BAB I PENDAHULUAN. Ditetapkannya Peraturan Pemerintah (PP) 105 Tahun 2000 tentang pengelolaan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Reformasi diawal 1998 dapat dikatakan tonggak perubahan bangsa Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. kepada daerah. Di samping sebagai strategi untuk menghadapi era globalisasi,

BAB I PENDAHULUAN. penerimaan dan pengeluaran yang terjadi dimasa lalu (Bastian, 2010). Pada

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia telah memasuki masa pemulihan akibat krisis ekonomi yang

BAB I PENDAHULUAN. terhadap pengelolaan pemerintahan yang baik (good government governance)

BAB I PENDAHULUAN. banyak memberikan pengalaman kepada masyarakat daerah atas ketimpangan yang terjadi

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. Pemerintahan Daerah, yang disebut dengan Desentralisasi adalah penyerahan

BAB 1 PENDAHULUAN. saat ini mencerminkan adanya respon rakyat yang sangat tinggi akan permintaan

BAB I PENDAHULUAN. yang telah di amandemen menjadi Undang-Undang No. 32 dan No. 33 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan baru dari pemerintah Republik Indonesia yang mereformasi

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan desentraliasasi fiskal, Indonesia menganut sistem pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. aktivitasnya sangat terbatas; sehingga ketergantungan pada Pemerintah Pusat

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Reformasi telah membawa perubahan terhadap sistem politik, sosial,

BAB I PENDAHULUAN. Akuntansi sektor publik adalah system akuntansi yang dipakai oleh

BAB I PENDAHULUAN. efektifitas, dan efisiensi dalam penyelenggaraan pemerintah daerah.

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah menuntut adanya partisipasi masyarakat dan. transparansi anggaran sehingga akan memperkuat pengawasan dalam proses

BAB I PENDAHULUAN. dalam mewujudkan aspirasi masyarakat dalam rangka meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. adalah menciptakan kesejahteraan masyarakat. Kesejahteraan. masyarakat merupakan sebuah konsep yang sangat multi kompleks.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Salah satu tujuan didirikannya Negara adalah untuk memberikan

BAB I PENDAHULUAN. bidang agar good governance yang dicita-citakan dapat tercapai. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perkembangan akuntansi sektor publik, khususnya di indonesia

KAJIAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN PEMBANGUNAN DAERAH DI KABUPATEN PATI TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. tertentu berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat

Good Governance. Etika Bisnis

BAB I PENDAHULUAN. bidang. Kinerja yang dicapai oleh organisasi pada dasarnya adalah prestasi para

BAB I PENDAHULUAN. tahun 2004 dan UU No. 33 tahun 2004 merupakan tonggak awal. pelaksanaan otonomi daerah dan proses awal terjadinya reformasi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Anggaran merupakan suatu hal yang sangat penting dalam suatu organisasi.

BAB I PENDAHULUAN. pencapaian tujuan-tujuan. Kinerja terbagi dua jenis yaitu kinerja tugas merupakan

BAB I PENDAHULUAN. dan kemandirian. Berdasarkan UU No 32 Tahun 2004 Pasal 1 Angka 5 memberikan

BAB I PENDAHULUAN. 2004, manajemen keuangan daerah Pemerintah Kabupaten Badung mengalami

BAB I PENDAHULUAN. diamanatkan dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun

BAB I PENDAHULUAN. dan Belanja Daerah (APBD). Wujud dari akuntabilitas, transparansi dan

ANALISIS VALUE FOR MONEY PROGRAM PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN ANGGARAN 2007

BAB 1 PENDAHULUAN. sesuai dengan UU No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah selanjutnya

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah dan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang. perimbangan keuangan antara pusat dan daerah, membawa perubahan

BAB I PENDAHULUAN. setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yaitu Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB II DASAR TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS Pengertian Dewan Perwakilan Rakyat (DPRD)

BAB I PENDAHULUAN. birokrasi dalam berbagai sektor demi tercapainya good government. Salah

BAB I PENDAHULUAN. dewan melainkan juga dipengaruhi latar belakang pendidikan dewan,

BAB I PENDAHULUAN. tujuan negara yang sudah tercantum dalam UUD 1945 alenia ke-4 yaitu untuk

BAB I PENDAHULUAN. kepemerintahan yang baik (good governance). Good governance adalah

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. Dampak yang dialami oleh

BAB I PENDAHULUAN. satunya perbaikan terhadap pengelolaan keuangan pada instansi-instansi pemerintah.

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah yang dikelola dan diatur dengan baik akan menjadi pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. daerah diharapkan mampu menciptakan kemandirian daerah dalam mengatur dan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perkembangan pemerintahan di Indonesia semakin pesat dengan adanya era

BAB I PENDAHULUAN. Daerah yang berkaitan dengan kedudukan, fungsi dan hak-hak DPRD, menangkap aspirasi yang berkembang di masyarakat, yang kemudian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang, rumusan masalah,

BAB I PENDAHULUAN. mengeluarkan satu paket kebijakan tentang otonomi daerah yaitu: Undang-

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2014

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perkembangan sistem tata kelola pemerintahan di Indonesia telah melewati serangkain

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. arah dan tujuan yang jelas. Hak dan wewenang yang diberikan kepada daerah,

BAB I PENDAHULUAN. keuangan pemerintah menjadi sangat penting. Masyarakat berharap bahwa

BAB I PENDAHULUAN. monopoli dalam kegiatan ekonomi, serta kualitas pelayanan kepada masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pengelolaan sistem pemerintahan, good governance telah

BAB I PENDAHULUAN. (DPRD) mempunyai tiga fungsi yaitu : 1) Fungsi legislatif (fungsi membuat

BAB I PENDAHULUAN. memburuk, yang berdampak pada krisis ekonomi dan krisis kepercayaan serta

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan elit. Dengan demikian maka pembangunan sebagai continuously

BAB I PENDAHULUAN. Konsep tentang mekanisme penyusunan program kerja pemerintah daerah,

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi tersebut yaitu dengan diselenggarakannya otonomi daerah.

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi membawa banyak perubahan dalam kehidupan berbangsa dan

BAB I PENDAHULUAN. secara mandiri. Masing-masing daerah telah diberikan kekuasaan dan

BAB I PENDAHULUAN. sistem tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) yang ditandai

BAB 1 PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah yang dilaksanakan pada tahun 2001 dan

2015 PENGARUH PARTISIPASI PENYUSUNAN ANGGARAN TERHADAP SENJANGAN ANGGARAN DENGAN BUDGET EMPHASIS SEBAGAI VARIABEL MODERASI

BAB I PENDAHULUAN. Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang

BAB II LANDASAN TEORI

reformasi yang didasarkan pada Ketetapan MPR Nomor/XV/MPR/1998 berarti pada ketetapan MPR Nomor XV/MPR/1998 menjadi dasar pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. prinsip keterbukaan, keadilan, dan dapat dipertanggungjawabkan dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. upaya-upaya secara maksimal untuk menciptakan rerangka kebijakan yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Lahirnya otonomi daerah memberikan kewenangan kepada

BAB I PENDAHULUAN. Pada era keterbukaan sekarang ini maka reformasi sektor publik yang

BAB I PENDAHULUAN. mengedepankan akuntanbilitas dan transparansi Jufri (2012). Akan tetapi dalam

BAB I PENDAHULUAN. berlebih sehingga untuk mengembangkan dan merencanankan daerah yang

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah adalah organisasi yang memiliki kekuasaan untuk membuat

11 LEMBARAN DAERAH Januari KABUPATEN LAMONGAN 1/E 2006 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR : 01 TAHUN 2006 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dengan dikeluarkannya undang-undang (UU) No.32 Tahun 2004

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi pemerintah merupakan salah satu bentuk organisasi non

BAB I PENDAHULUAN. peraturan perundang-undangan baik berupa Undang-Undang (UU) maupun

BAB I PENDAHULUAN. demokrasi, desentralisasi dan globalisasi. Jawaban yang tepat untuk menjawab

BAB I PENDAHULUAN. yang bersih (good governance) bebas dari KKN sehingga hasil pelayanan dari

PERENCANAAN ANGGARAN BERDASARKAN ANGGARAN BERBASIS KINERJA DALAM UPAYA MENINGKATKAN PENCAPAIAN KINERJA BADAN KEPEGAWAIAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pendidikan. Pendidikan mempunyai peranan penting bagi bangsa dan negara.

BAB I PENDAHULUAN. No.12 Tahun Menurut Undang-Undang Nomer 23 Tahun 2014 yang

BAB I PENDAHULUAN. keuangan daerah secara ekonomis, efisien, efektif, transparan, dan. akuntabel (Pramita dan Andriyani, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. Tuntutan dan kebutuhan masyarakat Indonesia pada umumnya terhadap

BAB I PENDAHULUAN. melibatkan partisipasi masyarakat sebagai elemen penting dalam proses. penyusunan rencana kerja pembangunan daerah.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sendiri berdasarkan pada prinsip-prinsip menurut Devas, dkk (1989) sebagai berikut.

BAB I PENDAHULUAN. daerah dan Undang-Undang Nomor 33 tentang perimbangan keuangan antara

BAB 14 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah Daerah dalam mewujudkan kepemerintahaan yang baik (good

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era reformasi yang diikuti dengan diberlakukannya kebijakan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ditetapkannya Peraturan Pemerintah (PP) 105 Tahun 2000 tentang pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan daerah merupakan titik reformasi keuangan daerah. Hal ini merupakan awal mulanya anggaran berbasis kinerja diterapkan, sebagaimana disebutkan dalam PP 105/2000 pasal 8 bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) disusun berdasarkan pendekatan kinerja (Anton dan Suryo, 2007). APBD berbasis kinerja ini dalam penyusunannya disertai dengan sistem anggaran paritisipatif (Muchamad, 2006). Sistem anggaran partisipatif ini adalah sistem anggaran yang di dalamnya melibatkan masyarakat dalam pelaksanaannya. Dalam pelaksanaannya, anggaran kinerja perlu menerapkan dua prinsip pokok. Prinsip yang pertama adalah prinsip value for money (Ekonomis, Efisien dan Efektivitas-3E), dan yang kedua adalah prinsip tata pemerintahan yang baik (good governance) yang mencangkup beberapa prinsip seperti aturan hukum, transparansi, akuntabilitas, partisipasi masyarakat, keadilan dan pengikutsertaan, pendelegasian pelayanan, efektivitas dan efisisensi dan berkelanjutan. Penerapan kedua prinsip tersebut kemudian diekspresikan dalam bentuk pertanggungjawaban para pengambil keputusan atas pengguanaan uang untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah 1

2 ditetapkan dengan indikator yang jelas (Warsito, 2005 dalam Anton dan Suryo, 2007). Anggaran berbasis kinerja ini menuntut adanya transparansi dan akuntabilitas publik sehingga membuka peluang bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam penyusunan anggaran daerah. Penerapan anggaran berbasis kinerja merupakan upaya pemerintah dalam menciptakan pemerintahan yang baik (good governance). Faktor yang menuntut terciptanya pemerintahan yang baik muncul bersamaan dengan tingkat pengetahuan masyarakat dan juga perkembangan era globalisasi. PP 105 Tahun 2000 ternyata membawa suatu ketimpangan antara pemerintah pusat dan daerah. Ketimpangan terjadi karena peraturan tersebut hanya mengatur masalah keuangan di daerah saja, sehingga pemerintah daerah menginginkan adanya kesamaan regulasi antara pusat dan daerah. Peristiwa itu membawa dampak munculnya UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Isi UU tersebut sudah mengatur adanya pengawasan atas pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan baik untuk pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Hal tersebut memperkuat pelaksanaan anggaran yang harus didasarkan pada pendekatan kinerja (Anton dan Suryo, 2007). APBD dengan sistem berbasis kinerja adalah pertanggungjawaban atas pengelolaan dana publik dan pelaksanaan program-program yang dibiayai dari uang publik (Mardiasmo, 2005 dalam Anton dan Suryo, 2007). Sistem anggaran kinerja lebih mengutamakan upaya mencapai hasil kerja atau output dari rencana alokasi biaya atau input yang ditetapkan (Bambang, 2008).

3 APBD harus mampu memberikan gambaran yang jelas tentang tuntutan besarnya pembiayaan atas berbagai sasaran yang hendak dicapai, tugas-tugas dan fungsi pokok sesuai dengan kondisi, potensi, aspirasi dan kebutuhan riil di masyarakat untuk suatu tahun tertentu. Dengan demikian alokasi dana yang digunakan untuk membiayai berbagai program dan kegiatan dapat memberikan manfaat yang benar-benar dirasakan masyarakat dan pelayanan yang berorientasi pada kepentingan publik (PP No 58 Tahun 2005 dalam Munawar dkk., 2006). ABPD merupakan instrumen kebijakan yang utama bagi pemerintah daerah, karena anggaran daerah menduduki posisi sentral dalam upaya pengembangan kapabilitas, efisiensi dan efektifitas pemerintah daerah. Anggaran daerah merupakan indikator untuk menentukan besarnya pendapatan, pengeluaran, dan pembiayaan. Tujuan utama pemerintah daerah adalah memberikan pelayanan kepada masyarakat dan meningkatkan kesejahteraan seluruh masyarakatnya secara merata. Dalam mewujudkannya dibutuhkan partisipasi untuk memperkuat demokrasi, peningkatan kualitas dan efektivitas layanan publik di dalam mewujudkan tujuan pemerintah daerah tersebut. Dengan adanya partisipasi akan tercipta keselarasan tujuan antara pemerintah daerah dan masyarakat. Pada kenyataanya proses penyusunan anggaran yang terjadi selama ini masih didominasi oleh eksekutif dan legislatif, sehingga pelibatan masyarakat sangat rendah atau tidak ada sama sekali. Dampaknya akan menghasilkan proses perencanaan pembangunan yang kurang efektif dan merugikan bagi masyarakat. Sopanah (2007) menjelaskan bahwa salah satu penyebab lemahnya partisipasi masyarakat dalam proses penyusunan APBD adalah mekanisme musyawarah

4 perencanaan pembangunan (Musrenbang) yang ditempuh kurang efektif. Faktor yang diduga membatasi efektifitas musrenbang untuk mempengaruhi proses penyusunan APBD adalah kurang memadainya kualitas, transparansi dan akuntabilitas informasi tentang anggaran itu sendiri yang disiapkan pemerintah daerah bagi peserta Musrenbang, kurangnya keterwakilan stakeholders dalam proses anggaran, dimana proses ini lebih didominasi oleh eksekutif dan legislatif dalam kebijakan anggarannya, dan terbatasnya pengetahuan masyarakat tentang anggaran yang disebabkan masih sedikitnya Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dalam memberikan pendidikan politik kepada masyarakat (Widjono, 2007). Peneliti berasumsi bahwa masyarakat yang faham tentang anggaran akan tahu anggaran itu dipergunakan untuk kepentingan bersama atau pribadi semata. Masyarakat menjadi tahu tentang hak-haknya untuk ikut serta menyuarakan perspektifnya/partisipasinya atas pembangunan daerah yang dampaknya akan dapat mempengaruhi kepuasan masyarakat atas pelaksanaan anggaran kinerja. Musrenbang itu sendiri adalah forum multi-pihak terbuka yang secara bersama mengidentifikasi dan menentukan prioritas kebijakan pembangunan masyarakat. Kebijakan ini berfungsi sebagai proses negosiasi, rekonsiliasi, dan harmonisasi perbedaan antara pemerintah dan pemangku kepentingan non pemerintah, sekaligus pencapaian konsensus bersama mengenai prioritas kegiatan pembangunan berikut anggarannya. Transparansi kebijakan publik yang dimaksud dalam penelitian ini adalah transparansi kebijakan publik tentang anggaran. Transparansi kebijakan publik tentang anggaran ini adalah persepsi masyarakat itu sendiri mengenai keterbukaan

5 anggaran yang dibuat oleh pemerintah daerah. Dengan adanya transparansi informasi yang kurang tentang anggaran yang nantinya akan dipergunakan sebagai acuan dalam mekanisme musrenbang akan membuat inefisien, dan hal ini akan memunculkan rasa keingintahuan masyarakat mengenai transparansi kebijakan publik tentang APBD. Adanya transparansi tentang anggaran dapat dipergunakan masyarakat untuk menilai baik atau tidaknya kinerja anggaran itu dilihat dari transparansi kebijakan publik tentang anggaran tersebut. Pemerintah daerah harus terbuka kepada masyarakat dalam memberikan informasi mengenai keuangan daerahnya agar dapat dengan mudah diakses dan diperoleh masyarakat serta dapat dipergunakan sebagai acuan dalam musrenbang agar lebih efisien dan efektif. Akuntabilitas keuangan daerah/finansial (anggaran) merupakan salah satu elemen manajemen keuangan daerah yang diperlukan untuk mengontrol kebijakan keuangan daerah tersebut. Dalam kerangka akuntabilitas keuangan daerah pemerintah sebagai pelaksana akuntabilitas dituntut untuk memberikan informasi dan pengungkapan atas aktivitas program dan kinerja keuangan yang telah dicapainya kepada stakeholder pemakai akuntabilitas. Disamping itu perwujudan dan keberhasilan akuntabilitas keuangan daerah juga dipengaruhi oleh pelaksanaan dari mekanisme akuntabilitas yang lebih luas yaitu akuntabilitas publik, karena akuntabilitas keuangan daerah merupakan bagian yang integral dari akuntansi publik sebagai manifestasi dari pertanggungjawaban pemerintah daerah kepada masyarakat luas tentang pelaksanaan tugas dan wewenang yang dipercaya oleh masyarakat (Kusni, 2009).

6 Semakin transparan informasi yang diberikan oleh pemerintah daerah mengenai anggarannya diharapkan akan semakin akuntabel, karena transparansi ini akan memaksa adanya peningkatan akuntabilitas publik (Santoso, 2008). Hal ini, akan menciptakan keselarasan tujuan antara pemerintah daerah dengan masyarakatnya. Semua itu dapat dijadikan sebagai masukan bagi masyarakat dalam keikutsertaannya/partisipasinya untuk digunakan dalam Musrenbang. Masyarakat menjadi tahu tentang segala aktivitas program dan kinerja keuangan itu melalui transparansi kebijakan publik tentang anggaran dan pelaporan pertanggungjawaban keuangan daerahnya, yang nantinya akan berpengaruh terhadap kepuasan masyarakat itu sendiri atas pelaksanaan anggaran berbasis kinerja. Pada kenyataan yang terjadi selama ini, yaitu antara teori dan praktek di lapangan tidak terjadi kesinambungan. Masyarakat banyak melakukan demonstrasi menuntut kejelasan anggaran, bahkan ironisnya hal ini terjadi di kalangan mahasiswa. Kepuasan masyarakat atas anggaran kinerja pun dipertanyakan. Gambaran tersebut menunjukkan ketidakpuasan masyarakat terhadap anggaran yang telah ditetapkan (Anton dan Suryo, 2007). Erwin dalam kompas.com, mengatakan dalam evaluasi Departemen Dalam Negeri terhadap APBD 2009 diketahui, penyediaan anggaran untuk fungsi pendidikan di dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kota Yogyakarta dinilai masih rendah yaitu Rp 139 miliar atau berarti hanya 9,88% dari total belanja daerah sebesar Rp 1,4 triliun, yang seharusnya Pemda Kota Yogyakarta mengalokasikan anggarannya sekurang-kurangnya 20% dari belanja daerah sesuai

7 amanat Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan (Erwin, 2009). Dalam penelitian Anton dan Suryo (2007) beranggapan bahwa permasalahan tersebut tidak luput dari adanya teori keagenan (agency theory) dalam pemerintahan yaitu antara eksekutif dengan legislatif dan legislatif dengan masyarakat sebagai pemilih (voter). Masalah keagenan yang timbul di kalangan eksekutif adalah cenderung memaksimalkan utiliti (self-interest) karena memiliki keunggulan informasi, akibatnya eksekutif cenderung melakukan budgetary slack. Hal ini terjadi karena pihak eksekutif akan mengamankan posisinya dalam pemerintahan di mata legislatif dan masyarakat, namun demikian budgetary slack APBD lebih banyak untuk kepentingan pribadi kalangan eksekutif (self interest) dibanding untuk kepentingan masyarakat secara menyeluruh (Gagaring dalam Anton dan Suryo, 2007). Apabila masyarakat dilibatkan dalam penyusunan anggaran dan pendapat mereka juga dipertimbangkan, tentu saja anggaran yang disusun akan lebih memihak pada kebutuhan masyarakat secara keseluruhan. Fenomena yang terjadi ternyata jauh dari harapan masyarakat. Hal ini yang mendasari penelitian Anton dan Suryo (2007) melakukan studi empiris untuk membuktikan pengaruh partisipasi masyarakat dalam penyusunan anggaran dan kepuasan masyarakat atas pelaksanaan anggaran kinerja dari sisi pengetahuan masyarakat tentang anggaran. Dengan mengacu pada permasalahan di atas, peneliti beranggapan bahwa adanya transparansi kebijakan publik tentang anggaran masyarakat dipastikan akan

8 memperoleh informasi. Dengan informasi tersebut masyarakat menjadi tahu atas segala aktivitas yang dilakukan pemda berkaitan mengenai anggarannya melalui akses internet, koran maupun media lainnya. Persepsi masyarakat mengenai transparansi kebijakan publik tentang anggaran akan sinergi dengan bagus atau tidaknya kinerja anggaran itu. Transparansi ini juga dapat memaksa untuk meningkatkan akuntabilitas. Transparansi yang akuntabel akan menciptakan keselarasan tujuan antara pemerintah daerah dengan masyarakatnya. Tanpa adanya transparansi dan akuntabilitas ini, partisipasi publik tidak akan terlaksana (Santoso, 2008). Pengetahuan juga akan membuka kemungkinan bagi masyarakarat untuk ikut berpartisipasi dalam penyusunan APBD, karena masyarakat menginginkan realisasi yang sesuai dengan harapannya. Semua itu akan memberikan pengaruh terhadap kepuasan masyarakat atas pelaksanaan anggaran berbasis kinerja. Dengan adanya partisipasi masyarakat dalam penyusunan anggaran, diharapkan aspirasi/pendapat masyarakat dipertimbangkan agar tercipta anggaran yang memihak pada masyarakat secara keseluruhan. Peneliti berasumsi bahwa faktor faktor di atas tersebut, yaitu; pengetahuan tentang anggaran, efektivitas partisipasi, transparansi kebijakan publik tentang anggaran dan akuntabilitas keuangan daerah (anggarannya) akan mempengaruhi kepuasan masyarakat itu sendiri atas pelaksanaan anggaran berbasis kinerja. Penelitian mengenai pengetahuan anggaran dan transparansi kebijakan publik telah diteliti oleh Isma (2007), Rima (2006) dan Jagat (2006). Pada penelitiannya membahas tentang pengetahuan anggaran dan transparansi kebijakan publik, yang dalam penelitiannya pengetahuan anggaran adalah pengetahuan dewan tentang

9 anggaran dan transparansi kebijakan publik dari persepsi dewan itu sendiri. Penelitian tentang akuntabilitas sebelumnya juga pernah diteliti oleh Isma (2007). Peneliti, akan melakukan penelitian mengenai pengetahuan anggaran dan transparansi kebijakan publik dari masyarakat itu sendiri karena masyarakatlah yang secara langsung merasakan dampak dari realisasi anggaran daerah. Ditambah dengan adanya akuntabilitas juga akan memberikan pengaruh kepada masyarakat atas pertanggungjawaban realiasasi anggaran daerah tersebut. Penelitian tentang pengetahuan masyarakat tentang anggaran dan efektivitas partisipasi masyarakat dalam penyusunan anggaran sebelumnya juga telah diteliti oleh Anton dan Suryo (2007). Dari uraian uraian di atas, peneliti ingin melakukan penelitian dengan judul FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPUASAN MASYARAKAT ATAS PELAKSANAAN ANGGARAN BERBASIS KINERJA (Studi di Kabupaten Bantul, Kabupaten Sleman dan Kota Yogyakarta). B. Batasan Masalah Untuk memfokuskan kajian dalam penelitian, maka perlu adanya pembatasan kajian. Variabel dalam penelitian dibatasi pada tingkat pengetahuan masyarakat, efektivitas partisipasi, transparansi kebijakan publik tentang anggaran, akuntabilitas anggaran dan kepuasan masyarakat atas pelaksanaan anggaran berbasis kinerja. Wilayah penelitian juga dibatasi yaitu di Kabupaten Bantul, Kabupaten Sleman dan

10 Kota Yogyakarta, dan sampel dibatasi pada masyarakat yang digolongkan kedalam 3 kelompok yaitu petani, guru dan mahasiswa. C. Rumusan Masalah Berdasarkan penjelasan di atas, maka peneliti merumuskan masalah sebagai berikut: 1. Apakah transparansi kebijakan publik tentang anggaran berpengaruh terhadap pengetahuan masyarakat tentang anggaran? 2. Apakah transparansi kebijakan publik tentang anggaran berpengaruh terhadap akuntabilitas anggaran? 3. Apakah pengetahuan masyarakat tentang anggaran berpengaruh terhadap efektivitas partisipasi masyarakat dalam penyusunan anggaran? 4. Apakah transparansi kebijakan publik tentang anggaran berpengaruh terhadap efektivitas partisipasi masyarakat dalam penyusunan anggaran? 5. Apakah akuntabilitas anggaran berpengaruh terhadap efektivitas partisipasi masyarakat dalam penyusunan anggaran? 6. Apakah pengetahuan masyarakat tentang anggaran berpengaruh terhadap kepuasan masyarakat atas pelaksanaan anggaran berbasis kinerja? 7. Apakah transparansi kebijakan publik tentang anggaran berpengaruh terhadap kepuasan masyarakat atas pelaksanaan anggaran berbasis kinerja? 8. Apakah akuntabilitas anggaran berpengaruh terhadap kepuasan masyarakat atas pelaksanaan anggaran berbasis kinerja?

11 9. Apakah efektivitas partisipasi berpengaruh terhadap kepuasan masyarakat atas pelaksanaan anggaran berbasis kinerja? 10. Apakah transparansi kebijakan publik tentang anggaran mempengaruhi kepuasan masyarakat atas pelaksanaan anggaran berbasis kinerja melalui variabel pengetahuan masyarakat tentang anggaran? 11. Apakah transparansi kebijakan publik tentang anggaran mempengaruhi kepuasan masyarakat atas pelaksanaan anggaran berbasis kinerja melalui variabel akuntabilitas anggaran? 12. Apakah pengetahuan masyarakat tentang anggaran berpengaruh terhadap kepuasan masyarakat atas pelaksanaan anggaran berbasis kinerja melalui variabel efektivitas partisipasi masyarakat dalam penyusunan anggaran? 13. Apakah transparansi kebijakan publik tentang anggaran berpengaruh terhadap kepuasan masyarakat atas pelaksanaan anggaran berbasis kinerja melalui variabel efektivitas partisipasi masyarakat dalam penyusunan anggaran? 14. Apakah akuntabilitas anggaran berpengaruh terhadap kepuasan masyarakat atas pelaksanaan anggaran berbasis kinerja melalui variabel efektivitas partisipasi masyarakat dalam penyusunan anggaran?

12 D. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk memberikan bukti empiris bahwa: 1. Transparansi kebijakan publik tentang anggaran berpengaruh terhadap pengetahuan masyarakat tentang anggaran. 2. Transparansi kebijakan publik tentang anggaran berpengaruh terhadap akuntabilitas anggaran. 3. Pengetahuan masyarakat tentang anggaran berpengaruh terhadap efektivitas partisipasi masyarakat dalam penyusunan anggaran. 4. Transparansi kebijakan publik tentang anggaran berpengaruh terhadap efektivitas partisipasi masyarakat dalam penyusunan anggaran. 5. Akuntabilitas anggaran berpengaruh terhadap efektivitas partisipasi masyarakat dalam penyusunan anggaran. 6. Pengetahuan masyarakat tentang anggaran berpengaruh terhadap kepuasan masyarakat atas pelaksanaan anggaran berbasis kinerja. 7. Transparansi kebijakan publik tentang anggaran berpengaruh terhadap kepuasan masyarakat atas pelaksanaan anggaran berbasis kinerja. 8. Akuntabilitas anggaran berpengaruh terhadap kepuasan masyarakat atas pelaksanaan anggaran berbasis kinerja. 9. Efektivitas partisipasi berpengaruh terhadap kepuasan masyarakat atas pelaksanaan anggaran berbasis kinerja.

13 10. Transparansi kebijakan publik tentang anggaran mempengaruhi kepuasan masyarakat atas pelaksanaan anggaran berbasis kinerja melalui variabel pengetahuan masyarakat tentang anggaran. 11. Transparansi kebijakan publik tentang anggaran mempengaruhi kepuasan masyarakat atas pelaksanaan anggaran berbasis kinerja melalui variabel akuntabilitas anggaran. 12. Pengetahuan masyarakat tentang anggaran berpengaruh terhadap kepuasan masyarakat atas pelaksanaan anggaran berbasis kinerja melalui variabel efetivitas partisipasi masyarakat dalam penyusunan anggaran. 13. Transparansi kebijakan publik tentang anggaran berpengaruh terhadap kepuasan masyarakat atas pelaksanaan anggaran berbasis kinerja melalui variabel efektivitas partisipasi masyarakat dalam penyusunan anggaran. 14. Akuntabilitas anggaran berpengaruh terhadap kepuasan masyarakat atas pelaksanaan anggaran berbasis kinerja melalui variabel efektivitas partisipasi masyarakat dalam penyusunan anggaran.

14 E. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Dalam bidang teoritis, hasil penelitian diharapkan dapat memberikan kontribusi pada pengembangan teori tentang pemerintahan daerah sehingga meningkatkan pengetahuan dan pemahaman mahasiswa mengenai organisasi sektor publik. 2. Dalam bidang praktek, hasil penelitian diharapkan dapat memberikan masukan pada Pemerintah Daerah khususnya Pemerintah Daerah Kabupaten Bantul, Kabupaten Sleman dan Kota Yogyakarta mengenai pentingnya pemberian bekal pengetahuan masyarakat tentang anggaran, keterlibatan masyarakat dalam penyusunan APBD dan pemberian informasi serta pelaporan pertanggungjawabannya mengenai anggarannya agar dapat dengan mudah diakses dan diperoleh publik sebagai bahan masukan yang akan digunakan dalam Musrenbang. Diharapkan, semakin transparan kebijakan publik tentang anggaran akan semakin akuntabel. Semua itu akan menciptakan keselarasan tujuan antara pemerintah daerah dan masyarakat, karena pembangunan daerah tidak akan kokoh dan terwujud tanpa adanya masyarakat di dalamnya.