BAB I PENDAHULUAN. menjadi pilihan utama dalam menentukan strategi belajar. Siswa atau mahasiswa

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. menjadi pilihan utama dalam menentukan strategi belajar. Siswa atau mahasiswa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Menengah Kejuruan (SMK). Posisi SMK menurut UU Sistem Pendidikan. SMK yang berkarakter, terampil, dan cerdas.

berkualitas adalah tenaga pendidik/guru yang sanggup dan terampil dalam

I. PENDAHULUAN. Belajar pada hakekatnya adalah proses interaksi terhadap semua situasi yang ada

I. PENDAHULUAN. Tujuan pendidikan nasional yang tercantum dalam Undang- Undang Sistem Pendidikan

I. PENDAHULUAN. perkembangan. Perubahan atau perkembangan pendidikan adalah hal yang memang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab 1 ini tentang pendahuluan yang terdiri dari beberapa sub bab,

BAB I PENDAHULUAN. tercipta sumber daya manusia yang berkualitas. Seperti yang di ungkapkan

BAB I PENDAHULUAN. bercitarasa tinggi, serta teknik penyajiannya yang benar. Dan Sesuai dengan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. Melalui pendidikan, sikap, kepribadian dan keterampilan manusia akan dibentuk

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran yang masih bersifat teacher-centered karena tidak memerlukan alat

BAB I PENDAHULUAN. yang beragam. Selain bahasa Inggris di SMA, SMK dan MA, peserta didik juga

BAB I PENDAHULUAN. sehingga pembelajaran dapat berlangsung dengan mengoptimalkan dan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam seluruh proses pembelajaran.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pengajaran nasional yang diatur dengan undang-undang. Dalam arti sederhana

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang otonomi daerah, kebijakan tersebut

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Matematika sebagai salah satu mata pelajaran di sekolah dinilai berperan penting

BAB I PENDAHULUAN. jenjang pendidikan selanjutnya, sehingga pembelajaran di SD haruslah

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan-kebijakan tersebut. Di awal kemerdekaan republik ini, dunia pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. sendiri dan sejalan dengan kemampuan yang dimiliki peserta didik. dapat dimengerti dan dipahami oleh siswa dengan baik.

BAB I PENDAHULUAN. selalu diupayakan pemerintah dengan berbagai cara, seperti penataan guru-guru,

BAB I PENDAHULUAN. tercipta masyarakat belajar (learning community). Desain kelas dengan metode dan

BAB I PENDAHULUAN. hanyalah salah satu faktor saja -dari sekian banyak faktor- yang perlu

II. TINJAUAN PUSTAKA. Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah pembelajaran yang menekankan

BAB I PENDAHULUAN. dari segala penjuru dunia, tidak hanya informasi dalam negeri tapi juga

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada masa sekarang ini memerlukan adanya. pembaruan dibidang strategi pembelajaran dan peningkatan relevansi

BAB I. PENDAHULUAN. belajar. Membelajarkan siswa yaitu membimbing kegiatan siswa belajar,

BAB I PENDAHULUAN. dalam pendekatan pengajaran, yang semula lebih banyak bersifat tekstual berubah

BAB I PENDAHULUAN. penunjang roda pemerintahan, guna mewujudkan cita cita bangsa yang makmur dan

SKRIPSI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana S-1 Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Dengan komunikasi siswa dapat mendiskusikan pendapat-pendapat dalam

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah sebagai tempat proses belajar mengajar mempunyai. sebagai wadah untuk menciptakan kehidupan manusia yang lebih baik

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Bahasa adalah sarana yang digunakan untuk berkomunikasi dengan

BAB I PENDAHULUAN. masalah penelitian yang berisikan pentingnya keterampilan menulis bagi siswa

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Alpiah, 2014 Penerapan Pendekatan Kontekstual Dalam Pembelajaran Menulis Berita

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah SMP N 3 Bayat memiliki permasalahan dalam pembelajaran membaca

BAB I PENDAHULUAN. studi yang wajib dipelajari dan diajarkan di sekolah-sekolah. Mata pelajaran Bahasa

BAB I PENDAHULUAN. jenjang pendidikan di Indonesia bertujuan agar siswa terampil berbahasa dan

BAB I PENDAHULUAN. sekolah yang melibatkan guru sebagai pendidik dan siswa sebagai peserta didik,

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kualitas pembelajaran merupakan salah satu pilar upaya

YUNICA ANGGRAENI A

PETRUS MOHAMMAD WAHYUDI SDN Ringinsari I Kandat Kediri

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keterampilan berbahasa mempunyai empat komponen, yaitu

Tesis untuk Memeroleh Gelar Magister Pada Program Magister, Program Studi Linguistik, Program Pascasarjana Universitas Udayana

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat manusia adalah fenomena sosial (Chaer, 2007:32).

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran bahasa Inggris di Indonesia meliputi empat keterampilan,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No 20 tahun 2003 pasal 1 menegaskan bahwa pendidikan. dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

BAB I PENDAHULUAN. kemudian mengimplementasikan kemampuan yang dimiliki dalam melaksanakan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian RESTU NURPUSPA, 2015

BAB I PENDAHULUAN. disampaikan melalui ceramah akan sulit diterima oleh siswa dan

2015 PENGGUNAAN MEDIA GAMBAR SERI UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENULIS KARANGAN NARASI SISWA SEKOLAH DASAR

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting dalam membina manusia yang memiliki penetahuan dan keterampilan,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

UPAYA MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA MELALUI PENDEKATAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DI KELAS VIII SMP NEGERI 6 LUBUK BASUNG

BAB I PENDAHULUAN. seharusnya berupaya untuk mengarahkan dan mengembangkan potensi potensi

I. PENDAHULUAN. penting dalam pendidikan, dan diajarkan mulai dari sekolah dasar hingga tingkat

BAB I PENDAHULUAN. membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka. Keberhasilan pendidikan dipengaruhi oleh perubahan dan

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan mutu pendidikan, berbagai upaya dilakukan pemerintah diantaranya

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa seseorang dapat mencerminkan pikirannya. Semakin terampil

I. PENDAHULUAN. Memasuki abad ke-21, sistem pendidikan nasional menghadapi tantangan yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembelajaran Bahasa Indonesia merupakan salah satu materi pelajaran

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dwi Widi Andriyana,2013

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan bangsa Indonesia untuk menciptakan manusia yang berilmu, cerdas dan terampil di lingkungan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. Mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam adalah salah satu mata pelajaran

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi kehidupan manusia,

BAB I PENDAHULUAN. di tengah-tengah pergaulan masyarakat, warga bangsa, serta warga dunia. Melalui

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Bicara tantangan dan permasalahan pendidikan di Indonesia berarti berbicara

BAB I PENDAHULUAN. dirasakan oleh siswa kelas VII SMPN 1 Bandar Lampung. Berdasarkan hasil

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada hakikatnya, pembelajaran bahasa adalah belajar berkomunikasi,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang wajib dipelajari di Sekolah Dasar. Siswa akan dapat mempelajari diri

I. PENDAHULUAN. keterampilan menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Menulis merupakan

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan siswa untuk berkomunikasi dalam Bahasa dan Sastra Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. adalah pembelajaran yang sifatnya aktif, inovatif dan kreatif. Sehingga proses

BAB I PENDAHULUAN. diungkapkan kembali kepada orang-orang lain sebagai bahan komunikasi.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarakan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan : Hasil belajar siswa SMA Negeri 2 Serui Kabupaten Kepulauan Yapen,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan salah satu dari sekian banyak mata pelajaran yang

BAB I PENDAHULUAN. Berkomunikasi adalah salah satu keterampilan berbahasa. Keterampilan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. dengan siswa dapat memahami dan mengerti maksud pembelajaran.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kemajuan suatu bangsa sangat ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia. Kualitas sumber daya manusia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Arin Rukniyati Anas, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. berkomunikasi dengan baik, seseorang perlu belajar cara berbahasa yang baik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa merupakan sarana komunikasi dalam kehidupan manusia. Hal

BAB I PENDAHULUAN. mampu menjadi mampu dan dari keadaan tidak memiliki keterampilan. pada peserta didik yang memiliki manfaat sesuai dengan tingkat

BAB I PENDAHULUAN. bahasa lisan, dan gerak tubuh (gesture). Bahasa tulis yang merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Untuk kepentingan komunikasi dengan dunia internasional dengan baik,

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sampai saat ini pendidikan di Indonesia masih didominasi oleh kelas yang lebih berfokus pada guru/dosen sebagai sumber pengetahuan sehingga ceramah menjadi pilihan utama dalam menentukan strategi belajar. Siswa atau mahasiswa sering bersikap pasif, bahkan ada kecenderungan hanya bersikap menerima saja pengetahuan dari pendidik. Untuk itu, diperlukan suatu pendekatan belajar yang memberdayakan peserta didik. Salah satu pembelajaran yang memberdayakan peserta didik adalah pengajaran dan pembelajaran kontekstual (contextual teaching and learning). Pengajaran dan pembelajaran kontekstual merupakan konsep belajar yang membantu dosen/guru mengaitkan materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata mahasiswa dan mendorong mahasiswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dan pemaparannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat (Diknas, 2002: 1). Dengan konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa/mahasiswa dan berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan mahasiswa belajar dan bukan transfer pengetahuan dari dosen ke mahasiswa. Melalui metode kontekstual, mahasiswa belajar melalui pengalaman, tidak menghafal. Dalam hal ini proses dan strategi pembelajaran lebih dipentingkan. Menurut Muslich (2007: 41), salah satu metode dalam pembelajaran yang dapat merangsang aktivitas mahasiswa dalam belajar adalah pembelajaran kontekstual. Penerapan kontekstual sering digalakan dan dilaksanakan dalam 1

2 pelatihan-pelatihan dengan harapan berpengaruh positif terhadap hasil belajar mahasiswa. Metode kontekstual merupakan salah satu alternatif pembelajaran, yakni pendidik memosisikan para mahasiswa sebagai subjek, bukan sebagai objek pembelajaran. Dengan kata lain, pendidik sebagai fasilitator. Pembelajaran kontekstual di kelas melibatkan tujuh komponen utama, yakni (1) konstruktivisme, (2) menemukan, (3) bertanya, (4) masyarakat belajar, (5) pemodelan, (6) refleksi, dan (7) penilaian yang sebenarnya. Berdasarkan komponen tersebut, dalam pembelajaran kontekstual mahasiswa diharapkan lebih aktif dan kreatif. Proses keterlibatan mahasiswa terjadi secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata. Pendekatan kontekstual mendorong mahasiswa untuk dapat menerapkan keterampilan atau pengetahuan dalam kehidupan sehari-hari. Hasil pembelajaran tidak hanya mengharapkan mahasiswa memahami materi yang dipelajari, tetapi juga menghendaki agar pelajaran itu dapat mewarnai perilaku dalam kehidupan nyata. Dengan demikian, pengetahuan dan kemampuan seorang dosen/guru dalam menerapkan model pembelajaran yang tepat. Menurut Buchori (dalam Khabibah, 2006:1) pendidikan yang baik adalah pendidikan yang tidak hanya mempersiapkan para mahasiswa untuk suatu profesi atau jabatan, tetapi juga mampu menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapinya dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu masalah pokok dalam pembelajaran pada pendidikan formal dewasa ini adalah masih rendahnya daya serap peserta didik. Hal itu tampak dari rata-rata hasil belajar siswa yang

3 senantiasa masih sangat memprihatinkan. Prestasi ini tentunya merupakan hasil kondisi pembelajaran yang masih bersifat konvensional dan tidak menyentuh ranah dimensi peserta didik itu sendiri. Dalam arti yang lebih substansial proses pembelajaran hingga dewasa ini tampaknya masih mencirikan dominasi guru/dosen dan kurang memberikan akses bagi anak didik untuk berkembang secara mandiri melalui penemuan dan proses berpikirnya. Di pihak lain, secara empiris berdasarkan hasil pengamatan diketahui bahwa rendahnya hasil belajar peserta didik disebabkan oleh salah satu proses pembelajaran yang didominasi oleh pembelajaran konvensional Pada pembelajaran ini suasana kelas cenderung berpusat pada dosen/guru sehingga mahasiswa menjadi pasif. Meskipun demikian, dosen/guru lebih suka menerapkan model tersebut, sebab tidak memerlukan alat dan bahan praktik. Artinya, guru/dosen cukup menjelaskan konsep-konsep yang ada pada buku ajar atau referensi lain. Dalam hal ini, siswa/mahasiswa tidak diajarkan strategi belajar yang dapat memahami bagaimana belajar, berpikir, dan memotivasi diri sendiri. Masalah ini banyak dijumpai dalam kegiatan proses belajar mengajar di kelas. Oleh karena itu, diperlukan penerapan suatu strategi belajar yang dapat membantu mahasiswa untuk memahami materi ajar dan aplikasinya dalam kehidupan seharihari. Terkait dengan itu, berlakunya kurikulum berbasis kompetensi (KBK) menuntut perubahan paradigma dalam pendidikan dan pembelajaran, khususnya pada jenis dan jenjang pendidikan formal. Perubahan tersebut harus pula diikuti oleh dosen/guru yang bertanggung jawab atas penyelenggaraan pembelajaran di dalam kelas dan di luar kelas.

4 Salah satu perubahan paradigma pembelajaran tersebut adalah orientasi pembelajaran yang semula berpusat pada dosen/ guru beralih berpusat pada murid, metodologi yang semula lebih didominasi ekspositori berganti ke partisipatori, dan pendekatan yang semula lebih banyak bersifat tekstual berubah menjadi kontekstual. Semua perubahan tersebut dimaksudkan untuk memperbaiki mutu pendidikan, baik dari segi proses maupun hasil pendidikan. Untuk itu, dosen/guru harus bijaksana dalam menentukan suatu model pembelajaran yang sesuai dan dapat menciptakan situasi dan kondisi kelas yang kondusif agar proses belajar mengajar dapat berlangsung sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Berbicara tentang masalah penggunaan metode dalam kaitan dengan proses pembelajaran, guru atau dosen harus tepat dalam memilih dan menentukan metode yang secara rasional dipandang paling cocok. Mengingat tujuan pembelajaran yang hendak dicapai sangat beragam, jenis metode dan pendekatan yang digunakan atau dipilih dosen/guru juga harus beragam sesuai dengan karakteristik tujuan pembelajaran tersebut. Metode kontekstual dapat dijadikan alternatif strategi belajar yang lebih memberdayakan mahasiswa. Penggunaan metode kontekstual ini sangat cocok untuk menyampaikan pelajaran karena merupakan konsep belajar yang membantu dosen/guru mengaitkan antara materi yang diajarkanya dan situasi dunia nyata mahasiswa dan mendorong mahasiswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari sebagai anggota keluarga dan masyarakat (Nurhadi, 2002).

5 Dengan metode kontekstual, diharapkan hasil pembelajaran lebih bermakna bagi mahasiswa. Proses pembelajaran juga berlangsung secara alamiah dalam bentuk kegiatan mahasiswa belajar menemukan, bukan transfer pengetahuan dari dosen ke mahasiswa. Dalam hal ini, strategi dan proses pembelajaran lebih dipentingkan daripada hasil. Dosen/guru juga mengupayakan perbaikan-perbaikan kualitas pembelajaran melalui serangkaian usaha yang langsung berhubungan dengan tugas dan tanggung jawab profesional dosen/guru dengan harapan pengajaran dan pembelajaran bahasa berhasil dengan baik sesuai dengan tujuan yang sudah ditetapkan. Pembelajaran bahasa, khususnya bahasa Jepang adalah suatu hal yang kompleks, terutama dalam bidang tata bahasa. Apa yang dipelajari pada tahap pemula atau tahap awal merupakan kunci keberhasilan penguasaan bahasa asing yang akan diperoleh di akhir pembelajaran. Bagi pelajar bahasa Jepang, tata bahasa bisa dianggap sebagai kompas dalam praktik bahasa pada kenyataannya. Pengajaran tata bahasa yang benar tidak semata-mata berpusat pada tata bahasa itu sendiri, tetapi juga harus diseimbangkan dengan empat aspek keterampilan berbahasa, yakni aspek menulis, aspek membaca, aspek mendengarkan (menyimak), dan aspek berbicara. Keempat aspek tersebut perlu dikuasai oleh mahasiswa. Di samping menguasai keempat aspek tersebut, pembelajar bahasa Jepang juga harus memahami struktur dan tata bahasa Jepang. Kemampuan seseorang memahami dan menguasai tata bahasa Jepang dibagi dalam beberapa tingkat, yaitu tingkat dasar (shokyou), tingkat terampil (chukyou) dan tingkat mahir (jukyou).

6 Menurut Sudjianto (2004:14), dilihat dari aspek kebahasaan, bahasa Jepang memiliki karakteristik yang unik dan dapat diamati dari huruf yang digunakan, sistem pengucapan, gramatika, ragam bahasa, kosakata, kaidah-kaidah, aturan penggunaan yang berbeda dengan bahasa lainnya. Bahasa Jepang mempunyai gramatika yang berbeda sekali dengan bahasa Inggris dan bahasa Indonesia. Bahasa Jepang memiliki gramatika yang sangat unik, yaitu susunan kalimat berpola S-K-O-P (subjek- keterangan - objek- predikat). Di antara selasela S-K-O-P tersebut mutlak harus disisipi dengan kata bantu atau partikel. Contoh: 大学生はカンチンでごはんを食べます Daigakusei wa kantin de gohan o tabemasu mahasiswa part tempat part nasi part makan Mahasiswa makan nasi di kantin. Kata daigakusei dalam bahasa Indonesia berarti mahasiswa, yang berfungsi sebagai subjek (shugo) dalam kalimat dan disertai partikel wa ( は ). Kantin (joukyougo) adalah serapan dari bahasa Inggris berarti keterangan tempat, dalam penulisan bahasa Jepang ditulis dengan huruf Katakana disertai partikel de( で )yang berarti di. Unsur objek (taishougo) adalah gohan berarti nasi dan selalu diikuti partikel o ( を ). Kata tabemasu berarti makan berfungsi sebagai predikat (jutsugo) dan selalu terletak di akhir kalimat. Hal itu berbeda dengan bahasa Indonesia yang susunan kalimatnya berpola S-P-O-K. Contoh: Rita membaca buku di perpustakaan. Setiap bahasa memilki gramatika atau tata bahasa yang memuat kaidah-kaidah, aturan bentuk, struktur dan ciricirinya.

7 Dalam berbahasa seseorang perlu mengetahui tata bahasa yang baik dan benar, terutama pada saat hendak berkomunikasi kepada orang asing dalam hal ini kepada orang Jepang. Hal ini amat penting bila ingin menjalin hubungan komunikasi dengan baik. Sudjianto (1996:22) mengemukakan perlunya pembelajar bahasa mempelajari gramatika karena bahasa tidak boleh ditulis dan diucapakan secara sembarangan. Bahasa harus digunakan dengan baik, benar, dan efektif agar dapat memahami apa yang ingin disampaikan ataupun pesan yang diterima dalam komunikasi atau memahami wacana. Dengan kata lain, apabila pembelajar mengetahui dan memahami gramatika dengan baik, dengan sendirinya ia dapat menggunakan bahasa yang dipelajarinya untuk berkomunikasi dengan baik pula. Artinya, dapat dengan mudah menyampaikan ide, pesan kepada lawan bicara. Di pihak lain, pesan yang disampaikan lawan bicara akan mudah dimengerti. Sehubungan dengan itu, Poerwadaminta (1976:1024) mengemukakan bahwa tata bahasa adalah pengetahuan atau pelajaran mengenai pembentukan kata-kata dan penyusunan kata-kata dalam kelimat. Pada waktu berkomunikasi, khususnya dalam bahasa Jepang pemahaman tata bahasa sangatlah penting, karena bahasa Jepang memiliki karakteristik unik, baik huruf, ucapan, maupun struktur kalimatnya. Untuk menanamkan pemahaman tata bahasa Jepang yang baik dan benar, pendidik harus tepat menentukan dan memilih metode pembelajaran bahasa yang diberikan kepada para pelajar bahasa Jepang tahap pemula dalam proses belajar mengajar. Untuk itu, metode kontekstual dapat dijadikan salah satu alternatif yang efektif dalam pembelajaran tata bahasa.

8 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut. 1) Bagaimana hasil belajar tata bahasa Jepang dasar (shokyou bunpo) bagi mahasiswa semester III Sastra Jepang Sekolah Tinggi Bahasa Asing Saraswati Denpasar, baik kuantitatif maupun kualitatif, sebelum menerapkan metode kontekstual? 2) Bagaimana hasil belajar tata bahasa Jepang dasar (shokyou bunpo) bagi mahasiswa semester III Sastra Jepang Sekolah Tinggi Bahasa Asing Saraswati Denpasar, baik kuantitatif maupun kualitatif, setelah menerapkan metode kontekstual? 3) Faktor apa sajakah yang memengaruhi hasil belajar mahasiswa semester III Sekolah Tinggi Bahasa Asing Saraswati Denpasar dalam pembelajaran tata bahasa Jepang dasar dengan metode kontekstual? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini meliputi tujuan umum dan tujuan khusus. Kedua tujuan diuraikan sebagai berikut. 1.3.1 Tujuan Umum Adapun tujuan umum penelitian ini adalah memberikan referensi tentang penggunaan metode kontekstual dalam pengajaran dan pembelajaran tata bahasa Jepang dasar(shokyou bunpo) bagi mahasiswa semester III Sastra Jepang STIBA Saraswati Denpasar.

9 1.3.2 Tujuan Khusus Tujuan khusus penelitian ini merujuk pada apa yang dimuat dalam rumusan masalah sebelumnya, yakni seperti di bawah ini. 1) Untuk mendeskripsikan hasil belajar tata bahasa Jepang dasar (shokyou bunpo) bagi mahasiswa semester III Sastra Jepang STIBA Saraswati Denpasar sebelum diterapkan metode kontekstual di dalam kelas. 2) Untuk mengetahui hasil belajar tata bahasa Jepang dasar bagi mahasiswa semester III Sastra Jepang STIBA Saraswati Denpasar sesudah menggunakan metode kontekstual di dalam kelas. 3) Untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi hasil belajar mahasiswa dalam pembelajaran tata bahasa Jepang dasar dengan metode kontekstual 1.4 Manfaat hasil Penelitian Pada penelitian ini terdapat dua manfaat, yakni manfaat praktis dan teoritis. Kedua manfaat penelitian ini secara terperinci terlihat pada paparan di bawah ini. 1.4.1 Manfaat Teoretis Secara teoretis hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya kajian terhadap penerapan metode kontekstual dalam pembelajaran bahasa Jepang, khususnya pada pembelajaran tata bahasa Jepang dasar. Model pembelajaran yang dihasilkan dapat meningkaktan aktifitas belajar mahasiswa dan memberikan sumbangan terhadap metode dan teori pembelajaran bahasa, khususnya tata bahasa Jepang dasar. Hal ini penting, mengingat masih langkanya bahan referensi

10 yang membahas metode kontekstual dalam meningkatkan pembelajaran dan pengajaran bahasa. 1.4.2 Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat praktis yang relevan, terutama bagi peningkatan profesional dosen dalam menyusun dan mengelola pengajaran dan pembelajaran bahasa Jepang menjadi lebih inovatif. Kecermatan atau ketepatan dosen dalam menerapkan metode pembelajaran akan memengaruhi hasil belajar mahasiswa. Bagi mahasiswa pembelajaran kontekstual dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar mahasiswa, karena pembelajaran kontekstual menekankan pada interaksi kerja sama di antara mahasiswa sebagai kelompok belajar. Mahasiswa terlatih untuk lebih aktif bertanya, menemukan sendiri dan mengonstruksi proses materi pembelajaran. Selain itu, juga mengkaitkan dengan kehidupan sehari-hari sebagai anggota keluaga dan masyarakat. Manfaat bagi lembaga, yaitu dapat dijadikan masukan untuk meningkatkan kualitas proses pembelajaran dengan memperhatikan dan menyediakan berbagai sarana dan prasarana yang memadai seperti laboratorium bahasa, tape recorder beserta kasetnya, TV beserta DVD dan CD-nya. Pada hakikatnya hasil penelitian ini secara praktis diharapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak pembaca.