KEMISKINAN PROVINSI SULAWESI UTARA MARET 2014

dokumen-dokumen yang mirip
KEMISKINAN PROVINSI SULAWESI UTARA MARET 2015

KEMISKINAN PROVINSI SULAWESI UTARA MARET 2016

KEMISKINAN PROVINSI SULAWESI UTARA SEPTEMBER 2016

KEMISKINAN PROVINSI SULAWESI UTARA SEPTEMBER 2015

KEMISKINAN DAN KETIMPANGAN PROVINSI SULAWESI UTARA MARET 2017

PROFIL KEMISKINAN DI MALUKU UTARA SEPTEMBER 2014

PROFIL KEMISKINAN DI SULAWESI TENGGARA SEPTEMBER 2015 RINGKASAN

PROFIL KEMISKINAN MALUKU UTARA MARET 2016

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH SEPTEMBER 2011

PROFIL KEMISKINAN DI SULAWESI TENGGARA MARET 2017 RINGKASAN


PROFIL KEMISKINAN DI SULAWESI TENGGARA MARET 2016 RINGKASAN

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI SUMATERA BARAT SEPTEMBER 2015

1. Perkembangan Tingkat Kemiskinan di Maluku Utara Maret 2009 September 2015

PROFIL KEMISKINAN DI SULAWESI TENGGARA SEPTEMBER 2016 RINGKASAN

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI SUMATERA BARAT SEPTEMBER 2014

BPS PROVINSI KEPULAUAN RIAU

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI NTT MARET 2010

PROFIL KEMISKINAN DI SULAWESI TENGGARA SEPTEMBER 2014 RINGKASAN

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI SUMATERA BARAT MARET 2016

TINGKAT KEMISKINAN DI DKI JAKARTA TAHUN 2011

TINGKAT KEMISKINAN BALI, MARET 2009

PROFIL KEMISKINAN SUMATERA UTARA MARET 2015

KONDISI KEMISKINAN PROVINSI GORONTALO SEPTEMBER 2014

PROFIL KEMISKINAN DI JAWA TENGAH MARET 2009


KONDISI KEMISKINAN PROVINSI GORONTALO SEPTEMBER 2016

PROFIL KEMISKINAN DI JAWA TENGAH MARET 2008

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI SUMATERA BARAT MARET 2017

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI SUMATERA BARAT SEPTEMBER 2016

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH MARET 2014

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI SUMATERA BARAT MARET 2015

TINGKAT KEMISKINAN DI INDONESIA TAHUN 2007

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAMBI SEPTEMBER 2015

PROFIL KEMISKINAN DI MALUKU TAHUN 2013

PROFIL KEMISKINAN DI NUSA TENGGARA BARAT SEPTEMBER 2016

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI BANTEN MARET 2015

PROFIL KEMISKINAN SULAWESI SELATAN, MARET 2017

PROFIL KEMISKINAN DI MALUKU TAHUN 2014

TINGKAT KEMISKINAN DI PROVINSI BENGKULU SEPTEMBER 2015

BPS PROVINSI LAMPUNG ANGKA KEMISKINAN LAMPUNG MARET PERKEMBANGAN PENDUDUK MISKIN DI LAMPUNG. No. 08/07/18/TH.

TINGKAT KEMISKINAN BALI, MARET 2011

TINGKAT KEMISKINAN DI DKI JAKARTA TAHUN 2009

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2010

BPS PROVINSI LAMPUNG ANGKA KEMISKINAN LAMPUNG SEPTEMBER PERKEMBANGAN PENDUDUK MISKIN DI LAMPUNG. No. 08/07/18/TH.

KONDISI KEMISKINAN PROVINSI GORONTALO MARET 2017

TINGKAT KEMISKINAN DI DKI JAKARTA SEPTEMBER 2015

PROFIL KEMISKINAN DI NUSA TENGGARA BARAT MARET 2016

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI NTT SEPTEMBER 2011 RINGKASAN

PROFIL KEMISKINAN DI MALUKU TAHUN 2016

TINGKAT KEMISKINAN DI DKI JAKARTA SEPTEMBER 2013

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI PAPUA BARAT MARET 2014

TINGKAT KEMISKINAN DI DKI JAKARTA SEPTEMBER 2014

PROFIL KEMISKINAN DI NUSA TENGGARA TIMUR SEPTEMBER 2015

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI PAPUA BARAT SEPTEMBER 2012 JUMLAH PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2012 SEBANYAK 223,24 RIBU ORANG.

PROFIL KEMISKINAN DI NUSA TENGGARA BARAT SEPTEMBER 2015

TINGKAT KEMISKINAN DI DKI JAKARTA TAHUN 2010


TINGKAT KEMISKINAN DI DKI JAKARTA MARET 2016

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH SEPTEMBER 2016

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAMBI MARET 2015

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH SEPTEMBER 2014

TINGKAT KEMISKINAN DI DKI JAKARTA SEPTEMBER 2016

TINGKAT KEMISKINAN DI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI PAPUA BARAT MARET 2013


BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

TINGKAT KEMISKINAN DI PROVINSI BENGKULU SEPTEMBER 2014

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH MARET 2013

TINGKAT KEMISKINAN DI PROVINSI BENGKULU MARET 2015 SEBESAR 17,88 PERSEN.

BADAN PUSAT STATISTIK

BPS PROVINSI LAMPUNG

BPS KABUPATEN MALINAU

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH SEPTEMBER 2013

PROFIL KEMISKINAN DI NUSA TENGGARA BARAT MARET 2017

Tingkat Kemiskinan Jawa Barat Maret 2015

PROFIL KEMISKINAN DI BALI MARET 2015

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI BANTEN MARET 2014

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT MARET 2014

PROFIL KEMISKINAN DI SULAWESI TENGAH SEPTEMBER 2015

TINGKAT KEMISKINAN DI DKI JAKARTA MARET 2012

KEMISKINAN SUMATERA UTARA SEPTEMBER 2015

sebanyak 158,86 ribu orang atau sebesar 12,67 persen. Pada tahun 2016, jumlah penduduk miskin mengalami penurunan dibanding tahun sebelumnya, yaitu se

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH SEPTEMBER 2013

BPS PROVINSI KEPULAUAN RIAU

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Riau pada Maret 2016 adalah 515,40 ribu atau 7,98 persen dari total penduduk.

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH MARET 2016

PROFIL KEMISKINAN DI SULAWESI TENGAH SEPTEMBER 2014

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA SEPTEMBER 2011

PROFIL KEMISKINAN DI JAWA TIMUR MARET 2012

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

KEMISKINAN SUMATERA UTARA MARET 2017

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI PAPUA BARAT MARET 2010

KEMISKINAN SUMATERA UTARA SEPTEMBER 2016

PROFIL KEMISKINAN SUMATERA UTARA SEPTEMBER 2014

BPS PROVINSI LAMPUNG

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH MARET 2016

Transkripsi:

No. 42/07/71/Th. VIII, 1 Juli 2014 KEMISKINAN PROVINSI SULAWESI UTARA MARET 2014 Angka-angka kemiskinan yang disajikan dalam Berita Resmi Statistik ini merupakan angka yang dihasilkan lewat pengolahan dengan mengunakan hasil proyeksi penduduk. Sehingga ada beberapa data pada periode sebelumnya yang mengalami perubahan (revisi). Jumlah penduduk miskin di Provinsi Sulawesi Utara pada Maret 2014 mencapai 208,23 ribu jiwa yang bertambah sekitar 7,1 ribu jiwa dibandingkan dengan penduduk miskin pada September 2013 yang berjumlah 201,09 ribu. Persentase penduduk miskin di Provinsi Sulawesi Utara pada bulan Maret 2014 sebesar 8,75 persen, naik 0,25 persen dibanding kondisi September 2013 yang sebesar 8,50 persen. Tingkat kemiskinan masih lebih tinggi di perdesaan dibandingkan daerah perkotaan. Di perdesaan 11,41 persen (149,05 ribu jiwa) sedangkan perkotaan sebesar 5,51 persen (59,18 ribu jiwa). Kenaikan tingkat kemiskinan hanya terjadi di perdesaan yaitu sebesar 0,96 persen Sedangkan di perkotaan tingkat kemiskinan turun sebesar 0,61 persen pada periode September 2013 Maret 2014. Garis kemiskinan naik sebesar Rp. 10.868 atau 4,34 persen yaitu dari Rp. 250.249 per kapita per bulan pada September 2013 menjadi Rp. 261.117 per kapita per bulan pada Maret 2014. Peranan komoditi makanan jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan dan kesehatan). Dilihat dari Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) periode September 2013 Maret 2014 mengalami sedikit kenaikan dengan angka yang tidak begitu signifikan. Jika dilihat dari Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) mengalami penurunan. 1. PERKEMBANGAN PENDUDUK MISKIN DI SULAWESI UTARA Tingkat kemiskinan Provinsi Sulawesi Utara pada Maret 2014 ini secara year to year (Maret 2013 ke Maret 2014) mengalami kenaikan, demikian juga jika dibandingkan dengan September 2013 tingkat kemiskinan Provinsi Sulawesi Utara mengalami kenaikan. Berdasarkan Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Triwulan I tahun 2014 diketahui bahwa Tingkat Kemiskinan Sulawesi Utara pada Maret 2014 sebesar 8,75 persen atau sebanyak 208,23 ribu jiwa (lihat Tabel 1). Sementara data Maret 2013 menunjukkan tingkat kemiskinan Provinsi Sulawesi Utara masih 7,88 persen atau 185,52 ribu jiwa, sedangkan data September 2013 menunjukkan tingkat kemiskinan Provinsi Sulawesi Utara sebesar 8,50 persen atau 201,09 ribu jiwa. Dengan kata lain jika dibandingkan dengan September 2013 persentase penduduk miskin bertambah 0,25 persen atau secara absolut telah terjadi penambahan jumlah penduduk miskin sekitar 7,1 ribu jiwa. Berita Resmi Statistik Provinsi Sulawesi Utara No. 42/07/71/Th. VIII, 1 Juli 2014 1

Tabel 1 : Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Provinsi Sulawesi Utara Tahun 2013 2014 Perkotaan Daerah / Tahun Jumlah Penduduk Miskin (000) Persentase (1) (2) (3) Maret 2013 64,19 6,04 September 2013 65,36 6,12 Maret 2014 59,18 5,51 Perdesaan Maret 2013 121,33 9,40 September 2013 135,73 10,45 Maret 2014 149,05 11,41 Perkotaan + Perdesaan Maret 2013 185,52 7,88 September 2013 201,09 8,50 Maret 2014 208,23 8,75 Penduduk miskin di Sulawesi Utara masih didominasi penduduk di daerah perdesaan. Dari 208,23 ribu jiwa penduduk miskin pada Maret 2014, sebanyak 149,05 ribu jiwa tinggal di daerah perdesaan, dan di perkotaan hanya 59,18 ribu jiwa. Jumlah itu juga memberi arti bahwa di perkotaan tingkat kemiskinan sebesar 5,51 persen sedangkan di perdesaan 11,41 persen. Tingkat kemiskinan Provinsi Sulawesi Utara pada periode September 2013 Maret 2014, terjadi kenaikan di daerah rural (perdesaan) sebesar 0,96 persen atau secara absolut jumlah penduduk miskin naik sebanyak 13,3 ribu jiwa, sedangkan di daerah urban (perkotaan) mengalami penurunan sebesar 0,61 persen atau secara absolut jumlah penduduk miskin turun sebanyak 6,2 ribu jiwa. Gambar 1 : Persentase Penduduk Miskin Sulawesi Utara dan Indonesia Maret 2011 - Maret 2014 14.00 12.00 12.49 12.36 11.96 11.66 11.36 11.46 11.25 10.00 8.00 8.51 8.46 8.18 7.63 7.88 8.5 8.75 6.00 4.00 2.00 0.00 Maret 2011 Sept 2011 Maret 2012 Sept 2012 Maret 2013 Sept 2013 Maret 2014 Sulut Indonesia Pada periode tahun 2011-2014 tingkat kemiskinan Provinsi Sulawesi Utara selalu di bawah angka nasional. Secara tren pada periode September 2012 - Maret 2014 menunjukkan kenaikan angka kemiskinan 2 Berita Resmi Statistik Provinsi Sulawesi Utara No. 42/07/71/Th. VIII, 1 Juli 2014

di Provinsi Sulawesi Utara tetapi dengan angka kenaikan yang relatif kecil (lihat Gambar 1). Ketika mundur pada periode Maret 2011 - September 2012 menunjukkan tren penurunan angka kemiskinan. Data Maret 2014 menunjukkan tingkat kemiskinan secara nasional sebesar 11,25 persen atau setara dengan 28.280,01 ribu jiwa. Gambar 2 : Perbandingan Persentase Penduduk Miskin di Wilayah Pulau Sulawesi, Maret 2014 Gorontalo 17.44 Sulawesi Tenggara 14.05 Sulawesi Tengah 13.93 Sulawesi Barat 12.27 Sulawesi Selatan 10.28 Sulawesi Utara 8.75 0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 Tingkat kemiskinan Provinsi Sulawesi Utara pada Maret 2014 secara nasional berada di peringkat keempat belas terendah, namun di wilayah Pulau Sulawesi, Provinsi Sulawesi Utara berada di urutan terbawah. 2. PERUBAHAN DAN PERGESERAN GARIS KEMISKINAN Besar kecilnya jumlah penduduk miskin sangat dipengaruhi oleh Garis Kemiskinan, karena penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan dibawah Garis Kemiskinan. Semakin tinggi Garis Kemiskinan, semakin banyak penduduk yang tergolong sebagai penduduk miskin jika tidak terjadi peningkatan pendapatan. Garis kemiskinan naik sebesar Rp. 10.868 atau 4,34 persen yaitu dari Rp. 250.249 per kapita per bulan pada September 2013 menjadi Rp. 261.117 per kapita per bulan pada Maret 2014. Penduduk miskin dapat dibedakan menjadi dua yaitu miskin kronis (chronic poor) dan miskin sementara (transient poor). Miskin kronis adalah penduduk miskin yang berpenghasilan jauh di bawah garis kemiskinan dan biasanya tidak memiliki akses yang cukup terhadap sumber daya ekonomi, sedangkan miskin sementara adalah penduduk miskin yang berada dekat garis kemiskinan. Jika terjadi sedikit saja perbaikan dalam ekonomi, kondisi penduduk yang termasuk kategori miskin sementara ini bisa meningkat dan statusnya berubah menjadi penduduk tidak miskin. Berita Resmi Statistik Provinsi Sulawesi Utara No. 42/07/71/Th. VIII, 1 Juli 2014 3

Tabel 2 : Garis Kemiskinan, Jumlah dan persentase Penduduk Miskin menurut Daerah di Sulawesi Utara, September 2013 Maret 2014 Garis Kemiskinan (Rp/Kapita/Bln) Jumlah Penduduk Persentase Daerah / Tahun Miskin Non Penduduk Miskin Makanan Total (000) Makanan (1) (2) (3) (4) (6) (7) Perkotaan September 2013 193.021 62.545 255.566 65,36 6,12 Maret 2014 199.615 65.479 265.093 59,18 5,51 Perdesaan September 2013 195.342 50.530 245.872 135,73 10,45 Maret 2014 205.000 52.845 257.845 149,05 11,41 Perkotaan + Perdesaan September 2013 194.294 55.954 250.249 201,09 8,50 Maret 2014 202.569 58.547 261.117 208,23 8,75 Dengan kenaikan nilai Garis Kemiskinan ini, terlihat bahwa tingkat kemiskinan di daerah perkotaan mengalami penurunan sedangkan perdesaan meningkat. Hal ini mengindikasikan bahwa tingkat pendapatan sebagian penduduk miskin di daerah perkotaan khususnya penduduk miskin transient pada Maret 2014 mengalami peningkatan sedangkan di daerah perdesaan tidak mengalami peningkatan ataupun jika mengalami peningkatan laju peningkatannya lebih rendah dibandingkan kenaikan Garis Kemiskinan sehingga mereka tidak mampu keluar dari kemiskinan. Dengan memperhatikan komponen Garis Kemiskinan (GK), yang terdiri dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM), terlihat bahwa peranan komoditi makanan jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan dan kesehatan). Pada bulan September 2013, sumbangan GKM terhadap GK sebesar 77,64 persen, sedangkan pada bulan Maret 2014, peranannya sedikit mengalami penurunan menjadi 77,58 persen. 3. INDEKS KEDALAMAN KEMISKINAN DAN INDEKS KEPARAHAN KEMISKINAN Persoalan kemiskinan bukan hanya sekedar berapa jumlah dan persentase penduduk miskin. Dimensi lain yang perlu diperhatikan adalah tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan. Selain harus mampu memperkecil jumlah penduduk miskin, kebijakan penanggulangan kemiskinan juga sekaligus harus bisa mengurangi tingkat kedalaman kemiskinan (Poverty Gap) dan keparahan kemiskinan (Poverty Severity). Pada periode September 2013 Maret 2014, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P 1 ) mengalami sedikit kenaikan dengan angka yang tidak signifikan, sedangkan Indeks Keparahan Kemiskinan (P 2 ) sebaliknya mengalami penurunan. Nilai indeks (P 1 ) menunjukkan ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masingmasing penduduk miskin terhadap garis kemiskinan. Semakin tinggi nilai indeks, semakin besar rata-rata kesenjangan terhadap garis kemiskinan. Indeks ini digunakan sebagai dasar penghitungan berapa subsidi yang diperlukan untuk mengentaskan penduduk miskin. Sementara itu nilai indeks (P 2 ) menunjukkan ketimpangan pengeluaran diantara penduduk miskin. Semakin tinggi nilai indeks, semakin tinggi ketimpangan pengeluaran di antara penduduk miskin. Dengan naiknya indeks P 1 yang tidak begitu signifikan selama periode September 2013 Maret 2014 mengindikasikan bahwa rata-rata jarak kedalaman kemampuan konsumsi penduduk miskin terhadap garis kemiskinan relatif tetap dibandingkan periode yang lalu. Sedangkan penurunan indeks P 2 menunjukkan bahwa besarnya variasi pengeluaran konsumsi penduduk miskin semakin mengecil. 4 Berita Resmi Statistik Provinsi Sulawesi Utara No. 42/07/71/Th. VIII, 1 Juli 2014

Tabel 3 : Indeks Kedalaman Kemiskinan (P 1 ) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P 2 ) di Provinsi Sulawesi Utara menurut Daerah, September 2013 Maret 2014 Tahun Perkotaan Perdesaan Perkotaan + Perdesaan (1) (2) (3) (4) Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) September 2013 0,958 1,317 1,155 Maret 2014 0,735 1,593 1,205 Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) September 2013 0,221 0,331 0,281 Maret 2014 0,168 0,330 0,257 Pada Maret 2014 indeks kedalaman kemiskinan di perdesaan lebih tinggi dari perkotaan terlihat dari nilai indeks P 1 yakni masing-masing 1,593 berbanding 0,735. Sedangkan dari sisi keparahan kemiskinan, penduduk miskin di perdesaan cenderung memiliki tingkat ketimpangan yang lebih tinggi dibandingkan penduduk miskin di perkotaan yang ditunjukkan dari disparitas nilai indeks P 2 dimana di perdesaan 0,330 sedangkan di perkotaan mencapai 0,168. 4. KESIMPULAN a. Tingkat kemiskinan Sulawesi Utara kondisi Maret 2014 sebesar 8,75 persen atau 208,23 ribu jiwa. Selama periode September 2013 Maret 2014 penduduk miskin dari sisi jumlah dan persentase mengalami kenaikan. Dari rata-rata jarak pendapatan (konsumsi) penduduk miskin dari garis kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran di antara penduduk miskin relatif sedikit berubah. b. Garis kemiskinan, baik di daerah perkotaan maupun perdesaan kedua-duanya mengalami kenaikan. Akan tetapi tingkat kemiskinan daerah perkotaan mengalami penurunan sedangkan di daerah perdesaan terjadi kenaikan tingkat kemiskinan. Berita Resmi Statistik Provinsi Sulawesi Utara No. 42/07/71/Th. VIII, 1 Juli 2014 5

PENJELASAN TEKNIS DAN SUMBER DATA Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Dengan pendekatan ini, dapat dihitung Headcount Index, yaitu persentase penduduk miskin terhadap total penduduk. Metode yang digunakan adalah menghitung Garis Kemiskinan (GK), yang terdiri dari dua komponen yaitu Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM). Penghitungan Garis Kemiskinan dilakukan secara terpisah untuk daerah perkotaan dan perdesaan. Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan dibawah Garis Kemiskinan. Garis Kemiskinan Makanan (GKM) merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2100 kkalori per kapita perhari. Paket komoditi kebutuhan dasar makanan diwakili oleh 52 jenis komoditi (padipadian, umbi-umbian, ikan, daging, telur dan susu, sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak dan lemak, dll). Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM) adalah kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan. Paket komoditi kebutuhan dasar non-makanan diwakili oleh 51 jenis komoditi dasar non makanan di perkotaan dan 47 jenis komoditi di perdesaan. Sumber data utama yang dipakai untuk menghitung tingkat kemiskinan Maret 2014 adalah data SUSENAS (Survei Sosial Ekonomi Nasional) Triwulan I Modul Konsumsi bulan Maret 2014. Angka-angka yang disajikan merupakan angka yang dihasilkan lewat pengolahan dengan mengunakan hasil proyeksi penduduk. 6 Berita Resmi Statistik Provinsi Sulawesi Utara No. 42/07/71/Th. VIII, 1 Juli 2014

BPS PROVINSI SULAWESI UTARA Informasi lebih lanjut hubungi: Dadang Hardiwan, S.Si, M.Si Kepala Bidang Statistik Sosial BPS Provinsi Sulawesi Utara Telepon: 0431-847044 Fax.: 0431-862204 E-mail: bps7100@bps.go.id Homepage : http://sulut.bps.go.id Berita Resmi Statistik Provinsi Sulawesi Utara No. 42/07/71/Th. VIII, 1 Juli 2014 7