PERESMIAN BPJS, PELUNCURAN PROGRAM JKN DAN INTEGRASI JAMINAN KESEHATAN SUMBAR SAKATO, KE JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DI PROVINSI SUMATERA BARAT Senin, 2 Januari 2014. Pemerintah Provinsi Sumatera Barat menjawab kesiapan melaksanakan JKN dengan melakukan peresmian BPJS, peluncuran Program JKN dan Integrasi Jaminan Kesehatan Sumbar Sakato ke Jaminan Kesehatan Nasional oleh Gubernur Provinsi Sumatera Barat Bapak Irwan Prayitno. Kegiatan ini diikuti dengan penandatanganan komitmen pemerintah provinsi dan kabupaten kota untuk memberikan provisi JKN 40:60 bagi penduduk Sumatera Barat melalui APBD provinsi dan Kabupaten/Kota. Acara ini dihadiri oleh Dirjen PP dan PL, Bapak Tjandra Yoga Aditama, yang dalam sambutannya menegaskan langkah langkah kesiapan pemerintah dalam implementasi JKN. Aspek regulasi dengan diundangkannnya beberapa peraturan pemerintah, peraturan presiden dan peraturan menteri. Aspek kesiapan fasilitas pelayanan kesehatan baik puskesmas dan RS dalam memberikan pelayanan serta mempersiapkan langkah langkah perbaikan dan pembenahan program. Dalam kesempatan ini, Gubernur Sumatera Barat menyatakan bahwa program ini menjawab kebutuhan masyarakat dan ditunggu oleh semua pihak, diharapkan perbaikan kualitas pelayanan kesehatan secara keseluruhan, termasuk proses integrasi program Sumbar Sakato ke JKN dapat berjalan dengan baik, komitmen pemerintah Kabupaten Kota untuk mendukung program JKN dan kedepannnya seluruh masyarakat Sumatera Barat dapat menjadi bagian dalam program JKN (Universal Coverage). Dalam rangkaian kegiatan kegiatan ini, Dirjen PP dan PL bersama dengan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat dan Pejabat BPJS pusat mengunjungi Puskesmas Padang Pasir Kota Padang, RSU dr. M. Djamil, BPJS Provinsi Sumatera Barat, RSUD Pariaman dan BPJS Kota Pariaman, untuk mendapatkan informasi langsung pelaksanaan JKN dan proses pelayanan kesehatan peserta BPJS. Provinsi Sumatera Barat dengan jumlah penduduk 5.095.400 per 1 januari 2014, 57,63% diantaranya terintegrasi dalam JKN. Pemerintah provinsi mengalokasikan pendanaan program sebesar 77M dan kab/kota 118M untuk menanggung iuran penduduk Sumbar yang belum ditanggung oleh PBI melalui APBN. Besaran ini senilai dengan Rp.19.225 per orang untuk 842.797 jiwa. Proporsi ini akan semakin meningkat seiring dengan berjalannya pelaksanaan program diantaranya dengan meningkatnya partisipasi peserta mandiri. 1
Mengapa SJSN harus ada? Pertanyaan sederhana ini membawa pada kerangka berfikir yang lebih luas. Sistem Jaminan Sosial Nasional adalah sebuah sistem jaminan sosial yang ditetapkan di Indonesia dalam Undang-Undang nomor 40 tahun 2004. Jaminan sosial ini adalah salah satu bentuk perlindungan sosial yang diselenggarakan oleh negara Republik Indonesia guna menjamin warganegaranya untuk memenuhi kebutuhan hidup dasar yang layak. UU No.40 tahun 2004 tentang SJSN merupakan bentuk akselerasi kebijakan yang lahir dari tuntutan program yang ada sebelumnya (Askes, Jamsostek, Taspen, dan Asabri, dan lainnya). Program sebelumnya yang belum memenuhi harapan dan memberikan manfaat yang maksimal kepada penggunanya, karena jumlah pesertanya kurang, jumlah nilai manfaat program kurang memadai, dan kurang baiknya tata kelola manajemen program tersebut. Bahwa, falsafah dan dasar negara Pancasila terutama sila ke-5 juga mengakui hak asasi warga atas kesehatan. Hak ini juga termaktub dalam UUD 45 pasal 28H dan pasal 34, dan diatur dalam UU 36/2009 tentang Kesehatan, ditegaskan bahwa setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh akses atas sumber daya di bidang kesehatan dan memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu,dan terjangkau. Sebaliknya, setiap orang juga mempunyai kewajiban turut serta dalam program jaminan kesehatan sosial. Untuk mewujudkan komitmen tersebut, pemerintah bertanggung jawab atas pelaksanaan jaminan kesehatan masyarakat melalui Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) bagi kesehatan perorangan. Saat ini Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) merupakan usaha pemerintah yang cukup besar untuk memberikan jaminan asuransi kesehatan ke seluruh penduduk Indonesia, sesuatu yang belum pernah dilakukan di Indonesia sebelumnya. Transformasi Sistem Pelayanan Kesehatan Dipahami bersama bahwa asuransi kesehatan mengurangi risiko masyarakat menanggung biaya kesehatan dari kantong sendiri, dalam jumlah yang sulit diprediksi dan kadang-kadang memerlukan biaya yang sangat besar. Untuk itu diperlukan suatu jaminan dalam bentuk asuransi kesehatan karena peserta membayar premi dengan besaran tetap. Dengan demikian pembiayaan kesehatan ditanggung bersama secara gotong royong oleh keseluruhan peserta, sehingga tidak memberatkan secara orang per orang. Tetapi dalam kehidupan berbangsa asuransi kesehatan saja tidak cukup. Diperlukan Asuransi Kesehatan Sosial atau Jaminan Kesehatan Sosial (JKN), karena premi asuransi komersial relatif tinggi sehingga belum terjangkau bagi sebagian besar masyarakat dan manfaat yang ditawarkan umumnya terbatas. Sebaliknya, asuransi kesehatan sosial memberikan beberapa keuntungan yaitu memberikan manfaat yang komprehensif dengan premi terjangkau, menerapkan prinsip kendali biaya dan mutu. memberikan kepastian pembiayaan pelayanan kesehatan yang berkelanjutan, serta memberikan jaminan yang berkelanjutan kepada peserta sekalipun mereka berpindah pekerjaan atau tempat tinggal dalam wilayah NKRI. Untuk itu, sistem jaminan kesehatan yang telah dibentuk baik di tingkat nasional (Jamkesmas, Jampersal, Askes dan lainnya), yang dikelola provinsi dan kabupaten kota seperti Kartu Jakarta Sehat di DKI Jakarta, Sumbar Sakato di Sumatera Barat dengan kriteria, mekanisme, besaran iuran bersifat unik dan khas sesuai dengan kearifan lokal daerah dan kemampuan finansial. Kesemuanya ini dilebur dalam dalam satu system yaitu Jaminan Kesehatan Nasional. 2
Perlu diketahui bahwa salah satu prinsif dari JKN adalah non profit artinya Pengelolaan dana amanat oleh BPJS adalah nirlaba bukan untuk mencari keuntungan. Sebaliknya, tujuan utama adalah untuk memenuhi sebesar-besarnya kepentingan peserta. Dana yang dikumpulkan dari masyarakat adalah dana amanat, sehingga hasil pengembangannya, akan di manfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan peserta. Untuk Program JKN diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan yang implementasinya secara nasional per 1 Januri 2014. Program ini ditujukan untuk memberikan manfaat pelayanan kesehatan yang komprehensif, mulai dari pelayanan preventif seperti imunisasi dan Keluarga Berencana hingga pelayanan penyakit katastropik seperti penyakit jantung dan gagal ginjal. Baik institusi pelayanan kesehatan pemerintah maupun swasta dapat memberikan pelayanan untuk program tersebut selama mereka menandatangani sebuah kontrak kerja sama dengan pemerintah. Penyesuaian mekanisme pelayanan, secara khusus dirasakan oleh pasien dengan penyakit kronik. Selama ini pasien yang berkunjung ke RS akan mendapatkan obat yang dapat dikonsumsi selama 2 minggu 1 bulan, namun saat ini pemberian obat jumlahnya untuk 3-7 hari dan pengobatannya dilanjutkan di Puskesmas. Pemahaman masyarakat untuk meneruskan pengobatan di Puskesmas dan Kesiapan puskesmas untuk melanjutkan pengobatan, harus mendapatkan perhatian khusus. Dirjen PP dan PL, mendengarkan masukan langsung dari salah seorang pengguna layanan RSU Dr, M. Jamil Padang pada tanggal 2 Januari 2013. Kesiapan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Langkah langkah Provinsi Sumatera Barat dalam melaksanakan JKN terlihat dari kesiapan fasilitas pelayanan kesehatan primer yaitu Puskesmas 262, Klinik Pratama : 142, dokter umum: 955, dokter gigi : 236 dan bidan: 1.291 serta fasilitas pelayanan kesehatan rujukan yang terdiri atas Rumah Sakit (Pemerintah ): 25, Rumah Sakit Khusus (Jiwa ): 1, RS.Swasta: 38, Klinik Spesialis: 209, Klinik Utama: 11 dan Balai Kesehatan: 3 yang berpartisipasi pada awal pelaksanaan program. Namun demikian, tantangan masih ada diantaranya Puskesmas tidak mempunyai dokter (4%), kemampuan puskesmas untuk mendiagnosa 144 jenis penyakit masih banyak dibawah 90%, serta rata rata persentase kemampuan rumah sakit dalam melayani 789 prosedur INA CBGs untuk rawat inap dan 288 prosedur rawat jalan 71,3% dan 78,8%, dengan angka tertinggi untuk rawat inap di RSU dr. M. Djamil (95%) dan terendah di RSU Padang Panjang (10%), untuk rawat jalan di RSUD Pariaman (99,9%) dan terendah di RSU Padang Panjang (47,9%) Proses pelayanan kesehatan di hari kedua JKN, beberapa hal yang menjadi perhatian khusus, diantaranya komunikasi di lapangan antara BPJS dengan puskesmas dimana kepersertaan JKN dapat diakses setiap saat di tingkat puskesmas, hal ini untuk menghindari seseorang yang telah menjadi peserta JKN namun datanya tidak ada di Puskesmas. 3
Dirjen PP d an PL Sistem rujukan juga menjadi perhatian khusus, masyarakat yang belum terbiasa dan belum memahami system pelayanan berjenjang, harus diberikan penjelasan dengan sistem rujukan mulai dari PPK1 ke tingkat pelayanan kesehatan lebih lanjut. Setidaknya ada 2 hal yang teridentifikasi terkait dengan layanan rujukan yaitu pertama adanya pasien yang ngotot untuk mendapatkan rujukan dan yang kedua pasien yang ngotot untuk dirujuk di RS tertentu dengan alasan tertentu. Hal yang perlu dilakukan adalah membuat regionalisasi sistem rujukan. Di Puskesmas Padang Pasir, Kota Padang, beberapa pasien yang berobat di puskesmas meminta kepada dokter puskesmas untuk merujuk ke RSU dr. M. Jamil dengan alasan lokasi yang lebih dekat dan sudah terbiasa berobat ditempat tersebut. Sesuai dengan mekanisme JKN pasien tersebut harus dirujuk ke RSUD Padang yang merupakan PPK 2. Lokasi RSUD yang relatif jauh dan aksesnya relative lebih sulit, menjadi alasan pasien untuk tidak dirujuk ke RS tersebut. Kemampuan petugas kesehatan untuk memberikan penjelasan terkait dengan program JKN akan sangat menentukan pemahaman dan persepsi masyarakat. Dirjen PP dan PL mendapatkan penjelasan proses komputasi data dan tatacara rujukan layanan kesehatan JKN di Puskesmas Padang Pasir Kota Padang, 2 Januari 2024. BPJS memiliki tanggung jawab untuk memberikan penjelasan secara komprehensif terhadap seluruh peserta JKN terkait dengan mekanisme pelayanan kesehatan dan system rujukan. Data pasien yang diinput melalui aplikasi BPJS yang berbasis web di Puskesmas, belum menyediakan fasilitas pengolahan dan penyajian data di tingkat puskesmas berbasis aplikasi. Hal ini penting dalam pengelompokan data diantaranya berdasarkan demografi, dan waktu. Ke depan hal ini harus dibenahi untuk mengurangi beban kerja puskesmas dalam mengolah dan menganalisis data data penyakit. Disamping itu rencana penggunaan kapitasi di puskesmas belum ada petunjuk baik di tingkat kabupaten/kota maupun propinsi. Dinkes Kota Padang telah merencanakan untuk menyusun petunjuk teknis pemanfaatan kapitasi yang diperoleh. Di tingkat nasional, dalam dua tahun ini Pemerintah telah bekerja keras untuk mempersiapan pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional, namun disadari bahwa pelaksanaannya belum akan sempurna. Sejalan dengan dilaksanakannya JKN maka proses penyempurnaan program akan terus dilakukan untuk memberikan pelayanan kesehatan yang lebih baik ke masyarakat. Untuk itu pemerintah dan pemerintah daerah melalui dinas kesehatan provinsi dan kabuptaen/kota serta RS membuka berbagai saluran pengaduan dan permintaan informasi dari masyarakat, sebagai langkah untuk terus menyempurnakan program ini. 4
Keberhasilan pelaksanaan JKN ini sangat ditentukan dari komitmen dan dukungan dari pemerintah provinsi dan kabupaten/kota. Koordinasi hubungan antar lembaga, kebijakan dan pengaturan pertanggunggan iuran JKN bagi penduduk tidak mampu, pengaturan institusi layanan kesehatan yang berada dalam wilayah dan otoritas pemerintah daerah serta monitoring dan evaluasi merupakan beberapa area yang memerlukan perhatian dan dukungan dari Pemerintah Provinsi dan Kabupaten Kota. Pada akhirnya Dirjen PP dan PL, menyampaikan penghargaan kepada Gubernur dan segenap jajaran pemerintah daerah provinsi Sumatera Barat yang telah menunjukkan komitmennya dalam pembangunan kesehatan, semoga kedepan Provinsi Sumatera Barat tetap, dan akan selalu memprioritaskan pembangunan kesehatan dalam strategi pembangunan daerah. Padang, 2 Januari 2014. 5