PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI BANTEN MARET 2015

dokumen-dokumen yang mirip
PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI BANTEN MARET 2014

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI BANTEN SEPTEMBER 2015

PROFIL KEMISKINAN DI NUSA TENGGARA TIMUR SEPTEMBER 2015

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI BANTEN SEPTEMBER 2013

ANGKA KEMISKINAN PROVINSI BANTEN MARET 2017

BADAN PUSAT STATISTIK

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAMBI SEPTEMBER 2015

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH MARET 2014

PROFIL KEMISKINAN DI BALI MARET 2015

BADAN PUSAT STATISTIK

TINGKAT KEMISKINAN DI PROVINSI BENGKULU SEPTEMBER 2015

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH SEPTEMBER 2013

PROFIL KEMISKINAN DI BALI MARET 2014

PROFIL KEMISKINAN DI BALI MARET 2016

PROFIL KEMISKINAN DI JAWA TENGAH SEPTEMBER 2015

TINGKAT KEMISKINAN DI PROVINSI BENGKULU MARET 2015 SEBESAR 17,88 PERSEN.

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH MARET 2014

KEMISKINAN PROVINSI BENGKULU MARET 2016

PROFIL KEMISKINAN DI BALI SEPTEMBER 2013

PROFIL KEMISKINAN DI NUSA TENGGARA BARAT MARET 2016

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAMBI MARET 2015

BPS PROVINSI KEPULAUAN RIAU

PROFIL KEMISKINAN DI BALI SEPTEMBER 2014

PROFIL KEMISKINAN DI NUSA TENGGARA BARAT MARET 2015

TINGKAT KEMISKINAN DI PROVINSI BENGKULU SEPTEMBER 2014

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH MARET 2016

TINGKAT KEMISKINAN BALI, SEPTEMBER 2015

PROFIL KEMISKINAN DI BALI SEPTEMBER 2016

PROFIL KEMISKINAN DI NUSA TENGGARA BARAT SEPTEMBER 2015

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH MARET 2015

KEMISKINAN PROVINSI BENGKULU SEPTEMBER 2016

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH MARET 2013

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH SEPTEMBER 2011

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH SEPTEMBER 2014

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH SEPTEMBER 2012

PROFIL KEMISKINAN DI JAWA TENGAH SEPTEMBER 2016

BPS PROVINSI LAMPUNG ANGKA KEMISKINAN LAMPUNG MARET PERKEMBANGAN PENDUDUK MISKIN DI LAMPUNG. No. 08/07/18/TH.

PROFIL KEMISKINAN DI JAWA TENGAH MARET 2017

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH MARET 2017

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH SEPTEMBER 2014

PROFIL KEMISKINAN DI NUSA TENGGARA BARAT MARET 2017

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT MARET 2014

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH SEPTEMBER 2013

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT SEPTEMBER 2013

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH SEPTEMBER 2016

BADAN PUSAT STATISTIK

TINGKAT KEMISKINAN DI INDONESIA TAHUN 2007

BPS PROVINSI KEPULAUAN RIAU

BPS PROVINSI KEPULAUAN RIAU

BPS PROVINSI LAMPUNG

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH MARET 2016

TINGKAT KEMISKINAN BALI, MARET 2017

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAMBI MARET 2017

BPS PROVINSI KEPULAUAN RIAU

PROFIL KEMISKINAN SUMATERA UTARA MARET 2015

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAMBI SEPTEMBER 2016

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI ACEH MARET 2014

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU, SEPTEMBER 2016

TINGKAT KEMISKINAN DI DKI JAKARTA SEPTEMBER 2015

TINGKAT KEMISKINAN DI DKI JAKARTA MARET 2016

BPS PROVINSI LAMPUNG ANGKA KEMISKINAN LAMPUNG SEPTEMBER PERKEMBANGAN PENDUDUK MISKIN DI LAMPUNG. No. 08/07/18/TH.

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU, MARET 2016

TINGKAT KEMISKINAN DI DKI JAKARTA SEPTEMBER 2016

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

PROFIL KEMISKINAN DI NUSA TENGGARA BARAT SEPTEMBER 2016

TINGKAT KEMISKINAN DI DKI JAKARTA TAHUN 2011

BPSPROVINSI JAWATIMUR

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU, MARET 2017

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

TINGKAT KEMISKINAN DI DKI JAKARTA SEPTEMBER 2013

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA SEPTEMBER 2012

TINGKAT KEMISKINAN DI DKI JAKARTA SEPTEMBER 2014

PROFIL KEMISKINAN DI NUSA TENGGARA BARAT SEPTEMBER 2012

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI ACEH MARET 2015

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA SEPTEMBER 2011

TINGKAT KEMISKINAN DI DKI JAKARTA MARET 2013

PROFIL KEMISKINAN SULAWESI SELATAN, MARET 2017

TINGKAT KEMISKINAN DI DKI JAKARTA MARET 2014

BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN

BPSPROVINSI JAWATIMUR

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI NTT MARET 2010

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

PROFIL KEMISKINAN DI SULAWESI TENGGARA SEPTEMBER 2015 RINGKASAN

TINGKAT KEMISKINAN DI PROVINSI BENGKULU MARET 2017

PROFIL KEMISKINAN MALUKU UTARA MARET 2016

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

PROFIL KEMISKINAN DI MALUKU UTARA SEPTEMBER 2014

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT SEPTEMBER 2015

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BPSPROVINSI JAWATIMUR

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2010

PROFIL KEMISKINAN DI JAWA TENGAH MARET 2008

BPS PROVINSI LAMPUNG ANGKA KEMISKINAN LAMPUNG MARET No. 08/07/18/TH.IX, 17 Juli 2017

BPSPROVINSI JAWATIMUR

PROFIL KEMISKINAN DI JAWA TENGAH MARET 2009

PROFIL KEMISKINAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

PROFIL KEMISKINAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA SEPTEMBER 2015

BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN

PROFIL KEMISKINAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

BPS PROVINSI LAMPUNG

Transkripsi:

No. 44/09/36/Th. IX, 15 September 2015 PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI BANTEN MARET 2015 JUMLAH PENDUDUK MISKIN MARET 2015 MENCAPAI 702,40 RIBU ORANG Pada bulan 2015, jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan) di Banten mencapai 702,40 ribu orang (5,90 persen), meningkat 53,21 ribu orang (8,20 persen) dibandingkan dengan penduduk miskin pada September 2014 yang hanya sebesar 649,19 ribu orang (5,51 persen). Selama periode September 2014-2015, jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan dan perdesaan mengalami peningkatan. Jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan meningkat 27,35 ribu orang (dari 381,18 ribu orang pada September 2014 menjadi 408,53 ribu orang pada 2015) dan di daerah perdesaan meningkat sebesar 25,86 ribu orang (dari 268,01 ribu orang pada September 2014 menjadi 293,87 ribu orang pada 2015). Persentase penduduk miskin baik di daerah perkotaan maupun di daerah perdesaan meningkat pada kurun waktu September 2014-2015. Persentase penduduk miskin di daerah perkotaan pada September 2014 sebesar 4,74 persen bertambah menjadi 5,03 persen pada 2015. Persentase penduduk miskin di daerah perdesaan bertambah dari 7,18 persen pada September 2014 menjadi 7,78 persen pada 2015. Peranan komoditi makanan terhadap Garis Kemiskinan jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan). Pada 2015, sumbangan Garis Kemiskinan Makanan terhadap Garis Kemiskinan tercatat sebesar 70,47 persen, tidak berbeda jauh dengan kondisi September 2014 yang sebesar 70,87 persen. Komoditi makanan yang berpengaruh besar terhadap nilai Garis Kemiskinan di perkotaan relatif sama dengan di perdesaan, diantaranya adalah beras, rokok kretek filter, telur ayam ras dan mie instan. Begitu pula halnya dengan lima komoditi bukan makanan yang memberikan sumbangan terbesar terhadap Garis Kemiskinan di perkotaan dan perdesaan yang relatif sama, diantaranya adalah perumahan, bensin, listrik, dan pendidikan. Pada periode September 2014-2015, baik Indeks Kedalaman Kemiskinan (P 1 ) maupun Indeks Keparahan Kemiskinan (P 2 ) menunjukkan peningkatan. Hal ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin semakin menjauhi Garis Kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran penduduk miskin juga semakin melebar. Atau dengan kata lain kondisi penduduk miskin di Banten semakin terpuruk. Berita Resmi Statistik Provinsi Banten No. 44/09/36/Th. IX, 15 September 2015 1

1. Perkembangan Tingkat Kemiskinan September 2014-2015 Jumlah penduduk miskin di Banten pada bulan 2015 mencapai 702,40 ribu orang (5,90 persen). Jika dibandingkan dengan jumlah penduduk miskin pada September 2014, maka selama enam bulan terjadi peningkatan jumlah penduduk miskin sebesar 53,21 ribu orang (8,20 persen). Berdasarkan daerah tempat tinggal, pada periode September 2014-2015 penduduk miskin di daerah perkotaan bertambah sebesar 27,35 ribu orang (7,18 persen) dan penduduk miskin di daerah perdesaan bertambah yaitu sebesar 25,86 ribu orang (9,65 persen). Tabel 1 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Menurut Daerah, September- 2015 Daerah/Tahun Jumlah Penduduk Miskin (Ribu) Persentase Penduduk Miskin (1) (2) (3) Perkotaan September 2014 381,18 4,74 2015 408,53 5,03 Perdesaan September 2014 268,01 7,18 2015 293,87 7,78 Kota+Desa September 2014 649,19 5,51 2015 702,40 5,90 Sumber: Diolah dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) September 2014 dan 2015 Faktor-faktor penyebab kenaikan angka kemiskinan periode September 2014-2015 diantaranya adalah: 1. Inflasi umum yang cukup tinggi selama periode September 2014-2015 yaitu sebesar 4,43 persen. Sumbangan inflasi terbesar berasal dari sub sektor bahan makanan yaitu sebesar 5,63 persen. 2. Pertumbuhan ekonomi yang minus pada Triwulan I 2015 (-0,63 persen) sementara pertumbuhan ekonomi pada Triwulan III 2014 masih berkisar pada 1,86 persen. 2 Berita Resmi Statistik Provinsi Banten No. 44/09/36/Th. IX, 15 September 2015

622.84 651.45 642.88 652.36 ribu jiwa 687.69 689.22 677.51 % 649.19 702,40 2. Perkembangan Tingkat Kemiskinan Tahun 2011-2015 Selang periode 2011 sampai 2015, jumlah penduduk miskin di Provinsi Banten cukup berfluktuasi. Pada September 2013, jumlah penduduk miskin mengalami kenaikan tertinggi sebesar 3,86 persen dibandingkan 2013. Hal ini disebabkan inflasi umum yang relatif tinggi akibat kenaikan harga BBM pada bulan Juli 2013. Namun, pada 2014 jumlah penduduk miskin mengalami penurunan yang cukup besar, yaitu dari sebesar 677,51 ribu jiwa pada September 2013 menjadi 622,84 ribu jiwa. Setelah turun pada 2013, angka kemiskinan Banten terus meningkat di periodeperiode selanjutnya. Pada September 2014 penduduk miskin di Provinsi Banten mengalami kenaikan sebesar 4,23 persen. Selanjutnya pada 2015 penduduk miskin di Provinsi Banten kembali bertambah sebesar 53,21 ribu jiwa atau meningkat sebesar 8,20 persen. Perkembangan kemiskinan Provinsi Banten dari tahun 2011 sampai dengan tahun 2015 ditunjukkan oleh Gambar 1. Gambar 1 Perkembangan Kemiskinan di Provinsi Banten, 2011-2015 700.00 6.32 6.26 6.40 680.00 660.00 5.85 5.71 5.74 5.89 6.20 6.00 5.80 640.00 620.00 600.00 5.35 5.51 5,90 5.60 5.40 5.20 5.00 580.00 2011 *) Sept 2011 *) 2012 *) Sept 2012 *) 2013 *) Sept 2013 *) 2014 Sept 2014 2015 4.80 Penduduk Miskin % Penduduk Miskin Sumber : Diolah dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) September 2014 dan 2015 Catatan : *hasil backcasting dengan menggunakan penimbang Proyeksi Penduduk 2010-2035 3. Perubahan Garis Kemiskinan 2015 Garis Kemiskinan dipergunakan sebagai suatu batas untuk mengelompokkan penduduk menjadi miskin atau tidak miskin. Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan. Tabel 2 menyajikan perkembangan Garis Kemiskinan pada September dan 2015. Selama periode September 2014-2015, Garis Kemiskinan naik sebesar 6,54 persen, yaitu dari Rp 315.819,- per kapita per bulan pada September 2014 menjadi Rp 336.483,- per kapita per bulan pada 2015. Dengan memperhatikan komponen Garis Kemiskinan (GK) yang terdiri dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM), dapat dilihat bahwa peranan komoditi makanan masih jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan Berita Resmi Statistik Provinsi Banten No. 44/09/36/Th. IX, 15 September 2015 3

makanan, yang terdiri dari perumahan, sandang, pendidikan dan kesehatan. Sumbangan GKM terhadap GK pada 2015 adalah sebesar 70,47 mengalami sedikit penurunan dibandingkan September 2014 yang sebesar 70,87 persen. Tabel 2 Garis Kemiskinan dan Perubahannya Menurut Daerah, September 2014-2015 Daerah/Tahun Garis Kemiskinan (Rp/Kapita/Bln) Makanan Bukan Makanan Total (1) (2) (3) (4) Perkotaan September 2014 223.031 101.871 324.902 2015 235.211 109.643 344.855 Perubahan (%) 5,46 7,63 6,14 Perdesaan September 2014 225.535 70.705 296.241 2015 241.250 77.247 318.497 Perubahan (%) 6,97 9,25 7,51 Kota+Desa September 2014 223.825 91.994 315.819 2015 237.129 99.354 336.483 Perubahan (%) 5,94 8,00 6,54 Sumber: Diolah dari data Survei S osial Ekonomi Nasional (Susenas) September 2014 dan 2015 Pada 2015, lima komoditi makanan penyumbang terbesar Garis Kemiskinan di daerah perkotaan adalah beras yaitu sebesar 21,57 persen, rokok kretek filter (11,04 persen), telur ayam ras (3,56 persen), daging ayam ras (3,17 persen), dan terakhir mie instan (3,04 persen). Sedangkan lima komoditi makanan penyumbang terbesar terhadap Garis Kemiskinan di daerah perdesaan secara berturut-turut adalah beras (38,04 persen), rokok kretek filter (6,10 persen), telur ayam ras (2,90 persen), kopi bubuk dan kopi instan (2,71) dan mie instan (2,47 persen). 4 Berita Resmi Statistik Provinsi Banten No. 44/09/36/Th. IX, 15 September 2015

Tabel 3 Daftar Komoditi yang Memberi Pengaruh Besar pada Kenaikan Garis Kemiskinan, 2015 Komoditi Kota Komoditi Desa (1) (2) (3) (4) Makanan Beras 21,57 Beras 38,04 Rokok kretek filter 11,04 Rokok kretek filter 6,10 Telur ayam ras 3,56 Telur ayam ras 2,90 Daging ayam ras 3,17 Kopi bubuk dan kopi instan 2,71 Mie Instan 3,04 Mie instan 2,47 Bukan Makanan Perumahan 10,97 Perumahan 9,21 Bensin 3,71 Bensin 1,75 Listrik 3,26 Listrik 1,63 Pendidikan 2,23 Pendidikan 1,56 Perlengkapan Mandi 1,57 Kayu Bakar 1,31 Sumber: Diolah dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2015 Komoditi bukan makanan yang memberi sumbangan terbesar untuk Garis Kemiskinan baik di perkotaan maupun di perdesaan adalah biaya perumahan (10,97 persen di perkotaan dan 9,21 persen di perdesaan), bensin (3,71 persen di perkotaan dan 1,75 persen di perdesaan), listrik (3,26 persen di perkotaan dan 1,63 di perdesaan), pendidikan (2,23 persen di perkotaan dan 1,56 di perdesaan), sedangkan komoditi ke lima terdapat perbedaan antara perdesaan dan perkotaan. Di perkotaan, komoditi terakhir penyumbang terbesar Garis Kemiskinan adalah perlengkapan mandi (1,57 persen) sedangkan di perdesaan adalah kayu bakar (1,31 persen). 4. Indeks Kedalaman Kemiskinan dan Indeks Keparahan Kemiskinan Persoalan kemiskinan bukan hanya sekadar berapa jumlah dan persentase penduduk miskin. Dimensi lain yang perlu diperhatikan adalah tingkat kedalaman dan keparahan kemiskinan. Selain upaya memperkecil jumlah penduduk miskin, kebijakan penanggulangan kemiskinan juga terkait dengan bagaimana mengurangi tingkat kedalaman dan keparahan kemiskinan yang terkait dengan kesejahteraan penduduk miskin. Pada periode September 2014-2015, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P 1 ) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P 2 ) keduanya mengalami peningkatan. Hal ini memberikan gambaran bahwa penduduk miskin semakin memburuk. Indeks Kedalaman Kemiskinan naik dari 0,786 pada September 2014 menjadi 0,935 pada 2015. Demikian pula Indeks Keparahan Kemiskinan naik dari 0,178 menjadi 0,229 pada periode yang sama. Peningkatan nilai kedua indeks mengindikasikan bahwa rata- Berita Resmi Statistik Provinsi Banten No. 44/09/36/Th. IX, 15 September 2015 5

rata pengeluaran penduduk miskin cenderung semakin menjauhi Garis Kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran penduduk miskin juga semakin melebar. Tabel 4 Indeks Kedalaman Kemiskinan (P 1 ) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P 2 ) di Banten Menurut Daerah, September- 2015 Tahun Kota Desa Kota + Desa (1) (2) (3) (4) Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) September 2014 0,651 1,077 0,786 2015 0,867 1,081 0,935 Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) September 2014 0,135 0,271 0,178 2015 0,232 0,222 0,229 Sumber: Diolah dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) September2014 2015 Jika dilihat menurut daerah, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P 1 ) baik di perdesaan maupun di perkotaan keduanya mengalami peningkatan. di Perkotaan indeks ini meningkat sebesar 0,216 sementara di perdesaan peningkatan tidak terlalu signifikan. meningkat sebesar 0,004. Sementara pada Indeks Keparahan Kemiskinan (P 2 ) terdapat perbedaan pada dua wilayah tersebut, di perkotaan mengalami peningkatan sebesar 0,097 sedangkan di perdesaan justru turun sebesar 0,049 persen. Pergerakan kedua nilai indeks ini mengindikasikan penduduk miskin di wilayah perkotaan semakin terpuruk karena rata-rata pengeluaran penduduk miskin yang semakin menjauhi Garis Kemiskinan disertai ketimpangan pengeluaran penduduk miskin yang semakin melebar. 6 Berita Resmi Statistik Provinsi Banten No. 44/09/36/Th. IX, 15 September 2015

5. Penjelasan Teknis dan Sumber Data a. Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Dengan pendekatan ini, dapat dihitung Headcount Index, yaitu persentase penduduk miskin terhadap total penduduk. b. Metode yang digunakan adalah menghitung Garis Kemiskinan (GK), yang terdiri dari dua komponen, yaitu Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM). Penghitungan Garis Kemiskinan dilakukan secara terpisah untuk daerah perkotaan dan perdesaan. Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki ratarata pengeluaran per kapita per bulan dibawah Garis Kemiskinan. c. Garis Kemiskinan Makanan (GKM) merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2100 kkalori per kapita per hari. Paket komoditi kebutuhan dasar makanan diwakili oleh 52 jenis komoditi (padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur dan susu, sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak dan lemak, dll). d. Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM) adalah kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan. Paket komoditi kebutuhan dasar nonmakanan diwakili oleh 51 jenis komoditi di perkotaan dan 47 jenis komoditi di perdesaan. e. Sumber data utama yang dipakai untuk menghitung tingkat kemiskinan adalah data SUSENAS (Survei Sosial Ekonomi Nasional) bulan 2015. Jumlah sampel Provinsi Banten sekitar 6.760 rumah tangga dimaksudkan supaya data kemiskinan dapat disajikan sampai tingkat provinsi. Sebagai informasi tambahan, juga digunakan hasil survei SPKKD (Survei Paket Komoditi Kebutuhan Dasar), yang dipakai untuk memperkirakan proporsi dari pengeluaran masing-masing komoditi pokok bukan makanan. Berita Resmi Statistik Provinsi Banten No. 44/09/36/Th. IX, 15 September 2015 7

BPS PROVINSI BANTEN Informasi lebih lanjut hubungi: Dr. Syech Suhaimi, SE.,M.Si Kepala BPS Provinsi Banten Telepon: 0254-267027 E-mail : bps3600@bps.go.id; pst3600@bps.go.id Website : banten.bps.go.id 8 Berita Resmi Statistik Provinsi Banten No. 44/09/36/Th. IX, 15 September 2015