BAB IV. A. Analisis Terhadap Bentuk-Bentuk Perlindungan Konsumen Dalam Mas}lahah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I. Semakin maraknya persaingan bisnis global, pasar menjadi semakin ramai. dengan barang-barang produksi yang dihasilkan. Bangsa Indonesia dengan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PELABELAN. informasi verbal tentang produk atau penjualnya. 17

BAB III TINJAUAN TEORITIS. A. Tinjauan Umum Tentang Perlindungan Konsumen

BAB I PENDAHULUAN. perindustrian dan perdagangan nasional telah menghasilkan berbagai variasi

BAB I PENDAHULUAN. Populasi umat Muslim di seluruh dunia saat ini semakin meningkat.

BAB II PERLINDUNGAN KONSUMEN MELALUI KONTEN LABEL PRODUK ROKOK MENURUT PERATURAN PEMERINTAH NO. 109 TAHUN 2012

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan, teknologi dan informasi, maka semakin luas alur keluar dan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN. memuat asas-asas atau kaidah-kaidah yang bersifat mengatur dan mengandung sifat

A. Analisis Sadd al-dhari> ah terhadap Jual Beli Produk Kecantikan yang Tidak Ada Informasi Penggunaan Barang dalam Bahasa Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. mayoritas beragama Islam terbesar di dunia. Sebanyak 87,18 % dari

UPAYA PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN DITINJAU DARI UNDANG UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

BAB I PENDAHULUAN. dan khususnya di bidang perindustrian dan perdagangan nasional telah

BAB I PENDAHULUAN. informasi tentang produk yang akan digunakan, informasi dapat didefenisikan

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan primer bagi setiap manusia. Sebagai kebutuhan primer, maka

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PELAKU USAHA Pengertian Hukum Perlindungan Konsumen

BAB I PENDAHULUAN. Kehadiran Agama Islam sebagai raḥmatallil ālamīn sesungguhnya telah

PERLINDUNGAN KONSUMEN ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI, ANISAH SE.,MM.

UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN [LN 1999/42, TLN 3821]

BAB III TINJAUAN UMUM. Pada era globalisasi dan perdagangan bebas saat ini, banyak bermunculan berbagai macam

BAB I PENDAHULUAN. yang melindungi kepentingan konsumen 1. Adapun hukum konsumen diartikan

BAB II TINJAUAN TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN. Bagi para ahli hukum pada umumnya sepakat bahwa arti konsumen

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEBIJAKAN NASIONAL PENGATURAN IRTP DAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TENTANG KEAMANAN PANGAN

The First Food Technology Undergraduate Program Outside of North America Approved by the Institute of Food Technologists (IFT)

BAB I PENDAHULUAN. jasa, perdagangan melalui sistem elektronik, dan pengembangan usaha kerjasama, skala

BAB I PENDAHULUAN. manusia saja hewan serta tumbuhanpun juga memerlukan makanan, sebab makanan

BAB VII PENUTUP. A.1. Bentuk-bentuk perlindungan konsumen produk halal dan tayib dalam. hukum Islam dan sertifikasi halal MUI diwujudkan melalui:

Majelis Perlindungan Hukum (MPH) Ikatan Laboratorium Kesehatan Indonesia (ILKI) BAB I KETENTUAN UMUM

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. dirugikan. Begitu banyak dapat dibaca berita-berita yang mengungkapkan

BAB I PENDAHULUAN. Banyak makanan import yang telah masuk ke Indonesia tanpa disertai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS KEPUTUSAN KONSUMEN DALAM PEMBELIAN PRODUK KOSMETIK TANPA LABEL HALAL DI ANEKA JAYA NGALIYAN SEMARANG

Keamanan Pangan Dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen

HAK DAN KEWAJIBAN KONSUMEN DAN PELAKU USAHA

TANGGUNG JAWAB HUKUM PELAKU USAHA TERHADAP KONSUMEN Oleh : Sri Murtini Dosen Fakultas Hukum Universitas Slamet Riyadi Surakarta.

STIE DEWANTARA Perlindungan Konsumen Bisnis

ANALISIS HUKUM TENTANG UNDANG-UNDANG RAHASIA DAGANG DAN KETENTUAN KETERBUKAAN INFORMASI DALAM UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

BAB II BEBERAPA ASPEK HUKUM TERKAIT DENGAN UNDANG UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN. 1. Pengertian Dasar Dalam Hukum Perlindungan Konsumen

BAB III TINJAUAN TEORITIS PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN. digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan dan atau pembuatan makanan atau

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSUMEN DAN PELAKU USAHA DALAM KONTEKS PERLINDUNGAN KONSUMEN. iklan, dan pemakai jasa (pelanggan dsb).

BAB IV PERBANDINGAN PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN DALAM TRANSAKSI JUAL BELI ONLINE MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 8

BAB IV PENUTUP. 1. Bahwa setiap produk makanan dalam kemasan yang beredar di Kota. Bengkulu wajib mencatumkan label Halal, karena setiap orang yang

A. Pengertian konsumen dan perlindungan konsumen. Istilah konsumen berasal dari kata consumer (Inggris-Amerika), atau

BAB I PENDAHULUAN. Islam agama yang sempurna, yang diturunkan oleh Allah SWT kepada. Nabi Muhammad SAW yang memiliki sekumpulan aturan.

PERANAN DAN TANGGUNG JAWAB BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN (BPOM) TERKAIT KASUS ALBOTHYL MENURUT UNDANG UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

Regulasi Pangan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. perubahan perilaku konsumen, kebijakan pemerintah, persaingan bisnis, hanya mengikuti perkembangan penduduk namun juga mengikuti

BUPATI HULU SUNGAI UTARA PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

Jurnal EduTech Vol. 3 No.2 September 2017 ISSN: e-issn:

BAB I PENDAHULUAN. keadilan, untuk mencapai tujuan tersebut Indonesia dihadapkan pada

BAB I PENDAHULUAN. penduduk yang beragama muslim, ada hal yang menjadi aturan-aturan dan

syarat penting untuk kemajuan produk-produk pangan lokal di Indonesia khususnya agar dapat bersaing dengan produk lain baik di dalam maupun di

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian negara yang mendapat perhatian yang lebih besar. Pada saat ini

BAB I PENDAHULUAN. Sejak datangnya agama Islam di Indonesia pada abad ke-7 Masehi,

BAB I PENDAHULUAN. yang menghabiskan uangnya untuk pergi ke salon, klinik-klinik kecantikan

BAB I PENDAHULUAN. minuman memberikan asupan gizi yang berguna untuk kelangsungan hidup. bidang produksi pengolahan bahan makanan dan minuman bagi

BAB I PENDAHULUAN. khususnya dibidang perindustrian dan perdagangan nasional telah. Mayoritas konsumen Indonesia sendiri adalah konsumen makanan, jadi

Menimbang : Mengingat :

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dengan jumlah penduduk lebih dari 200 juta dan sekitar 87%

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara yang sebagian besar dari penduduknya

BAB IV PAPARAN HASIL PENELITIAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2.

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan manusia merupakan suatu keadaan akan sebagian dari pemuasan

BAB I PENDAHULUAN. energi. Makanan dan minuman yang dikonsumsi manusia haruslah makanan. dalam Al-Qur an surat Al-Baqarah ayat 172:

BAB I PENDAHULUAN. hukum syara yang saling berseberangan. Setiap muslim diperintahkan hanya untuk

Sadd al-dhari< ah merupakan bentuk wasilah atau perantara. Al-Syaukani

PEMERINTAH KABUPATEN PELALAWAN

BAB IV ANALISIS MAS}LAH}AH MURSALAH TERHADAP PROSES PEMBUATAN DAN PENGHARUM RUANGAN YANG TERBUAT DARI KOTORAN SAPI

PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI KOTA

BAB II. A. Hubungan Hukum antara Pelaku Usaha dan Konsumen. kemungkinan penerapan product liability dalam doktrin perbuatan melawan

BAB III KERANGKA TEORITIS. orang yang memiliki hubungan langsung antara pelaku usaha dan konsumen.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut ketentuan Pasal 1 Angka (1) Undang-undang No.7 Tahun 1996 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Pelaku usaha dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen memiliki

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PERSYARATAN TEKNIS DAN SANKSI HUKUM MODIFIKASI KENDARAAN BERMOTOR YANG

BAB I PENDAHULUAN. yang didukung oleh kemajuan teknologi komunikasi dan informatika sekiranya

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KONSUMEN

PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM PELABELAN PRODUK PANGAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB IV PERSAMAAN DAN PERBEDAAN ANTARA HUKUM ISLAM DAN UU NO 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PEMBULATAN HARGA

BAB I PENDAHULUAN. Kosmetik Oleh Mahasiswi Jurusan Ekonomi Islam Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Airlangga, Jurnal EKonomi, 2016, hal. 1.

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

2 3. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara R

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSUMEN, PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM

-1- QANUN ACEH NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL

Sertifikasi dan Sistem Jaminan Halal

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KONSUMEN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. pelanggan, karena kepuasan pelanggan merupakan hal terpenting yang. satu faktor dalam memenangkan persaingan.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Keputusan Menteri Agama R.I. Nomor 518 Tahun 2001 Tanggal 30 Nevember 2001 TENTANG PEDOMAN DAN TATA CARA PEMERIKSAAN DAN PENETAPAN PANGAN HALAL

GUBERNUR JAWA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PRODUK BARANG HIGIENIS DAN HALAL

BAB III USAHA MIKRO KECIL MENENGAH (UMKM) DAN SERTIFIKASI HALAL

Transkripsi:

80 BAB IV ANALISIS TERHADAP BENTUK-BENTUK PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM MAS}LAHAH MURS}ALAH TERHADAP LABEL HALAL PADA PRODUK, ANALISIS TERHADAP UU NO.8 TAHUN 1999 TERHADAP PRODUK BAGI KONSUMEN MUSLIM. A. Analisis Terhadap Bentuk-Bentuk Perlindungan Konsumen Dalam Mas}lahah Murs}alah Terhadap Label Halal Pada Produk Dalam ketentuan Undang-undang perlindungan konsumen, penulisan hanya akan membahas beberapa poin tentang perlindungan secara global saja. Dengan alasan peraturan ini diatur dalam ketentuan peraturan Undang-undang lainnya. Bila mengikat banyaknya peraturan perundang di Indonesia, rasanya mustahi untuk membahasnya satu persatu dalam kesepakatan yang relative singkat ini. Sebagaimana telah diuraikan dalam bab III bahwa, perlindungan konsumen adalah segala segala upaya menjamin adanya kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada konsumen. Sedangkan yang dimaksud sebagai konsumen di sini adalah setiap orang memakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik dari kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun mahluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan jadi yang dimaksud konsumen dalam Undang-undang ini adalah konsumen akhir, bukan untuk diperjual belikan kembali. Memperhatikan subtansi pasal 2 Undang-undang Perlindungan Konsumen 80

81 demikian penjelasannya, tampak bahwa perumusannya mengacu bahwa filosofi pembangunan nasional yaitu pembangunan manusia Indonesia seutuhnya yang berlandaskan pada falsafah Negara Republik Indonesia. Kelima asas yang disebutkan dalam pasal tersebut, bila diperhatikan subtansinya dapat dibagi menjadi tiga asas, yaitu 94 : 1. Asas manfaat, yang di dalamnya meliputi asas keamanan dan keselamatan konsumen. 2. Asas keadilan yang di dalamnya, meliputi asas keimanan. 3. Asas kepastian hukum. Dari tiga asas ini, asas yang paling menonjol dalam asas keadilan, demikian pula hubungannya dengan substansi pasal 1 angka (1) dalam bab sebelumnya, dapat dikatakan hukum ini dalam lingkup kajian hukum ekonomi. Hukum ekonomi yang dimaksud yaitu, mengakomodasi dua aspek hukum sekaligus diantaranya aspek hukum public dan aspek hukum privat (perdata). Sebagai asas hukum, dengan sendirinya menetapkan asas ini yang menjadi rujukan pertama baik dalam peraturan perundang-undangan maupun dalam berbagai aktifitas yang berhubungan dengan perlindungan konsumen oleh semua pihak yang terlibat di dalamnya. Asas-asas hukum perlindungan konsumen yang dikelompokkan dalam tiga kelompok diatas, dalam hukum ekonomi keadilan di sejahterakan dengan asas 94 Ahmadi Miru dan SutarmanYodo, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta, PT. Raja Grafindo, 2004), cet. 1, 26.

82 keseimbangan, kemanfaatan disejajarkan dengan memaksimalisasi, dan asas kepastian hukum disejajarkan dengan efisiensi. Dalam Mas}lahah Murs}alah pada prinsipnya merupakan suatu upaya dalam menetapan hukum dengan mendasarkan atas kemashlahatan ummat pada keadaan hukum tidak terdapat di dalam nash atau ijma, tidak ada pula penolakan atasnya secara tegas. Berhujjah dengan mashlahah al-mursalah sebagai metode ijtihad, adalah sesuatu yang ra<jih, sesuai dengan kefleksibelan dan keabadian syari at mengikuti perkembangan kebutuhan manusia sepanjang zaman dan dalam kondisi apapun, serta merupakan tindakan yang ditempuh para sabahat Rasulullah saw dalam menegakkan syariat dan memberi fatwa. 95 Seperti yang dikatakan Ibnu Qayyim, sebagaimana dikutib Abdul Wahab Khalaf. Di antara umat Islam ada yang berlebihan dalam memelihara mashlahah umum, maka mereka menjadikan syari at sebagai hal terbatas yang tidak bisa sejalan menurut kemashlahatan hamba yang memerlukan pada lainnya. Mereka telah menghalangi dirinya untuk menempuh jalan yang benar berupa jalan kebenaran dan keadilaan. Adapun di anatara mereka yang melampaui batas sehingga membolehkan sesuatu yang dapat memudahkan syari at allah dan menimbulkan kejahatan yang kejam dan kerusakan yang dahsyat. 96 Jadi penggunaan Mas}lahah Murs}alah itu selama tidak bertentangan dengan nash yang qath i, serta bertujuan semata-mata untuk menjaga kemashlahatan ummat, menurut hemat penulis boleh dijadikan salah satu 95 Alam Ibid., hlm. 151. Dijelaskan lagi pendapat tentang ketidak bolehan mashlahah al-mursalah dijadikan landasan hukum, kecuali bila ditemukan bukti pengakuan tertentu akan membawa syari at menjadi statis (jumud) karena tidak seiring dengan perkembangan kehidupaan manusia. 96 Abdul Wahab Khallaf, Kaidah-Kaidah Hukum Islam, 123.

83 metode ijtihad untuk menetapkan hukum. Pada produk makanan dan minuman olahan, obat-obatan, kosmetika sejalan dengan ajaran Islam\, umat menghendaki agar produk-produk yang akan dikonsumsi tersebut dijamin kehalalan dan kesuciannya. Menurut ajaran Islam, mengkonsumsi yang halal, suci, dan baik merupakan perintah agama dan hukunya wajib. Dalam pasal UU No 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen menyebutkan bahwa perlindungan konsumen bertujuan: 1. Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri; 2. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghidarkannya dari akses negatif pemakai barang dan/atau jasa; 3. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan menentukan hak-haknya sebagai konsumen; 4. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi; 5. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai kepetingannya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha; 6. Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atu jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan

84 keselamatan konsumen. Keenam tujuan khusus perlindungan konsumen yang disebutkan bila dikelompoknya ke dalam tiga tujuan hukum secara umum, maka tujuan hukum mendapatkan keadilan. B. Analisis Terhadap UU No.8 Tahun 1999 Terhadap Produk Bagi Konsumen Muslim. Sebagian besar penduduk Indonesia beragama Islam, jadi sudah jelas konsumen terbesar adalah konsumen muslim. Meski demikian, hak-hak dasar keberagamaannya belum terjamin secara maksimal oleh kebijakan-kebijakan pemerintahan, khususnya dalam urusan yang berkaitan dengan makanan dan minuman. Padahal mestinya makanan atau apapun yang dikonsumsi oleh konsumen muslim tersebut harus sudah di standarisasi sesuai dengan hukum Islam, bukan semata-mata hanya menurut hukum dagang, untung rugi saja. Sebagaimana tercantum dalam Al-Qur an Surat Al-Ma idah ayat [5] 88. Allah berfirman: Artinya : Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-nya. 97 97 Kementerian Agama Republik Indonesia, Al-Qur an Tajwid. 88

85 Dalam ajaran Islam, sangat mementingkan kebaikan dan kebersihan di semua aspek, baik dari makanan maupun barang gunaan. Karena, umat islam diperintahkan untuk memakan dan mengkonsumsi bahan-bahan makanan yang baik, suci dan bersih saja, karena hal ini berkaitan dengan hukum halal maupun haram. Oleh karena itu, umat Islam perlu mengetahui informasi yang jelas mengenai barang yang mereka gunakan. 98 Dalam undang-undang perlindungan konsumen yang berkaitan dengan hal tersebut, yaitu dinyatakan dalam pasal 8 ayat 1 huruf a s/d h sebagaimana berikut: 1. Pelaku usaha dilarang untuk memproduksi dan atau memperdagangkan barang dan/atau jasa: 2. Tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan perundang-undangan. 3. Tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto, dan jumlah hitungan sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket barang tersebut; 4. Tidak sesuai dengan ukuran, takaran timbangan, dan jumlah hitungan menurut ukuran yang sebenarnya; 5. Tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan atau kemanjuran sebagaiman dinyatakan dalam label, etiket, atau keterangan barang dan/atau 98 Imam Masykur Alie, Bunga Rampai Jaminan Produk Halal Di Negara Anggota Mabims, Bagian Proyek Sarana Dan Pra Sarana Produk Halal Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Dan Menyelenggarakan Haji, (Jakarta: Departemen Agama RI, 2003), 21.

86 jasa tersebut; 6. Tidak sesuai dengan mutu, tingkat, kompusisi, proses pengolahan, gaya model atau penggunaan tersebut sebagaimanadinyatakan dalam label atauketerangan, iklan atau promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut. 7. Tidak sesuai dengan janji yang diyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan atau promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut 8. Tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa atau jangka waktu penggunaan/pemanfaatan yang paling baik atas barang tertentu. 9. Tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara label yang dicantumkan dalam label. Dengan adanya ketentuan ini, maka setiap produsen dalam memperoduksi suatu barang dan/atau jasa mempunyai kewajiban untuk: 1. Menaati atau memenuhi persyaratan peraturan atau ketentuan yang telah di tetapkan oleh pemerintah. 2. Menjamin hasil produksinya aman atau tidak berbahaya bila dikonsumsi. Sebenarnya bila diperhatikan lebih jauh ketentuan halal dalam pasal 8 UUPK poin h, belum jelas karena halal dalam arti luas adalah aman untuk dikonsumsi atau boleh dikonsumsi oleh konsumen. Karena tidak dijelaskan apakah hal itu juga halal bagi konsumen Islam. Mengingat begitu banyaknya makanan konsumen. Menyangkup perlindungan konsumen terhadap produk halal, dibutuhkan

87 jaminan kehalalan suatu produk pangan yang di wujudkan diantaranya dalam bentuk sertifikat halal. Dengan setifikat halal, produsen dapat mencantumkan logo halal setiap kemasan dalam produk sehingga konsumen dapat mengetahui dengan jelas barang yang konsumsi yang jadi masalah sekarang, bagaimana menjamin bahwa setifikat halal tersebut telah memenuhi kaidah syari at yang ditetapkan oleh hukum Islam. Suatu produk pangan, dalam hal ini berhubungandengan kompetensi lembaga yang mengeluarkan sertifikat, standar halal yang digunakan, personel yang terlihat dalam sertifikasi dan auditing juga mekanisme sertifikat halal itu sendiri dengan demikian, diperlukan adanya suatu standar dan sistem yang dapat menjamin kebenaran hasil sertifikasi halal. 99 Pengawasan terhadap makanan/munuman baru bisa dilakukan oleh pemerintah apabila produsen mendaftarkan produk mereka secara administratif, pada lembaga pengajian pangan kosmetik dan obat-obatan (LPPOM) secara tertulis kepada pemohon disertai dengan alasan yang jelas. 99 Anton Apriantono dan Nur Bowo, Panduan Belanja Dan Sertifikat Halal, (Jakarta: Khoirul Bayan, 2003), 25.