BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Kompas 18 Maret 2004, Perlindungan terhadap konsumen di Indonesia ternyata masih

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, dan daya tawar. Oleh karena itu sangatlah dibutuhkan adanya undang-undang yang

BAB I PENDAHULUAN. sebagai Produsen/Pelaku Usaha dan satu subjek hukum berperan sebagai pihak yang

BAB I PENDAHULUAN. kepastian hukum untuk member perlindungan kepada konsumen. 1 Perlindungan

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

BAB II TINJAUAN TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN. Bagi para ahli hukum pada umumnya sepakat bahwa arti konsumen

BAB I PENDAHULUAN. Banyak makanan import yang telah masuk ke Indonesia tanpa disertai

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN. memuat asas-asas atau kaidah-kaidah yang bersifat mengatur dan mengandung sifat

BAB I PENDAHULUAN. konsumen di Indonesia. Menurut pasal 1 ayat (2) Undang-Undang No 8 tahun

BAB I PENDAHULUAN. oleh hukum. Karena salah satu sifat, sekaligus tujuan hukum adalah memberikan

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2.

BAB I PENDAHULUAN. dinegara Indonesia. Semakin meningkat dan bervariasinya kebutuhan masyarakat menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. dikonsumsi dapat memperluas ruang gerak transaksi barang dan/atau jasa. Kondisi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan dan perkembangan perekonomian pada umumnya dan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Bandung: PT. Citra Adiya Bakti, 2001, hal.vii-viii.

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan tersebut maka setiap manusia mengkonsumsi atau menggunakan

A. Pengertian konsumen dan perlindungan konsumen. Istilah konsumen berasal dari kata consumer (Inggris-Amerika), atau

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN DALAM MELAKUKAN TRANSAKSI ELEKTRONIK DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. perindustrian dan perdagangan nasional telah menghasilkan berbagai variasi

PERLINDUNGAN KONSUMEN. Business Law Semester Gasal 2014 Universitas Pembangunan Jaya

BAB I PENDAHULUAN. Banyaknya barang dan jasa yang melintasi batas-batas wilayah suatu negara

BAB III TINJAUAN UMUM. Pada era globalisasi dan perdagangan bebas saat ini, banyak bermunculan berbagai macam

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PELAKU USAHA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Pesatnya pembangunan Indonesia di bidang ekonomi telah memicu

PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM PELABELAN PRODUK PANGAN

PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP MAKANAN KEMASAN TANPA TANGGAL KADALUARSA

BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG Match Day 11 PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN

BAB I PENDAHULUAN. yang melindungi kepentingan konsumen 1. Adapun hukum konsumen diartikan

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan kehadiran manusia yang lain. Pada masa dahulu ketika kehidupan manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Perkembangan dunia dewasa ini ditandai dengan arus globalisasi di segala

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KONSUMEN

OPTIMALISASI PEMBERDAYAAN KONSUMEN MELALUI PERUBAHAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN. Oleh : Arrista Trimaya *

Makan Kamang Jaya. : KESIMPULAN DAN SARAN. permasalahan tersebut. BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN DI INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN. Di era globalisasi saat ini kebutuhan masyarakat untuk kehidupan sehari-hari semakin

BAB II ASPEK HUKUM MENGENAI PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN TELEKOMUNIKASI

BAB I PENDAHULUAN. perlindungan hukum antara konsumen dengan produsen. 1 Hal ini dapat dilihat dari

BAB 2 TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN

Mahasiswa, 28 Mei Juni Perlindungan hukum..., Dea Melina Nugraheni, FHUI, 2009 Universitas Indonesia. 3 Ibid., hal. 4.

BAB I PENDAHULUAN. serta penerapan perjanjian standar yang merugikan konsumen. 1

BAB 1 PENDAHULUAN. sangat penting. Oleh sebab itu banyak pengusaha asing yang berlomba

BAB I PENDAHULUAN. khususnya dibidang perindustrian dan perdagangan nasional telah. Mayoritas konsumen Indonesia sendiri adalah konsumen makanan, jadi

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan era globalisasi yang semakin pesat berpengaruh

BAB I PENDAHULUAN. kekuasaan tertinggi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Konsep Negara

BAB I PENDAHULUAN. usaha menyadarinya dan berusaha memajukan produksi dalam meningkatkan

TANGGUNG JAWAB HUKUM PELAKU USAHA TERHADAP KONSUMEN Oleh : Sri Murtini Dosen Fakultas Hukum Universitas Slamet Riyadi Surakarta.

BAB 1 PENDAHULUAN. penting untuk dapat mempengaruhi pola perdagangan. Kemampuan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KONSUMEN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 58 TAHUN 2001 (58/2001) TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KONSUMEN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSUMEN DAN PELAKU USAHA DALAM KONTEKS PERLINDUNGAN KONSUMEN. iklan, dan pemakai jasa (pelanggan dsb).

BAB I PENDAHULUAN. produk-produk yang kemudian dapat dikonsumsi oleh masyarakat setelah

BAB I PENDAHULUAN. menjadi bervariasi, baik produk dalam negeri maupun produk luar negeri.

Oleh : Made Dwi Pranata A.A. Sri Indrawati Dewa Gede Rudy Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana

Menimbang : Mengingat :

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Masalah

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN YANG TIDAK MENGETAHUI TELAH MEMBELI BAJU BEKAS

BAB I PENDAHULUAN. negara tidak dapat dipisahkan dari peran para tenaga kerja itu sendiri. Pekerja dan

BAB I PENDAHULUAN. modern di satu pihak membawa dampak positif, di antaranya tersedianya

BAB I PENDAHULUAN. dan/atau jasa, baik itu transaksi barang dan/atau jasa yang berasal dari dalam. menuntut keduanya untuk saling memberikan prestasi.

BAB V PENUTUP. bloatware, penulis menarik kesimpulan sebagai berikut:

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Acara Serta Kendala Implementasinya. Cet.1(Jakarta: Kencana 2008). Hal.1.

BAB 1 PENDAHULUAN. hal. 2. diakses 06 September Universitas Indonesia

persaingan ketat dan bervariasinya produk yang ditawarkan, akhirnya menempatkan konsumen sebagai subyek yang memiliki banyak pilihan. Menghadapi reali

BAB I PENDAHULUAN. beragam jenis dan variasi barang dan jasa. Konsumen pada akhirnya

PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI KOTA

JURNAL. Peran BPSK (Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen) dalam Menyelesaikan Sengketa Konsumen Melalui Proses Mediasi di Yogyakarta

BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENCANTUMAN KLAUSULA EKSONERASI DALAM PERJANJIAN JUAL BELI DIHUBUNGKAN DENGAN BUKU III BURGERLIJK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Air merupakan salah satu kebutuhan vital bagi makhluk hidup di

BAB I PENDAHULUAN. jika terdapat perbedaan pendapat atau perselisihan diantara kedua pihak tersebut,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mengartikan perlindungan

Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen atau biasa disingkat dengan UUPK dan mulai diberlakukan pada tanggal 20 April UUP

BAB I PENDAHULUAN. membawa dampak cukup pesat bagi perkembangan pertumbuhan dan perekonomian dunia usaha

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan beragam kebutuhan yang diperlukan masyarakat sebagai konsumen.

BAB I PENDAHULUAN. satunya adalah bidang industri. Hal ini didukung dengan tumbuhnya sektor

Lex Administratum, Vol. V/No. 3/Mei/2017

BAB II BEBERAPA ASPEK HUKUM TERKAIT DENGAN UNDANG UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN. 1. Pengertian Dasar Dalam Hukum Perlindungan Konsumen

BAB I PENDAHULUAN. ditingkatkan, agar tersedia tenaga listrik dalam jumlah yang cukup dan merata. tahun jumlah masyarakat semakin bertambah banyak.

BAB I PENDAHULUAN. konsekuensi perubahan-perubahan yang begitu cepat di masyarakat ditandai

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PIHAK KONSUMEN DARI TAMPILAN IKLAN SUATU PRODUK YANG MENYESATKAN DAN MENGELABUI. Oleh: Rizky Novyan Putra

BAB I PENDAHULUAN. keadilan, untuk mencapai tujuan tersebut Indonesia dihadapkan pada

BAB III TINJAUAN TEORITIS. A. Tinjauan Umum Tentang Perlindungan Konsumen

BAB I PENDAHULUAN. wajah, membersihkan plek-plek pada wajah, membersihkan jamur,

BAB I PENDAHULUAN. keperdataan. Dalam hubungan keperdataan antara pihak yang sedang berperkara

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUBUNGAN PELAKU USAHA DENGAN KONSUMEN

BAB I PENDAHULUAN. Air tawar bersih yang layak minum kian langka di perkotaan. Sungai-sungai

BAB I PENDAHULUAN. memiliki tujuan sebagai badan yang dibentuk untuk melakukan upaya

Undang Undang Perlindungan Konsumen : Kebaharuan dalam Hukum Indonesia dan Pokok- Pokok Perubahannya

BAB I PENDAHULUAN. Peranan notaris..., E. Paramitha Sapardan, FH UI, hlm. 1. Universitas Indonesia

Lex Administratum, Vol. III/No.3/Mei/2015

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia. Nurmardjito (Erman Rajagukguk, dkk,

POLITIK HUKUM PEMBENTUKAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN (BPSK) HAERANI. Fakultas Hukum Universitas Islam Al-Azhar

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Majelis Perlindungan Hukum (MPH) Ikatan Laboratorium Kesehatan Indonesia (ILKI) BAB I KETENTUAN UMUM

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Perlindungan Konsumen Dalam Persaingan Usaha Industri Jasa Penerbangan

I. PENDAHULUAN. menimbulkan pengaruh terhadap berkembangnya transaksi-transaksi bisnis yang

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan ekonomi terutama dalam sektor perdagangan sangat

BAB I PENDAHULUAN. Bank menurut pengertian umum dapat diartikan sebagai tempat untuk

BAB IV PERBANDINGAN PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN DALAM TRANSAKSI JUAL BELI ONLINE MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 8

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Transportasi adalah salah satu bidang kegiatan yang sangat vital dalam

PERLINDUNGAN KONSUMEN PENGGUNA TELEPON SELULAR TERKAIT PENYEDOTAN PULSA

1. Pelaksanaan Perlindungan yang Diberikan kepada Konsumen Atas. Penggunaan Bahan-Bahan Kimia Berbahaya dalam Makanan Dikaitkan

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Perkembangan ekonomi yang semakin cepat memberikan hasil produksi yang sangat bervariatif, dari produksi barang maupun jasa yang dapat dikonsumsi oleh masyarakat. Semakin majunya ilmu pengetahuan, teknologi telekomunikasi dan informatika turut serta memberikan andil dalam hal perluasan jangkauan barangbarang yang akan didistribusikan melintasi batas-batas wilayah suatu negara. Keadaan yang seperti inilah yang memberikan manfaat bagi kepentingan konsumen karena banyaknya kebutuhan akan barang dan jasa, dengan kualitas yang bervariatif, dan juga harga yang bervariatif yang disesuaikan dengan kemampuan konsumen. Kondisi yang seperti itu membuat kedudukan konsumen dengan seorang pelaku usaha tidak seimbang. Konsumen yang merupakan objek aktivitas bisnis dari pelaku usaha melalui iklan, promosi, cara penjualan, serta penerapan perjanjianperjanjian yang dapat merugikan konsumen. Hal ini disebabkan oleh pendidikan seorang konsumen yang kurang dan kekurangtahuan seorang konsumen atas hak-hak dan kewajibannya. 1 Pada umumnya kedudukan seorang konsumen masihlah lemah dalam bidang ekonomi, pendidikan, dan daya tawar, oleh karena itu sangatlah dibutuhkan adanya undang-undang yang melindungi kepentingan-kepentingan konsumen yang selama ini terabaikan. Usaha Pemerintah untuk menuangkan Perlindungan Konsumen dalam suatu produk hukum merupakan sebagai jaminan kepada penyelenggaraan Perlindungan Konsumen. Ini merupakan suatu hal yang sangat penting karena hanya hukum yang memiliki kekuatan untuk memaksa pelaku usaha untuk menaatinya, dan juga hukum memiliki sanksi yang tegas. Mengingat dampak penting yang dapat ditimbulkan akibat tindakan pelaku usaha yang sewenang-wenang dan hanya mengutamakan keuntungan dari bisnisnya sendiri, maka pemerintah memiliki kewajiban untuk 1 Kompas 18 Maret 2004, Perlindungan terhadap konsumen di Indonesia ternyata masih lemah karena dilakukan setengah hati. Kasus-kasus pelanggaran seperti produsen yang menjual barang kadaluwarsa misalnya, di Pengadilan dianggap sebagai tindak pidana ringan(tipiring) dan hanya didenda Rp 50.000,-. Padahal, konsumen yang keracunan makanan kadaluwarsa bisa berisiko sakit bahkan sampai meninggal.

melindungi konsumen yang posisinya memang lemah, disamping ketentuan hukum yang melindungi kepentingan konsumen belum memadai. 2 Posisi konsumen sebagai pihak yang lemah juga diakui secara internasional sebagaimana tercermin dalam Resolusi Majelis Umum PBB, No.A/RES/39/248 tahun 1985, tentang Guidelines for Consumer Protection of 1985, yang menyatakan bahwa: Taking into account the interests and needs of consumers in all countries, particularly those in developing countries, recognizing that consumers often face imbalances in economics terms, educational levels, and bargaining power, and bearing in mind that consumers should have the right of access to non-hazardous products, as well as the rights to promote just, equitable and sustainable economic and social development. Terjemahan bebasnya adalah: (Dengan mempertimbangkan kepentingan dan kebutuhan konsumen di semua negara, khususnya di negara-negara berkembang, diketahui bahwa konsumen sering menghadapi ketidakstabilan dalam bidang ekonomi, tingkat pendidikan, dan daya tawar, dan peluru diketahui bahwa konsumen harus memiliki hak akses ke non - produk yang berbahaya, serta hak untuk mempromosikan adil, merata dan pembangunan ekonomi dan pembangunan sosial) Guidelines tersebut menghendaki agar konsumen dimanapun mereka berada mempunyai hak-hak tertentu dengan tidak memandang status sosialnya. Hak-hak dasar tersebut adalah hak untuk mendapatkan informasi yang jelas, benar, dan jujur, hak untuk mendapatkan keamanan dan keselamatan, hak untuk memilih, hak untuk didengar, hak untuk mendapatkan ganti rugi, hak untuk mendapatkan kebutuhan dasar manusia, hak untuk mendapatkan lingkungan yang baik dan bersih serta kewajibannya untuk menjaga lingkungannya itu, dan hak untuk mendapatkan 2 Indonesia, Undang-undang tentang Perlindungan Konsumen, UU No. 8 tahun 1999, LN No. 42 tahun 1999, TLN No. 3821, bagian penjelasan.

pendidikan dasar. PBB menghimbau kepada seluruh anggotanya untuk memberlakukan hak-hak konsumen tersebut di negaranya masing-masing. 3 Berdasarkan kondisi seperti tersebut, diperlukan upaya pemberdayaan konsumen melalui pembentukan undang-undang yang dapat melindungi kepentingan konsumen secara integratif dan komprehensif serta dapat diterapkan secara efektif di masyarakat. Perangkat hukum dibentuk bukanlah untuk mematikan usaha para pelaku usaha, tetapi justru untuk mendorong iklim berusaha yang sehat dan lahirnya perusahaan yang tangguh dalam menghadapi persaingan melalui pelayanan dan penyediaan barang dan jasa yang berkualitas. Sikap keberpihakan terhadap konsumen itu bertujuan untuk meningkatkan sikap kepedulian yang tinggi terhadap konsumen (wise cosumerism). 4 Upaya perlindungan dan pemberdayaan terhadap konsumen diwujudkan dengan dilahirkannya UUPK yang selanjutnya disebut sebagai UUPK. UUPK tersebut dinyatakan bahwa upaya pemberdayaan konsumen merupakan tanggung jawab bersama pemerintah dan masyarakat diselenggarakan berdasarkan asas-asas yang relevan dengan asas-asas pembangunan nasional, yaitu 5 : 1. Asas manfaat, yaitu upaya dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan. 2. Asas keadilan; yaitu partisipasi rakyat dapat diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil. 3. Asas keseimbangan, yaitu memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha dan pemerintah dalam arti materil maupun spiritual. 4. Asas keamanan dan keselamatan konsumen, yaitu memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan jasa yang dikonsumsi atau digunakan. 3 Mahkamah Agung Republik Indonesia, Naskah Akademis tentang Perlindungan Konsumen, (Jakarta: Puslitbang Hukum dan Peradilan Mahkamah Agung RI, 2006), hal. 2. 4 Ibid. hal. 3. 5 Indonesia, op. cit., ps. 2.

5. Asas kepastian hukum, yaitu pelaku usaha maupun konsumen menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara menjamin untuk hal kepastian hukumnya. UUPK ini dibentuk berdasarkan beberapa pertimbangan, antara lain 6 : 1. Ketidakmemadainya ketentuan hukum yang melindungi kepentingan konsumen di Indonesia 2. Globalisasi yang akan datang memberikan dorongan untuk pembangunan perekonomian sehingga mampu menghasilkan barang dan jasa yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada konsumen. 7 Kepastian hukum itu meliputi segala upaya untuk memberdayakan konsumen memperoleh atau menentukan pilihannya terhadap suatu barang dan jasa kebutuhannya serta mempertahankan atau membela hak-haknya apabila dirugikan oleh perilaku usaha penyedia kebutuhan konsumen tersebut. 8 Permasalahan yang dihadapi konsumen Indonesia, seperti juga yang dialami konsumen-konsumen lain di negara berkembang lainnya, tidak hanya sekedar sebagaimana memilih barang, tetapi jauh lebih kompleks dari itu yaitu menyangkut pada kesadaran semua pihak, baik itu pemerintah, pengusaha, maupun konsumen itu sendiri terhadap pentingnya perlindungan konsumen. Oleh karena itu, upaya pemberdayaan konsumen melalui pembentukan undang-undang yang dapat melindungi kepentingan konsumen serta dapat diterapkan secara efektif dalam masyarakat sangat dibutuhkan, disamping kemudahan dalam proses penyelesaian perkara sengketa konsumen yang timbul karena kerugian harta bendanya, kesehatan tubuh atau kehilangan jiwa, dalam pemakaian, penggunaan dan atau pemanfaatan produk oleh konsumen. 6 Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Hukum tentang Perlindungan Konsumen, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2003), hal.98 7 Indonesia, op. cit., ps. 1 angka 1 8 Az. Nasution,, Aspek Hukum Perlindungan Konsumen, Jurnal Teropong, Mei, 2003. Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia, hlm.6-7

Undang-undang No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang selanjutnya disebut UUPK membagi penyelesaian sengketa konsumen ke dalam dua mekanisme, yaitu penyelesaian sengketa melalui mekanisme di luar pengadilan dan di dalam pengadilan. Penyelesaian sengketa melalui mekanisme di luar pengadilan atau penyelesaian sengketa secara damai, oleh para pihak sendiri yaitu konsumen dan pelaku serta melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK). Penyelesaian sengketa melalui mekanisme yudisial yaitu penyelesaian sengketa atau tindak pidana di peradilan umum, yaitu melalui pengadilan perdata atau pidana. 9 Penyelesaian sengketa secara damai dilakukan oleh para pihak yang bersengketa yaitu pelaku usaha dan konsumen. Penyelesaian sengketa secara damai merupakan upaya hukum yang harus terlebih dahulu diusahakan oleh para pihak yang bersengketa, sebelum para pihak memilih untuk menyelesaikan sengketa mereka melalui BPSK atau badan peradilan. Hal ini dimaksudkan untuk mencapai kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi dan/atau mengenai tindakan tertentu untuk menjamin tidak akan terjadi kembali atau tidak akan terulang kembali kerugian yang diderita konsumen. 10 Pembentukan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen dibentuk untuk menyelesaikan sengketa konsumen di luar pengadilan, 11 hal ini untuk mempermudah, mempercepat, dan mempermurah. Mekanisme yang dipergunakan oleh BPSK ini adalah konsiliasi, mediasi dan arbitrase. 12 Penyelesaian sengketa konsumen melalui proses yudisial adalah proses penyelesaian sengketa dengan cara mengajukan gugatan secara perdata menurut instrument hukum perdata, penyelesaian sengketa konsumen secara pidana, 9 Mahkamah Agung Republik Indonesia, Naskah Akademis tentang Perlindungan Konsumen, (Jakarta: Puslitbang Hukum dan Peradilan Mahkamah Agung RI, 2006), hal. 5. 10 Ibid., hal 6. 11 Indonesia, op. cit., ps. 49 ayat 1. 12 Ibid., ps. 52 huruf a.

penyelesaian sengketa konsumen melalui hukum Peradilan Tata Usaha Negara, dan melalui mekanisme hukum hak menguji materil. 13 Skripsi ini akan mendeskripsikan dan melakukan analisis atas penyelesaian sengketa perlindungan konsumen di Indonesia. Deskripsi yang difokuskan adalah bagaimana mekanisme upaya keberatan yang dapat dilakukan oleh para pihak yang bersengketa melalui BPSK. Dalam skripsi ini juga akan ditulis mengenai perbedaan upaya keberatan yang dilakukan sebelum dan sesudah Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengajuan Keberatan terhadap Putusan BPSK selanjutnya disebut PERMA terhadap putusan BPSK dan permasalahan yang ditimbulkan atas diberlakukan PERMA tersebut. Di dalam Pasal 54 ayat (3) UUPK disebutkan bahwa Putusan Majelis bersifat final sedangkan di dalam pasal selanjutnya yaitu Pasal 55 ayat (3) disebutkan bahwa pelaku usaha yang tidak mengajukan keberatan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dianggap menerima putusan badan Penyelesaian Sengketa Konsumen. Hal ini menunjukan adanya upaya hukum keberatan apabila pelaku usaha tidak menerima putusan BPSK. Hal inilah yang mendasari penulis untuk menulis skripsi. 1.2. Pokok Permasalahan Atas berbagai permasalahan yang dipaparkan dalam latar belakang terdapat beberapa hal yang menjadi pokok analisis dalam skripsi ini, yaitu: 1. Apa yang membedakan secara prinsipil penyelesaian sengketa konsumen melalui Pengadilan Negeri dan BPSK? 2. Apa yang menjadi dasar dan hal yang membedakan Pengadilan Negeri menerima upaya keberatan yang diajukan oleh pihak konsumen atau pelaku usaha yang keberatan atas putusan BPSK sebelum dan setelah berlakunya Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2006? 3. Apakah masih terdapat permasalahan baru yang timbul setelah diberlakukannya Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2006? 13 Mahkamah Agung Republik Indonesia, Naskah Akademis tentang Perlindungan Konsumen, (Jakarta: Puslitbang Hukum dan Peradilan Mahkamah Agung RI, 2006), hal. 115.

1.3. Tujuan Penelitian Adapun Tujuan dilakukan analisis terhadap penyelesaian sengketa perlindungan konsumen, yaitu: 1. Memberikan gambaran yang disertai dengan analisis terkait proses penyelesaian sengketa antara konsumen dengan pelaku usaha melalui Pengadilan dan di luar Pengadilan. 2. Memberikan gambaran yang disertai dengan analisis terkait dasar-dasar yang dijadikan pertimbangan Pengadilan Negeri menerima keberatan terhadap putusan BPSK yang diajukan oleh pihak yang bersengketa. 3. Memberikan gambaran yang disertai dengan analisis melalui perbandingan proses penyelesaian sengketa konsumen di Indonesia sebelum dan sesudah Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2006. 4. Memberikan gambaran yang disertai dengan analisis mengenai adanya permasalahan yang ditimbulkan atas diberlakukannya Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2006. 1.4. Definisi Operasional Beberapa pengertian dasar yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: 1. Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen adalah badan yang bertugas menangani dan menyelesaikan sengketa antara pelaku usaha dan konsumen. 14 2. Badan Perlindungan Konsumen Nasional adalah badan yang dibentuk untuk membantu upaya pengembangan perlindungan konsumen. 15 3. Barang adalah setiap benda baik berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, dapat dihabiskan maupun yang tidak dapat dihabiskan, yang dapat diperdagangkan, dipakai, dipergunakan, atau dimanfaatkan oleh konsumen. 16 14 Indonesia, op. cit., ps. 1 angka 11. 15 Ibid., ps.1 angka 12 16 Ibid., ps. 1 angka 4

4. Jasa adalah setiap layanan yang berbentuk pekerjaan atau prestasi yang disediakan bagi masyarakat untuk dimanfaatkan oleh konsumen. 17 5. Keberatan adalah upaya bagi pelaku usaha dan konsumen yang tidak menerima putusan BPSK. 18 6. Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain untuk diperdagangkan. 19 7. Pelaku Usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi. 20 8. Perlindungan Konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastan hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen. 21 9. Sengketa Konsumen adalah suatu bentuk sengketa antara pelaku usaha dan konsumen ketika ada kepentingan konsumen yang dirugikan oleh pelaku usaha, atau yang berkenaan dengan pelanggaran hak-hak konsumen oleh pelaku usaha. 22 1.5. Metode Penelitian Metode Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif, yakni dengan menggunakan bahan-bahan kepustakaan yang bersifat deskriptif. 23 17 Ibid., ps 1 angka 5 18 Mahkamah Agung Republik Indonesia, Peraturan Mahkamah Agung No.1 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengajuan Keberatan Terhadap Putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen, ps. 1 angka 3. 19 Indonesia, op. cit., ps 1 angka 2 20 Ibid., ps 1 angka 3 21 Ibid., ps.1 angka 1 22 Mahkamah Agung Republik Indonesia, op. cit.,., hal. 115. 23 Sri Mamudji, et. al., Metode Penelitian dan Penulisan Hukum (Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005), hal. 5.

Adapun data yang digunakan adalah data sekunder. Data sekunder yaitu data yang berasal dari studi literatur yang terdiri dari: 24 1. Bahan hukum Primer, yang berupa Peraturan Perundang-undangan. 2. Bahan Hukum Sekunder, yang berupa media massa, internet, bukubuku, artikel mengenai penyelesaian sengketa perlindungan konsumen. 3. Bahan Hukum Tersier, yang berupa Kamus Umum Bahsa Indonesia dan Kamus Bahasa Inggris. Metode pengolahan analisa dan konstruksi data dilakukan secara kualitatif yang artinya data yang diperoleh tersebut diatas akan dianalisis secara mendalam, holistik, dan komprehensif. Sifat pendekatan kualitatif termasuk pada kumpulan informasi subyektif yang berasal dari penulis maupun sasaran penelitiannya. Hasil dari penelitian ini bersifat deskriptif analitis karena memberikan gambaran sesuai dengan keadaan sebenarnya. 1.6. Sistematika Penulisan Untuk memudahkan dalam memahami penulisan ini, penulis telah mengelompokan ke dalam beberapa bab, yaitu: BAB 1 : PENDAHULUAN Bab ini membahas Latar Belakang Permasalahan, Rumusan Permasalahan, Tujuan Penelitian, Metode Penelitian, dan Sistematika Penulisan. BAB 2 : TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN Bab ini membahas ruang lingkup perlindungan konsumen yang meliputi definisi, tujuan, perihal yang dilarang dalam perlindungan konsumen di Indonesia dan negara lain yang 24 Ibid.

meliputi kebijakan perlindungan konsumen dan penyelesaian sengketa perlindungan konsumen. BAB 3 : PROSES PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN Bab ini membahas ruang lingkup penyelesaian sengketa perlindungan konsumen di Indonesia yang meliputi penyelesaian sengketa melalui mekanisme yudisial (melalui peradilan umum) dan non-yudisial (di BPSK) serta melakukan tinjauan terhadap kasus-kasus ditangani oleh masing-masing mekanisme tersebut. BAB 4: TINJAUAN KASUS PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN SEBELUM DAN SETELAH PERATURAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENGAJUAN KEBERATAN TERHADAP PUTUSAN BPSK. Bab ini akan memfokuskan pada penganalisaan pengajuan upaya keberatan terhadap putusan BPSK yang terjadi pada Pengadilan Negeri dan Mahkamah Agung. Bab ini juga menganalisa mengenai perbedaan pengajuan upaya keberatan terhadap putusan BPSK setelah diberlakukannya Peraturan Mahkamah Agung No.1 Tahun 2006 tentang Keberatan Terhadap Putusan BPSK. BAB 5 : PENUTUP Bab ini membahas Kesimpulan dan Saran dari penulisan ini.