BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V PENUTUP. kurikulum di sekolah inklusi antara SMP Negeri 29 Surabaya dan SMP Negeri. 3 Krian Sidoarjo. Dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. Anak-anak berkebutuhan khusus (ABK) membutuhkan fasilitas tumbuh kembang

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF

PEMBELAJARAN DI KELAS INKLUSIF

INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR Oleh AGUNG HASTOMO

INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR OLEH AGUNG HASTOMO

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 68 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF KABUPATEN BANYUWANGI

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI

LAYANAN PENDIDIKAN UNTUK ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS dan PENDIDIKAN INKLUSIF

PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 124 TAHUN 2006 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN ANAK USIA DINI

2015 PENGEMBANGAN PROGRAM PUSAT SUMBER (RESOURCE CENTER) SLBN DEPOK DALAM MENDUKUNG IMPLEMENTASI PENDIDIKAN INKLUSIF DI KOTA DEPOK

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu kebutuhan manusia dalam mempersiapkan

Pedoman Studi Dokumentasi Komunitas Belajar Qaryah Thayyibah

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG TIMUR NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF

BUPATI CIAMIS PROVISI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG. PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF Dl KABUPATEN CIAMIS

PERAN GPK DALAM PELAYANAN SISWA ABK DI SEKOLAH INKLUSI PASCA DEKLARASIKAN PROVINSI BALI SEBAGAI PENYELENGARA PENDIDIKAN INKLUSI

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF PROVINSI JAWA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

SOSIALISASI PROGRAM PENDIDIKAN INKLUSIF NUFA (Nurul Falah) Bekasi, 22 Juni PSG Bekasi

PROGRAM KEBUTUHAN BINA DIRI BAGI ANAK TUNAGRAHITA RINGAN DAN SEDANG Oleh: Atang Setiawan

BAB I PENDAHULUAN. inklusif menjamin akses dan kualitas. Satu tujuan utama inklusif adalah

WALIKOTA PADANG PERATURAN WALIKOTA PADANG NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PENDIDIKAN KHUSUS DAN LAYANAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Item Penilaian INSTRUMEN AKRTEDITASI MANAJEMEN PEMBIAYAAN

BUPATI GARUT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 735 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan pelayanan pendidikan di sekolah terdekat.

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia menghadapi tantangan yang cukup berat untuk saat ini dan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Penelitian ini dilakukan untuk memformulasikan kompetensi GPK dalam

MENUJU SEKOLAH INKLUSI BERSAMA SI GURUKU SMART

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan yang layak sesuai kebutuhan dan potensinya.

BAB I PENDAHULUAN. perencanaan Millenium Development Goals (MDGS), yang semula dicanangkan

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN. Bagian ini merupakan bab penutup, terdiri dari 1) Simpulan 2) Implikasi 3) Saran.

A. EVALUASI PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DI KOTA BANDUNG

DAFTAR ISI. A. Latar Belakang Penelitian B. Identifikasi Masalah... 10

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

LEMBARAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR : 2 TAHUN : 2011 SERI : E PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI

VISI, MISI, DAN PROGRAM PRIORITAS SEANDAINYA MENJADI MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

STRATEGI MANAJEMEN MUTU PADA SMA NEGERI UNGGULAN DI KOTA BANDUNG (Studi Kasus Pada SMA Negeri 3, SMA Negeri 5 dan SMA Negeri 8 Kota Bandung)

BAB III SMP INKLUSIF GALUH HANDAYANI SURABAYA. A. Letak Geografis SMP Inklusif Galuh Handayani

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Penelitian tentang indeks inklusi ini berdasarkan pada kajian aspek

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. diskriminatif, dan menjangkau semua warga negara tanpa kecuali. Dalam

PAUD INKLUSI UNTUK ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK)

BAB I. sosialnya sehingga mereka dapat hidup dalam lingkungan sekitarnya. Melalui

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI. Temuan penelitian menggambarkan bahwa kondisi objektif implementasi

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. berkebutuhan khusus ke dalam program program sekolah reguler. Istilah

I. PENDAHULUAN. dan berjalan sepanjang perjalanan umat manusia. Hal ini mengambarkan bahwa

GURU PEMBIMBING KHUSUS (GPK): PILAR PENDIDIKAN INKLUSI

BABI PENDAHULUAN. Kedudukan guru sebagai tenaga profesional bertujuan untuk melaksanakan. sistem pendidikan nasional dan mewujudkan tujuan pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. dalam melakukan segala aktifitas di berbagai bidang. Sesuai dengan UUD 1945

Pangkalan Data Penjaminan Mutu Pendidikan. Negara Kesatuan Republik Indonesia. Panduan EDS Kepala Sekolah PADAMU NEGERI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

E-JUPEKhu (JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN KHUSUS)

FORM EDS KEPALA SEKOLAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (SUSENAS) Tahun 2004 adalah : Tunanetra jiwa, Tunadaksa

A. ANALISIS SITUASI 1. Kondisi Fisik Sekolah No. Nama Ruang Jumlah

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan sebelumnya, maka peneliti

BAB III IMPLEMENTASI STRATEGI COOPERATIVE LEARNING DALAM PEMBELAJARAN MAHÃRAH QIRÃ AH. A. Gambaran Umum SD Islam Simbangwetan Pekalongan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI. Dalam bab ini dikemukakan beberapa simpulan dan rekomendasi yang

RENCANA TINDAK LANJUT HASIL EVALUASI DIRI SEKOLAH STANDAR SARANA DAN PRASARANA. ruang belajar

BAB V PENUTUP. Setelah melakukan analisis data maka hasil penelitian yang dapat dirangkum oleh penulis antara lain:

penyelenggaraan pendidikan khusus, pendidikan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1967 tentang Pembentukan Provinsi Bengkulu (Lembaran Negara

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dunia pendidikan, sekolah dasar (SD) merupakan salah satu jenjang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan faktor utama dalam pembentukkan pribadi

SOAL EDS ONLINE UNTUK KS.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan adalah hak seluruh warga negara tanpa membedakan asalusul,

BAB I PENDAHULUAN. orang termasuk anak berkebutuhan khusus, hal ini dapat pula diartikan sebagai

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN. pembelajaran dengan menggunakan perangkat pembelajaran yang telah

DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 50 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 50 D. UNSUR YANG TERLIBAT 51 E. REFERENSI 51 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 51

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya sekolah-sekolah regular dimana siswa-siswanya adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan penegasan

MENGOPTIMALKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA DI SEKOLAH DENGAN JUMLAH SISWA SEDIKIT

DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 50 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 51 D. UNSUR YANG TERLIBAT 51 E. REFERENSI 51 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 51

SEKOLAH UNTUK ANAK AUTISTIK

DAFTAR ISI... KATA PENGANTAR... UCAPAN TERIMA KASIH... PERNYATAAN... ABSTRAK... DAFTAR TABEL... DAFTAR BAGAN.

BAB I PENDAHULUAN A. Analisis Situasi Kondisi Fisik

P 37 Analisis Proses Pembelajaran Matematika Pada Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) Tunanetra Kelas X Inklusi SMA Muhammadiyah 4 Yogyakarta

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Terkait dengan isu Social Development: Eradication of Poverty, Creation of

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

PEMERINTAH KOTA SURABAYA RINCIAN LAPORAN REALISASI ANGGARAN MENURUT URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH, ORGANISASI, PENDAPATAN, BELANJA DAN PEMBIAYAAN

pada saat ini muncullah paradigma baru pendidikan, dimana anak berkebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. berkebutuhan khusus. Permasalahan pendidikan sebenarnya sudah lama

PENDEKATAN PENGEMBANGAN KURIKULUM 1. Arah atau Sasaran Kurikulum PAUD Kurikulum diarahkan pada pencapaian perkembangan sesuai dengan tingkatan

DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 11 B. TUJUAN 11 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 11 D. UNSUR YANG TERLIBAT 12 E. REFERENSI 12 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 12

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB V PENUTUP. semakin menjadi penting bagi agenda reformasi pendidikan setelah Education

BAB I PENDAHULUAN. sepenuhnya dijamin pemerintah sebagaimana tercantum dalam Pasal 31 UUD

BAGAN ORGANISASI SUBBAGIAN TATA USAHA SUBDIREKTORAT PEMBELAJARAN SUBDIREKTORAT SUBDIREKTORAT SARANA DAN PRASARANA SUBDIREKTORAT

Pendidikan Inklusif. Latar Belakang, Sejarah, dan Konsep Pendidikan Inklusif dengan Fokus pada Sistem Pendidikan Indonesia

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) ZAWIYAH COT KALA LANGSA 2015 M/ 1435 H

Educational Psychology Journal

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Bentuk, Bidang, dan Perkembangan Usaha. merespon perubahan perubahan yang terkait secara cepat, tepat

2 RKS dan RKA hanya memuat dua dari tiga. 1 RKS dan RKA hanya memuat satu dari tiga. 0 RKS dan RKA tidak memuat ketiganya

BAB I PENDAHULUAN. A. Analisis Situasi. 1. Deskripsi Sekolah

Transkripsi:

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Dari keterangan dan data-data yang diperoleh dari berbagai nara sumber melalui wawancara, observasi langsung, study dokumentasi dan penggabungan dari ketiga teknik pengumpulan data di atas, kemudian hasil penelitian dianalisis dengan membandingkan dengan berbagai teori dalam berbagai literatur serta mendiskusikannya dengan ahli, maka dapat penulis simpulkan bahwa Sekolah X beritikad sebagai sekolah penyelenggara pendidikan inklusif terbukti pada visi, misi, dan tujuan sekolah secara tersurat yang memenunjukkan memberi ruang bagi keberagaman peserta didik. Dalam mengelola pendidikan secara umum Sekolah X sudah menjalankan fungsi-fungsi manajemen mulai dari perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, serta pengontrolan terhadap setiap komponen manajemen sekolah, baik manajemen kurikulum, manajemen tenaga pendidik dan kependidikan, manajemen kesiswaan, manajemen keuangan, manajemen sarana prasarana, maupun manajemen hubungan sekolah dengan masyarakat sebagai sekolah penyelenggara pendidikan inklusif, namun ada beberapa fungsi secara khusus belum sepenuhnya dijalankan oleh Sekolah X, berikut ini disampaikan berdasarkan komponen manajemen sekolah: 144

145 1. Manajemen Kurikulum Sekolah sudah merencanakan kurikulum di awal tahun, rencana disusun berdasarkan asesmen untuk siswa reguler dan siswa berkebutuhan khusus oleh tim, dan melakukan evaluasi, pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus menggunakan program PPI yang disusun oleh tim Teenage Self Improovment (TSI) dan pelaksanaannya berupa team teaching bersama Home Base Teacher (HBT), hal ini sudah sesuai dengan fungsi perencanaan dan sesuai dengan kriteria sekolah penyelenggara pendidikan inklusif, namun dalam implementasi kurikulum ketika dilakukan observasi di kelas pada saat guru melaksanakan proses pembelajaran guru kurang melibatkan siswa berkebutuhan khusus untuk terlibat aktif baik secara fisik, kognitif, emosi, maupun sosial dalam dinamika kelompok di kelas, pemebelajaran dilakukan oleh guru mata pelajaran hanya diperuntukan bagi anak reguler saja dan guru mata pelajaran pun menggunakan RPP untuk anak reguler, padahal dilakukan dalam setting inklusi, sehingga anak berkebutuhan khusus tidak terkena dampaknya. Guru ketika mengajar juga kurang memanfaatkan berbagai sumber dan media pembelajaran yang dapat merangsang belajar siswa sesuai tipe pembelajar apakah dia tipe audio, visual, atau kinestetik.

146 2. Manajemen Tenaga Pendidik dan Kependidikan Dalam manajemen tenaga pendidik dan kependidikan Sekolah X sudah memiliki tenaga khusus yang menangani ABK berasal dari latar belakang pendidikan yang sesuai yaitu PLB dan psikologi sebagai pedagog, hal ini sudah sesuai dengan kriteria sekolah inklusif, namun sekolah belum sepenuhnya dapat merekrut tenaga pendidik dan kependidikan yang sesuai dengan kebutuhan sesuai dengan standar kualifikasi sebagaimana yang tercantum dalam Peraturan Menteri No. 16 Tahun 2007 tentang kualifikasi guru dan kompetensi guru. Sekolah juga belum memiliki tenaga administrasi (Tata Usaha) secara mandiri yang menangani masingmasing bidang keuangan, kesiswaan, dan sarana prasarana, tetapi kegiatan administrasi dilakukan oleh satu orang yang menangani keseluruhan administrasi untuk semua jenjang TK, SD, SMP, dan SMA, sama halnya dengan wakasek Humas, sekolah tidak memiliki humas tersendiri tetapi humas mencakup semua jenjang di bawah yayasan tersebut. 3. Manajemen Kesiswaan Sebagai sekolah penyelenggara inklusif Sekolah X menjalankan sekolah ramah dengan merekrut siswa tanpa ada tes/seleksi masuk, yang ada psikotes dan asesmen, namun sekolah belum bisa menerima semua jenis kekhususan yang dimiliki anak

147 berkebutuhan khusus mengingat belum ada tenaga ahli dalam kekhususan tersebut (tuna netra). 4. Manajemen Keuangan Sekolah X tidak menerima dana BOS dari pemerintah, biaya sekolah diperoleh dari orang tua siswa melalui yayasan, sebagai sekolah di bawah yayasan, Sekolah X belum dapat sepenuhnya mengelola keuangan sekolah, mulai dari menerima biaya dari sumber langsung (orang tua siswa) sampai pengelolaannya, semua pengelolaan keuangan dilakukan oleh tenaga keuangan yayasan, sekolah hanya mengelola biaya kegiatan yang diajukan dan dianggarkan yayasan setiap tahunnya berdasarkan usulan kebutuhan sekolah. 2. Manajemen Sarana Prasarana Sarana prasarana seluruhnya disediakan oleh yayasan berdasarkan kebutuhan dengan skala prioritas. Sebagai sekolah inklusif sekolah X sudah memiliki sarana sebagai fasilitas belajar siswa secara umum, sekolah juga memiliki fasilitas khusus untuk menstimulasi siswa dengan kebutuhan khusus, ruang stimulasi, mesin jahit, sepeda untuk stimulasi motorik siswa, dapur, dan kamar mandi khusus, namun masih ada tangga di beberapa tempat sebelum masuk ruang kelas. Belum ada ramp untuk kursi roda, juga belum ada railing untuk pegangan, juga belum memiliki lift

148 untuk ke lantai dua, sedangkan aula yang berfungsi juga sebagai mushola berada di lantai dua. 3. Manajemen Hubungan Sekolah dengan Masyarakat Dalam menjalin hubungan dengan masyarakat, Sekolah X sudah melakukan hubungan dan kerja sama dengan pihak lain, baik pemerintah, lembaga profit dan non-profit, serta masyarakat terutama orang tua, orang tua siswa reguler menerima keberadaan ABK di antara anak-anak mereka, dan merasa anak-anak mereka bermakna di tengah-tengah anak berkebutuhan khusus. Pertemuan dilakukan empat kali setahun. Namun sekolah belum merasa puas dengan peran pemerintah dalam membantu membina tenaga pendidik karena materi pelatihan bukan merupakan barang baru lagi karena para guru sudah mendapatkan pelatihan yang sama sebelumnya.

149 B. Rekomendasi Berdasarkan temuan-temuan di lapangan dan dari kesimpulan yang disampaikan di muka penulis menyampaikan rekomendasi kepada: 1. Sekolah penyelenggara pendidikan inklusif khususnya sekolah X, umumnya sekolah penyelenggara pendidikan inklusif lainnya, dengan rekomendasi seperti berikut: a. Sekolah sebagai suatu organisasi seyogyanya menjalankan fungsi-fungsi manajemen yang mencakup perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan dalam setiap komponen manajemen di sekolah dalam upaya mencapai tujuan. b. Kurikulum KTSP yang sudah dimodifikasi dan diadaptasi serta disusun menjadi PPI, dalam implementasinya diharapkan tetap memperhatikan rambu-rambu standar proses agar seluruh anak merasa terlibat secara fisik, kognitif, emosi, maupun sosial di dalam kelas dalam dinamika kelompok yang merangsang siswa untuk belajar secara aktif, memberi ruang kreativitas, dan menyenangkan dalam setting inklusi. c. Pengadaan tenaga pendidik dan kependidikan hendaknya disesuaikan dengan kebutuhan namun tetap harus berpedoman pada standar ketenagaan, memenuhi standar kualifikasi dan standar kompetensi tenaga pendidik dan kependidikan, diawali

150 dengan perekrutan secara terbuka dengan standar yang jelas untuk menjaga kualitas. d. Dalam turut mengembangkan pendidikan inklusif, sekolah hendaknya menerima berbagai jenis kebutuhuan siswa (tidak pilih-pilih siswa) dengan ditunjang tenaga khusus yang sesuai dengan kebutuhan siswa, sehingga pemerataan pendidikan bisa tercapai. e. Penyediaan sarana prasarana sebaiknya mempertimbangkan kebutuhan belajar siswa serta dapat menunjang proses belajar mengajar siswa secara keseluruhan, dengan mengutamakan asesibilitas bagi siswa berkebutuhan khusus, sehingga lingkungan sekolah yang inklusif bisa tercapai. f. Sebaiknya sekolah menyusun rencana dalam bentuk RKS untuk rencana empat tahun dan RKAS untuk kegiatan dan anggaran biaya tiap tahunnya berdasarkan analisis. Salah satu nalisis yang dapat digunakan adalah analisis SWOT untuk melihat kekuatan, kelemahan, kesempatan serta peluang yang dimiliki sekolah dalam mencapai tujuan sesuai visi misi sekolah, agar tujuan sekolah dapat tercapai secara efektif. g. Karena sekolah merupakan bagian dari masyarakat sebaiknya sekolah lebih memperluas jalinan dengan pihak-pihak lain dengan membentuk organisasi, memperluas jaringan (net working) dan komunitas, terutama dalam mengembangkan

151 pendidikan inklusif, baik dengan pihak pemerintah, swasta, dunia usaha, dan dunia kerja, baik nasional maupun internasional. 2. Untuk Peneliti Berikutnya Pada penelitian ini penulis meneliti masalah fungsi-fungsi manajemen dalam komponen-komponen manajemen pendidikan inklusif dengan hanya satu sampel yang terlibat, sehingga kurang memperkaya gambaran penyelenggaraan pendidikan inklusif di sekolah lainnya. Peneliti lain diharapkan bisa melakukan penelitian pada aspek lain dalam penyelenggaraan pendidikan inklusif, dengan sampel yang lebih luas atau focus penelitian yang lebih mendalam.