PENTINGNYA PENCATATAN PERKAWINAN MENURUT UNDANG- UNDANG NO.1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

dokumen-dokumen yang mirip
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI

BAB I PENDAHULUAN. menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 2 Undang-Undang

Efektifitas Pencatatan Perkawinan di Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Tembelang Kabupaten Jombang

I. PENDAHULUAN. suatu sistem pemerintahan sangat ditentukan oleh baik buruknya penyelenggaraan

BAB IV ANALISIS DATA. penelitian kepustakaan seperti buku-buku, dokumen-dokumen, jurnal, dan lainlain

BAB 1 PENDAHULUAN. Setiap keluarga yang hidup di dunia ini selalu mendambakan agar keluarga itu

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

AKIBAT HUKUM PENCATATAN PERKAWINAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA,

BAB III KONSEP MAQASID ASY-SYARI AH DAN PENCEGAHAN TERHADAP NIKAH DI BAWAH TANGAN

BAB I PENDAHULUAN. tangga dan keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami istri memikul

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK WARIS ANAK PADA PERKAWINAN SIRRI ABSTRAK

BAB5 PERKAWINAN MENURUT UNDANG-UNDANG PERKAWINAN NOMOR 1 TAHUN 1974.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA. Perkawinan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Perkawinan

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 98 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENCATATAN SIPIL KABUPATEN SIDOARJO

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup Bangsa Indonesia. Penjelasan umum Undang-undang Nomor

PEMERINTAH DAERAH KOTA KOTAMOBAGU

2002), hlm Ibid. hlm Komariah, Hukum Perdata (Malang; UPT Penerbitan Universitas Muhammadiyah Malang,

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar tahun Hal ini berarti bahwa dalam

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Perkawinan ini menjadi sebuah ikatan antara seorang laki-laki dan seorang

FH UNIVERSITAS BRAWIJAYA

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1974 (1/1974) Tanggal: 2 JANUARI 1974 (JAKARTA)

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR

Lembaran Informasi untuk Pernikahan di Indonesia/Pernikahan di Jerman

IMPLIKASI PERKAWINAN DI BAWAH TANGAN DALAM PRESFEKTIF HUKUM ISLAM DAN UU NO. 1 TAHUN 1974

BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2011 NOMOR 9 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG

PRODUK PELAYANAN DINAS KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL KOTA DENPASAR

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA TENTANG TIM PERTIMBANGAN PERIZINAN PENGANGKATAN ANAK PUSAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

P E N E T A P A N. Nomor XX/Pdt.P/2012/PA.Ktbm BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

Oleh : TIM DOSEN SPAI

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lex Privatum, Vol. IV/No. 3/Mar/2016

BAB IV ANALISIS TERHADAP PENETAPAN HAKIM PENGADILAN AGAMA. MALANG NOMOR 0038/Pdt.P/2014/PA.Mlg

BAB I PENDAHULUAN. sahnya perkawinan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di

PEMERINTAH KABUPATEN BLORA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLORA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN

LEMBARAN DAERAH KOTA SUNGAI PENUH NOMOR 05 TAHUN 2010

BAB IV. Agama yang telah disajikan pada bab sebelumnya. Berdasarkan hasil. 1. Menurut Hukum Islam, Pengertian Itsbat Nikah ini berasal dari bahasa

BAB V PENUTUP A. Ikhtisar

ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TENTANG PERJANJIAN KAWIN YANG DAPAT DILAKUKAN SELAMA PERKAWINAN BERLANGSUNG

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Sosialisasi Dalam Pembuatan Akta Kelahiran

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 tahun 1974 Tentang perkawinan BAB I DASAR PERKAWINAN. Pasal 1. Pasal 2

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR

P E N E T A P A N Nomor : 0015/Pdt.P/2010/PA.Bn. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU UTARA

DINAS/KANTOR :... Kode Wilayah : FORMULIR PENCATATAN PERKAWINAN

PENETAPAN Nomor 0005/Pdt.P/2015/PA.Pkc DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

FENOMENA NIKAH MASSAL DAN KORELASI TERHADAP ISBAT NIKAH ( Titik Singgung Wewenang 2 in 1 Pengadilan Agama dengan Kementerian Agama )

TINJAUAN YURIDIS DAMPAK PERKAWINAN BAWAH TANGAN BAGI PEREMPUAN OLEH RIKA LESTARI, SH., M.HUM 1. Abstrak

PEMERINTAH KABUPATEN KULON PROGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 11 TAHUN 2002 TENTANG

BAB V PENUTUP. 1. Permohonan pengujian judicial review diajukan oleh Machica. kekuatan hukum dengan segala akibatnya. Machica dan putranya,

PENDAFTARAN ITSBAT NIKAH DI KJRI CHICAGO

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, suami istri memikul suatu tanggung jawab dan kewajiban.

PENGATURAN PERKAWINAN SEAGAMA DAN HAK KONSTITUSI WNI Oleh: Nita Ariyulinda Naskah diterima : 19 September 2014; disetujui : 3 Oktober 2014

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP WANITA DAN ANAK YANG PERKAWINANNYA TIDAK TERCATAT DI INDONESIA. Sukma Rochayat *, Akhmad Khisni **

QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN

PEMERINTAH KOTA SINGKAWANG

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 56 TAHUN 2009

Undang-undang Republik Indonesia. Nomor 1 Tahun Tentang. Perkawinan

PUTUSAN. Nomor : 1372/Pdt.G/2012/PA.Plg BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

PENETAPAN PENGESAHAN PERKAWINAN (ITSBAT NIKAH) BAGI WARGA NEGARA INDONESIA DI LUAR NEGERI. Drs. H. Masrum M Noor, MH.

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN

BAB IV ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 46/PUU- VIII/2010 TENTANG KEDUDUKAN ANAK DI LUAR PERKAWINAN

BAB V PENUTUP. A. Simpulan Perkawinan menurut Pasal 1 UU 1/1974 adalah ikatan lahir bathin

K E P E N D U D U K A N

PEMERINTAH KABUPATEN PURBALINGGA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 08 TAHUN 2010

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 22 TAHUN 2010 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG. Nomor 07 Tahun 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 07 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG

Oleh : Dr.H.Chatib Rasyid,SH.,MH. (Ketua PTA BANDUNG) A. Latar Belakang Masalah Pada Februari 2012 lalu, Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan

PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG TAHUN 2011 S A L I N A N

BAB III IMPLIKASI HAK KEWARISAN ATAS PENGAKUAN ANAK LUAR

TINJAUAN HUKUM TERHADAP HAK DAN KEWAJIBAN ANAK DAN ORANG TUA DILIHAT DARI UNDANG UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DAN HUKUM ISLAM

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 1 TAHUN 2009

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.72, 2008 DEPARTEMEN PERTAHANAN. Perkawinan. Perceraian. Rujuk. Pencabutan.

H.M.A Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat Kajian Fikih Nikah Lengkap (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h.6

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUARA ENIM NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BISMILLAHIRRAHMAANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA TENTANG DUDUK PERKARANYA

Himpunan Peraturan Daerah Kabupaten Purbalingga Tahun

Nikah Sirri Menurut UU RI Nomor 1 Tahun 1974 Wahyu Widodo*

Kata Pengantar. Pacitan, Januari 2015 KEPALA DINAS KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL KABUPATEN PACITAN

BUPATI BONDOWOSO PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDAFTARAN PENDUDUK DAN PENCATATAN SIPIL

Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010 Terhadap Ketentuan Pasal 2 Ayat (2) Undang-Undang Perkawinan.

Imman Yusuf Sitinjak Dosen Universitas Simalungun Abstrak

PENETAPAN Nomor 49/Pdt.P/2015/PA.Lt DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI DHARMASRAYA PERATURAN DAERAH KABUPATEN DHARMASRAYA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN

AKTA KELAHIRAN 1. Undang-undang RI Nomor 23 Tahun 2006 tentang. Akta Kelahiran Umum/Baru (Tidak melebihi 60 hari sejak kelahiran) :

...Humas Kanwil Kemenag Prov. Jabar

P E N E T A P A N Nomor : 06/Pdt.P/2012/PA.Kbm BISMILLAAHIRRAHMAANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara

Transkripsi:

PENTINGNYA PENCATATAN PERKAWINAN MENURUT UNDANG- UNDANG NO.1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN Oleh: Wahyu Ernaningsih, S.H.,M.Hum. Dosen Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya Abstrak Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010 yang isinya mengesahkan anak Aisyah Mochtar alias Machica sebagai anak sah dari Bapak Moerdiono, merupakan bentuk realita baru dalam dunia Hukum, dimana selama ini berdasarkan Undang-Undang Perkawinan No.1 Tahun 1974, anak sah adalah anak yang lahir dalam perkawinan yang sah. Perkawinan sah adalah perkawinan yang dilakukan menurut ajaran agama dan kepercayaan serta dicatatkan pada Kantor Urusan Agama (Bagi yang beragama Islam), dan Catatan Sipil bagi yang beragama non Islam. Machica dalam hal ini termasuk orang yang cukup beruntung walaupun perjuangan untuk mendapatkan pengakuan anaknya sebagai anak sah ditempuh dengan sedemikian rupa, persoalannya adalah di dalam kehidupan nyata banyak sekali anak-anak yang tidak mendapat pengakuan dari ayah biologisnya karena perkawinan antara ibu-bapaknya dilakukan tanpa melalui prosedur pencatatan, atau lazim dalam masyarakat disebut sebagai pernikahan sirri. Pentingnya pencatatan dalam perkawinan yang diamanatkan oleh Undang-undang bertujuan untuk memberikan perlindungan bagi istri dan anak-anak yang secara nyata memiliki posisi lebih lemah. Persoalan inilah yang menjadi dasar dalam analisis tulisan ini dengan melakukan pengkajian tentang pentingnya pencatatam perkawinan yang dikaitkan dengan dampak atau akibat hukumnya. Kata Kunci: Pencatatan, Perkawinan, Undang-Undang No.1 Tahun 1974 A. Pendahuluan Perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara seorang laki-laki dan seorang perempuan sebagai suami-istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (Pasal 1 UU No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu (Pasal 2 ayat(1)). Ayat selanjutnya menyebutkan bahwa: Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 2 ayat (2)).

Merujuk kepada Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) yang menentukan bahwa suatu perkawinan harus dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya dan dicatatkan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku, maka ketentuan ini merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipilih keberlakuannya. Apabila hanya memenuhi salah satu ketentuan saja, maka peristiwa perkawinan tersebut belum memenuhi unsur hukum yang ditentukan oleh undang-undang. Bagi mereka yang melakukan perkawinan menurut agama Islam, pencatatan dilakukan di Kantor Urusan Agama (KUA), pada umumnya dilaksanaan bersamaan dengan upacara akad nikah karena petugas pencatat nikah dari KUA hadir dalam acara akad nikah tersebut. Sedang bagi yang beragama Katholik, Kristen, Budha, Hindu, pencatatan itu dilakukan di Kantor Catatan Sipil setelah kedua mempelai melakukan pernikahan menurut agamanya masingmasing. Misalnya bagi mereka yang memeluk agama Katholik atau Kristen, terlebih dahulu kedua mempelai melakukan prosesi penikahan di gereja, dengan membawa bukti (surat kawin) dari gereja barulah pernikahan tersebut dicatatkan di Kantor Catatan Sipil setempat. Sampai saat ini belum ada kebijakan yang jelas tentang pencatatan perkawinan bagi penganut kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Namun Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta (PTUN) dalam putusannya nomor 024/G.TUN/1997. PTUN Jkt, menyatakan bahwa Kantor Catatan Sipil tidak berwenang menolak pencatatan penganut kepercayaan. Namun pada kenyataannya

hingga saat ini, Kantor Catatan Sipil tidak mau melaksanakan putusan-putusan tersebut dan Kantor Catatan Sipil menyatakan tunduk pada keputusan Menteri Dalam Negeri yang pada pokoknya melarang Kantor Catatan Sipil mencatat perkawinan penganut kepercayaan. Bahkan hasil penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa Fakultas Hukum Unsri pada tahun 2009-2010 menemukan bahwa perkawinan yang telah dilakukan oleh masyarakat Palembang yang menganut KONG FU CHU juga ditolak pencatatannya oleh Kantor Catatatan Sipil Kota Palembang. Sehingga bagi mereka yang menganut Kong Fu Chu mengambil jalan keluar dengan mencatatkan perkawinannya dengan merubah kepercayaannya menjadi pemeluk salah satu agama seperti Budha atau Hindu, padahal secara hukum Kong Fu Chu ditetapkan sebagai salah satu agama selain Islam, Katholik, Kristen, Budha dan Hindu. Perbuatan petugas Kantor Catatan Sipil ini jelas bertentangan dengan keputusan-keputusan yang telah ada dan bertentangan pula dengan pasal 16 ayat 2 Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan yang telah diratifikasi dengan UU No. 7 tahun 1984 yang intinya menyatakan kewajiban bagi negara peserta, termasuk Indonesia, menetapkan usia minimum untuk kawin dan untuk mewajibkan pendaftaran perkawinan di Kantor Catatan Sipil yang resmi. Menurut pendapat penulis hal ini tidak lain karena kurang pahamnya petugas terhadap peraturan perundang-undangan utamanya peraturan tentang perkawinan. Hal inilah yang menjadi dasar dalam pembahasan pada tulisan ini

untuk mengkaji lebih dalam tentang pentingnya pencatatan perkawinan dalam system aturan perkawinan di Indonesia. B. Pencatatan Perkawinan dalam Sistem Hukum Indonesia Adapun Persyaratan yang harus dipenuhi pada saat pencatatan perkawinan adalah sebagai berikut: 1. Foto copy bukti pengesahan perkawinan menurut agamanya dengan membawa aslinya 2. Foto copy kutipan akta kelahiran dengan membawa aslinya. 3. Foto copy Kartu Keluarga dan KTP dengan membawa aslinya. 4. Foto copy kutipan akta perceraian atau kutipan akta kematian bagi mereka yang pernah kawin. 5. Bagi mempelai yang berusia di bawah 21 tahun harus ada izin dari orang tua, apabila pada saat pencataan perkawinan orang tuanya berhalangan hadir, harus ada surat izin resmi diketahui oleh pejabat yang berwenang 6. Surat izin Pengadilan Negeri bagi calon mempelai di bawah usia 21 tahun, apabila tidak mendapat persetujuan dari orang tua 7. Surat izin Pengadilan Negeri apabila calon mempelai pria di bawah usia 19 tahun dan wanita di bawah 16 tahun. 8. Surat keputusan Pengadilan Negeri yang telah mempunyai kekuatan hukum yang pasti bila ada sanggahan. 9. Surat izin dari Pengadilan Negeri bila ingin berpoligami.

10. Dispensasi Camat apabila pelaksanaan pencatatan perkawinan kurang dari sepuluh hari sejak tanggal pengajuan permohonan. 11. Kutipan Akta Kelahiran Anak yang akan diakui/disahkan dalam perkawinan, apabila ada. 12. Hasil pengumuman yang tidak ada sanggahan. 13. Akta Perjanjian harta terpisah perkawinan apabila kedua mempelai menghendaki dan harus disahkan oleh pegawai pencatat pada Kantor Catatan Sipil. 14. Bagi mereka yang berusia di bawah 21 tahun harus ada izin dari Balai Harta Peninggalan apabila orang tua meninggal dunia dengan melampirkan Akta Kematian orang tuanya. 15. Bagi anggota ABRI surat izin dari komandan. 16. Bagi WNI Keturunan agar melampirkan foto copy : a. Surat Bukti Kewarganegaraan Republik Indonesia b. Surat Bukti ganti nama ( bila sudah ganti nama ) 17. Bagi WNA melampirkan foto copy : a. Paspor b. Dokumen Imigrasi c. Surat tanda Melapor Diri ( STMD ) d. Surat Izin dari Kedutaan/perwakilan dari negara Sahabat, khusus Taiwan dari Kamar Dagang dan negara-negara yang lain yang tidak mempunyai

perwakilan harus ada rekomendasi dari Departemen Luar Negeri c.q. Dirjen Protokol dan Konsuler. 18. Pas foto berdampingan ukuran 4 x 6 cm sebanyak 4 lembar. 19. Dua orang saksi yang memenuhi persyaratan. Hal-Hal Lain Yang Perlu Diperhatikan : 1. Kantor Catatan sipil melayani Pencatatan Perkawinan bagi mereka yang telah melangsungkan perkawinan menurut hukum dan tata cara Agama selain Agama Islam, atau tanda telah mendapat pemberkatan atas perkawinan menurut agama yang dianut. 2. Sesuai dengan ketentuan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan adalah usia 19 tahun bagi pria dan usia 16 tahun bagi wanita. 3. Apabila Anda melangsungkan perkawinan dalam usia di bawah 21 tahun harus mendapat ijin dari orang tua. Dan apabila masih di bawah 19 tahun bagi pria dan di bawh 16 tahun bagi wanita, maka harus mendapat Dispensasi dari Pengadilan Negeri. C. Akibat Hukum Tidak Dicatatnya Perkawinan 1. Perkawinan Dianggap tidak Sah Meski perkawinan dilakukan menurut agama dan kepercayaan, namun di mata negara perkawinan tersebut dianggap tidak sah jika belum dicatat oleh Kantor

Urusan Agama atau Kantor Catatan Sipil atau dianggap tidak pernah terjadi peristiwa hukum yang yang disebut perkawinan. 2. Anak Hanya Mempunyai Hubungan Perdata dengan Ibu dan Keluarga Ibu Anak-anak yang dilahirkan di luar perkawinan atau perkawinan yang tidak tercatat, selain dianggap anak tidak sah, juga hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibu atau keluarga ibu (Pasal 42 dan 43 Undang-Undang Perkawinan). Sedang hubungan perdata dengan ayahnya tidak ada. 3. Anak dan Ibunya tidak Berhak atas Nafkah dan Warisan Akibat lebih jauh dari perkawinan yang tidak tercatat adalah, baik isteri maupun anak-anak yang dilahirkan dari perkawinan tersebut tidak berhak menuntut nafkah ataupun warisan dari ayahnya. D. Manfaat Mencatatkan Perkawinan Pencatatan perkawinan sangatlah penting agar supaya terlindungi hak-hak yang akan ditimbulkan akibat adanya suatu perkawinan, terutama hak istri dan anak-anak. Manfaat yang ditimbulkan dari pencatatan perkawinan adalah: 1. Memberikan kepastian hukum bagi keabsahan suatu ikatan perkawinan bagi suami maupun istri; 2. Memberikan kepastian hukum bagi anak-anak yang akan dilahirkan; 3. Mengurus Akta Kelahiran anak-anaknya; 4. Mengurus tunjangan keluarga bagi PNS, TNI/POLRI, BUMN/BUMD dan Karyawan Swasta;

5. Mengurus warisan. E. Sahnya Perkawinan Sebuah perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masingmasing agamanya dan kepercayaannya itu (pasal 2 ayat 1 UU Perkawinan). Ini berarti bahwa jika suatu perkawinan telah dilakukan menurut tata cara dan aturan serta kebiasaan yang ada, seperti pendeta/pastur telah melaksanakan pemberkatan atau ritual lainnya sehubungan dengan prosesi perkawinan (bagi yang non muslim), maka perkawinan tersebut adalah sah, terutama di mata agama dan kepercayaan masyarakat. Karena sudah dianggap sah, akibatnya banyak perkawinan yang tidak dicatatkan. Bisa dengan alasan biaya yang mahal, prosedur berbelit-belit atau untuk menghilangkan jejak dan bebas dari tuntutan hukum dan hukuman adiministrasi dari atasan, terutama untuk perkawinan kedua dan seterusnya (bagi pegawai negeri dan ABRI). Perkawinan tak dicatatkan ini dikenal dengan istilah Perkawinan Bawah Tangan (Nikah Syiri ). Walaupun secara agama perkawinan bawah tangan sah namun apabila tidak dicatatkan di KUA atau Kantor Catatan Sipil maka menurut hokum Negara belum ada perkawinan yang terjadi, akibatnya anak-anak yang dilahirkan dianggap tidak sah pula secarna hukum. Seorang isteri dalam perkawinan bawah tangan (nikah Syiri ) tidak mempunyai perlindungan secara hukum.

Namun berdasarkan keputusan Mahkamah Kontitusi (MK) No. 46/PUU- VIII/2010 tanggal 17 Februari 2012 mengabulkan permohonan uji materi terhadap UU Perkawinan anak yang lahir dari pernikahan tanpa dicatatkan disamakan kedudukannya dengan anak yang lahir sah menurut UU. Maksud dari keputusan dimaksud adalah anak yang dilahirkan di luar perkawinan mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya serta dengan laki-laki sebagai ayahnya yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hokum mempunyai hubungan darah, termasuk hubungan perdata dengan keluarga ayahnya. Padahal perkawinan tersebut dilaksanakan pada tanggal 23 Desember 1993 dan anak tersebut lahir pada tanggal 5 Februari 1996, jauh setelah lahirnya UU Perkawinan (UU No.1 Tahun 1974). Seyogyanya MK tidak mengabulkan permohonan ini karena perkawinan tersebut berlangsung setelah diundangkannya UU Perkawinan No. 1 Tahun 1994 yang seharusnya dipatuhi oleh seluruh warga Negara karena memuat tentang persyaratan perkawinan yang tidak bisa digunakan secara terpisah antara satu pasal/ayat dengan pasal lainnya. Tidak hanya mendasarkan kepada hak sebagai warga Negara namun juga kewajiban untuk tunduk kepada peraturan yang telah ada. Akibatnya menimbulkan banyak pro dan kontra dengan berbagai alasan. F. Pengesahan Perkawinan Bagi ummat Islam, tersedia prosedur hukum untuk mengesahkan perkawinan yang belum tercatat tersebut, yaitu dengan pengajuan Itsbat Nikah ke

Pengadilan Agama. Ketentuan ini terdapat dalam Instruksi Presiden Republik Indonesia No.1 Tahun 1991 atau lebih dikenal dengan Kompilasi Hukum Islam Pasal 7: (1) Perkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akte Nikah yang dibuat Pegawai Pencatat Nikah. (2) Dalam hal perkawinan tidak dapat dibuktikan dengan Akta Nikah, dapat diajukan itsbat nikahnya ke Pengadilan Agama (3) Itsbat nikah yang dapat diajukan ke Pengadilan Agama terbatas mengenai halhal yang berkenaan dengan: a. Adanya perkawinan dalam rangka penyelesaian perceraian b. Hilangnya Akte Nikah c. Adanya keraguan tentang sah atau tisaknya salah satu syarat perkawinan d. Adanya perkawinan yang terjadi sebelum berlakunya UU No.1 Tahun 1974, dan e. Perkawinan yang dilakukan oleh mereka yang tidak mempunyai halangan perkawinan menurut UU No.1 Tahun 1974. (4) Yang berhak mengajukan permohonan itsbat nikah ialah suami/istri, anak-anak mereka, wali nikah dan pihak yang berkepentingan dengan perkawinan itu.

Daftar Bacaan 1. Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan 2. Keputusan Mahkamah Konstitusi No. 46/PUU-VIII/2010 tanggal 17 Februari 2012