BAB II TINJAUAN TENTANG LETTER OF CREDIT (L/C) kegiatan jual beli yang dilakukan oleh negara yang satu dengan negara yang lain.

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. internasional negara-negara di dunia, khususnya yang didasarkan pada kepentingankepentingan

Pembayaran Transaksi Ekspor Impor. Pertemuan ke-13

BAB I PENDAHULUAN. memegang peranan penting bagi perkembangan ekonomi Indonesia. bagi masing-masing pihak yaitu pihak penjual diwajibkan melakukan

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 5/6/PBI/2003 TENTANG SURAT KREDIT BERDOKUMEN DALAM NEGERI GUBERNUR BANK INDONESIA,

Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia. Aset. Surat Kredit Berdokumen Dalam Negeri

TATA CARA PEMBAYARAN TRANSAKSI DALAM KONTRAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bab ini berisi tinjauan terhadap kepustakaan yang ada, sepanjang yang

BAB II TINJAUAN TERHADAP TRANSAKSI EKSPOR IMPOR DENGAN MENGGUNAKAN LETTER OF CREDIT

BAB II TINJAUAN UMUM RED CLAUSE L/C DALAM TRANSAKSI PERDAGANGAN INTERNASIONAL

Materi Minggu 7. Prosedur Dasar Pembayaran Internasional

BAB III SISTEM PEMBAYARAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pesatnya perkembangan dalam bidang usaha pada zaman modern

BAB I PENDAHULUAN. barang antar pengusaha yang masing masing bertempat tinggal di negara negara

Bab 17 Surat Kredit Berdokumen Dalam Negeri (SKBDN)

BAHAN KULIAH HUKUM PERNIAGAAN/PERDAGANGAN INTERNASIONAL MATCH DAY 11. SISTEM PEMBAYARAN DALAM PERDAGANGAN INTERNASIONAL LETTER of CREDIT (L/C)

KETERKAITAN PERBANKAN DALAM TRANSAKSI WAREHOUSE RECEIPT 1. Oleh: Dr. Ramlan Ginting, S.H., LL.M 2

BAB I PENDAHULUAN. Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan Indonesia, (Bandung : PT Citra Aditya Bakti, 2006), hal. 41.

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu perdagangan yang lazim dikenal dengan perdagangan ekspor-impor.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Abdulkadir Muhammad (2000:225), yang dimaksud perjanjian adalah

Anita Asnawi, S.Sos., MM.

MENYIMAK KASUS LC FIKTIF BNI KEBAYORAN BARU

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu pakar ekonomi dari Inggris, David Ricardo, menyatakan dalam teori

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Dalam perdagangan internasional kegiatan beli disebut impor dan

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 5/11 /PBI/2003 TENTANG PEMBAYARAN TRANSAKSI IMPOR GUBERNUR BANK INDONESIA,

Prosedur Dasar Pembayaran Internasional. By : Afrila Eki Pradita, S.E., MMSI

Syarat Pembayaran dlm Jual Beli Perniagaan

Pendanaan Ekspor dan Impor

BAB V PENUTUP. Berdasarkan uraian pada Bab-bab sebelumnya dapat diambil

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

SKBDN. 1. Konsep SKBDN (Surat Kredit Berdokumen Dalam Negeri) 1.2 Tujuan Penerbitan SKBDN

Syariah Mandiri (BSM) menerapkan produk L/C ini untuk melayani transaksi. hanya terietak pada saat pembayaran weselnya saja. Untuk sight L/C, bank

ASPEK HUKUM STANDBY LETTER. Oleh SURI SEKAR AYU

Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia. Jasa Bank. Pembayaran Transaksi Impor

BAB I PENDAHULUAN. Transaksi perdagangan luar negeri merupakan suatu rangkaian kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. membeli dan menjual (perdagangan) barang antara pengusaha yang bertempat di

METODE PEMBAYARAN TAGIHAN SUPLIER MELALUI SURAT KREDIT BERDOKUMEN DALAM NEGERI (SKBDN) PADA PT. ADHIKARYA (PERSERO) TBK DIVISI KONSTRUKSI III MEDAN

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan-hubungan dagang yang bersifat lintas batas dapat mencakup

BAB I PENDAHULUAN. segala sesuatunya bersifat praktis dan aman, khususnya dalam bidang

PERLINDUNGAN TERHADAP BANK DALAM TRANSAKSI PERDAGANGAN DENGAN MENGGUNAKAN SARANA LETTER OF CREDIT / LC. Oleh : Sarah D.L.

BAB I PENDAHULUAN. maka hubungan dagang tersebut tidak hanya dilakukan antara para pengusaha

Bab 4 MATERI SIP-4 1 JASA BANK JASA BANK TRANSFER JENIS JASA BANK INKASO KLIRING. Perbankan. Perbankan

Syarat-Syarat dan Ketentuan Transaksi. Version

BAB III TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT BANK MANDIRI, CITIBANK DAN STANDARD CHARTERED BANK

BAB 1 KONSEP PERDAGANGAN INTERNASIONAL

Jasa Jasa Perbankan. 1. Transfer 2. Inkaso 3. Bank garansi 4. Letter of Credit 5. Waliamanat 6. Kliring

TEKNIS PERDAGANGAN INTERNASIONAL MEKANISME PEMBAYARAN PRODIP I KEPABEANAN DAN CUKAI 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ekspor adalah kegiatan pengiriman dan penerimaan barang yang dilakukan oleh para

STANDAR KOMPETENSI LULUSAN EKSPOR IMPOR

MANAJEMEN PERBANKAN. By : Angga Hapsila, SE. MM

BAB I PENDAHULUAN. Pengenalan transaksi ekspor impor

TINJAUAN YURIDIS TENTANG BENTUK PEMBAYARAN EKSPOR-IMPOR FURNITURE PADA CV.MUGIHARJO BOYOLALI

PRODUK & LAYANAN VALUTA ASING. Surabaya, 15 Desember 2016

a. nama dan/atau logo Bank; dan b. pernyataan bahwa Bank terdaftar dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan. Pasal 6

MEKANISME PENYELESAIAN PEMBAYARAN KEGIATAN EKSPOR IMPOR DENGAN MENGGUNAKAN LETTER OF CREDIT DAN BILL EXCHANGE. Oleh: Suyanti

MANAJEMEN JASA-JASA BANK. /

TINJAUAN YURIDIS MENGENAI PELAKSANAAN EKSPOR IMPOR YANG MENGGUNAKAN LETTER OF CREDIT

Berbagai Dokumen Penting Ekspor. Pertemuan ke-6

BAB I PENDAHULUAN. Penulis memilih Penelitian hukum dengan judul: Problematika Hukum

Surat Kredit (LC) dan SKBDN

BAB IV JASA BANK. A. Jenis-jenis Jasa Bank

LALU LINTAS PEMBAYARAN LUAR NEGERI dan DALAM NEGERI. By : Afrila Eki Pradita, S.E., MMSI

BAB II PERJANJIAN EKSPOR IMPOR DAN SISTEM PEMBAYARAN DALAM PERDAGANGAN INTERNASIONAL. A. Pengertian dan Pengaturan Hukum dalam Transaksi Ekspor Impor

BAB I PENDAHULUAN. hukum dengan judul: Jaminan Deposito atas Documentary Credit dalam

BAB I PENDAHULUAN. sehingga barang dan jasa yang diproduksi pun berbeda. Untuk memenuhi

Skema SBLC & Bank Garansi

BAB I PENDAHULUAN. tahun terakhir merupakan refleksi minat masyarakat terhadap ekonomi syariah

BAB II LANDASAN TEORI

TINJAUAN YURIDIS ATAS PENIPUAN DOKUMEN DALAM TRANSAKSI LETTER OF CREDIT

2. Proses dan langkah langkah L/C:

BAB IV LETTER OF CREDIT (L/C)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2017 TENTANG CARA PEMBAYARAN BARANG DAN CARA PENYERAHAN BARANG DALAM KEGIATAN EKSPOR DAN IMPOR

LETTER OF CREDIT(L/C) 31 Oktober 2016

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 259/PMK.04/2010 TENTANG JAMINAN DALAM RANGKA KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN,

Proses dan Prosedur Impor. Pertemuan ke-9

LAPORAN KEUANGAN BANK UMUM

BAB II LANDASAN TEORI. miliki kepada bangsa lain atau negara asing dengan mengharapkan

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG TRANSFER DANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRODUK DAN MANAJEMEN BANK UMUM

BAB III PELAKSANAAN KERJA PRAKTEK

II. TINJAUAN PUSTAKA. sebenarnya tidak terdapat dalam KUHD maupun perundang-undangan lainnya, namun kita dapat

BAB II KONDISI PERUSAHAAN. 2.1 Pengertian, Fungsi, Jenis, Peran dan Usaha Bank

PETUNJUK TEKNIS PENGISIAN FORM RTE BAGI NASABAH

-2- teknologi, melindungi neraca pembayaran dan/atau neraca perdagangan, meningkatkan produksi, dan memperluas kesempatan kerja. Di lain sisi, pemilih

LETTER OF CREDIT. Dina W. W Kariodimedjo Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. Letter of Credit 1 FH UGM

MEKANISME LALU LINTAS PEMBAYARAN LUAR NEGERI DALAM KEGIATAN EKSPOR IMPOR

KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA TENTANG KONTRAK UNTUK PERDAGANGAN BARANG INTERNASIONAL (1980) [CISG]

BAB IV ANALISIS DAN HASIL PEMBAHASAN. A. Prosedur Transaksi Ekspor dan Impor dengan Mekanisme L/C pada Citi

BAB II LANDASAN TEORI. termasuk diantara barang-barang, asuransi, dan jasa-jasa pada suatu tahun tertentu

Fendhi Harsinto Aji NIM : C

BAB I PENDAHULUAN. sumber alam, iklim, letak geografis, penduduk, keahlian, tenaga kerja,

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PERBANDINGAN STANDBY LETTER OF CREDIT DENGAN BANK GARANSI DALAM TRANSAKSI PERBANKAN

BAB I PENDAHULUAN. Penulis memilih judul "Trust Receipt dalam Mengatasi Persoalan Tidak

SYARAT DAN KETENTUAN

CARA PEMBAYARAN JUAL BELI: JENIS, KELEBIHAN DAN KEKURANGAN DR. YETTY KOMALASARI DEWI KULIAH 5

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,

BAB III SIMULASI PENGISIAN L/C

BAB XIII PROSEDUR IMPOR - 1

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN TENTANG LETTER OF CREDIT (L/C) A. Transaksi ekspor impor Kegiatan ekspor impor didasari oleh kondisi bahwa tidak ada suatu negara yang benar-benar mandiri karena satu sama lain saling membutuhkan dan saling mengisi. Adanya perbedaan kebutuhan inilah yang menyebabkan adanya suatu kegiatan jual beli yang dilakukan oleh negara yang satu dengan negara yang lain. Kegiatan ini disebut dengan ekspor impor. Ekspor adalah suatu kegiatan menjual barang yang diproduksi di dalam negeri untuk kemudian dijual kepada pembeli yang berada di luar negeri untuk dipasarkan di negara pembeli tersebut. Sedangkan impor adalah suatu kegiatan membeli barang dari penjual yang ada di luar negeri untuk dipasarkan di dalam negeri. Hal ini dapat terjadi karena masing-masing negara memiliki keunggulan dan disisi lain juga memiliki kekurangan. Perbedaan inilah yang mendorong negara negara di dunia untuk melakukan kegiatan ekspor impor. Disamping untuk memenuhi kebutuhan suatu negara, kegiatan ekspor impor juga dapat menambah devisa negara serta untuk memajukan perekonomian negara tersebut.

Kegiatan ekspor impor merupakan jual beli yang dilakukan secara internasional, artinya dilakukan antar negara. Menurut Gunawan Widjaja & Ahmad Yani, Jual beli merupakan suatu perbuatan hukum antara pihak penjual di satu pihak dengan pihak pembeli di lain pihak mengenai suatu barang. 14 Menurut pasal 1457 KUH Perdata, jual beli didefenisikan sebagai perjanjian antara penjual dengan pembeli dimana pihak penjual mengikatkan diri untuk menyerahkan benda dan pihak pembeli untuk membayar harga yang sudah diperjanjikan itu. Jadi, ekspor impor yang dilakukan oleh satu negara dengan negara lain harus didahului dengan negosiasi yang dilakukan oleh pengusaha antar kedua negara. Dalam negosiasi ini akan menghasilkan suatu kontarak yang berisi kesepakatan untuk mengadakan suatu kegiatan jual beli terhadap suatu barang. Dalam kontrak ini pula akan ditentukan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh kedua belah pihak serta cara pembayaran atas jual beli tersebut (Terms of Payment). B. Sumber Hukum dalam Transaksi Ekpor Impor Di dalam pelaksanaan ekspor impor, kedua belah pihak haruslah mengetahui apa yang menjadi sumber hukum di dalam kegiatan perdagangan internasional tersebut agar proses jual beli yang dilakukan dapat berjalan dengan lancar dan menguntungkan bagi kedua belah pihak. Kontrak yang dibuat oleh kedua belah pihak harus sesuai dengan sumber hukum yang berlaku dalam perdagangan internasional tersebut. Sumber hukum 14 Gunawan Widjaja & Ahmad Yani, Transaksi Bisnis Internasional (Ekspor-Impor & Imbal Beli), Rajawali Pers, Jakarta, 2001, hal. 9.

inilah yang mengatur dan mengendalikan beroperasinya kontrak tersebut. Mulai dari saat awal pembentukan kontrak hingga saat pelaksanaan kontrak tersebut. 15 Sumber sumber hukum di dalam transaksi ekspor impor adalah sebagai berikut : 1. Provisi kontrak (Contract Provision) Provisi kontrak merupakan hal hal yang diatur dalam kontrak yang dibuat oleh kedua belah pihak. Provisi kontrak ini merupakan dasar hukum utama bagi suaru kontrak. Apa yang diatur dalam provisi kontrak terserah pada para pihak. Hukum hanya memberikan batasan batasan untuk melindungi berbagai kepentingan lain yang lebih tinggi, misalnya keadilan, ketertiban umum, kepentingan negara da lain sebagainya. Menurut pandangan Soedjono Dirdjosisworo, provisi kontrak adalah apa-apa yang telah diatur dalam kontrak tersebut oleh kedua belah pihak. Hukum memandang kontrak sebagai your own business. Artinya terserah pada para pihak mau mengatur bisnisnya secara bagaimana dalam kontrak tersebut. 16 Jika provisi suatu kontrak tidak dapat menampung aspirasi kedua belah pihak, misalnya dalam hal pelaksanaan perjanjian yang tidak diatur sama sekali dalam kontrak, hukum akan menyediakan optional law (hukum yang mengatur) untuk mengisi kekosongan hukum dalam masyarakat. Dalam konteks perdagangan internasional, kedua belah pihak, yaitu eksportir dan 15 Soedjono Dirdjosisworo, Pengantar Hukum dagang Internasional, Refika aditama, Bandung, 2006, hal. 23. 16 Ibid..

importir diberi kebebasan seluas-luasnya untuk menentukan isi kesepakatan dalam kontrak. 2. General Contract Law (Hukum Kontrak Umum) Tiap tiap negara memiliki general contract law tersendiri. Di Indonesia, general contract law ini dapat dilihat dalam ketentuan yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Buku Ketiga. Dalam buku ketiga ini diatur secara umum dan berlaku bagi seluruh kontrak, seperti jual beli, sewa-menyewa, tukar-menukar, dan sebagainya. Di dalamnya diatur asas-asas dan prinsip-prinsip suatu kontrak. Keentuan itu ada yang dapat dikesampingkan oleh para pihak dan ada pula yang tidak dapat dikesampingkan. 3. Specific Contract law (Hukum Kontrak Khusus) Selain ketentuan-ketentuan umum, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata juga mengatur tentang ketentuan khusus yang berkenaan dengan kontrak-kontrak tertentu. Dalam perjanjian jaul beli internasional misalnya, jika yang berlaku adalah Hukum Indonesia, maka berlaku juga ketentuan tentang perjanjian jual beli yang terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang diatur dalam pasal 1457 sampai dengan 1540 yang pada prinsipnya mengatur tentang : a. Ketentuan-ketentuan umum b. Kewajiban-kewajiban penjual c. Kewajiban pembeli d. Hak membeli kembali

e. Ketentuan-ketentuan khusus mengenai jual beli piutang dan hak-hak tidak berwujud lainnya 4. Kebiasaan-kebiasaan Kebiasaan-kebiasaan merupakan salah satu sumber hukum. Demikian halnya dengan kebiasaan di dalam transaksi perdagangan (Trade Usage/Custom) yang merupakan salah satu sumber hukum dan dapat menjadi pedoman dalam menginterprestasi kontrak termasuk kontrak transaksi ekspor impor. 5. Yurisprudensi Putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap (Yurisprudensi) dapat menjadi dasar hukum bagi berlakunya kontrak. Yurisprudensi akan terasa maknanya jika ada hal-hal yang belum diatur dalam Undang-Undang, atau yang memerlukan penafsiranpenafsiran terhadap suatu Undang-Undang. Namun demikian, dalam hukum transaksi perdagangan internasional, peranan yurisprudensi kurang begitu berarti karena biasanya penyelesaian suatu kasus dalam Transaksi Perdagangan Internasional menggunakan Arbitrase. 6. Kaidah Hukum Perdata Internasional Kaidah Hukum Perdata Internasional banyak digunakan karena pada umunya setiap transaksi ekspor impor melibatkan berbagai pihak dan berbagai negara. Berkaitan dengan hal itu, jika ada perselisihan tentang hukum mana yang berlaku bilamana hal tersebut tidak diatur dalam kontrak, maka dipergunakanlah kaidah-kaidah Hukum Perdata Internasional (Conflict of law) ini.

Salah satu yang cukup terkenal adalah teori The Most Characteristic Connection Rule. Menurut teori ini hukum para pihak yang mempunyai perstasi yang sangat karakteristik. Dalam bidang jual beli internasional, maka ketentuan hukum dari pihak penjual yang berlaku karena dianggap mengandung paling banyak karakteristik (yang unik) dalam setiap transaksi perdagangan. 17 7. Konvensi Internasional (International Convention) Konvensi Internasional adalah kesepakatan-kesepakatan internasional yang sedang, telah, atau sedang diratifikasi oleh negaranegara di dunia. Agar suatu konvensi dapat mengikat, maka negara kedua belah pihak tersebut harus merupakan peserta dari konvensi internasional tersebut dan telah meratifikasi sehingga telah menjadi bagian dari hukum nasional masing-masing negara. Ketentuan-keterntuan/konvensi-konvensi internasional ada juga yang mengatur mengenai perjanjian jual beli internasional. konvensi-konvensi internasional yang khusus mengatur mengenai jual beli internasional adalah sebagai berikut : a. United Nations Convention on Contracts for the International sale of Goods b. Convention on the Limitation Period in the International sale of Goods. 8. Ketentuan ketentuan domestik lainnya 17 Gunawan Widjaja & Ahmad Yani, Op. Cit, hal. 15.

Ketentuan domestik merupakan aturan- aturan yang dikeluarkan pemerintah setempat seperti aturan yang berkenaan dengan ekspor impor, letter of credit, asuransi, bill of lading, bill of exchange, dan lain sebagainya. C. Hubungan Hukum Para Pihak Yang Terkait Dalam Transaksi Ekspor Impor Dalam Transakasi ekspor impor, pelaksanaannya lebih menekankan pada pergerakan barang dan dokumen-dokumen pendukungnya. Keadaan tersebut mempengaruhi semua aspek dalam transaksi perdagangan internasional, termasuk pembiayaannya. Pembeli/importir biasanya tidak dapat secara langsung memperoleh kredit. Oleh karena itu dibutuhkanlah pihak ketiga (bank) yang berperan sebagai penyedia dana untuk membiayai transaksi tersebut. 18 1. Hubungan hukum antara pihak pembeli (Applicant) dan penjual (Beneficiary) Sebagaimana halnya transaksi jual beli pada umumnya, dalam transaksi perdagangan internsional, antara pembeli dan penjual terjadi hubungan hukum, yaitu pembeli berkewajiban untuk membayar harga barang dan penjual berkewajiban menyerahkan barang yang dijual. Paralel dengan kewajiban tersebut, kedua belah pihak juga memiliki hak, pembeli berhak menerima barang yang dibelinya dan penjual berhak untuk memperoleh pembayaran atas barang yang dijual. Hal ini sesuai dengan defenisi jual beli menurut pasa 1457 KUH Perdata yang menyatakan bahwa jual beli adalah suatu persetujuan, dengan mana 18 Ibid, hal. 19.

pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah diperjanjikan. Dalam transaksi ekspor impor yang menggunakan L/C, antara penjual dan pembeli tampaknya tidak terdapat hubungan langsung, karena pembayarannya dilakukan oleh bank. Pembukaan atas suatu L/C tidak akan menghapus hak penjual atas pembayaran, dan hak itu baru akan hapus jika pihak bank telah membayar harga pembelian tesebut kepada penjual. 2. Hubungan hukum pembeli (Applicant) dengan Issuing Bank Dalam transaksi ekspor impor, L/C merupakan cara pembayaran yang paling banyak digunakan. Maka, pembeli akan memohon pembukaan L/C kepada issuing bank atas nama penjual. Hubungan hukum antara pembeli dengan issuing bank ini dapat dipandang sebagai pemberian kuasa (lastgeving) dengan pemberian upah. 19 Namun ada sebagian ahli hukum menganggap hubungan hukum itu lebih tepat dipandang timbul dari suatu perjanjian yang mempunyai unsur-unsur campuran antara perjanjian pemberian kuasa (lastgeving) dan perjanjian untuk melakukan beberapa pekerjaan. 3. Hubungan hukum antara issuing bank dengan advising bank Antara issuing bank dengan dan advising bank (nominated bank) dapat terjadi kerjasama karena antara penjual sebagai beneficiary dan issuing bank berada di negara yang berbeda dan issuing bank tidak 19 Ibid, hal. 20.

memiliki cabang di negara di mana beneficiary berada. Karena itu diperlukan bank lain yang berada di negara tempat beneficiary untuk menjadi bank koresponden (advising bank) dan bertugas untuk memberitahu beneficiary bahwa telah diterbitkan L/C baginya. Jika advising bank juga berperan sebagai nominated bank, hubungan hukum yang terjadi bukan hanya saling membantu tapi juga hubungan hukum pemberian kuasa. Dalam pemberian kuasa ini, kewajiban issuing bank untuk membayar dilimpahkan kepada nominated bank. Setelah nominated bank membayar kepada beneficiary, maka nominated bank berhak untuk memperoleh pembayaran kembali dati issuing bank. 4. Hubungan Hukum Issuing Bank dengan penjual (Beneficiary) Hubungan hukum antara issuing bank dengan penjual terjadi karena issuing bank mengambil alih kredibilitas pembeli dalam melakukan pembayaran kepada penjual dan menjamin pembayaran kepada pembeli. Hubungan hukum antara issuing bank dengan penjual ini tergantung dari sifat hukum L/C tersebut. Teori yang ada menunjukkan bahwa adanya konstruksi hukum yang menganggap bank sebagi penjamin (borg) bagi pembeli, lalu bank dianggap sebagai penjamin awal bagi pembeli dan pemenuhan kewajiban yang menggunakan kredit berdokumen. 20 5. Hubungan Hukum advising bank dengan penjual (Beneficiary) 20 Ibid, hal. 21.

Dalam hal transakasi ekspor impor, apabila advising bank hanya bertindak sebagai bank koresponden, maka advising bank tidak mempunyai perikatan terhadap beneficiary (penjual). Tapi, jika kedudukan advising bank juga sebagai confirming bank, maka hubungan hukum antara penjual dan advising bank sama dengan hubungannya dengan issuing bank. Mengenai kewajiban advising bank dapat dilihat dalam pasal 7 UCP 500. Advising bank yang berperan sebagai nominated bank akan menjadi perantara pembayaran antara issuing bank dengan beneficiary. Nominated bank mengambil alih kewajiban issuing bank untuk melakukan pembayaran dan memeriksa semua dokumen-dokumen yang diserahkan penjual. D. Mekanisme Pembayaran Transaksi Ekspor Impor Dalam hubungan sistem pembayaran pada perdagangan internasional, kita mengenal beberapa macam prosedur. Berdasarkan ketentuan pasal 3 Peraturan Pemerintah no.1 tahun 1982 jo Surat Keputusan Menteri Perdagangan dan Koperasi nomor 27/KP/1/82, tata cara pembayaran ekspor dan impor dapat dilakukan dengan : a. Pembayaran di muka (Advanced Payment) yaitu sistem pembayaran dimana pembeli (Importir) membayar terlebih dahulu kepada penjual (Eksportir) sebelum merealisasi ekspor sesuai dengan kesepakatan para pihak. b. Letter Of Credit (L/C) yaitu sistem pembayaram dimana pembeli (Importir) menyediakan dana untuk penjual (Eksportir) dengan

perantaraaan banknya, dan pembayaran hanya dapat dilakukan oleh bank korespondennya di negara penjual (Eksportir) dengan penyerahan dokumen - dokumen pengapalan oleh penjual (Eksportir) kepada bank tersebut. c. Wesel inkaso (Collection Draft) yaitu suatu cara penagihan pembayaran yang dilakukan dengan pengiriman dokumen dokumen baik finacial documents maupun commercial documents dari eksportir kepada importir melalui bank. Sistem pembayaran ini ada dua jenis, yaitu : 1. Documentary collection, yaitu penagihan dilakukan dengan pengiriman dokumen baik yang berupa financial documents disertai commercial documents oleh ekspotir kepada importir dengan menggunakan jasa bank. 2. Clean collection, yaitu penagihan dilakukan hanya dengan pengiriman finacial documents atau commercial documents saja. Untuk kedua jenis collection tersebut, eksportir dapat meminta kepada bank yang menyalurkan dokumen dokumen tersbut kepada importir atas dasar pembayaran: i. Pembayaran tunai (Document against payment : D/P) yaitu penyerahan dokumen kepada importir baru dilakukan apabila importir telah membayar. ii. Akseptasi atas wesel atau promes (Documents againts acceptance : D/A) yaitu penyerahan dokumen kepada impotir apabila importir telah mengakseptasi wesel atau promes tersebut.

d. Perhitungan kemudian (Open account) yaitu sistem pembayaran dengan cara memindahkan rekening importir ke rekening eksportir dan pembayaran dilakukan di kemudian hari pada tanggal yang telah ditentukan bersama, setelah pengiriman barang dilakukan. e. Konsinyasi yaitu pembayaran dilakukan kalau barang telah laku terjual di negara pengimpor dan eksporit tetap memegang hak milik atas barang selama barang tersebut belum terjual. f. Sistem pembayaran lainnya yang lazim dalam perdagangan. E. Letter Of Credit (L/C) Di dalam dunia perdagangan khususnya dunia perbankan dikenal suatu pembayaran yang disebut dengan L/C. Mengenai istilah Letter Of Credit (L/C) ini masih banyak terdapat keanekaragaman tentang penyebutannya. Ada yang menyebut dengan credit opening (creditief opening) di mana dalam bahasa Belanda disbut credietbrief dan dalam bahasa Francis disebut dengan letter de credet, sedangkan di Jerman dikenal dengan nama accreditief dan di negara Belgia dan Amerika lebih dikenal dengan istilah crediet tetapi bukan dalam arti yang sebenarnya bagi kredit. Terdapat banyak pendapat mengenai defenisi L/C ini. JT. Sianipar memberi defenisi tentang L/C yaitu suatu persetujuan atau surat perintah untuk membayarkan uang dari seorang kepada orang lain dengan syarat. Biasanya surat perintah membayar ini datanganya dari pembeli untuk penjual. 21 21 JT. Sianipar, Asuransi Pengangkutan Laut, Bagian Pertama, PT. Asuransi Jasa Indonesia, Jakarta, 1980, hal. 40.

Bank Indonesia mengatakan L/C adalah janji dari issuing bank untuk membayar sejumlah uang kepada eksportir sepanjang ia dapat memenuhi syarat dan konsidi L/C tersebut. Bank Indonesia berpendapat bahwa inti dari L/C adalah janji pembayaran kepada penerima langsung oleh bank penerbit atau bank lain sebagai kuasanya. 22 Selanjutnya, Emmy Pangaribuan Simanjuntak mengatakan bahwa pengertian L/C adalah suatu surat perintah membayar kepada seorang atau beberapa orang yang dialamati untuk melakukan pembayaran sejumlah uang tertentu yang disebut di dalam surat perintah itu kepada seorang tertentu. Biasanya yang memberi perintah itu adalah suatu bank dan yang dialamati adalah bank juga. Inti dari defenisi beliau adalah bahwa L/C merupakan surat perintah membayar. Beliau melihat L/C sebagai perintah atau kuasa bank penerbit kepada bank pembayar. 23 Kemudian, Amir MS mengatakan L/C adalah suatu surat yang dikeluarkan oleh suatu bank atas suatu permintaan importir langganan bank tersebut yang ditujukan kepada eksportir di luar negeri yang menjadi relasi importir tersebut, yang memberi hak kepada eksportir itu untuk menarik wesel-wesel atas importir bersangkutan untuk sejumlah uang yang disebutkan dalam surat itu. 24 Sementara itu, UCP mengatakan bahwa L/C adalah janji dari bank penerbit untuk melakukan pembayaran atau memberi kuasa kepada bank lain untuk melakukan pembayaran kepada penerima atas penyerahan dokumendokumen (misalnya konosemen, faktur, sertifikasi asuransi) yang sesuai dengan persyaratan L/C. 25 Dari defenisi di atas, dapatlah ditarik kesimpulan bahwa letter of credit (L/C) itu adalah suatu cara pembayaran dimana pembeli atau importir 22 Bank Indonesia, Metode Pembayaran Internasional L/C Dan Non L/C, Bank Indonesia, Jakarta, 1995, hal. 2. 23 Emmy Pangaribuan Simanjuntak, Loc. Cit. 24 Amir MS, Seluk Beluk Dan Teknik Perdagangan Luar Negeri : Suatu Penuntun Ekspor- Impor, Pustaka Binaman Pressindo, Jakarta, 1995, hal. 37. 25 Uniform Custom and Practice 500, artikel 2.

memberikan perintah (order) yang ditujuakan kepada bank untuk membuka L/C agar membayar sejumlah uang kepada penjual atau eksportir atas penyerahan dokumen-dokumen yang sesuai dengan persyaratan L/C oleh penjual atau eksportir tersebut. Bank-bank umum di Indonesia dalam praktik mengikuti defenisi L/C menurut UCP. Hal ini dikarenakan dalam masa berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1970, Bank Indonesia mengeluarkan Himpunan Ketentuan- Ketentuan Prosedur Lalu Lintas Devisa, sebagai ketentuan pelaksana yang mengharuskan L/C yang diterima dari luar negeri maupun yang diterbitkan dari Indonesia ke luar negeri, tunduk pada UCP yang berlaku yaitu UCP 290 yang mulai berlaku 1 Oktober 1975. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1970 tersebut beserta dengan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 1976 yang merupakan perubahan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1970, kemudian dicabut oleh Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 1982 sebagai ketentuan pelaksananya, Bank Indonesia Surat Edaran Bank Indonesia No. 17/14/ULN tanggal 29 September 1984 yang mewajibkan L/C yang diterbitkan Bank Devisa di Indonesia tunduk pada UCP yang berlaku yaitu UCP 400 yang mulai berlaku 1 Oktober 1984. UCP ini menggantikan UCP 290. Kemudian, Surat Edaran Bank Indonesia No. 17/14/ULN tersebut dicabut dengan Surat Edaran Bank Indonesia No. 26/34/ULN tanggal 17 Desember 1993 yang mengatur penundukan L/C pada UCP yang berlaku yaitu UCP 500 yang mulai berlaku pada 1 Januari 1994. UCP 500 ini menggantikan UCP 400. Berbeda dengan ketentuan sebelumnya, Surat Edaran Bank Indonesia

No. 26/34/ULN tersebut memberi pilihan kepada bank devisa menentukan L/C yang diterbitkannya tunduk atau tidak pada UCP 500. Dalam praktik bank devisa masih tetap menundukkan L/C pada UCP 500. 1. Dasar Hukum Letter Of Credit (L/C) Yang dimaksud sebagai dasar hukum adalah suatu ketentuan yang menjadikan peristiwa, keadaan atau perbuatan mempunyai akibat hukum. Dasar hukum pelaksanaan L/C di Indonesia yaitu Pasal 3 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 1982 Tentang Tata Cara Ekspor Impor Dan Lalu Lintas Devisa, yaitu : a. Cara pembayaran ekspor impor dilakukan dengan tunai atau dengan kredit b. Pembayaran ekpor impor dapat dilakukan dengan metode L/C dan metode non L/C Pelaksanaan transaksi ekpor impor kemudian diatur lebih lanjut dalam Keputusan Menteri Perdagangan Dan Perindustrian RI Nomor 124/MPP/Kep/5/1990 tentang ketentuan umum di bidang ekspor khususnya Pasal 3 ayat (2) yaitu : Pembayaran ekspor dapat dilakukan dengan L/C atau dengan cara pembayaran lain yang lazim berlaku dalam perdagangan internasional sesuai dengan kesepakatan penjual dan pembeli. Sedangkan ketentuan pelaksanaanya yang berlaku sekarang adalah Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 26/34/ULN tanggal 17 Desember 1993. Surat Edaran Bank Indonesia tersebut mengatur bahwa Letter Of Credit yang diterbitkan bank devisa boleh tunduk atau tidak pada

UCP 500. Walaupun demikian, ketentuan nasional di atas secara tersirat kelihatannya menghendaki agar UCP 500 berlaku bagi transaksi Letter Of Credit. 2. Jenis-Jenis Letter Of Credit (L/C) L/C sebagai cara pembayaran diatur dalam UCP tetapi pada umumnya pengaturannya tidak rinci. Oleh karena itu, pengaturan UCP tersebut hanya harus dipadukan dengan konsepsi yang berkembang dalam transaksi perbankan internasional baik yang berasal dari rumusan para pakar L/C, putusan pengadilan mengenai L/C maupun kebiasaan dan praktik L/C. Jenis-jenis L/C dapat digolongkan sebagai berikut : 1. Jenis-Jenis L/C Menurut Keterikatan Bank a. Revocable Letter Of Credit Yang dimaksud dengan Revocable L/C adalah L/C yang dibatalkan/dirubah oleh bank penerbit setiap saat tanpa pemberitahuan terlebih dahulu kepada penerima. Jenis Revocable L/C mempunyai suatu tanggal expiration/habis waktunya yang tepat sebelum mana dokumendokumen itu bisa dinyatakan untuk dinegosiasikan. Meskipun begitu, penarikan kembali dari L/C ini dapat dilakukan oleh salah satu pihak sebelum berlakunya L/C tanpa persetujuan pihak lain. Menurut artikel 8 kalimat pertama UCP 500 menyatakan bahwa : Suatu revocable boleh dirubah atau dibatalkan setiap saat tanpa pemberitahuan terlebih dahulu kepada beneficiary. Tetapi dalam praktik, pembatalan atau perubahan harus dengan suatu pembatasan yaitu apabila Revocable L/C telah dinegocieer pada

suatu tanggal dan pencabutan L/C diterima/dicounter bank sesudah tanggal negosiasi, maka L/C itu akan dibayar oleh opening bank. Hal itu harus dibuktikan dengan datum post stempel karena itu faktor penanggalan sangat penting. Bila pencabutan Revocable L/C telah diterima, sedang L/C belum dipergunakan, maka L/C itu batal dan sekali-kali tidak boleh dipergunakan. Sehubungan dengan itu, maka sesuai dengan ketentuan artikel 8 kalimat kedua UCP 500 yang menyatakan : Namun demikian, Issuing Bank harus membayar kembali (reimburse) kepada bank lain kepada siapa revocable credit tersebut telah dibayarkan atas unjuk, aksepatasi atau negosiasi, untuk mana pelaksanaan pembayaran, akseptasi atau negosiasi yang telah dilakukan bank lain tersebut, sebelum diterimanya pemberitahuan perubahan atau pembatalan dilaksanakannya atas dasar penyerahan dokumen-dokumen yang secara nyata sesuai dengan persyaratan dan kondisi kredit. Pengertian Revocable L/C ini tidak akan menempatkan penjual dalam posisi yang menguntungkan. Itulah sebabnya kenapa dalam praktik L/C demikian jarang sekali dipergunakan. Dalam praktik, pada umumnya bank penerus memberitahukan perubahan atau pembatalan Revocable L/C kepada penerima. Pemberitahuan ini dilakukan bank sebagai pelayanan jasa demi kesinambungan bisnis antara bank dan nasabah. Walaupun demikian, secara hukum, bank penerus tidak dibebani kewajiban hukum untuk melakukan pemberitahuan baik kepada penerima maupun pihak lainnya. b. Irrevocable L/C Pengertian Irrevocable L/C adalah L/C yang diminta oleh bank pembuka L/C atas permintaan pembeli, yang diterima oleh bank penerus (advising bank) untuk disampaikan kepada penjual/eksportir, dimana

Irrevocable L/C mempunyai bentuk tidak dapat dibatalkan/dirubah di dalam masa berlakunya L/C (expiry date) oleh pihak manapun juga, terkecuali bila disetujui oleh semua pihak. Jadi menurut jenis Irrevocable L/C ini yang bertanggung jawab atas pembayaran L/C adalah bank pembuka/penerbit. Hal ini sesuai dengan fungsi L/C yaitu suatu jaminan yang akan diberikan oleh bank penerbit L/C kepada penjual bahwa bank akan membayar berdasarkan dokumendokumen yang ditarik sesuai dengan syarat dan kondisi kredit. Dalam praktik banyak dilaksanakan pembukaan L/C dengan irrevocable karena para pihak tidak perlu merasa khawatir bahwa L/C tersebut akan dibatalkan/dirubah. Meskpiun menurut jenis Irrevocable L/C tidak dapat dibatalkan/dirubah di dalam masa berlakunya L/C oleh pihak manapun juga, terkecuali telah disetujui oleh semua pihak, namun menurut praktik perbankan jenis L/C ini dapat dibatalkan sebelum jangka waktu berlakunya L/C habis dan negotiating bank belum mengambil alih L/C tersebut. Jangka waktu berlakunya Irrevocable L/C bergantung lamanya waktu yang diterima oleh eksportir, untuk menyiapkan barang-barang dan dokumen-dokumen sesuai yang diminta pada L/C dimana ini telah disetujui lebih dahulu antara penjual dan pembeli sebelum L/C dibuka. Untuk ini jangka waktu yang dibutuhkan harus diperhitungkan benarbenar, hal ini untuk menghindari perpanjangan berlakunya L/C yang akan berakibat menimbulkan kesulitan-kesulitan bagi pelaksanaannya.

Apabila irrevocable L/C waktunya berlaku telah habis, maka L/C itu dengan sendirinya atau secara otomatis batal dan tidak boleh sama sekali dipergunakan/direalisir, terkecuali dengan persetujuan tertulis/kawat dari pembeli melalui bank pembuka/opening bank. Jika L/C akan diperpanjang masa berlakunya, maka sebelum L/C tersebut habis masa berlakunya, semua pihak harus diberi tahu dan menurut praktik yang bertanggung jawab atas ongkos perpanjangan yaitu orang kepada siapakah perpanjangan L/C itu diminta. Untuk setiap pembukaan L/C harus disebutkan secara tegas dan mencantumkan secara jelas apakah irrevocable atau revocable L/C. Hal ini sesuai dengan artikel 6 sub b UCP 500 yang menyatakan : Karena itu pada semua kredit harus dengan jelas tercantum petunjuk, apakah kredit itu bersifat revocable atau irrevocable. Apabila L/C itu sama sekali tidak menyebutkan irrevocable atau revocable, maka L/C tersebut dianggap sebagai irrevocable L/C. Ketentuan ini sesuai dengan artikel 6 sub c UCP 500 antara lain sebagai berikut : Dalam hal tidak terdapat perunjuk demikian, kredit tersebut akan dianggap sebagai irrevocable. c. Irrevocable And Confirmed L/C Menurut pendapat beberapa sarjana antara lain oleh Molengraf- Zevenbergen 26, mempersamakan istilah revocable dengan kredit yang tidak dikonfirm/inconfirmed, sedangkan irrevocable disamakan dengan 26 Emmy Pengaribuan Simanjuntak, Op. Cit, hal. 43.

kredit yang dikonfirm. Yang dimaksud dengan irrevocable and confirmed L/C yaitu : Suatu L/C yang tidak dapat dibatalkan/dirubah kecuali apabila ada persetujuan dari para pihak, dalam jenis L/C ini yang bertanggung jawab adalah bank pembuka/opening bank selama jangka waktu berlakunya L/C, dan bank kedua juga bertanggung jawab atas pembayaran tersebut. Bank pengkonfirmasi yang mengkonfirmasi L/C menjamin kewajiban bank pembuka/penerbit dengan menyatakan komitmennya sendiri untuk membayar L/C. Bank pengkonfirmasi tidak dapat menarik diri dari kewajbannya kepada penerima. Bank pengkonfirmasi dan bank penerbit sama-sama memberikan kepastian pembayaran ganda. Dengan perumusan lain, konfirmasi atas irrevocable L/C merupakan janji pasti dari bank pengkonfirmasi sebagai tambahan terhadap janji pasti dari bank penerbit. Dalam confirmed L/C, bank pengkonfirmasi tidak memiliki hak regres (right of recourse) terhadap penerima, walaupun cara pembayaran L/C atas dasar negosiasi. Bank pengkonfirmasi baru memiliki hak regres, jika bank pengkonfirmasi melakukan pembayaran kepada penerima dengan under reserve atau dengan penandatanganan letter of indemnity oleh penerima. Pembayaran dengan under reserve dilakukan terhadap dokumendokumen yaitu memuat discrepancy. 27 Bank pengkonfirmasi yang 27 Discrepancy (penyimpangan) adalah perbedaan antara dokumen yang diajukan dengan persyaratan L/C. Perbedaan tersebut dapat berupa perbrdaan major (substansial) atau minor (non- substansial). Kedua klasifikasi perbedaan ini baik secara bersamaan maupun masingmasing dapt dijadikan alasan hukum oleh bank untuk menunda atau menolak pembayaran L/C.

melakukan pembayaran atas dokumen-dokumen yang discrepancy berdasarkan kondisi under reserve berhak menagih kembali nilai yang dibayarkan kepada penerima jika bank pengkonfirmasi tidak memperoleh pembayaran kembali dari bank penerbit atau reimbursing bank. Pembayaran dengan penandatanganan letter of indemnity ditujukan kepada nasabah pada umumnya, sedangkan under reserve ditujukan kepada nasabah inti. Pada letter of indemnity nasabah menandatangani pernyataan bersedia membayar kembali kepada bank pengkonfirmasi, sedangkan pada under reserve, janji membayar kembali pada dasarnya dilakukan secara lisan saja. Istilah under reserve dan letter of indemnity disebut dalam UCP 500 artikel 14 f. 2. Jenis-Jenis L/C Menurut Pihak Yang Mengeluarkan L/C a. Bankers L/C Pengertian dari bankers L/C yaitu L/C yang dibuka oleh suatu bank, dimana bank membuka L/C atas permintaan pembeli/pemohon tersebut bertanggung jawab atas pembayarannya, bila syarat-syarat L/C dapat dipenuhi. Sehingga L/C yang dikeluarkan bank mengandung suatu jaminan yaitu : A. Jaminan kepercayaan dari bank. Dalam hal ini bank memberikan/meminjamkan nama saja sehingga pembeli menjadi lebih dipercaya, tanpa melibatkan dirinya untuk bertanggung jawab atas pembayaran, atau bank mengambil alih seluruh kewajiban membayar, sehingga terjadi substitusi dari kemampuan membayar si pembeli oleh bank penerbit.

B. Adanya term and condition, untuk mana si penjual nanti akan dapat memperoleh pembayaran atas barangnya dengan menyerahkan dokumen-dokumen yang diminta sesuai dengan syarat L/C. Term and condition isinya antara lain : 1) Invoice harus jelas maksudnya, invoice harus diterbitkan oleh penjual dimana harus menunjukkan nama pembeli sebagaimana tertera pada L/C. 2) Dokumen harus diserahkan kepada paying bank pada/sebelum tanggal pengapalan berakhir atau tanggal negosiasi. 3) B/L harus menyatakan on board : i. menyatakan tanggal jatuh tempo ; ii. janji untuk membayar. Menurut praktik perbankan L/C hanya dapat dibenarkan dengan menggunakan banker L/C. b. Merchant L/C Yang dimaksud dengan merchant L/C adalah L/C yang dikeluarkan oleh suatu perusahaan dan bank biasanya hanya meneruskan L/C tersebut tanpa suatu ikatan maupun tanggung jawab atas pelaksanaan pembayarannya. Merchant L/C ini tidak lazim dipergunakan, disebabkan perkembangan industri dan dagang yang menghendaki modal yang lebih

besar dan perputaran yang lebih cepat mengalihkan aktivitas pembiayaan ke tangan perbankan. Bentuk Merchant L/C ini dilarang di Indonesia, yaitu menurut SK Menteri Perdagangan Dan Koperasi Nomor 146/KP/V/1977 tanggal 1 Mei 1977. Bentuk merchant L/C ini dengan merugikan penjual dengan resikonya yang terlalu besar. 3. Jenis-Jenis L/C Menurut Syarat-Syaratnya a. Documentary L/C Pengertian documentary L/C adalah suatu L/C yang mewajibkan eksportir penerima L/C untuk menyerahkan dokumen pengapalan yang membuktikan pemilikan barang serta dokumen penunjang lainnya sebagai syarat untuk memperoleh pembayaran dari dana yang tersedia pada L/C tersebut. Sehingga dalam L/C ini, dokumen-dokumen merupakan syarat yang penting yang harus dipenuhi oleh eksportir untuk dapat menerima pembayaran. b. Open/Clean L/C Yang dimaksud dengan clean L/C yaitu bahwa di dalam L/C ini tidak dicantumkan syarat lain untuk penarikan wesel, dalam arti tidak diperlukan dokumen-dokumen, bahkan pengambilan kredit yang tersedia, si penerima hanya akan menyerahakan tanpa terima kuitansi atau bukti lain seperti faktur, debet nota, rekening dan lain-lain tergantung keinginan dari si pembuka L/C dan atau sifat transaksi atau jasa-jasa bersangkutan. 4. Dilihat Dari Segi Pembayarannya a. Sight L/C

Sight L/C adalah L/C yang pembayarannya oleh negotiating bank dilakukan pada saat wesel-wesel diunjukkan oleh eksportir, disertai dokumen-dokumen lain yang sesuai dengan syarat-syarat L/C. Tentang kepada siapa yang harus bertanggung jawab terhadap transaksi tersebut, maka di dalam L/C bersangkutan dicantumkan atas nama siapa wesel bersangkutan harus diterbitkan. Wesel tersebut ada yang diterbitkan atas : 1) Bank Penerus L/C (Advising Bank) ; atau 2) Bank Pembuka (Opeing Bank) ; atau 3) Bank ketiga yaitu principal dari bank pembuka L/C ; 4) Pembeli itu sendiri. Bila wesel diterbitkan atas dasar pembeli (bukan bank), maka dikatakan wesel diterbitkan atas pihak ketiga. Tetapi lazimnya sight L/C senantiasa ditujukan secara khusus kepada bank-bank koresponden di luar negeri, di mana bank-bank pembuka mempunyai rekening pada koresponden bersangkutan dan bank penerima L/C sekaligus juga merupakan/bertindak sebagai bank pembayar. 28 b. Usance L/C Usance L/C adalah L/C yang mengharuskan eksportir penerima L/C untuk menarik wesel berjangka dan bukan wesel unjuk sebagaimana lazimnya. Jangka waktu wesel tersebut bisa bervariasi antara 30 sampai dengan 180 hari. Untuk usance L/C ini pada saat wesel dan dokumen diserahkan negotiating bank tidak melakukan pembayaran, namun eksportir bisa 28 Hartono Hadisoeprapto, Kredit Berdokumen, Liberty, Yogyakarta, 1986, hal. 41.

mengajukan permintaan agar L/C tersebut didiscount dengan pembayaran diskonto yang berlaku. Unsance L/C biasa diterbitkan pada waktu-waktu hubungan yang normal tidak dapat dijalankan lagi, dimana keinginan pembeli tidak dapat dipaksakan kepada penjual. Kemingkinan yang lain si penjual menerima tawaran untuk melaksanakan pembayaran dengan usance L/C bila pembeli itu langganan baik dan sudah dipercaya. Di dalam transaksi ini, bank memegang peranan sebagai tersangkut/bank pembayar. 5. Dilihat Menurut Hak Beneficiary a. Transferable L/C UCP mengatur relatif rinci mengenai L/C yang dapat dialihkan ini (Transferable L/C). UCP mengatur bahwa L/C dapat dialihkan oleh penerima kepada pemasok melalui perantaraan bank jika bank penerbit menyatakan demikian dalam L/C. Pengalihan ini hanya dapat dilakukan satu kali proses kecuali L/C mencantumkan sebaliknya. Pengalihan dapat dilakukan terhadap sebagian atau keseluruhan L/C dan dapat dialihkan kepada satu atau lebih pemasok. 29 Transferable L/C hanya dapat dipindahkan dengan ketentuan, bahwa syarat-syarat dari pemindahan tersebut harus sama dengan L/C pokok/semula, terkecuali yang mengenai jumlah, harga, tanggal habis berlaku L/C (L/C expiry date) dan tanggal habis pemuatan (shipping expiry date). Semuanya ini masing-masing atau seluruhnya dapat dikurangi, 29 Uniform Custom and Practice 500, artikel 48.

dipotong, (mengenai jumlah), dipermudah (mengenai tanggal), tegasnya tidak boleh melewati syarat-ayarat dari L/C pokok. Alasan dan pengecualian tersebut adalah bahwa jumlah L/C akan lebih rendah dari jumlah sebenarnya dan kesatuan harga yang telah dikurangi, selisih inilah yang menjadi beneficiary pertama sebagai pedagang perantara. b. Non Transferable L/C Merupakan kebalikan dari transferable L/C, oleh kerena itu non transferable L/C berarti L/C yang tidak dapat ditransfer sehingga beneficiary yang namanya tercantum pada L/C itu yang berhak. 30 6. Jenis-Jenis L/C Khusus a. Revolving L/C Revolving L/C merupakan L/C yang dipakai berulang-ulang oleh penerima dalam jumlah tertentu selama jangka waktu tertentu yang ditetapkan dalam L/C yang bersangkutan tanpa perlu menerbitkan L/C yang baru atau melakukan perubahan L/C yang bersangkutan. Revolving L/C diterbitkan kepada penerima untuk kegiatan bisnis yang berkesinambungan dengan pemohon. Segera setelah dilakukan pembayaran kembali atas penarikan L/C, nilai L/C kembali tersedia kepada penerima sebesar nilai semula. 30 Hartono Hadisoeprapto, Op. cit, hal. 47.

Revolving L/C dapat bersifat kumulatif atau non kumulatif. Revolving L/C berlaku selama periode tertentu dan meng-cover weselwesel dari semua transaksi selama periode tersebut. Revolving L/C pada umunya bersifat revocable agar dapat dibatalkan sewaktu-waktu oleh bank penerbit jika wesel yang telah dinegosiasikan tidak dibayar kembali oleh pemohon. 31 b. Back To Back L/C Transaksi L/C anak (back to back L/C) melibatkan suatu L/C sebagai pelindung atau pengaman untuk L/C yang lain yang diamankan L/C induk. Kedua L/C tersebut berdasarkan hukum L/C masing-masing berdiri sendiri, tetapi persyaratannya sama kecuali untuk nilai L/C dan tanggal jatuh tempo L/C. L/C sebagai jaminan yang disebut juga L/C induk (master L/C) nilainya relatif lebih besar dibanding nilai L/C anak. Dan tanggal jatuh tempo induk lebih lama dibanding tanggal jatuh tempo L/C anak. Selisih nilai antara L/C induk dan L/C anak merupakan keuntungan penerima L/C induk. Sementara, tanggal jatuh tempo L/C induk lebih lama dibanding tanggal jatuh tempo L/C anak dimaksudkan untuk memberi kesempatan kepada penerima L/C induk untuk mengganti faktur dan wesel yang diterima dari penerima L/C anak untuk disesuaikan dengan nilai L/C induk. L/C anak lahir karena penerima dari L/C induk tidak memiliki barang-barang yang diminta L/C induk dan oleh karena itu 31 Ramlan Ginting, Op. Cit, hal. 49.

harus menerbitkan kepada pemasok L/C anak dengan perlindungan dari L/C induk tersebut. Sebagai pemohon terhadap L/C anak, penerima berkewajiban mereimburs bank penerbit dan L/C anak yang telah melakukan reimburs L/C anak kepada bank pembayar. Reimburs ini wajib dilakukan oleh penerima terlepas dari apakah penerima sudah dibayar atau belum berdasarkan L/C induk. 32 c. Red Clause L/C Red Clause L/C adalah L/C yang dibayar dimuka. Di dalam jenis L/C ini dimuat suatu klausul yang secara tradisional dicetak dengan warna merah (red clause) yang isinya memungkinkan penerima menarik pembayaran L/C di muka sebelum dilakukan pengiriman barang. Penarikan di muka tersebut dapat terhadap seluruh nilai atau terhadap sebagian nilai L/C. Klausul red clause menggambarkan kepercayaan pemohon terhadap penerima. 33 Lazar Sarna pakar hukum Kanada, mengatakan : The red clause credit accordingly witnesses an intimate relationship of trust and knowledge between the applicant for credit and the beneficiary, since the app;icant is extending a loan through his bank to the beneficiary without documentary security. Fasilitas pembayaran di muka diberikan kepada penerima tanpa disertai dengan pengajuan dokumen-dokumen kepada bank pembayar pada 34 32 Ibid, hal. 47. 33 Raymond Jack, Documentary Credits, Butterworths, London, Dublin, Edinburgh, 1993, hal. 24. 34 Lazar Sarna, Letter Of Credit The Law And Current Practice, Carswell, Toronto, Calgary, Vancouver, 1986, hal. 24.

saat menerima pembayaran di muka. Dokumen-dokumen yang dipersyaratkan diproses dan disampaikan kepada bank pembayar sama dengan halnya dengan L/C pada umumnya. Dokumen-dokumen diajukan kepada bank pembayar setelah dilakukan pengiriman barang oleh penerima. Informasi yang diperlukan dari penerima pada saat penerimaan pembayaran di muka oleh penerima adalah bukti keberadaan, produksi dan penyimpanan barang yang akan dikapalkan, 35 yang merupakan dokumen yang berbeda dengan bukti pengiriman barang yang merupakan dokumendokumen yang diajukan dalam rangka pembayaran L/C pada umumnya. d. Standby L/C Penggunaan standby L/C di dalam suatu transaksi telah menimbulkan pertanyaan apakah ini merupakan L/C atau garansi bank atau bukan. Ciri-ciri dari kredit berdokumen yaitu untuk mereakisasi pembayaran disertai dengan dokumen-dokumen yang disyaratkan, juga standby L/C ini mempunyai ciri-ciri pula tetapi penekannya berbeda. Dalam kredit berdokumen ini, dokumen-dokumen akan dinyatakan untuk menerima pembayaran, sedangkakan dalam standby L/C untuk terlaksananya pembayaran tidak memerlukan dokumen. Sehubungan tersebut di atas, maka perngaertian dari standby L/C adalah L/C yang dimaksud untuk menjamin suatu transaksi, dimana L/C tersebut baru dapat direalisasi apabila transaksi tersebut tidak dipenuhi. 36 Bernard S. Wheble 37 mengatakan bahwa standby L/C adalah ; 35 Ibid, hal. 25. 36 Hartono Hadisoeprapto, Op. Cit, hal. 61. 37 Bernard S. Wheble, yang mengutip 12 C.F.R. Seksi 7 1160 (1981), Problem Children Standby L/C And Simple First Demand Guarantee, 24 Arixona law Review. Hal. 301.

Any letter of credit, or similar aggrement, however named or described, which represents an obligation to the beneficiary on the part of the issuer (1) to repay money borrowed by or advanced to or for the account of the account party, or (2) to make payment an account of any indebtedness undertaken by the account party, or (3) to make payment on account of any default by the account party in the performance of an obligation. Standby L/C harus memuat persyaratan minimal bersifat tidak dapat diubah atau dibatalkan, keterikatan bank penerbit untuk membayar atas pengajuan keterangan atau pernyataan yang menyatakan wanprestasi, tanggal jatuh tempo dan pernyataan tunduk pada UCP. 38 Menurut E.P. Elinger, standby L/C dikembangkan oleh perbankan di Amerika setelah Perang Dunia II. Standby L/C merupakan instrumen yang memungkinkan bank-bank domestik Amerika untuk bersaing dengan bank-bank asing dalam melaksanakan transaksi bisnis internasional. Bank-bank asing diberi kewenangan untuk menerbitkan Garansi Bank, tetapi bank-bank domestik Amerika dilarang menerbitkan Garansi Bank. Standby L/C bukanlah Garansi Bank karena standby L/C merupakan kewajiban utama (primary obligation) dari bank penerbit. 39 Hakikat standby L/C adalah bahwa bank penerbit siap-siap untuk melaksanakan kewajibannya dalam hal pemohon wanprestasi. Standby L/C dapat digunakan untuk menjamin pembayaran kembali kepada obligee jika obligor gagal melaksanakan prestasi yang diperjanjikan dalam kontrak. Dalam standby L/C, obligee adalah penerima dan obligor adalah pemohon. 40 38 Wunnicke, Standby Letter Of Credit, John Wiley And Sons, New York : Chichester, Brisbane, Toronto, Singapura, 1989, hal. 3. 39 EP. Ellinger, Standby Letter Of Credit, 6 th Int l Business Law, 1978, hal. 604. 40 Wunnicke, Op. Cit, hal. 12.

Selain standby L/C menjamin pelaksanaan kewajiban pembayaran, standby L/C juga menjamin kewajiban lainnya yang diperjanjikan dalam kontrak yang memungkinkan obligee memperoleh dana dalam hal terjadi wanprestasi. Kewajiban lainnya tersebut misalnya kewajiban obligor untuk mengirim barang dengan kualitas tertentu, jika ternyata tidak dipenuhi oleh obligor, maka obligee dapat mencairkan standby L/C tersebut. Kemudian, pelaksanaan kontrak tidak tepat waktu, dalam hal demikian standby L/C juga dapat dicairkan oleh obligee. Seterusnya, pengiriman barang dilakukan ke tempat tujuan yang keliru, dalam hal ini standby L/C juga dapat dicairkan oleh obligee. Singkatnya standby L/C yang nerupakan alat penjamin dapat digunakan untuk jaminan pelaksanaan (performance guarantee) secara tidak terbatas. 41 Boris Kozolchyk mengatakan standby L/C dibayar atas dasar pengajuan dokumen yang menyatakan adanya wanprestasi atas transaksi dasar. Sebagai jaminan pembayaran atas dasar pengajuan dokumen yang dipersyaratakan beserta wesel atau permintaan pembayaran, standby L/C dapat mencakup setiap kewajiban apa saja. Standby L/C dilaksanakan dalam hal terjadi wanprestasi berupa pemohon gagal melaksanakan atau tidak sebagaimana mestinya kewajiban terhadap penerima dalam kontrak dasar. Negative actecedent ini dalam standby L/C bertentangan dengan positive antecedent dalam L/C. Penerbitan L/C dilaksanakan untuk menggerakkan penerima agar mengajukan dokumen-dokumen yang 41 Boris Kozolchyk, The Emerging Law Of Standby Letter Of Credit And Bank Guarantee, Arizone Law Review, Arizona, 1982, hal. 319-320.

sesuai dengan persyaratan L/C kepada pemohon melalui perantaraan bank. 42 Standby L/C mengambil alih bentuk hukum dari L/C dan samasama tunduk kepada ketentuan dasar yang sama, yaitu UCP. Namun, sejak tanggal 1 Januari 1999 standby L/C dapat juga tunduk pada International Standby Practices (ISP 98) yang juga diterbitkan oleh ICC. Sama halnya dengan L/C, standby L/C merupakan kontrak yang terpisah dari perikatan dasarnya. Standby L/C dan L/C sama-sama merupakan jaminan pembayaran yang didasarkan pada kesesuaian dokumen-dokumen yang diajukan dengan persyaratan masing-masing instrumen tersebut. Baik dalam L/C maupun standby L/C, bank hanya berurusan dengan dokumen-dokumen dan bank berkewajiban meneliti dokumen-dokumen yang diajukan kepada bank. Selanjutnya, terhadap standby L/C, sama halnya dengan L/C, berlaku ketetuan mengenai perlunya ketegasan dan kepastian instruksi atas dokumen. Standby L/C dan L/C sama-sama berlaku ketentuan masa berlaku atas batas waktu pengajuan dokumen. Ketentuan-ketentuan lainnya dalam UCP hanya berlaku terhadap L/C, tidak terhadap standby L/C. Hal itu disebabkan standby L/C berlaku untuk transaksi jasa, sedangkan L/C pada dasarnya berlaku untuk transaksi penjualan barang. Kebanyakan artikel UCP berlaku untuk transaksi penjualan barang. 42 Ibid, hal. 320.