemiskinan yang dialami oleh masyarakat. Hal ini membuat pemerintah mencoba merekayasa kembali bentuk program penanggulangan kemiskinan dengan menggabungkan Program Pengembangan Kecamatan dan program pengurangan kemiskinan ke dalam Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat. Program ini bersifat open menu, jenis kegiatannya ditentukan sendiri oleh masyarakat sehingga akan dapat menjawab kebutuhan yang spesifik dalam penanggulangan kemiskinan.

4 Seiring dengan perkembangan Kalimantan Barat sebagai provinsi terluas di wilayah Kalimantan yang belum banyak terjangkau dengan upaya pembangunan memberikan dampak semakin banyaknya jumlah penduduk yang berada dibawah garis kemiskinan atau sekitar 12,91 % atau sebanyak 584.300 orang yang tersebar di wilayah Kalimantan Barat, sehingga membuat provinsi ini sebagai daerah termiskin di Pulau Kalimantan. Kemudian dari 14 kabupaten/kota, 175 kecamatan, 1676 desa dan 85 kelurahan yang ada di Kalimantan Barat sebanyak 1270 desa masuk kategori desa tertinggal. Sejalan dengan itu dalam upaya pengentasan kemiskinan, pemerintah Provinsi Kalimantan Barat telah mencanangkan tujuh target pembangunan yang ingin dicapai selama lima tahun ke depan (RPJM, 2005), yaitu: 1) Peningkatan derajat kesejahteraan masyarakat melalui revitalisasi di bidang pertanian, perkebunan dan derajat kesejahteraan masyarakat melalui revitalisasi di bidang pertanian dan perkebunan, peternakan dan lingkungan hidup. 2) Peningkatan kecerdasan sumberdaya manusia melalui program pengembangan masyarakat. 3) Peningkatan derajat kesehatan masyarakat melalui program peningkatan sarana prasarana kesehatan. 4) Peningkatan sumberdaya aparatur dan pelayanan publik. 5) Pembangunan infrastruktur dasar. 6) Peningkatan kemampuan pembiayaan pembangunan. 7) Peningkatan pemerataan pembangunan.

5 Pencapaian target pembangunan, terutama dalam mendorong percepatan pembangunan di tingkat desa dan kelurahan, dalam pelaksanaannya sangat terbantu dengan kehadiran Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM). Pada tahun 2009 Provinsi Kalimantan Barat mendapatkan anggaran yang bersumber dari APBN sebesar Rp. 10,147 miliar, dan APBD Provinsi dan APBD Kabupaten sebesar Rp. 28,938 Miliar dengan sasaran 12 kabupaten dan 98 kecamatan 1. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri telah dicanangkan pada tahun 2007, yang terdiri PNPM Mandiri Perdesaan, PNPM Mandiri Perkotaan serta PNPM Mandiri wilayah khusus dan desa tertinggal. Tujuan ketiga program tersebut adalah untuk menanggulangi kemiskinan yang terjadi di Indonesia dengan menggunakan pendekatan multi disiplin yang berdimensi pemberdayaan dengan memadukan aspek-aspek penyadaran, peningkatan kapasitas dan pendayagunaan. Dasar hukum pelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri adalah Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2005 tentang Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan. Kemudian ditindaklanjuti dengan adanya Keputusan Menteri Koordinasi Bidang Kesejahteraan Rakyat No 25/Kep/Menko/Kesra/VII/2007 tentang Program Nasional pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM Mandiri). Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri dirancang sebagai upaya untuk melaksanakan proses pembangunan yang bertumpu pada pemberdayaan masyarakat, sekaligus ruang belajar (lesson learned) dalam pengambilan keputusan secara demokratis pada tahap perencanaan, pelaksanaan, 1 Tribune Pontianak, 10 Mei 2009

6 pengawasan dan pengendalian dalam setiap proses pembangunan yang melibatkan masyarakat secara aktif. Pelaksananaan PNPM didesain untuk memberdayakan masyarakat, dimana masyarakat diajarkan untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan melalui organisasi. Partisipasi dan swadaya masyarakat dalam program PNPM tidak akan berjalan secara optimal, tanpa partisipasi masyarakat, dan swadaya masyarakat dalam program penyediaan sarana dan prasarana infrastruktur pembangunan maupun dalam pengembangan usaha produktif dalam mewujudkan pemberdayaan yang berkeadilan, dan membantu masyarakat bebas dari belenggu kemiskinan yang berkepanjangan. Keterlibatan atau partisipasi masyarakat setempat di dalam melaksanakan program diharapkan dapat membantu mobilisasi di dalam menggali sumbersumber lokal, memfasilitasi segala informasi yang diperlukan bagi pelaksana untuk mengadopsi program ke dalam kondisi lokal, keterlibatan aktif masyarakat lokal dalam program pembangunan. Hal ini, merupakan suatu promosi di dalam perubahan sosial dan prosedur atau mekanisme di dalam membawa transformasi sosial di tengah masyarakat. Adapun wujud partisipasi lokal tersebut dimulai dengan membangun dan memprioritaskan struktur permintaan pelayanan publik yang dianggarkan atau didanai secara kontinyu. Partisipasi masyarakat diantaranya dalam rangka menghimpun segala informasi, memetakan kemampuan dan kekuatan potensi lokal untuk digali secara maksimal. Selain itu, partisipasi lokal juga membantu di dalam mempercepat proses perubahan sosial dan transformasi teknologi yang diperlukan dalam meningkatkan kesejahteraan serta bagi pelaksana program di lapangan dapat

7 menempatkan dan menentukan skala prioritas program sesuai dengan keinginan dan kebutuhan masyarakat setempat. PNPM Mandiri yang bertujuan untuk penanggulangan kemiskinan lebih menitik beratkan pada pemberdayaan masyarakat sebagai pendekatan operasional dan wujud komitmen pemerintah dalam merealisasikan kesejahteraan sosial bagi masyarakat. PNPM Mandiri merupakan media pembelajaran dan pengembangan kemampuan para pelaku pembangunan serta media mewujudkan masyarakat sebagai penggagas dalam sebuah kegiatan pembangunan. Pengembangan konsep PNPM Mandiri juga diarahkan pada penyelenggaraan pemerintahan yang baik (good governance). Beberapa proses dan kegiatan yang dilaksanakan dalam PNPM Mandiri selalu mempertimbangkan agar dapat mendukung pencapaian pemerintahan yang baik (good governance). Dalam perkembangan administrasi publik, good governance merupakan paradigma yang berorientasi kepada masyarakat (publik), dan bukan lagi kepada birokrasi. Good governance (kepemerintahan yang baik) dapat tercipta apabila keseluruhan aktor aktif terlibat dalam proses pembuatan dan implementasi kebijakan. Paling tidak ada 8 karakteristik agar good governance dapat tercipta, yaitu : partisipasi, rule of law, akuntabilitas, transparansi, responsive, efektif dan efisien, orientasi konsensus, dan equity and inclusiveness. Agar dalam pelaksanaannya terhindar dari KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) harus mendasarkan diri pada prinsip-prinsip good governance tersebut. Penelitian ini difokuskan pada PNPM Mandiri Perkotaan di Kota Pontianak yang merupakan pengganti Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP). Dasar hukum pelaksanaan program ini adalah Nota Kesepakatan antara

8 Direktorat Jendral Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum Dengan Pemerintah Kota Pontianak No 56.1/PKS-DC/2007 Tentang Pelaksanaan Kegiatan Penanggulangan Kemiskinan Terpadu Program Penanggulangan Kemiskinan Di Perkotaan Di Kota Pontianak-Provinsi Kalimantan Barat. Program ini merupakan suatu upaya pemerintah untuk membangun kemandirian masyarakat dan pemerintah daerah dalam menanggulangi kemiskinan secara berkelanjutan yang dimulai sejak tahun 2008. Penelitian ini lebih difokuskan pada implementasi PNPM Mandiri Peroktaan di Kota Pontianak Tahun Anggaran 2010. Program ini sangat strategis, karena menyiapkan landasan kemandirian masyarakat berupa lembaga kepemimpinan masyarakat yang representatif, mengakar dan kondusif bagi perkembangan modal sosial (social capital) masyarakat di masa mendatang serta menyiapkan program masyarakat jangka menengah dalam penanggulangan kemiskinan yang menjadi pengikat dalam kemitraan masyarakat dengan pemerintah daerah dan kelompok peduli setempat. Tujuan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perkotaan ini adalah sebagai berikut: 1) Mewujudkan masyarakat berdaya dan mandiri, yang mampu mengatasi berbagai persoalan kemiskinan di wilayahnya. 2) Meningkatkan kapasitas Pemerintah Daerah dalam menerapkan model pembangunan partisipatif yang berbasis kemitraan dengan masyarakat dan kelompok peduli setempat. 3) Mewujudkan harmonisasi dan sinergi berbagai program pemberdayaan masyarakat untuk optimalisasi penanggulangan kemiskinan.

9 4) Meningkatkan capaian manfaat bagi masyarakat miskin untuk mendorong peningkatan IPM dan pencapaian sasaran MDG s. Untuk melaksanakan tujuan program ini diawali dengan penyusunan Perencanaan Jangka Menengah Program Penanggulangan Kemiskinan (PJM Pronangkis) pada setiap BKM secara partisipatif, sebagai prakarsa masyarakat untuk menanggulangi kemiskinan di wilayahnya secara mandiri. Atas fasilitasi pemerintah dan prakarsa masyarakat, BKM-BKM yang ada mulai menjalin kemitraan antara masyarakat dengan pemerintah daerah dan kelompok peduli setempat. Tujuan umum PNPM Mandiri Perkotaan tersebut adalah meningkatnya kesejahteraan dan kesempatan kerja masyarakat miskin secara mandiri. Untuk itu sasaran dari PNPM Mandiri Perkotaan ini adalah sebagai berikut : 1) Terbangunnya Lembaga Keswadayaan Masyarakat (LKM) yang dipercaya, aspiratif, representatif dan akuntabel untuk mendorong tumbuh dan berkembangnya partisipasi serta kemandirian masyarakat. 2) Tersedianya perencanaan jangka menengah (PJM) Pronangkis sebagai wadah untuk mewujudkan sinergi berbagai program penanggulangan kemiskinan yang komprehensif dan sesuai dengan aspirasi serta kebutuhan masyarakat dalam rangka pengembangan lingkungan permukiman yang sehat, serasi, berjati diri dan berkelanjutan. 3) Terbangunnya forum LKM tingkat kecamatan dan kabupaten/kota untuk mengawal terwujudnya harmonisasi berbagai program daerah. 4) Terwujudnya kontribusi pendanaan dari pemerintah kota/kabupaten dalam PNPM Mandiri Perlotaan sesuai dengan kapasitas fiskal daerah.

10 Dalam proses implementasi PNPM Mandiri Perkotaan dimulai dengan membentuk organisasi-organisasi pelaksana program sampai kepada penjabaran ke dalam kegiatan - kegiatannya. Untuk itu diperlukan adanya kemandirian pemerintah daerah dan masyarakat dengan menyiapkan sebuah lembaga keswadayaan masyarakat yang representatif, mengakar dan kondusif sehingga menjadi pengikat dalam kemitraan masyarakat dengan pemerintah dan kelompok peduli setempat. Masalahnya adalah bahwa untuk menumbuhkan kemandirian Pemerintah Daerah dan masyarakat dalam implementasi PNPM Mandiri Perkotaan di Kota Pontianak masih sulit. Ketergantungan Pemerintah Daerah terhadap Pemerintah Pusat dalam implementasi program ini masih tinggi, seperti dalam penetapan jenis kegiatan, alokasi dana serta pengorganisasian pelaksanaan program tersebut. Selain itu, masyarakat masih merupakan obyek dan bukan subyek dari PNPM Mandiri Perkotaan, sehingga partisipasi masyarakat dalam implementasinya masih bersifat pasif. Sedangkan untuk mengimplementasikan program ini, masyarakat harus terlibat secara aktif dalam membuat perencanaan, melaksanakan dan memanfaatkan hasil kegiatan yang ada dalam PNPM Mandiri Perkotaan. Kegiatan-kegiatan yang ada dalam program ini terdiri dari 3 jenis, yaitu bidang lingkungan, bidang ekonomi dan bidang sosial, yang semuanya bertujuan untuk penanggulangan kemiskinan secara mandiri dan berkelanjutan (sustainable development). Pendekatan dalam implementasi PNPM Mandiri Perkotaan sesuai petunjuk pelaksanaannya adalah bottom-up, tetapi dalam kenyataannya masih lebih cenderung top-down, yaitu dengan memanfaatkan Musrenbang Kecamatan

11 sebagai mekanisme harmonisasi kegiatan yang ada dalam program tersebut. Penelitian ini dilakukan karena permasalahan yang terjadi dalam implementasi PNPM Mandiri Perkotaan di Kota Pontianak belum memperhatikan prinsipprinsip pengelolaan program yang berbasis masyarakat dalam mencapai tujuannya. Prinsip-prinsip tersebut adalah : 1) Menggunakan kecamatan sebagai lokus program 2) Memposisikan masyarakat sebagai pelaku utama pembangunan 3) Mengutamakan nilai-nilai universal dan budaya lokal dalam proses pembangunan partisipatif 4) Menggunakan pendekatan pemberdayaan masyarakat yang sesuai dengan karakteristik sosial dan geografis 5) Melalui pemberdayaan yang terdiri atas pembelajaran, kemandirian dan keberlanjutan. Keberadaan PNPM Mandiri Perkotaan memberikan arti dalam upaya meningkatkan partisipasi, swadaya serta berdayanya masyarakat dalam proses penanggulangan kemiskinan ataupun pembangunan di bidang perekonomian. Hal ini yang mendasari minat penulis untuk melakukan penelitian lebih lanjut, sehingga dari hasil penelitian ini dapat memberikan gambaran dan perspektif yang lebih jelas tentang keberadaan PNPM Mandiri Perkotaan dalam merealisasikan program, yang menunjukan adanya partisipasi, swadaya serta keberdayaan masyarakat yang signifikan. Bentuk keterlibatan atau partisipasi masyarakat dapat diwujudkan dalam lembaga kepemimpinan masyarakat yang disebut Badan atau Lembaga Keswadayaan Masyarakat (BKM/LKM). BKM atau LKM diharapkan mampu

12 menjadi wadah perjuangan kaum miskin dalam menyuarakan aspirasi dan kebutuhan masyarakat, sekaligus menjadi motor bagi penanggulangan kemiskinan yang dijalankan oleh masyarakat secara mandiri dan berkelanjutan, mulai dari proses penentuan kebutuhan, pengambilan keputusan, proses penyusunan program, pelaksanaan program sampai dengan pemanfaatan dan pemeliharaan. Dengan adanya partisipasi masyarakat dalam Lembaga Keswadayaan Masyarakat yang dibentuk sebagai salah satu organisasi pelaksana PNPM Mandiri Perkotaan, maka akan dapat mengetahui kapasitas masyarakat tersebut. Partisipasi merupakan salah satu persyaratan yang sangat penting, karena menjadi dasar seluruh rangkaian kegiatan pembangunan kapasitas (capacity building). Capacity building merupakan upaya untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam mengimplementasikan dan mengelola program-program pemerintah secara efektif. Untuk itu ada 3 hal pokok dalam memahami capacity building, yaitu kapasitas personal (kapasitas individual), organizational (kapasitas organisasi) dan community (kapasitas masyarakat) Ada beberapa penelitian terdahulu yang mengkaji implementasi kebijakan penanggulangan kemiskinan melalui disertasi dengan pendekatan partisipasi dan pemberdayaan masyarakat, seperti halnya Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perkotaan. Penelitian Makmur (2002) menyebutkan bahwa manajemen aparatur pemerintah berkorelasi positif dengan pemberdayaan masyarakat, Hikmat (2003) memfokuskan pada strategi pemberdayaan masyarakat dari institusi lokal dalam penanganan masalah kemiskinan. Sedangkan Ismed Hasan (2007) menyebutkan bahwa dalam

13 memberdayakan masyarakat lokal diperlukan partisipasi masyarakat sejak awal, yaitu sejak dari tahapan perencanaan program, pelaksanaan sampai pada tahap pengembangannya. Hasran (2010) menyimpulkan bahwa keberhasilan implementasi PNPM Mandiri Perkotaan melalui komunikasi program, sumberdaya, kecenderungan aparat pelaksana dan struktur birokrasi apabila melibatkan masyarakat miskin mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan. Harry Hikmat (2010) dalam bukunya Strategi Pemberdayaan Masyarakat mengemukakan bahwa untuk melaksanakan program-program pemberdayaan masyarakat diperlukan seperangkat teknik-teknik yang dapat menciptakan kondisi adanya keberdayaan masyarakat melalui proses pemberdayaan masyarakat secara partisipatif. Masyarakat memiliki kekuatan yang bila digali dan disalurkan akan berubah menjadi energi yang besar untuk mengatasi masalah yang mereka alami. Cara menggali dan mendayagunakan sumber daya yang ada di masyarakat dan bagaimana mendudukan masyarakat pada posisi pelaku (subyek) pembangunan yang aktif, bukan hanya penerima yang pasif. Gerakan pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan mengutamakan inisiatif dan kreasi masyarakat dengan strategi pokok memberi kekuatan (power) kepada masyarakat. Penelitian ini berupaya memperluas pengembangan konsep implementasi program pemberdayaan masyarakat melalui Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perkotaan. Dalam setiap aktivitas implementasi memerlukan dukungan masyarakat sebagai kelompok sasaran program. Dengan demikian penelitian ini diarahkan untuk menganalisis implementasi sebuah kebijakan publik yang lebih memfokuskan pada interaksi antara implementor

14 (organisasi pelaksana) dan kelompok sasaran program (masyarakat) serta lingkungannya. Interaksi antara organisasi pelaksana dan kelompok sasaran program serta lingkungannya dapat terjadi apabila masing-masing komponen program saling berkaitan. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang penelitian yang dikemukakan di atas dapat dirumuskan masalah pokok penelitiannya dalam bentuk pernyataan masalah (problem statement) bahwa implementasi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM) Perkotaan di Kota Pontianak kurang berhasil dalam mencapai tujuannya, seperti belum dapat mewujudkan masyarakat perkotaan berdaya dan mandiri dalam mengatasi persoalan kemiskinan, belum dapat mewujudkan model pembangunan partisipatif yang berbasis kemitraan, belum dapat mewujudkan harmonisasi dan berbagai program pemberdayaan masyarakat. Dalam kenyataannya menunjukkan bahwa BKM atau LKM yang dibentuk di masing-masing kecamatan se Kota Pontianak belum bekerja secara maksimal, seperti yang dinyatakan oleh Koordinator PNPM Mandiri Perkotaan Kota Pontianak, bahwa pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan di Kota Pontianak Tahun Anggaran 2010 kurang berhasil dalam mencapai tujuannya. Untuk itu, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Mengapa implementasi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perkotaan di Kota Pontianak kurang berhasil dalam mencapai tujuan?

15 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh pengetahuan, pemahaman dan konsep baru mengenai implementasi kebijakan publik dalam pengembangan ilmu administrasi publik. 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Aspek Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk pengembangan ilmu administrasi publik, khususnya dalam pengembangan teori kebijakan publik sebagai salah satu dimensi dari ilmu administrasi publik. Substansi penelitian difokuskan pada pengembangan teori dan konsep implementasi kebijakan publik dengan pendekatan dinamika masyarakat sebagai sasaran kebijakan. Dinamika masyarakat dipandang sebagai social capital dalam implementasi kebijakan publik melalui sinergisitas dan jejaring kebijakan diantara pelaksanan kebijakan. 1.4.2 Aspek Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi Pemerintah Kota Pontianak untuk menyempurnakan proses implementasi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perkotaan yang lebih berorientasi pada partisipasi dan pemberdayaan masyarakat sebagai sasaran program. Dengan mengetahui keterlibatan (partisipasi) masyarakat dalam program tersebut diharapkan penelitian ini akan dapat memberdayakan masyarakat dalam proses implementasi sebuah kebijakan publik yang sesuai

16 dengan keinginan dan kepentingan publik. Pemerintah daerah dan masyarakat merasa mempunyai tujuan yang sama dalam mengimplementasikan PNPM Mandiri Perkotaan di Kota Pontianak, yaitu meningkatkan kesejahteraan masyarakat.