Pd T Perambuan sementara untuk pekerjaan jalan

dokumen-dokumen yang mirip
PEDOMAN. Perencanaan Median Jalan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. Konstruksi dan Bangunan. Pd. T B

PEDOMAN. Perencanaan Separator Jalan. Konstruksi dan Bangunan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. Pd. T B

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Penempatan marka jalan

Perencanaan Geometrik & Perkerasan Jalan PENDAHULUAN

MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT TENTANG ZONA SELAMAT SEKOLAH (ZoSS). Pasal 1

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 61 TAHUN 1993 TENTANG RAMBU-RAMBU LALU LINTAS DI JALAN MENTERI PERHUBUNGAN,

PEDOMAN. Tata cara perencanaan geometrik persimpangan sebidang DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. Konstruksi dan Bangunan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum

BAB V MEDIAN JALAN. 5.2 Fungsi median jalan

Persyaratan umum sistem jaringan dan geometrik jalan perumahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Spesifikasi geometri teluk bus

Persyaratan Teknis jalan

KONSEP THE CITY OF PEDESTRIAN. Supriyanto. Dosen Tetap Prodi Teknik Arsitektur FT UNRIKA Batam

Perda No. 19/2001 tentang Pengaturan Rambu2 Lalu Lintas, Marka Jalan dan Alat Pemberi Izyarat Lalu Lintas.

PETUNJUK TERTIB PEMANFAATAN JALAN NO. 004/T/BNKT/1990

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG,

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 13 TAHUN 2014 TENTANG RAMBU LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG. Nomor 3 Tahun 2002 Seri C PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 09 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : HK.205/1/1/DRJD/2006 TENTANG

DEPARTEMEN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT DIREKTORAT BINA SISTEM TRANSPORTASI PERKOTAAN. Penempatan Fasilitas Perlengkapan Jalan

PENGATURAN LALU LINTAS UNTUK KESELAMATAN SELAMA PEKERJAAN PEMELIHARAAN JALAN

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 60 TAHUN 1993 T E N T A N G MARKA JALAN MENTERI PERHUBUNGAN

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK.2435 / AJ.409 / DRJD / 2007 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 65 TAHUN 1993 T E N T A N G FASILITAS PENDUKUNG KEGIATAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN MENTERI PERHUBUNGAN,

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK.603/AJ 401/DRJD/2007 TENTANG

D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG BAB V PENUTUP

Outline. Klasifikasi jalan Dasar-dasar perencanaan geometrik Alinemen horisontal Alinemen vertikal Geometri simpang

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK.984/AJ. 401/DRJD/2005 TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR: KM 14 TAHUN 2006 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS DI JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR: KM 14 TAHUN 2006 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS DI JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN REJANG LEBONG PERATURAN DAERAH KABUPATEN REJANG LEBONG NOMOR 17 TAHUN 2007

2 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 101, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5422); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 34

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT TENTANG PETUNJUK TEKNIS PERLENGKAPAN JALAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 62 TAHUN 1993 T E N T A N G ALAT PEMBERI ISYARAT LALU LINTAS MENTERI PERHUBUNGAN,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 1993 TENTANG PRASARANA DAN LALU LINTAS JALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1990

MASALAH LALU LINTAS DKI JAKARTA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

BAB II KOMPONEN PENAMPANG MELINTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Penampang Melintang Jalan Tipikal. dilengkapi Trotoar

PETUNJUK PERAMBUAN SEMENTARA SELAMA PELAKSANAAN PEKERJAAN JALAN

BAB 2 PENAMPANG MELINTANG JALAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

terjadi, seperti rumah makan, pabrik, atau perkampungan (kios kecil dan kedai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

di kota. Persimpangan ini memiliki ketinggian atau elevasi yang sama.

No Angkutan Jalan nasional, rencana induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan provinsi, dan rencana induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkuta

PEMERINTAH KABUPATEN KEDIRI

POTONGAN MELINTANG (CROSS SECTION) Parit tepi (side ditch), atau saluran Jalur lalu-lintas (travel way); drainase jalan; Pemisah luar (separator);

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Peraturan Menteri Perhubungan nomor KM 14 tahun 2006,

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG

5/11/2012. Civil Engineering Diploma Program Vocational School Gadjah Mada University. Nursyamsu Hidayat, Ph.D. Source:. Gambar Situasi Skala 1:1000

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Persimpangan adalah simpul dalam jaringan transportasi dimana dua atau

BAB II PENAMPANG MELINTANG JALAN

MENGENAL RAMBU-RAMBU LALU LINTAS Disunting oleh : EDI NURSALAM

BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 26 TAHUN 2014 TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pergerakan lalu lintas regional dan intra regional dalam keadaan aman,

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Jalan. Jalan secara umum adalah suatu lintasan yang menghubungkan lalu lintas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebelumnya, maka dengan ini penulis mengambil referensi dari beberapa buku dan

BAB I PENDAHULUAN. berpenduduk di atas 1-2 juta jiwa sehingga permasalahan transportasi tidak bisa

ANALISIS KINERJARUAS JALAN PERINTIS KEMERDEKAAN JATI - PADANG

Prakata. Tata cara penulisan ini secara garis besar mengacu pada pedoman BSN No.8 tahun Pd. T

Alternatif Pemecahan Masalah Transportasi Perkotaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II JEMBRANA NOMOR 18 TAHUN 1994 T E N T A N G

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada dasarnya jaringan jalan diadakan karena adanya kebutuhan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jalan. Ketika berkendara di dalam kota, orang dapat melihat bahwa kebanyakan

PEDOMAN. Perencanaan Bundaran untuk Persimpangan Sebidang DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. Konstruksi dan Bangunan. Pd.

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK 113/HK.207/DRJD/2010 TENTANG

BAB II TINJAU PUSTAKA. jalan bergabung atau berpotongan/bersilangan. Faktor faktor yang digunakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berpotongan/bersilangan. Faktor faktor yang digunakan dalam perancangan suatu

BUPATI KAPUAS HULU PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS HULU NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG

BAB III METODA PENELITIAN

UU NO. 38 TAHU UN 2004 & PP No. 34 TA AHUN 2006 TENTANG JALAN DIREKTORAT BINA TEKNIK DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM

EVALUASI DAN PERENCANAAN LAMPU LALU LINTAS KATAMSO PAHLAWAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manfaatnya (

ANALISIS KAPASITAS, TINGKAT PELAYANAN, KINERJA DAN PENGARUH PEMBUATAN MEDIAN JALAN. Adhi Muhtadi ABSTRAK

Pengertian Lalu Lintas

BAB II TNJAUAN PUSTAKA. Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (1997) karakteristik geometrik

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR 17 TAHUN 2016 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARAWANG,

Transkripsi:

Perambuan sementara untuk pekerjaan jalan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH

Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii Pendahuluan... iv 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah dan definisi... 1 4 Ketentuan... 4 4.1 Ketentuan umum... 4 4.1.1 Jenis konstruksi... 4 4.1.2 Penempatan rambu... 4 4.1.3 Pesan rambu... 4 4.1.4 Perubahan arus lalu lintas... 4 4.1.5 Jalur pejalan kaki... 4 4.2 Ketentuan teknis... 5 4.2.1 Ketentuan rambu... 5 4.2.2 Perencanaan perambuan... 6 4.2.3 Pengaturan lalu lintas... 12 5 Cara perencanaan... 13 5.1 Identifikasi lokasi / pengumpulan data... 13 5.2 Memilih jenis rambu... 13 5.3 Gambar denah... 13 5.4 Koordinasi dengan instansi terkait... 13 Daftar gambar Gambar 1. Ukuran luar rambu... 6 Gambar 2. Layout perambuan sementara... 6 Gambar 3. Tinggi posisi rambu... 7 Gambar 4. Penempatan rambu pada trotoar... 8 Gambar 5. Penempatan rambu bahu... 8 Gambar 6. Penempatan rambu pada pemisah arah... 9 Gambar 7. Perambuan sementara, Penyempitan satu lajur pada i

tipe jalan dua lajur satu arah... 14 Gambar 8. Perambuan sementara, Penyempitan satu lajur pada tipe jalan dua lajur dua arah... 15 Gambar 9. Perambuan sementara, Penyempitan satu lajur pada tipe jalan dua lajur satu arah... 16 Gambar 10. Perambuan sementara, Penyempitan satu lajur pada tipe jalan dua lajur dua arah... 17 Gambar 11. Perambuan sementara, Penyempitan satu lajur pada tipe jalan dua lajur satu arah... 18 Gambar 12. Perambuan sementara, Penyempitan satu lajur pada tipe jalan tiga lajur satu arah... 19 Gambar 13. Perambuan sementara, Penyempitan satu lajur pada tipe jalan tigaa lajur menggunakan satu lajur lawan... 20 Gambar 14. Perambuan sementara, Penyempitan satu lajur pada tipe jalan/simpang dua lajur diatur dengan lampu... 21 Daftar tabel Tabel 1. Ukuran rambu... 5 Tabel 2. Tinggi posisi rambu... 7 Tabel 3. Penetapan jumlah rambu pada daerah pendekat... 9 Tabel 4. Panjang daerah menjauh (B)... 10 Tabel 5. Penetapan panjang taper awal (daerah A) dan perlengkapan bantu... 11 ii

Prakata Pedoman teknis perencanaan perambuan sementara untuk pekerjaan jalan ini dipersiapkan oleh Sub. Panitia Teknis di Pusat Litbang Prasarana Transportasi, dengan konseptor : Ir. Erwin Kusnandar Pedoman ini dimaksudkan sebagai pedoman bagi semua pihak yang terlibat dalam pembinaan, perencanaan dan pelaksanaan prasarana transportasi jalan untuk pekerjaan jalan. Pedoman perencanaan perambuan sementara dimana segala ketentuan rambu merujuk kepada ketentuan perambuan yang diatur dalam SK Menteri Perhubungan. Tata cara penulisan ini secara garis besar mengacu pada pedoman BSN No. 8 tahun 2000. iii

Pendahuluan Perkembangan kegiatan yang sangat pesat pada dewasa ini membawa dampak yang sangat besar pada perkembangan transportasi, dampak yang nyata dalam transportasi jalan adalah munculnya ketidak seimbangan antara tuntutan dan sediaan. Ketidak seimbangan tersebut menjadikan kecelakaan dan kemacetan lalu lintas berpeluang dan bisa terjadi kapan saja baik saat operasional maupun saat pemeliharaan dan pembangunan jalan. Saat pemeliharaan dan pembangunan jalan pengaturan lalu lintas (traffic management) merupakan suatu hal yang perlu diperhatiakan, penyediaan perangkat pedoman teknis untuk mengatur pergerakan lalu lintas yang sifatnya sementara karena adanya sesuatu pekerjaan atau kerusakan di jalan perlu adanya. Untuk itu pedoman teknis ini disiapkan bagi perencana maupun pelaksana dalam merencanakan perambuan sementara untuk pekerjaan jalan. Pedoman teknis ini berisikan ketentuan-ketentuan dan cara mengerjakan, dimana aspek spesifikasi teknis rambu tetap merujuk pada SK. Menteri Perhubungan Republik Indonesia yang berlaku. iv

Perambuan sementara untuk pekerjaan jalan 1 Ruang lingkup Pedoman teknis perencanaan perambuan sementara bagi pekerjaan jalan, jembatan dan fasilitas prasarana perkotaan merupakan acuan atau tatacara untuk penempatan rambu sementara meliputi deskripsi, ketentuan umum, ketentuan teknis, dan cara perencanaan bagi pihak yang terkait dengan pekerjaan jalan. Pekerjaan jalan tersebut mengambil sebagian atau seluruh dari DAMIJA yang diperkirakan bisa mengganggu arus lalu lintas dan keselamatan pemakai jalan. 2 Acuan normatif Tata cara perencanaan perambuan sementara untuk pekerjaan jalan ini merujuk pada buku sebagai berikut : 2.1 S.K. Menteri Perhubungan No.61 Tahun 1993, tentang rambu-rambu lalu lintas di jalan. 2.2 Manual Kapasitas Jalan Indonesia, Direktorat Jenderal Bina Marga, 1997. 2.3 Traffic Signs Manual, Departement of the Environment, London. 3 Istilah dan definisi 3.1 rambu salah satu dari perlengkapan jalan, berupa huruf, lambang, angka, kalimat dan atau perpaduan diantaranya, sebagai peringatan, larangan, perintah atau petunjuk bagi pemakai jalan 3.2 perambuan sementara rambu yang sifatnya sementara, bisa dipindah-pindah sesuai dengan kebutuhan 3.4 perambuan untuk pekerjaan jalan pemasangan rambu-rambu sementara untuk mengatur lalu lintas sehubungan ada pekerjaan jalan/jembatan atau gangguan pada jalan 3.5 pekerjaan jalan dan jembatan kegiatan berupa pemeliharaan dan pembangunan, survei pada daerah milik jalan (DAMIJA) 3.6 kecepatan rencana kecepatan maksimum yang aman dan dapat dipertahankan di sepanjang bagian jalan tersebut 1 dari 21

2 dari 21 Pd T-12-2003 3.7 kecepatan rata-rata kecepatan rata-rata operasional yang bisa dikembangkan kendaraan di sepanjang bagian jalan tersebut 3.8 kapasitas arus lalu lintas maksimum yang dapat dilayani suatu bagian jalan pada kondisi tertentu, dinyatakan dalam satuan mobil penumpang per jam 3.9 j a l u r bagian jalan yang dipergunakan untuk lalu lintas kendaraan 3.10 l a j u r bagian jalur yang memanjang dengan atau tanpa marka jalan, yang memiliki lebar cukup untuk satu kendaraan bermotor sedang berjalan, selain sepeda motor 3.11 lajur tambahan (auxilary lane) merupakan lajur yang disediakan khusus untuk belok kiri/kanan, perlambatan/percepatan dan tanjakan 3.12 badan jalan bagian jalan yang meliputi seluruh jalur lalu lintas, median dan bahu jalan 3.13 bahu jalan bagian daerah manfaat jalan yang berdampingan dengan jalur lalu lintas untuk menampung kendaraan yang berhenti, keperluan darurat, dan untuk pendukung samping bagi lapis pondasi bawah, pondasi atas, dan permukaan 3.14 bahu kiri bahu jalan yang berada pada tepi kiri 3.15 bahu luar bahu jalan yang dibuat terbagi pada tepi luar dari jalur lalu lintas 3.16 bahu kanan bahu jalan yang dibuat pada tepi kanan 3.17 bahu dalam bahu jalan yang dibuat terbagi pada tepi dalam dari jalur lalu lintas 3.18 median ruang yang disediakan pada bagian tengah dari jalan untuk membagi jalan dalam masingmasing arah serta untuk mengamankan ruang bebas samping jalur lalu lintas

3.19 APIL (Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas) perangkat peralatan teknis yang menggunakan isyarat lampu untuk mengatur lalu lintas orang dan atau kendaraan di jalan 3.20 Daerah Manfaat Jalan (Damaja) merupakan ruang sepanjang jalan yang dibatasi oleh lebar, tinggi, dan kedalaman ruang bebas tertentu yang ditetapkan oleh pembina jalan 3.21 Daerah Milik Jalan (Damija) merupakan ruang sepanjang jalan yang dibatasi oleh lebar, tinggi tertentu yang dikuasai oleh pembina jalan dengan suatu hak tertentu sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku 3.22 Daerah Pengawasan Jalan (Dawasja) merupakan ruang sepanjang jalan di luar daerah milik jalan yang dibatasi oleh lebar dan tinggi tertentu, yang ditetapkan oleh pembina jalan, dan diperuntukkan bagi pandangan bebas pengemudi dan pengamanan konstruksi jalan 3.23 panjang taper panjang lajur lalu lintas mulai terjadi penyempitan/pelebaran 3.24 daerah pendekat (C) daerah/jarak antara tempat mulainya dipasang rambu (ada pekerjaan jalan) sampai dengan awal taper awal 3.25 daerah menjauh (B) daerah/jarak antara akhir taper akhir hingga akhir pekerjaan yang dipasang rambu akhir pekerjaan 3 dari 21

4 Ketentuan Pedoman teknis perencanaan perambuan sementara bagi pekerjaan jalan, jembatan dan fasilitas prasarana perkotaan memuat ketentuan umum, ketentuan teknis dan ketentuan cara perencanaan. 4.1 Ketentuan umum 4.1.1 Jenis Konstruksi Jenis penanganan pekerjaan jalan yang perlu menggunakan perambuan sementara adalah : - Galian dan timbunan - Pekerjaan permukaan - Pemasangan instalasi - Jembatan / gorong-gorong - Pekerjaan bangunan atas - Survei lalu lintas - Bencana alam / kerusakan jalan 4.1.2 Penempatan rambu Dalam penempatan rambu perlu mempertimbangkan : - Kecepatan operasional kendaraan - Kondisi geometrik jalan - Lingkungan sisi jalan - Jarak pandang operasional pengemudi - Manuver kendaraan - Efisiensi jumlah rambu (jumlah berlebihan akan cenderung mengurangi daya guna dari rambu). 4.1.3 Pesan rambu - Mudah dilihat - Adanya kebutuhan - Menarik perhatian - Mempunyai arti yang jelas dan sederhana - Dipatuhi oleh setiap pemakai jalan - Menyediakan cukup waktu untuk ditanggapi secara benar - Memenuhi keselamatan, kelancaran, efisien dan nyaman 4.1.4 Perubahan arus lalu lintas - Sosialisasi tentang adanya perubahan arus kepada pemakai jalan - Apabila berdampak lebih luas pada arus lalu lintas perlu analisa lebih lanjut. 4.1.5 Jalur pejalan kaki - Menjaga kesinambungan jalur pejalan kaki - Kemudahan bagi penyandang cacat. 4 dari 21

4.2 Ketentuan teknis 4.2.1 Ketentuan rambu 1. Arti dari pesan rambu ; - Rambu peringatan, digunakan untuk memberi peringatan kemungkinan ada bahaya atau tempat berbahaya pada bagian jalan di depannya - Rambu larangan, digunakan untuk menyatakan perbuatan yang dilarang dilakukan oleh pemakai jalan - Rambu perintah, digunakan untuk menyatakan perintah yang wajib dilakukan oleh pemakai jalan - Rambu petunjuk, digunakan untuk menyatakan petunjuk mengenai jurusan, jalan, situasi, kota, tempat, pengaturan dan lain-lain. 2. Rambu harus memenuhi ; - Mudah dipasang - Mudah dipindahkan - Mudah diangkut - Tidak mudah rusak - Memenuhi kestabilan konstruksi - Tidak membahayakan pengguna jalan 3. Faktor bentuk, bahan, warna, ukuran, lambang, penempatan, keterangan, tulisan dan arti dari rambu diatur dalam keputusan Menteri Perhubungan Nomor 61 Tahun 1993 tentang Rambu-Rambu Lalu Lintas di Jalan. 4. Ketentuan ukuran rambu yang dipasang disesuaikan dengan kecepatan rata-rata operasional kendaraan, ketentuan ukuran rambu tersebut tercantum pada tabel 1. No Kecepatan rata-rata opersional Kilometer per jam Tabel 1 Ukuran rambu Ukuran rambu Ukuran luar (A) satuan dalam centimeter 1 < 40 Kecil 60 2 40-60 Sedang 75 3 > 60 Besar 90 5 dari 21

Berbagai bentuk rambu A Gambar 1 Ukuran luar rambu 4.2.2 Perencanaan perambuan Perambuan sementara diperuntukan bagi pengaturan lalu lintas selama ada kegiatan pekerjaan jalan, yang secara umum bentuk layout pengaturan lalu lintas dan bagian-bagian daerah adalah sebagai berikut : Daerah Pendekat ( C ) Daerah Taper Awal ( A ) Daerah Menjauh ( B ) Rambu akhir pekerjaan Rambu awal pekerjaan Daerah Taper Akhir ( D ) Gambar 2. Layout perambuan sementara 6 dari 21

4.2.2.1 Tinggi posisi rambu Tinggi posisi rambu dari sisi bagian bawah sampai permukaan perkerasan jalan (t), didasarkan atas kecepatan operasional kendaraan, lihat tabel 2. t Trotoar / bahu Perkerasan jalan Gambar 3. Tinggi posisi rambu No Kecepatan rata-rata operasional Kilometer per jam Tabel 2 Tinggi posisi rambu Ukuran rambu Tinggi minimum dari perkerasan (t) Centimeter 1 < 40 Kecil 25 2 40-60 Sedang 35 3 > 60 Besar 40 4.2.2.2 Rambu sementara Rambu sementara pada umumnya harus ditempatkan pada bahu jalan, sebelah kiri arah lalu lintas 4.2.2.3 Arah rambu Arah posisi rambu harus mengarah (berorientasi) tegak lurus terhadap arah perjalanan (sumbu jalan). 4.2.2.4 Pemasangan rambu Rambu sementara dipasang pada trotoar atau bahu minimal jarak d = 0,60 Meter dari tepi perkerasan jalan, lihat gambar 4 dan 5 dan jika dipasang pada pemisah arah minimal jarak d = 0,30 Meter, lihat gambar 6. 7 dari 21

d t Trotoar Perkerasan jalan Gambar 4. Penempatan rambu pada trotoar d t bahu Perkerasan jalan Gambar 5. Penempatan rambu pada bahu 8 dari 21

Perkerasan jalan d t Perkerasan jalan Median Gambar 6. Penempatan rambu pada pemisah arah 4.2.2.5 Pemasangan di tempat lain Pemasangan rambu selain di tempat trotoar, bahu dan pemisah arah, dapat dipasang dengan pertimbangan : Keterbatasan bagian-bagian jalan Bahu jalan digunakan untuk lajur lalu lintas sementara. 4.2.2.6 Daerah pendekat (C) Panjang daerah pendekat dan jumlah rambu berdasarkan atas kecepatan operasional kendaraan, lihat tabel 3. Tabel 3. Kecepatan ratarata Kilometer per jam Penetapan jumlah rambu pada daerah pendekat Daerah pendekat (C) Meter Ukuran rambu Minimum jumlah rambu Buah < 40 50 s/d 120 Kecil 2 atau 3 40 s/d 60 120 s/d 300 Sedang 3 atau 4 > 60 300 s/d 500 Besar 4 Ketentuan lain yang mengatur pada daerah pendekat adalah : 1) Jenis rambu yang digunakan disesuaikan dengan kondisi pekerjaan dan pengaturan lalu lintas yang akan terjadi di depan. 9 dari 21

2) Jenis rambu yang biasa digunakan adalah : Rambu peringatan yang menunjukan akan adanya pekerjaan jalan, penyempitan jumlah lajur Rambu perintah akan adanya lajur yang harus diikuti, pengurangan kecepatan dan batas kecepatan Rambu peringatan hati-hati. 4.2.2 7 Daerah menjauh ( B ) Panjang daerah menjauh ditentukan berdasarkan atas kecepatan operasional, lihat tabel 4. Kecepatan rata-rata Kilometer per jam Tabel 4. Penjang daerah menjauh ( B ) Panjang daerah menjauh ( B ) Meter < 40 10-30 40 s/d 60 30-45 > 60 45-90 10 dari 21

Di ujung daerah menjauh dipasang rambu yang menunjukan adanya pekerjaan jalan yang dibarengi dengan rambu kata-kata AKHIR PEKERJAAN. AKHIR PEKERJAAN 4.2.2.8 Daerah taper awal ( A ) Panjang daerah taper awal didasarkan atas kecepatan operasional kendaraan, lihat tabel 5, ketentuan lain yang mengatur pada daerah taper seperti jumlah cone dan lampu penerang didasarkan atas kecepatan operasional kendaraan juga lihat tabel 6. Tabel 5. Penetapan panjang taper awal ( daerah A) dan perlengkapan bantu Kecepatan rata rata Operasional Kilometer per jam < 40 40 s/d 60 > 60 Aspek pada taper awal (A) Taper Cones Lampu Taper Cones Lampu Taper Cones Lampu Panjang dan jumlah 138 17 6 182 21 8 274 31 12 Satuan Meter Buah Buah Meter Buah Buah Meter Buah Buah 4.2.2.9 Daerah taper akhir ( D ) Panjang daerah taper akhir minimal 5 meter dan maksimal 30 meter, ketentuan lain yang mengatur pada daerah taper akhir adalah : 1) Garis taper dimulai dari ujung daerah pekerjaan ke jalur jalan normal lagi 2) Garis taper diberi traffic cones dengan jarak antara cone 5 meter. 11 dari 21

4.2.3 Pengaturan lalu lintas 4.2.3.1 Pengurangan jumlah lajur Pengurangan jumlah lajur harus memperhatikan kapasitas lajur, lihat MKJI. 1) Pengaturan dua arah bergantian, jika antrian akibat pergerakan yang ada terjadi antrian sudah melebihi 50 meter 2) Apabila butir satu dan dua di atas tidak bisa dilaksanakan maka harus menempuh langkah : Melakukan kegiatan pekerjaan di luar jam sibuk lalu lintas (malam hari) Menggunakan bahu jalan sebagai lajur lalu lintas Menggunakan sebagian lajur lawan Menggunakan lajur darurat Menggunakan lintasan/jalan alternatif 4.2.3.2 Pengaturan lalu lintas 1) Segala rambu tetap dengan dipasangnya rambu sementara, rambu tetap mejadi tidak berlaku (rambu tetap harus ditutup kain). 2) Tidak perlu menambah marka baru 3) Pengaturan Lalu lintas harus dipandu dengan tenaga orang (flagman), yang dilengkapi bendera, baterei dan rompi pengaman. 4) Perambuan sementara jika pekerjaan selesai harus ditiadakan dari jalan. 4.2.3.3 Denah Pengaturan Berikut ini beberapa tipikal layout pengaturan lalu lintas dalam beberapa tipe jalan sehubungan dengan adanya pekerjaan pada jalan : Gambar. 7 Perambuan sementara, Penyempitan satu lajur pada tipe jalan dua lajur satu arah Gambar. 8 Perambuan sementara, Penyempitan satu lajur pada tipe jalan dua lajur dua arah Gambar. 9 Perambuan sementara, Penyempitan satu lajur pada tipe jalan dua lajur satu arah Gambar. 10 Perambuan sementara, Penyempitan satu lajur pada tipe jalan dua lajur dua arah Gambar. 11 Perambuan sementara, Penyempitan satu lajur pada tipe jalan dua lajur satu arah Gambar. 12 Perambuan sementara, Penyempitan satu lajur pada tipe jalan tiga lajur satu arah Gambar. 13 Perambuan sementara, Penyempitan satu lajur pada tipe jalan tigaa lajur menggunakan satu lajur lawan Gambar. 14 Perambuan sementara, Penyempitan satu lajur pada tipe jalan/simpang dua lajur diatur dengan lampu 12 dari 21

5 Cara perencanaan 5.1 Identifikasi lokasi / pengumpulan data Identifikasi lokasi meliputi penetapan skala pekerjaan : 1) Kondisi daerah pekerjaan 2) Peta situasi daerah dengan skala 1 : 100 3) Kecepatan operasional kendaraan rata-rata, volume (Kend per Jam), untuk masingmasing arah dan lajur lalu lintas. 5.2 Memilih jenis rambu Setelah tahapan identifikasi pada butir 5.1 tetapkan ketentuan umum dan ketentuan teknis, selanjutnya lihat tabel 3 s/d 6. 5.3 Gambar denah Setelah set layout dan penetapan jumlah rambu, jenis rambu, ukuran rambu, langkah selanjutnya dibuatkan gambar teknik dengan skala 1 : 500. 5.4 Koordinasi dengan instansi terkait Melakukan koordinasi dengan instansi yang terkait, seperti POLANTAS dan LLAJ. 13 dari 21

C A D B Gambar. 7 Layout Perambuan Sementara Penyempitan satu lajur pada jalan dua lajur satu arah 14 dari 21

C A B SIGNALS D B C SIGNALS Gambar. 8 Layout Perambuan Sementara Penyempitan satu lajur pada jalan dua lajur dua arah 15 dari 21

C A D B Gambar. 9 Layout Perambuan Sementara Penyempitan satu lajur pada jalan dua lajur satu arah 16 dari 21

C A B D B C Gambar. 10 Layout Perambuan Sementara Penyempitan satu lajur pada jalan dua lajur dua arah 17 dari 21

C A D B Gambar. 11 Layout Perambuan Sementara Penyempitan satu lajur pada jalan dua lajur satu arah 18 dari 21

C A B D Gambar. 12 Layout Perambuan Sementara Penyempitan satu lajur pada jalan tiga lajur satu arah 19 dari 21

C A B D C Gambar. 13 Layout Perambuan Sementara Penyempitan satu lajur pada jalan tiga lajur menggunakan lajur lawan 20 dari 21

STOP LINE Pd T-12-2003 B SIGNALS A B A SIGNALS SIGNALS C B C C Gambar. 14 Layout Perambuan Sementara Dua lajur menjadi satu lajur diatur dengan lampu 21 dari 21