BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manajemen merupakan suatu perkenalan dan perencanaan, mengorganisasikan, memimpin, mengkoordinasikan dan mengendalikan. Memperkirakan dan merencanakan berarti mempertimbangkan masa depan dan menyusun rencana aktivitas. Mengorganisasikan berarti mengembangkan struktur ganda yaitu materi dan manusia, dari suatu usaha. Memimpin berarti mengikat menyatukan dan menyelaraskan segala bentuk aktivitas dan usaha. Mengendalikan berarti memperhatikan bahwa segala sesuatu yang terjadi sesuai dengan peraturanperaturan yang telah ditetapkan dan tuntutan yang ada (Triwibowo, 2013). Manajemen keperawatan merupakan suatu proses yang dilaksanakan sesuai dengan pendekatan sistem terbuka. Oleh karena itu, manajemen keperawatan terdiri atas beberapa komponen yang tiap-tiap komponen saling berinteraksi. Pada umumnya suatu sistem dicirikan oleh lima elemen, yaitu input, proses, output, kontrol dan mekanisme umpan-balik (Arwani, 2005). Fungsi manajemen keperawatan adalah memudahkan perawat dalam menjalankan asuhan keperawatan yang holistik sehingga seluruh kebutuhan klien di rumah sakit terpenuhi. Terdapat lima elemen dalam manajemen keperawatan berdasarkan fungsinya yaitu planning (perencanaan), organizing (pengorganisasian), staffing (kepegawaian), directing (pengarahan) dan controlling (pengendalian/evaluasi) (Rosyidi, 2013). Logistik merupakan suatu ilmu pengetahuan dan/atau seni serta proses mengenai perencanaan kebutuhan, pengadaan, penyimpanan, penyaluran dan pemeliharaan serta penghapusan material atau alat-alat. Oleh karena itu, logistik merupakan bagian dari instansi yang tugasnya menyediakan bahan atau barang yang dibutuhkan 1
2 untuk kegiatan operasional instalansi tersebut dalam jumlah, kualitas dan pada waktunya yang tepat (sesuai dengan kebutuhan), dan dengan harga serendah mungkin (Arwani, 2005). Pengadaan peralatan dilakukan atas dasar permintaan dari bagian fungsional atau pengguna peralatan, atas dasar : 1) jumlah pasien yang dirujuk ke rumah sakit lain akibat ketidakmampuan peralatan yang ada; 2) jumlah tenaga yang tersedia baik dari kemampuan maupun kapasitas; 3) tempat (fasilitas gedung). Namun demikian belum dilakukan studi kelayakan kebutuhan peralatan sebelumnya. Permintaan pengguna tersebut langsung ditujukan ke Direktur Rumah Sakit (Angkasawati, 2005). Tujuan logistik dibedakan dari tujuan operasional, tujuan keuangan, dan tujuan pengamanan. Tujuan operasional dari logistik adalah agar tersedia barang dan bahan-bahan dalam jumlah yang tepat dengan mutu yang memadai. Tujuan keuangan difokuskan pada upaya agar operasional kegiatan dapat terlaksana dengan biaya yang serendah-rendahnya. Sedangkan tujuan pengamanan diarahkan agar persediaan materi tidak terganggu oleh kerusakan, pemborosan, penggunaan tanpa hak, pencurian, dan penyusutan yang tidak wajar (Arwani, 2005). Pengadaan adalah segala kegiatan dan usaha untuk mempertahankan sediaan dalam batas-batas efisiensi, dan untuk menambah serta memenuhi persediaan (Inventory update). Fungsi dasar dari pengadaan adalah meningkatkan laba. Dalam kegiatan logistik ini sering terjadi konflik anatar tingkat persediaan dan manajemen keuangan yang cenderung menghendaki persediaan yang rendah (Arwani, 2005). Bila dirunut dari asal katanya, istilah SOP berasal dari bahasa Inggris yaitu SOP yang merupakan kepanjangan dari Standard Operating Procedures atau Standing Operating Procedures tetapi umumnya di Indonesia istilah SOP merujuk pada istilah SOPs sebagai Standard Operating Procedures. Istilah SOP merujuk pada pengertian mengenai sebuah prosedur operasi standar yang merupakan serangkaian instruksi yang bersifat membatasi prosedur operasi tanpa kehilangan keefektivitasannya (Insani, 2010).
3 Standar operasional prosedur adalah suatu standar/pedoman tertulis yang dipergunakan untuk mendorong dan menggerakkan suatu kelompok untuk mencapai tujuan organisasi. SOP merupakan tatacara atau tahapan yang dibakukan dan yang harus dilalui untuk menyelesaikan suatu proses kerja tertentu (Setyarini, 2012). Pada pelaksanaan sistem manajemen teknologi peralatan medik terdapat kesenjangan pada kesesuaian mutu di instalasi pemeliharaan peralatan medik sebesar 47% (standar dari Komite Akreditasi Rumah Sakit dan Sarana Kesehatan lainnya atau KARS adalah > 75%), kurangnya peralatan kerja, kurangnya standar operasional peralatan, kurangnya persediaan suku cadang, kurangnya standar pemeliharaan peralatan, belum terlatihnya tehnisi pelaksana pemeliharaan preventif serta belum tersosialisasinya kebijakan dan prosedur IP2M (Instalasi Pemeliharaan Peralatan Medis) yang ada (Angkasawati, 2005). Hasil penelitian studi utilisasi alat kedokteran canggih di RS Syaiful Anwar Malang Jawa Timur tahun 2003, menemukan 3,33% alat yang rusak sebelum dimanfaatkan. Hal tersebut disebabkan karena penyimpanan yang tidak layak (suhu kamar tidak terkondisi dengan suhu alat) dan tidak dilakukan pemeliharaan rutin. Perencanaan yang tidak berdasarkan kebutuhan menyebabkan tidak terpakainya alat yang sudah dibeli (Angkasawati, 2005). Tidak adanya tenaga yang terlatih serta tidak adanya anggaran operasional juga menjadi penyebab tidak terpakainya alat yang sudah ada. Meskipun 90% dari peralatan yang diteliti mempunyai SOP, namun 60% dari peralatan tersebut mengalami kerusakan. Penyebab kerusakan antara lain tidak terdeteksinya kerusakan dini, tidak tersedianya suku cadang, tidak adanya pemeliharaan rutin serta teknisi yang kurang menguasai peralatan dan tidak dilaksanakannya internal dan external quality control (Angkasawati, 2005). Berdasarkan hasil survei yang dilakukan peneliti di Rumah Sakit Umum Sari Mutiara Indonesia pada bulan Januari-Februari 2014, dari Kepala Bidang Kepegawaian dan Kepala Bidang Keperawatan didapatkan jumlah seluruh perawat di ruang rawat inap berjumlah 105 perawat. Secara wawancara juga pada 5 perawat
4 yang sedang dinas pada saat dilakukan survei awal, 2 orang perawat mengatakan tidak adanya jeli untuk tindakan pemasangan kateter sangat mengganggu kelancaran proses pelaksanaan tindakan keperawatan misalnya jika ada pasien yang harus segera dioperasi dan dipasang kateter namun jeli harus dipinjam terlebih dahulu di ruangan terdekat, 2 perawat juga mengatakan bahwa jika menyuntikkan obat kepada pasien dipergunakan 1 jarum suntik untuk semua obat yang di berikan kepada 1 pasien, serta 1 perawat mengatakan tidak adanya temp di ruangan sangat mengganggu proses pemeriksaan tanda-tanda vital yang dilakukan pada pasien karena temperatur harus dipinjam terlebih dahulu di ruangan terdekat dengan ruangannya. Secara observasi peneliti mendapatkan banyaknya kekurangan alat yang terjadi di rumah sakit, contohnya pada ruangan 2B gedung lama, tidak adanya jeli untuk pemasangan kateter pada pasien yang akan dilakukan operasi segera, sehingga perawat meminjam jeli keruangan 2A sebagai ruangan yang terdekat, kemudian hasil observasi yang didapatkan penulis pada lantai Stella 2B tidak adanya temperatur pada ruangan tersebut, sehingga pada saat melakukan pemeriksaan tanda-tanda vital pada pasien terlebih dahulu meminjamnya pada ruangan Stella 2A sebagai ruangan terdekat dengan ruangan tersebut. Berdasarkan hasil observasi juga didapatkan penggunaan jarum suntik pada pasien yaitu 1 jarum suntik untuk semua pemberian obat injeksi yang dilakukan kepada 1 pasien. Secara observasi peneliti mengamati bagaimana tindakan keperawatan yang dilakukan pada ruangan Stella 2A, lantai 3 gedung lama dan lantai 2B gedung lama, ditemukan sekitar 49 perawat yang tidak mematuhi Standar Operasional Prosedur (SOP) tindakan keperawatan karena kekurangan alat selama dinas. Ini berhubungan dengan keterbatasan sarana yang ada di Rumah Sakit Tersebut. Ini akan menyebabkan keterlambatan perawat dalam melakukan tindakan keperawatan yang diberikan kepada pasien. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka peneliti tertarik untuk meneliti Hubungan Manajemen Keperawatan : Pengadaan Alat Dengan Pelaksanaan Tindakan
5 Keperawatan Sesuai Standar Prosedur Operasional Di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Sari Mutiara Medan Tahun 2014. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian dari latar belakang, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Adakah Hubungan Manajemen Keperawatan : Pengadaan Alat Dengan Pelaksanaan Tindakan Keperawatan Sesuai Standar Operasional Prosedur Di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Sari Mutiara Medan Tahun 2014?. C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui adanya Hubungan Manajemen Keperawatan : Pengadaan Alat Dengan Pelaksanaan Tindakan Keperawatan Sesuai Standar Operasional Prosedur Di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Sari Mutiara Medan Tahun 2014. 2. Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui Manajemen Keperawatan : Pengadaan Alat Di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Sari Mutiara Medan Tahun 2014. b. Untuk mengetahui Pelaksanaan Tindakan Keperawatan Sesuai Standar Operasional Prosedur di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Sari Mutiara Medan Tahun 2014. D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Manajemen Rumah Sakit Memberikan masukan kepada pihak manajemen rumah sakit untuk lebih memperhatikan kelengkapan pengadaan alat di setiap ruangan rawat inap di rumah sakit.
6 2. Bagi Perawat Mengembangkan dan memperluas wawasan dibidang pelayanan keperawatan khususnya di ruang rawat inap. 3. Bagi Peneliti Selanjutnya Sebagai bahan untuk pertimbangan dalam melakukan penelitian yang berhubungan dengan manajemen keperawatan : pengadaan alat dan pelaksanaan tindakan keperawatan sesuai SOP.