BAB II STUDI PUSTAKA. organisasi telah menggunakan experiential marketing untuk mengembangkan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jasanya dengan merangsang unsur unsur emosi konsumen yang menghasilkan

BAB II TINJAUAN TEORITIS. Loyalitas menurut Aaker (dalam margaretha, 2004:297) dinyatakan sebagai suatu

BAB I PENDAHULUAN. dikenal dengan istilah experiential marketing. Konsep ini berusaha menghadirkan

Konsep pemasaran terus berkembang dan berubah, dari konsep pemasaran. konvensional menuju konsep pemasaran modern. Faktor-faktor seperti

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan pelanggan baru. Strategi strategi tersebut mengharuskan perusahaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menciptakan penjualan (Musfar dan vivi, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. Persaingan bidang usaha yang terjadi di era globalisasi adalah salah satu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengalaman, acara, orang, tempat, properti, organisasi, informasi, dan ide. Pemasar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kemampuan untuk mengidentifikasi kebutuhan dan kepuasan konsumen sangat

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ekonomi terus berkembang kearah yang lebih baik. Hal ini

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya zaman, persaingan dunia bisnis semakin ketat. Banyak

BAB I PENDAHULUAN. semakin ketat menjadi tantangan maupun ancaman bagi para pelaku bisnis. Agar

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan pelanggannya. Perusahaan berlomba-lomba menerapkan strategi

BAB I PENDAHULUAN. memberikan dampak besar terhadap pemasaran perusahaan. berbagai produk dan jasa yang semakin hari semakin homogen.

BAB V PENUTUP. Bab ini merupakan kesimpulan dari hasil dan pembahasan yang telah

BAB I PENDAHULUAN. Di tengah kemajuan komunikasi dan teknologi informasi, serta perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Berusaha bangkit dari krisis ekonomi tahun 1998, Indonesia mulai

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini bisnis makanan berkembang dengan semakin banyaknya. dalam industri ini demi mencapai tujuan.

BAB I PENDAHULUAN. konvensional menuju konsep pemasaran modern. Faktor faktor seperti

BAB I PENDAHULUAN. konvensional menuju konsep pemasaran modern. Faktor - faktor seperti

BAB V PENUTUP. Didasarkan pada hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa:

BAB I PENDAHULUAN. Memperoleh pelanggan-pelanggan yang setia adalah cita-cita terbesar bagi

BAB 2 TINJAUAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. dikelola sendiri yang biasa disebut sebagai guet house. Menurut AHMA

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk mulai menanamkan konsep experiential marketing dan nilai pengalaman

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Analisis Pengaruh Experiential Marketing Terhadap Loyalitas Pelanggan Hotel

BAB I PENDAHULUAN. Industri Pastry yang semakin meningkat memicu pelaku bisnis untuk

BAB II LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. kaitannya dengan sikap masyarakat yang semakin kritis dalam memilih makanan. Makan

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman lebih yang melibatkan emosi, perhatian personal dan panca indera.

BAB I PENDAHULUAN. konvensional menuju konsep pemasaran modern. Faktor faktor seperti

BAB I PENDAHULUAN. pemasaran tradisional menuju konsep pemasaran modern. Perkembangan dunia

BAB 1 PENDAHULUAN. dan inovatif untuk menciptakan suatu bisnis yang berkelas dan bisa bersaing dengan

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Variabel penelitian dan Definisi Operasional

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bagaimana suatu perilaku terbentuk dan factor apa saja yang mempengaruhi.

public service yang menyediakan kebutuhan penunjang, khususnya bagi para

BAB II TINJAUAN TEORITIS. Kepuasan pelanggan ditentukan oleh persepsi pelanggan atas kinerja produk

BAB 1 PENDAHULUAN. lebih tinggi kepada pelanggan atau konsumen. Di dalam perekonomian yang kreatif ini,

BAB I PENDAHULUAN. Banyaknya produk smartphone baru yang muncul, telah mendorong perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. objek wisata menjadi kebutuhan primer sebagai penyeimbang kesibukan. mereka tersebut. Tempat hiburan maupun objek wisata mampu

LAMPIRAN 1 PengajuanPertanyaanWawancaraKepadaPimpinanRumahMakanKoberbar Mie Setan Malang.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. American Marketing Association dalam Kotler dan Keller (2009:5), Pemasaran adalah

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini kegiatan pemasaran sudah tidak lagi ditujukan untuk pertukaran atau

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. teknologi dan meningkatnya edukasi yang berhubungan dengan pemasaran

BAB I PENDAHULUAN. bergerak di bidang industri, perdagangan maupun jasa. Selain itu banyak produk

BAB I PENDAHULUAN. Semakin maju perkembangan teknologi, semakin marak pula

BAB I PENDAHULUAN. konsep pemasaran tradisional yang berfokus pada keistimewaan dan manfaat dari produk

BAB I PENDAHULUAN. Tahun Keterangan Jumlah kendaraan yang masuk via gerbang tol 1. Jumlah pengun jung melalui gerban.

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi menuntut setiap orang untuk selalu mengikuti

1. Marketing Communication 2. Pentingnya Marketing Communication 3. Periklanan Personal Selling

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penawaran produk atau jasa dengan merangsang unsur unsur emosi

BAB I PENDAHULUAN. yang diinginkan konsumen dengan harga yang pantas (reasonable). Perusahaan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. melihat konsumen sebagai manusia rasional dan emosional yang menginginkan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS Citra Merek Dalam UKM Kelompok Seni Mahasiswa

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan atau pelaku bisnis adalah mempertahankan pelanggannya. Untuk

BAB II KERANGKA TEORI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dengan kondisi persaingan yang semakin banyak antar perusahaan,

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. deskriptif dan verifikatif dengan menggunakan teknik analisis Structural Equation

BAB II KAJIAN PUSTAKA. revolusi mutu melalui pendekatan manajemen mutu terpadu menjadi tuntutan

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. menjadi tantangan ataupun ancaman bagi para pelaku bisnis. Pelaku bisnis

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. juga dari kebersihan dan kecantikan seseorang. Diera globalisasi ini

BAB III METODE PENELITIAN. Objek penelitian merupakan permasalahan yang diteliti. Dalam penulisan skripsi

RINGKASAN. upah minimum pegawai di Indonesia terus tumbuh di atas 10% per tahunnya,

BAB I PENDAHULUAN. manusia dapat saling berhubungan satu sama lain baik dalam kehidupan

BAB 1 PENDAHULUAN. setiap perusahaan untuk meningkatkan kualitas produk dan juga pelayanan yang

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan bisnis kafe di Indonesia saat ini khusunya dikota-kota besar semakin

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam organisasi yang berhadapan langsung dengan pelanggan. Individu tersebut

BAB I PENDAHULUAN. mementingkan kesehatan, pebisnis mulai melirik jenis olahraga lain, karena

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. baru bagi setiap perusahaan. Terutama dalam bisnis waralaba (franchise) yang

BAB I PENDAHULUAN. dalam Wahyuningtyas 2013). Kebutuhan dasar manusia adalah hal-hal. penting untuk bertahan hidup dan kesehatan.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. pemasaran tradisional yaitu promosi words of mouth (dari mulut ke mulut)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia kuliner di beberapa tahun belakangan ini seperti

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. memberikan kepuasan kepada pelanggan atas produk yang di hasilkannya,

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Kesuksesan suatu bisnis tergantung pada ide, peluang dan pelaku bisnis.

BAB II LANDASAN TEORI

PEMASARAN LANGSUNG & WORD WOR OF MOUTH (WOM)

BAB II URAIAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya kebutuhan dan keinginan konsumen. Para marketer dari berbagai

BAB I PENDAHULUAN. dalam mengeluarkan produk-produk terbaru mereka yang berkualitas untuk

Transkripsi:

BAB II STUDI PUSTAKA 2.1 Pengertian Experiential Marketing Experiential marketing ada dimana-mana, dalam berbagai jenis pasar dan industri, seperti konsumen, pelayanan, teknologi, dan industrial. Banyak organisasi telah menggunakan experiential marketing untuk mengembangkan produk mereka, berkomunikasi dengan konsumen, meningkatkan promosi penjualan, memilih mitra bisnis, merancang lingkungan retail, dan membangun web site. Transformasi ini menunjukkan bahwa para pemasar mulai beralih dari pemasaran tradisional yang berfokus pada kegunaan dan manfaat atas produk menuju penciptaan pengalaman bagi konsumen. Transformasi tersebut menjelaskan bahwa saat ini konsumen menganggap fungsi fitur, kualitas produk, dan citra merek sebagai hal yang biasa. Yang mereka inginkan adalah produk, komunikasi, dan iklan yang memesona indera mereka, menyentuh hati, dan menstimulasi pikiran mereka serta menggabungkan ke dalam gaya hidup yang dapat memberikan pengalaman yang sering disebut sebagai experiential marketing. Schmitt menjelaskan bahwa pengertian experiential marketing merupakan pendekatan pemasaran yang melibatkan emosi dan perasaan konsumen dengan menciptakan pengalaman-pengalaman positif yang tidak 6

7 terlupakan sehingga konsumen mengkonsumsi dan fanatik terhadap produk tertentu Pendekatan ini menurut schmitt memiliki empat karakteristik yaitu: 1. Fokus pada pengalaman Pengalaman muncul sebagai hasil dari bertemu, menjalani, atau hidup melalui situasi. Mereka dipicu rangsangan bagi indra, perasaan dan pikiran mereka. Pengalaman juga menghubungkan antara perusahaan dan merek dengan gaya hidup pelanggan dan menempatkan tindakan konsumen serta kesempatan membeli dalam konteks sosial yang lebih luas. Dengan kata lain, pengalaman memberikan nilai sensorik, emosional, kognitif, perilaku, dan hubungan yang menggantikan nilai fungsional. 2. Memeriksa situasi konsumsi Pemasar experiential berfokus pada penciptaan produk yang cocok dengan situasi konsumsi dan bagaimana produk, kemasan dan iklan dapat memberikan pengalaman konsumsi. Para pemasar experiential percaya bahwa peluang yang paling besar untuk mempengaruhi sebuah merek muncul paska pembelian, selama konsumsi. 3. Konsumen adalah manusia yang rasional dan emosional Bagi pemasar experiential, konsumen didorong secara rasional dan emosional. Saat konsumen terlibat dalam pilihan rasional, mereka juga sering kali didorong oleh emosional karena pengalaman konsumsi biasanya diarahkan menuju pengejaran fantasi, perasaan dan kesenangan. Jangan memperlakukan

8 konsumen hanya sebagai pengambil keputusan yang rasional karena mereka ingin di hibur, di stimulasi, di pengaruhi secara emosional, dan ditantang secara kreatif. 4. Metode dan alat berwawasan luas Experiential marketing tidak terikat pada satu ideology metodologis, tetapi berwawasan luas. Beberapa metode mungkin sangat analitis dan kuantitatif (seperti metodologi pergerakan mata untuk mengukur dampak sensorik dari komunikasi), atau dapat juga lebih intuitif dan kualitatif (seperti teknik pemfokusan otak yang digunakan untuk memahami pemikiran kreatif). Dapat juga verbal, mengambil format tradisional dari kelompok fokus, wawancara mendalam, atau kuesioner. Atau dapat juga bersifat visual. Mereka lebih sering ideografik (disesuaikan dengan situasi yang sedang dihadapi) dibandingkan nomotetik (menyediakan format standar yang sama bagi seluruh responden). Adapun pergeseran dari pendekatan pemasaran tradisional ke pendekatan pemasaran pengalaman terjadi karena adanya perkembangan tiga faktor di dunia bisnis yaitu: a. Teknologi informasi yang dapat diperoleh di mana-mana sehingga kecanggihan-kecanggihan teknologi akibat revolusi teknologi informasi dapat menciptakan suatu pengalaman dalam diri seseorang dan membaginya dengan orang lain dimanapun berada.

9 b. Keunggulan dari merek, melalui kecanggihan teknologi informasi maka informasi mengenai brand dapat tersebar luas melalui berbagai media dengan cepat dan global. Dimana brand atau merek memegang kendali, suatu produk atau jasa tidak lagi sekelompok fungsional tetapi lebih berarti sebagai alat pencipta pengalaman bagi konsumen. c. Komunikasi dan banyaknya hiburan yang ada dimana-mana yang mengakibatkan semua produk dan jasa saat ini cenderung bermerek dan jumlahnya banyak. Pengalaman adalah kejadian pribadi yang muncul sebagai reaksi dari stimulasi (sebagaimana ditentukan upaya pemasar sebelum dan sesudah pembelian). Pengalaman biasanya bukan dihasilkan dari diri sendiri, tetapi dipaksakan. Sebagai tambahan dari sensasi, kognisi, dan affect, psikologis dan sosiologis menambahkan dua komponen experiential marketing. Pertama tindakan pelanggan yang diperpanjang dari waktu ke waktu (mulai dari pengalaman fisik hingga pola perilaku yang lebih luas dan gaya hidup), kedua pengalaman yang berhubungan/ relational experiences (pengalaman seseorang berada dalam suatu kelompok, masyarakat, atau budaya). Experiential marketing dapat digunakan dengan menguntungkan dalam situasi: 1) Untuk mengubah merek yang sedang menurun 2) Untuk membedakan produk dari pesaing 3) Untuk membangun citra dan identitas bagi perusahaan 4) Untuk mempromosikan produk

10 2.1.1 Modul Experiential Marketing Merupakan modul yang dapat digunakan untuk menciptakan berbagai jenis pengalaman bagi konsumen. Hal ini juga diperkuat oleh pendapat Schmitt bahwa Experiential Marketing dapat dihadirkan melalui 5 (lima) unsur yaitu yaitu panca indera (sense), perasaan (feel), cara berpikir (think), kebiasaan (act) dan pertalian atau relasi (relate). 1 1. Sense ( Panca Indera ) Sense merupakan tipe experience yang muncul untuk menciptakan pengalaman panca indera melalui mata, telinga, kulit, lidah dan hidung. Sense marketing menurut Kertajaya merupakan salah satu cara untuk menyentuh emosi konsumen melalui pengalaman yang dapat diperoleh konsumen lewat panca indera (mata, telinga, lidah, kulit dan hidung) yang mereka miliki melalui produk dan servis. Lebih lanjut Kertajaya menyebutkan bahwa sense artinya panca indera yang merupakan pintu masuk ke seorang manusia harus dirangsang secara benar dengan menggunakan teknik multy-sensory, yang penting harus dijaga konsistensi pesan yang ingin disampaikan. 2. Feel ( Perasaan ) Feel Marketing menurut Schmitt ditujukan terhadap perasaan dan emosi konsumen dengan tujuan mempengaruhi pengalaman yang 1 Ibrahim.2009. Analisis Pengaruh Experiential Marketing Terhadap Loyalitas Pelanggan. Universitas Negeri Semarang. hal. 23-29

11 dimulai dari suasana hati yang lembut sampai dengan emosi yang kuat terhadap kesenangan dan kebanggaan. Feel menurut Kertajaya adalah suatu perhatian-perhatian kecil yang ditunjukkan kepada konsumen dengan tujuan untuk menyentuh emosi pelanggan secara luar biasa. Kertajaya menambahkan bahwa dalam mengelola perasaan ini, ada dua hal yang mesti diperhatikan, yaitu mood dan emotion. Seorang pemasar yang berhasil apabila dapat membuat mood dan emotion sama dengan apa yang diinginkannya. Feel marketing merupakan bagian yang sangat penting dalam strategi experiential marketing. Feel dapat dilakukan dengan servis dan layanan yang bagus, serta keramahan pelayan atau karyawan. Agar konsumen mendapatkan feel yang kuat terhadap suatu produk atau jasa, maka produsen harus mampu memperhitungkan kondisi konsumen dalam arti memperhitungkan mood yang dirasakan konsumen. Kebanyakan konsumen akan menjadi pelanggan apabila mereka merasa cocok terhadap produk atau jasa yang ditawarkan, untuk itu diperlukan waktu yang tepat yaitu pada waktu konsumen dalam keadaan good mood sehingga produk dan jasa tersebut benar-benar mampu memberikan memorable experience sehingga berdampak positif terhadap loyalitas konsumen. Feeling yang bagus akan membuat konsumen mampu berpikir positif.

12 Pelayanan yang memuaskan sangat diperlukan termasuk didalamnya keramahan dan sopan santun karyawan, pelayanan yang tepat waktu, dan sikap simpatik yang membuat mereka merasa puas sehingga mendorong konsumen untuk melakukan pembelian ulang produk atau jasa yang ditawarkan di masa yang akan datang. Berdasarkan dari pengertian-pengertian di atas, dalam penelitian ini feel marketing merupakan upaya dari pihak pemasar atau perusahaan untuk mengikat emosi dari konsumen melalui perhatianperhatian kecil untuk membentuk suasana hati dan emosi yang menyenangkan bagi konsumen agar sama atau sesuai dengan yang diharapkan pemasar. 3. Think ( Pola Pikir ) Think menurut Schmitt merupakan tipe experience yang bertujuan untuk menciptakan kognitif, pemecahan masalah yang mengajak konsumen untuk berfikir kreatif. Think marketing menurut Kertajaya adalah salah satu cara yang dilakukan oleh perusahaan untuk membawa komoditi menjadi pengalaman (experience) dengan melakukan customization secara terus-menerus. Think menurut Kertajaya dibagi menjadi dua, yang pertama divergent thinking atau pola pikir menyebar, dan yang kedua adalah convergent thinking atau pola pikir menyatu. Ketika pelanggan sedang

13 mencari beberapa alternatif, inilah yang disebut divergent thinking. Kemudian ketika pelanggan sudah mulai mengevaluasi untuk kemudian menyempitkan alternatif dan menyatukan pilihan, itulah yang dimaksud convergent thinking. Kedua pilihan itu boleh diberikan sama-sama sekaligus kepada pelanggan. Ketika pelanggan masuk toko, pelanggan dihadapkan pada pilihan produk atau servis yang diberikan, kemudian pelanggan diharapkan mengkombinasikan pilihannya sendiri untuk menentukan dan menikmati kombinasi pikiran pelanggan tersebut. Berdasarkan dari definisi-definisi di atas, dalam penelitian ini think marketing berupa ajakan kepada konsumen untuk berperan aktif bersama produsen dalam memecahkan masalah yang bertujuan untuk mempengaruhi pelanggan agar terlibat dalam pemikiran yang kreatif. Hal ini dilakukan melalui penyediaan produk atau servis yang diberikan kepada pelanggan kemudian pelanggan diminta untuk berpikir kreatif dalam menentukan produk atau servis yang akan dibelinya. 4. Act ( Perilaku ) Act menurut Schmitt merupakan tipe experience yang bertujuan untuk mempengaruhi perilaku, gaya hidup dan interaksi dengan konsumen. Act Marketing menurut Kertajaya adalah salah satu cara untuk membentuk persepsi konsumen terhadap produk dan jasa yang

14 bersangkutan. Act menurut Kertajaya adalah tindakan dari konsumen karena pengaruh luar dan opini dalam dari pelanggan. Act marketing ini memberikan pengaruh positif terhadap loyalitas konsumen ketika act marketing mampu mempengaruhi perilaku dan gaya hidup pelanggan maka akan berdampak positif terhadap loyalitas konsumen karena mereka merasa bahwa produk atau jasa tersebut sudah sesuai dengan gaya hidupnya. Akan tetapi sebaliknya juga dapat berpengaruh negatif apabila konsumen merasa produk atau jasa tidak sesuai dengan gaya hidupnya. Seorang pemasar dalam hal membentuk act dari konsumennya agar konsumennya tersebut memperoleh pengalaman yang tak terlupakan (memorable experience) adalah dengan melakukan pengaruh eksternal untuk digabungkan dengan kondisi feel dan think yang ada di dalam diri pelanggan untuk menjadi suatu aksi. Dilihat dari pengertian di atas dalam penelitian ini act marketing dapat berupa bentuk atau desain yang dibuat dengan menggabungkan pengaruh eksternal dengan kondisi feel dan think sedemikian rupa yang bertujan untuk menciptakan tindakan yang memberi pengalaman bagi konsumen dalam hubungannya pengaruh yang diberikan dari bentuk fisik produk atau servis yang dirasakan kemudian hal itu mempengaruhi kebiasaan, gaya hidup dan interaksi pelanggan dengan orang lain.

15 5. Relate ( Pertalian ) Relate menurut Schmitt merupakan tipe experience yang digunakan untuk mempengaruhi konsumen dan menggabungkan seluruh aspek, sense, feel, think dan act serta menitik beratkan pada penciptaan persepsi positif dimata konsumen. Relate marketing menurut Kertajaya adalah salah satu cara membentuk atau menciptakan komunitas konsumen dengan komunikasi. Relate marketing dapat memberikan pengaruh positif terhadap loyalitas konsumen ketika relate marketing mampu membuat mereka masuk dalam komunitas serta merasa bangga dan diterima. Sebaliknya relate marketing dapat memberikan pengaruh negatif terhadap loyalitas mereka ketika relate marketing tidak berhasil mengkaitkan individu dengan apa yang ada di luar dirinya maka konsumen tersebut tidak akan mungkin loyal. Berdasarkan definisi-definisi di atas, dalam penelitian ini relate marketing adalah penggabungan aspek sense, feel, think dan act dengan maksud untuk mengkaitkan individu dengan apa yang diluar dirinya dan mengimplementasikan hubungan antara orang lain dan kelompok sosial lain sehingga mereka bisa merasa bangga dan diterima di komunitasnya. Hal ini bisa terwujud dimana produsen menciptakan relate antara konsumennya dengan kontak langsung baik telepon maupun kontak fisik, diterima menjadi salah satu bagian dalam kelompok tersebut atau

16 menjadi member sehingga membuat konsumen menjadi senang dan tidak segan untuk datang kembali. Sebaliknya bila hal tersebut tidak terjadi dalam arti konsumen merasa terabaikan, maka konsumen akan berfikir ulang untuk datang kembali. 2.2 Pengertian Word Of Mouth Marketing Word of Mouth dalam bahasa Indonesia disebut juga berita dari mulut. Word of Mouth merujuk pada komunikasi lisan mengenai berbagai produk dengan teman, keluarga, dan rekan sejawat. Word of Mouth merupakan salah satu cara menyebarkan desas-desus Word of mouth (pemasaran dari mulut ke mulut) merupakan jurus pemasaran paling kuno tetapi sampai sekarang masih banyak yang menerapkannya. 2 Hampir semua bidang usaha mengandalkan kesuksesan mereka dengan word of mouth. Dengan word of mouth konsumen yang puas akan menceritakan atau merekomendasikan kepada teman-temannya untuk menggunakan atau membeli atau membeli produk tersebut. Beberapa ahli dalam komunikasi pemasaran mencoba mendefinisikan WOM dari berbagai perspektif. Adapun Kotler mendefinisikan WOM sebagai suatu komunikasi interpersonal tentang produk diantara pembeli dan orangorang yang ada di sekitarnya. Sementara Harrisson dan Walker dalam Harsasi mendefinisikan WOM sebagai informasi informal dari satu orang ke orang lain 2 Sembiring, Odelio Denny Pranata.2009. Analisis Karakteristik Yang Mempengaruhi Terciptanya Word Of Mouth Marketing Pada Film Laskar Pelangi.Skripsi Sarjana Ekonomi. Universitas Sumatera Utara Medan.hal 27

17 antara seorang pembawa pesan nonkomersial tentang apa yang dirasanya dengan penerima terhadap suatu produk, organisasi, jasa, dan merek. Menurut collin dan Ivanovic word of mouth adalah saluran informal dari komunikasi sepereti teman dan tetangga, rekan kerja dan anggota keluarga. Oleh karena itu, definisi WOM yang paling tepat adalah yang dikemukakan oleh Rosen, yaitu Semua komentar mengenai suatu produk tertentu yang diperjualbelikan di antara orang-orang pada suatu waktu tertentu. 3 Komunikasi lisan merupakan salah satu alat yang digunakan oleh marketer dalam menjalankan kegiatan promosinya, selain bentuk promosi yang lainnya seperti iklan, publikasi dan sebagainya. Berbeda dengan bentuk komunikasi marketing pada umumnya, strategi dengan WOM lebih besar dalam mencapai target. Hal ini dikarenakan WOM diterjemahkan dan dikemas dalm bentuk simbol sebelum disampaikan melalui saluran komunikasi ke penerima pesan, sehingga informasi yang disampaikan langsung diterima target yang pada umumnya adalah orang-orang yang membutuhkan informasi tersebut. Bentuk saluran yang digunakan dalam WOM adalah viral atau tradisional. Biasanya terjadi pada saat terjadi pertemuan marketer dengan target di suatu tempat atau via saluran baru seperti internet, telephone selular dan lain-lain. Perbincangan yang terjadi kemudian membentuk saluran yang kemudian ditransmisikan. Saluran tersebut saluran pribadi (personal channel), sehingga sang penerima pesan mengetahui siapa yang menyampaikan informasi. Apabila 3 Emanuel Rosen, 2000. terj, Zoelkifli Kasip, Kiat Pemasaran dari Mulut ke Mulut, Jakarta: PT Elex Media Komputindo. hal 8.

18 informasi yang disampaikan tersebut ternyata diterima danmn kemudian diadopsi si penerima pesan berdasarkan kelompok rujukan tersebut maka akan muncul konsumen-konsumen potensial yang cenderung mengadopsi produk jasa baru. Menurut Ali Hasan Word of mouth adalah sebuah percakapan yang didesain secara online maupun offline memiliki multiple effect, non-hierarchi, horizontal dan mutasional 4. Struktur dialog dan percakapan yang baik bersumber dari advokasi merek actual dan orang-orang (rekomendasi) bersedia pergi dari satu tempat ke tempat lain (offline) untuk berbagi pendapat, pengalaman, atau antusiasme mereka tentang suatu produk. Alasan yang kuat dalam WOM adalah percakapan timbal balik, yang tidak dapat ditemukan dengan ratusan pesan lain dalam folder konvensional perusahaan. Berdasarkan beberapa pendapat diatas, disimpulkan bahwa word of mouth merupakan bagian dari komunikasi personal yang informal, yang disampaikan oleh sesama konsumen atau orang lain selain organisasi, didasarkan pada pengalaman jasa yang diterimanya dalam hal penggunaan produk dan layanan tertentu dimana dapat berupa ide, komentar/opini, saran ataupun rekomendasi yang diharapkan dapat bersifat positif sehingga berguna bagi pihak organisasi. 4 Hasan, Ali.2010. Marketing dari Mulut ke Mulut. Yogyakarta : Media Pressindo. hal. 29

19 2.2.1 Filosofi Word of Mouth Marketing Hasan berpendapat bahwa Word Of mouth marketing adalah sebuah percakapan yang didesain secara online maupun offline memiliki multiple effect, horizontal dan mutasional. 5 Struktur dialog dan percakapan yang baik bersumber dari advokasi merek aktual dan orangorang (rekomender) bersedia pergi dari satu tempat ke tempat yang lain (offline) untuk berbagi pendapat, pengalaman, atau antusiasme mereka tentang suatu produk. Alasan yang begitu kuat dalam WOM adalah percakapan timbal balik, yang tidak dapat ditemukan dengan ratusan pesan lain dalam folder konvensional perusahaan. Filosofi dasar word of mouth marketing ini adalah : 1. Keberlanjutan suara pelanggan, bukan suara perusahaan/ owner/ marketer 2. Alami, asli, proses jujur bukan buatan dan juga manipulasi 3. Konsumen mencari sumber informasi bukan perusahaan/ owner/ marketer 4. Konsumen berbicara tentang produk, layanan, atau merek dan mereka telah memiliki pengalaman 5 ibid

20 2.2.2 Sifat Word of Mouth Dalam Sembiring Word of Mouth dapat menjadi sesuatu yang menguntungkan atau malah mendatangkan masalah. Oleh karena itu menurut sifatnya word of mouth dapat dibagi menjadi dua, yaitu : 6 1. Positive word of mouth Yaitu bentuk word of mouth yang dapat timbul manakala produk yang sudah dikonsumsi berhasil memuaskan konsumennya. Konsumen yang sudah terpuaskan belum tentu akan menceritakannya kepada orang lain. Word of mouth positif baru akan muncul dari suatu pengalaman yang dianggap luar biasa oleh konsumen, yang pada saat itu tingkat kepuasan emosionalnya tinggi. Sehingga tanpa diminta konsumen akan menceritakan pengalaman yang dirasakan kepada orang terdekatnya. 2. Negative Word of Mouth Yaitu bentuk word of mouth yang dapat timbul manakala produk yang dikonsumsi ternyata mengecewakan. Merupakan suatu fenomena yang paling ditakutkan perusahaan karena seorang konsumen yang kecewa akan berbicara, tidak hanya ke orang-orang terdekatnya saja. Konsumen akan berusaha menyampaikan kekecewaannya ke sebanyak mungkin orang. 6 Sembiring, Loc Cit. hal 28

21 Sedangkan menurut Word of Mouth Marketing Association (WOMMA) dalam MIX terdapat dua kategori word of mouth dalam Sembiring yaitu : 7 a. Organic Word of Mouth Terjadi ketika seorang konsumen merasa sangat puas dengan kinerja dari produk ataupun layanan sehingga berkeinginan untuk berbagi pengalaman dan informasi kepada teman-temannya. b. Amplified word of mouth Terjadi ketika pemasar merencanakan dan merancang suatu kampanye pemasaran yang ditujukan untuk mempercepat word of mouth baik pada komunitas yang telah ada maupun yang baru. Word of Mouth berawal dari suatu bentuk yang timbul secara alamiah dan tidak didesain oleh perusahaan juga pemasar. Word of Mouth tersebut timbul karena keunggulan produk. Belakangan word of mouth ditujukan untuk menggantikan program komunikasi pemasaran konvensional seperti iklan yang kian kehilangan kredibilitasnya. 7 Ibid. hal 29