VII. Pola Hubungan dalam Lembaga APKI di Kecamatan Kahayan Kuala Kabupaten Pulang Pisau Kalimantan Tengah

dokumen-dokumen yang mirip
VI. GAMBARAN APKI SECARA UMUM

PROGRAM DALAM MENGATASI KETIMPANGAN TINGKAT PERKEMBANGAN KUBE

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUANTAN SINGINGI NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 12 TAHUN 2003 TENTANG LEMBAGA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN RUKUN TETANGGA DALAM DAERAH KOTA BONTANG

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 8 TAHUN 2017 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN

PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR : 2 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG KELURAHAN

VIII. PENYUSUNAN PROGRAM PENGUATAN KELEMBAGAAN UAB TIRTA KENCANA

PEMERINTAH KABUPATEN ASAHAN SEKRETARIAT DAERAH Jalan Jenderal Sudirman No.5 Telepon K I S A R A N

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN KULON PROGO

BUPATI SUKAMARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKAMARA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN TUBAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN MODEL KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI DI KOTA KEDIRI

BUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO

PEMERINTAH KABUPATEN PONOROGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PONOROGO NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN

PROGRAM PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PENGELOLAAN HUTAN BERBASIS MASYARAKAT (PHBM)

PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

VIII. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN,

PEMERINTAHAN KABUPATEN BINTAN

PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 25 TAHUN 2008 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN PURBALINGGA

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA

PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG,

LEMBARAN DAERAH KOTA DEPOK

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR : 26 TAHUN 2006 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU TIMUR,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR : 4 TAHUN 2008 SERI D PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR: 4 TAHUN 2008

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 11 TAHUN 2007

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBER NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA

BUPATI PURWOREJO PROVINSI JAWA TENGAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 13 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 35 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 09 TAHUN 2013 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR : 28 TAHUN 2001 TENTANG LEMBAGA PEMBERDAYAAN PARTISIPASI PEMBANGUNAN MASYARAKAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 473 TAHUN 2011 TANGGAL PEDOMAN PEMBINAAN KELEMBAGAAN PETANI DAN NELAYAN DI KABUPATEN GARUT

BERITA DAERAH KOTA SUKABUMI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU

Himpunan Peraturan Daerah Kabupaten Purbalingga Tahun

PEMERINTAH KABUPATEN MAJENE

PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 6 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 17 TAHUN 2002 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERUYAN NOMOR 25 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS HULU

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 07 TAHUN 2009 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BINTAN TAHUN 2008 NOMOR 4

PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 8 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 08 TAHUN 2002 TENTANG LEMBAGA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT KOTA TARAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN KOMUNITAS

ANGGARAN DASAR FORUM KOMUNIKASI MASYARAKAT KP. BATU GEDE RW. 07 TAHUN Mukadimah

PEMERINTAH KABUPATEN BARITO UTARA

BUPATI PASER PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN BUPATI PASER NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) Nomor : 3 Tahun : 2017

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA

BUPATI BARRU PROVINSI SULAWESI SELATAN

PEMERINTAH KABUPATEN TANA TORAJA PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANA TORAJA NOMOR : 6 TAHUN 2006 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN KELURAHAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO KUALA NOMOR 8 TAHUN 2007 T E N T A N G PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA DAN KELURAHAN BUPATI BARITO KUALA,

WALIKOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH

KABUPATEN PESAWARAN KECAMATAN WAY RATAI DESA GUNUNGREJO PERATURAN DESA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 08 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 9 TAHUN 2003 TENTANG

WALIKOTA BANJARMASIN

PEMERINTAH KABUPATEN GROBOGAN

PEMERINTAH KABUPATEN BULUKUMBA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 7 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN PENATAAN LEMBAGA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

PERATURAN DAERAH KOTA PALOPO NOMOR : 04 TAHUN 2006 T E N T A N G

PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 18 TAHUN 2001 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT KELURAHAN (LPMK) DI KOTA MALANG

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

METODE KAJIAN. Tipe Dan Aras Kajian. Tipe Kajian

VII. STRATEGI DAN PROGRAM PENGUATAN KELOMPOK TANI KARYA AGUNG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 04 TAHUN 2009 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL,

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN

PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 18 TAHUN 2007 TENTANG MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN KELURAHAN DAN KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN BELITUNG

PEMERINTAH KABUPATEN DEMAK

WALIKOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 07 TAHUN 2013 TENTANG RUKUN TETANGGA DAN RUKUN WARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

S A L I N A N LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DEMAK NOMOR 5 TAHUN 2010

PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS HULU

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA YOGYAKARTA

PEMERINTAH KOTA PONTIANAK PERATURAN DAERAH KOTA PONTIANAK NOMOR 24 TAHUN 2002 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA PEMPERDAYAAN MASYARAKAT

Transkripsi:

VII. Pola Hubungan dalam Lembaga APKI di Kecamatan Kahayan Kuala Kabupaten Pulang Pisau Kalimantan Tengah Kecamatan Kahayan Kuala merupakan salah satu wilayah Kecamatan di Kabupaten Pulang Pisau yang sangat potensial untuk pembangunan usaha produksi kelapa guna meningkatkan pendapatan petani kelapa di Kecamatan ini. Faktor pendukung sumber daya alam perkebunan kelapa yang mendominasi mata pencaharian petani adalah 90 persen penduduk memiliki lahan perkebunan kelapa yang diusahakan secara turun temurun. Lahirnya kelompok petani kelapa dalam APKI dilatar belakangi oleh kebutuhan yang dirasakan petani kelapa dalam menyalurkan dan memperjuangkan aspirasi mereka dengan kondisi yang masih terbatas baik Sumber Daya Manusia, teknologi, kerjasama dalam pemasaran. APKI berorientasi pada sektor pertanian perkebunan kelapa bagi seluruh petani kelapa di Indonesia. Anggotanya terdiri dari kumpulan petani kelapa yang mewakili kelompoknya dengan seorang yang menjadi wakil dari petani sebagai ketua kelompok yang diandalkan. Dia mempunyai keahlian pada bidang perkebunan kelapa serta mempunyai jiwa semangat dalam memajukan pembangunan perkebunan kelapa. Tujuan APKI adalah memberdayakan petani kelapa melalui pola hubungan yang partisipatif dari anggotanya untuk mengembangkan kewirausahaan, kemandirian dalam meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan Petani. (AD/ART APKI) Pola hubungan dalam lembaga APKI dibagi dalam tiga hal, antara lain : 1. Hubungan anggota dengan anggota lain yang tergabung dalam APKI 2. Hubungan anggota dengan pengurus dalam Organisasi APKI 3. Hubungan Pengurus APKI dengan stakeholder di Kecamatan Kahayan Kuala Kabupaten Pulang Pisau.

49 Pola Hubungan Keanggotaan Dalam APKI (AD/ART Bab V Pasal 9 Tentang Keanggotaan APKI Tahun 2002) : Keanggotaan APKI terdiri dari : 1. Anggota Biasa a. Anggota Biasa Asosiasi Indonesia (APKI) adalah perorangan Warga Negara Indonesia dan atau anggota koperasi yang bergerak di bidang usaha tani kelapa. b. Setiap anggota biasa memiliki hak bicara dan hak memberikan suara, hak memilih dan hak dipilih menjadi pengurus organisasi ditiap tingkatan. 2. Anggota Kehormatan a. Anggota kehormatan adalah tokoh masyarakat atau cendikiawan yang berjasa kepada petani kelapa. b. Setiap anggota kehormatan memiliki hak bicara dan mengikuti kegiatan organisasi atas undangan APKI. Struktur atau Pola Hubungan anggota dengan sesama anggota dalam APKI bisa dilihat dalam gambar dibawah ini: KETUA APKI (Kelompok Petani Kelapa) Hubungan kuat Gambar 4 : Pola Hubungan Anggota dengan Sesama Anggota dalam APKI Dari gambar diatas dapat dijelaskan bahwa anggota dalam lembaga APKI diketuai oleh seorang ketua kelompok yang dibentuk oleh pengurus dalam musyawarah anggota. Ketua yang terpilih adalah benar-benar pilihan dari suara anggota dan mempunyai tugas untuk mewakili anggota dalam setiap pertemuan musyawarah yang diadakan oleh pengurus APKI di Kecamatan. Ketua kelompok dapat mengambil keputusan guna meningkatkan posisi tawar petani, anggota dengan anggota lain dalam kelompok mempunyai kewajiban untuk

50 melaksanakan keputusan kelompok dan saling membantu guna mewujudkan tujuan kelompok. Di Kecamatan Kahayan Kuala belum semua petani kelapa menjadi anggota kelompok, hal ini dikarenakan beberapa faktor antara lain: 1. Luas wilayah perkebunan kelapa milik petani yang tidak mudah dijangkau oleh alat transportasi atau dalam kawasan desa terpencil sehingga sulit untuk mensosialisasikan program dari APKI. 2. Jumlah pengurus yang tidak sebanding dengan jumlah petani mengakibatkan layanan penyuluhan bagi petani tidak menjangkau keseluruh petani kelapa. 3. Kelompok disetiap desa guna mewakili anggota tidak dapat aktip mengikuti program dalam APKI dikarenakan program APKI di Kecamatan Kahayan Kuala dirasakan petani kurang menguntungkan. Program yang ada baru sebatas informasi belum pernah berkelanjutan. Bila digambarkan maka pola hubungan anggota dengan anggota petani yang lain dalam APKI di Kecamatan Kahayan Kuala sebagai berikut: KETUA Kelompok Petani Kelapa Hubungan lemah Gambar 5 : Pola Hubungan Anggota dengan Anggota Petani yang lain dalam APKI Dapat dijelaskan kelompok yang dibentuk oleh APKI di Kecamatan Kahayan Kuala sampai akhir tahun 2006 tidak dapat aktip menjalankan program yang pernah diberikan pemerintah. melalui APKI. Program yang pernah ada kurang menguntungkan petani. Anggota petani belum dapat mewujudkan program yang disalurkan oleh APKI di Kecamatan Kahayan Kuala dikarenakan anggota hanya diposisikan oleh pengurus APKI sebagai pemasok bahan baku saja. Untuk pengolahan atau produksi dan pemasaran pengurus tidak melibatkan petani sehingga petani merasa tidak atau kurang diperhatikan dalam program.

51 Akibatnya ketua kelompok tidak mampu merubah posisi petani yang seharusnya dengan adanya kelompok APKI mampu berkeadilan dalam menjalankan program sehingga posisi petani tidak hanya sebagai obyek saja dalam mewujudkan program. Kelompok tidak dapat aktip salah satu faktor yang mempengaruhinya karena keterbatasan SDM dalam kepengurusan APKI. Pengurus yang kurang menguasai menejemen organisasi mengakibatkan pengurus APKI tidak mampu memajukan kelompok yang telah dibentuk. Pengurus bekerja tidak sesuai dengan AD/ART APKI pusat karena dalam pasal 9 tentang Keanggotaan sudah dijelaskan bahwa anggota APKI mempunyai hak yang sama dalam memberikan suara demi kemajuan usaha yang dijalankan dalam APKI tetapi kenyataan ini tidak terjadi di Kecamatan Kahayan Kuala. Struktur Organisasi dan Pola hubungan Kepengurusan Dalam APKI (AD/ART BAB VI Pasal 11 Tahun 2002) Struktur Organisasi terdiri dari: a. Tingkat Nasional b. Tingkat Propinsi c. Tingkat Kabupaten d. Tingkat Kecamatan Susunan pengurus terdiri dari: a. Dewan pengurus cabang APKI (Kecamatan) terdiri dari seorang ketua dan sekurang-kurangnya seorang wakil ketua, seorang sekretaris, seorang wakil sekretaris, satu orang bendahara serta beberapa orang anggota. b. Pimpinan disetiap tingkatan kepengurusannya bersifat kolektif. Artinya pimpinan diharapkan mampu memajukan anggota-anggota yang ada dibawahnya. Seperti tampak dalam gambar struktur kepengurusan dibawah ini :

52 Ketua Kelompok Sekretaris Bendahara Seksi Budidaya Seksi Pengolahan Hasil Seksi Pemasaran Gambar 6 : Struktur Organisasi APKI di Kecamatan Kahayan Kuala Tugas Pengurus Kelompok APKI 1. Mengidentifikasi kebutuhan masalah lapangan dan kebutuhan latihan guna menentukan materi pelatihan teknis kewirausahaan agar dapat mmencapai sasaran yang dibutuhkan dilapangan. Hal ini tidak terlaksana di desa ini karena kepengurusan hanya bersifat semu hanya ketua yang aktif mengingat pengalaman anggota dalam kepengurusan yang dipilih bersifat tidak terbuka tidak melibatkan anggota lain yang lebih berpotensi dalam kepengurusan APKI, hal ini terjadi karena dominasi ketua APKI dalam segala bidang usaha tersebut diatas. 2. Membuat proposal kelayakan usaha. Penyusunan proposal di desa ini juga hanya dikerjakan oleh ketua sehingga ketika FGD petani sebagai anggota menanyakan tentang proposal yang hanya dibuat oleh ketua, hal ini mendapat jawaban dari ketua kalau ingin mendapat bantuan silahkan bagi anggota petani untuk membuat proposal hal ini terjadi karena keterbatasan SDM dalam kepengurusan APKI di kecamatan ini. 3. Membuat Rencana Usaha bagi anggota, pengurus APKI di kecamatan ini sudah mendapat bantuan sesuai dengan proposal bantuan yang dibuat oleh ketua, tetapi rencana usaha tidak dapat berjalan dengan baik karena belum adanya kerjasama yang partisipatif dari seluruh stakeholder yang ada hal ini terjadi kurang adanya kontrol dari instansi terkait untuk mendampingi petani sampai program benarbenar berkelanjutan, petani belum bisa mandiri karena faktor,lemahnya SDM,

53 Pemanfaatan Teknologi Modern dan kerjasama diantara mereka yang sangat tidak adil karena usaha yang dijalankan hanya memposisikan petani sebagai buruh oleh ketua APKI. Pola Hubungan Horizontal dalam APKI Ketua APKI di Kecamatan Kahayan Kuala mempunyai tugas untuk melaksanakan organisasi di tingkat Kecamatan. Tetapi karena awal mula terbentuknya APKI hanya untuk memenuhi program dari atas, sehingga ketua yang ada tidak sesuai dengan aturan organisasi yang seharusnya. Pemilihan ketua dipilih dari suara anggota, tetapi kenyataan yang ada di Kecamatan Kahayan Kuala, Ketua dipilih tanpa melalui musyawarah seluruh petani. Akibatnya ketua yang ada kurang mengakomodir suara anggota. Anggota tidak dapat menolak ketua yang ada sehingga posisi anggota petani dalam APKI di Kecamatan Kahayan Kuala tidak mampu menyuarakan haknya seperti yang tercantum dalam AD/ART bahwa petani mempunyai hak memilih dan dipilih tetapi kenyataan yang ada anggota hanya mempunyai hak dipilih oleh pemimpin dan belum bisa merealisasikan haknya untuk memilih siapa yang pantas memimpin APKI yang ada di Kecamatan Kahayan Kuala. Pengkaji melalui observasi dan diskusi kelompok memfasilitasi terpilihnya ketua baru yang mampu mengakomodir aspirasi anggota secara demokrasi. Hal ini ditolak oleh anggota mengingat ketua yang ada sudah dikenal sampai tingkat propinsi sehingga untuk mencari program pemberdayaan mudah, tetapi kekurangannya pemimpin yang ada belum bisa terbuka dalam mempertanggung jawabkan program yang didapat. Program yang ada sulit berkelanjutan karena program hanya dikuasai oleh ketua tanpa melibatkan secara partisipatif anggota, hal ini terjadi juga dikarenakan dalam kepengurusan belum ada yang lebih baik dari ketua yang ada. Untuk itu penguatan manajemen organisasi APKI perlu ditingkatkan melalui pegetahuan dan pelatihan manajemen agar semua anggota dan pengurus mampu menjalankan hak dan kewajiban sesuai dengan AD/ART yang telah disepakati secara nasional demi terwujudnya APKI dalam meningkatkan posisi tawar petani.

Gambar Pola Hubungan Ketua APKI dan Anggota di Kecamatan Kahayan Kuala dapat dilihat seperti dibawah ini: Ketua APKI Kecamatan 54 Hubungan lemah Petani Petani Petani Gambar 7 : Pola Hubungan Ketua APKI dan Anggota di Kecamatan Kahayan Kuala Dari gambar di atas tampak bahwa hubungan ketua dengan anggota pengurus di Kecamatan Kahayan Kuala kurang terjalin secara sinergis. Hal ini ditandai dengan garis putus-putus yang menandakan hubungan antara ketua dengan anggota dalam kepengurusan tidak lancar. Akibatnya kepengurusan APKI tidak dapat aktif sehingga program tidak dapat dijalankan seperti yang diharapkan seperti yang tercantum dalam AD/ART APKI pusat. Pola Hubungan Vertikal APKI dengan Pihak Terkait Selama ini petani hanya terdaftar dalam keanggotaan APKI tetapi APKI belum mampu berperan seperti yang diharapkan oleh petani dalam mengatasi permasalahan-permasalah yang dihadapi petani. Melalui penguatan kelembagaan APKI diharapkan mampu mengaktifkan kembali APKI dan menjadi wadah dengan tujuan yang sebenarnya yaitu meningkatkan posisi tawar petani. Tanpa kegiatan yang didukung oleh seluruh instansi secara partisipatif mustahil APKI mampu berperan sebagai wadah yang kuat bagi petani. Untuk itu perlu melakukan kerjasama dengan stakeholder. Analisis ini diperlukan mengingat untuk mengembangkan usaha dalam APKI yang mandiri bagi petani kelapa merupakan upaya pengembangan multi stakeholder. Artinya selain tergantung pada petani kelapa itu sendiri juga perlu keterlibatan pihak lain yang terkait dan berkepentingan, mengingat lemahnya aspekaspek yang melingkupinya. Pola hubungan tersebut dapat dilihat dalam gambar berikut ini:

55 APKI Kabupaten Dinas Kabupaten APKI Kecamatan Dinas Kecamatan Komoditi Kelapa Masyarakat Tani / Kelompok Tani Pelaku Ekonomi Minyak Arang Aktif Bahan Bangunan Bahan Mebelair Gula Merah Nata de coco Masing-masing lembaga memiliki kepentingan terhadap komoditas kelapa Gambar 8 : Pola Hubungan APKI dengan Instansi Terkait Deskripsi dari gambar di atas adalah sebagai berikut : 1. Tampak bahwa masing-masing lembaga memiliki kepentingan terhadap komoditas kelapa, bahkan kepentingan tersebut berbeda dan berdiri sendiri. 2. Manfaat komoditas kelapa yang cukup banyak memungkinkan antar pelaku ekonomi yang menekuni salah satu atau beberapa manfaat dapat saling bekerjasama, bahkan dengan masyarakat petani walaupun cenderung merugikan. 3. APKI memang memiliki pola hubungan dengan manfaat komoditas kelapa. Tetapi perannya terhadap petani baru terbatas sebagai lembaga konsultasi. Sementara itu antara masyarakat petani dengan pelaku ekonomi sering terjadi hubungan yang terus menerus.

56 Didasari dari hasil analisis pada pola hubungan vertikal maupun horizontal, ternyata posisi masyarakat petani di Kecamatan Kahayan Kuala sebagai anggota APKI masih sangat lemah, baik dari sisi SDM petani, produksi dan kerjasama. APKI sebagai lembaga untuk mencapai tujuan yang diharapkan masyarakat petani yaitu meningkatkan pendapatan belum berhasil hal ini disebabkan karena APKI belum berfungsi dengan baik. Beberapa fungsi utama APKI yang belum bekerja dengan baik dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Fungsi Pembelajaran, yang menghasilkan pengetahuan dan pengembangan SDM kepada anggotanya. 2. Fungsi Produksi, yang menghasilkan ketrampilan terutama teknologi kepada anggotanya. 3. Fungsi Kerjasama, yang menghasilkan kemampuan anggota untuk negosiasi berhubungan dengan pihak lain. Mengingat hal di atas, kelembagaan APKI perlu diperkuat menjadi kelembagaan yang berfungsi sebagai lembaga ekonomi agar mampu melindungi anggotanya dalam upaya mendapatkan manfaat nilai tambah yang seimbang dengan lembaga lain. Oleh karena itu, peran dan fungsi produk APKI perlu dikembangkan. Berarti, secara internal APKI harus berbenah membangun organisasi yang memiliki kejelasan dalam aturan main, dipatuhi oleh anggota, memiliki spesialisasi kemampuan teknis agar mampu membangun jaringan mitra kerjasama dengan pihak lain. Tentunya, upaya ini dapat dicapai apabila daerah otonom (Pulang Pisau) yang memiliki kewenangan mengatur dapat berperan, sehingga pemberdayaan kelapa dapat dimanfaatkan secara optimal. Menurut Fachry (2001) pemberdayaan petani kelapa bukanlah pekerjaan yang mudah, karena di samping berkaitan dengan interaksi dari tiga unsur utama (Pemerintah, Pengusaha dan Petani) juga terkait dengan sistem sebagai spirit dari struktur interaksi, sumber-sumber ekonomi yang dapat dimanfaatkan dan bekerjanya sistem tersebut.

Tanpa kegiatan yang didukung oleh seluruh instansi secara partisipatif mustahil APKI mampu berperan sebagai wadah yang kuat bagi petani. Keterkaitan tersebut dapat dilihat dalam tabel sebagai berikut : Tabel 8 : Hubungan antara APKI dengan Pengurus, Anggota dan Instansi Terkait dalam Memberdayakan Usaha Tahun 2006 No Peran Kekuatan /Keterbatasan Upaya Peningkatan Hubungan 1 Anggota APKI Adanya Pemahaman akan persoalan dan kebutuhan Penguatan Kerjasama yang sama 2 Pengurus APKI Keterbatasan Pengurus APKI belum optimal bekerja, Rencana Program Kerja tidak berkelanjutan 57 Menyusun program Kerja yang berkelanjutan dengan bekerjasama dengan instansi terkait secara partisipatif (Sumber : Hasil observasi, wawancara, dan pengumpulan data bulan Juli 2006) Tabel 9 : Hubungan antara APKI dengan Instansi Terkait dalam Memberdayakan Petani di Kecamatan Kahayan Kuala Tahun 2006 NO Peran Kekuatan /Keterbatasan Upaya Peningkatan 1 Aparat Desa, Kecamatan 2 Tokoh masyarakat(ketua agama, ketua Rw, Rt, tokoh informal) 3 Penyuluh, Dinas Perkebunan, Perdagangan, Koperasi,Industri. Memiliki power dalam mendukung program APKI Terbatasnya anggaran yang ada, kontrol terhadap program APKI Dipatuhi masyarakat, memiliki kemauan untuk berpartisipasi, suka gotong royong. Mempunyai kewajiban menyuluh Dan program pengembangan Petani Terbatas dana, sarana/prasarana (Sumber : Hasil observasi, wawancara, dan pengumpulan data bulan Juli 2006) Hubungan Ikut terlibat dalam kegiatan pengembangan masyarakat. Mengadakan pertemuan untuk membahas pemberdayaan petani dalam APKI Menggerakan Partisipasi Masyarakat Kerjasama Dalam Program disesuaikan dengan kebutuhan petani dan dapat berkelanjutan Guna meningkatkan Kinerja APKI