BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN Kesejahteraan Masyarakat Tingkat kesejahteraan masyarakat ke arah yang lebih baik merupakan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD)

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Merdekawati dan Budiantara (2013) mengemukakan bahwa kemiskinan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN Pendekatan Pengeluaran (Expenditure Approach)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seluruh pengeluaran daerah itu. Pendapatan daerah itu bisa berupa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Mamesah dalam Halim (2007), keuangan daerah daoat diartikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam landasan teori, akan dibahas lebih jauh mengenai Pertumbuhan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan salah satu instrumen kebijakan yang dipakai sebagai alat untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan kekayaan daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. segala sesuatu baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya UU No.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), pengertian belanja modal

I. PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan Nasional adalah untuk mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai upaya dirancang dan dilaksanakan oleh pemerintah daerah semata-sama

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian Pendapatan Asli Daerah berdasarkan Undang-undang Nomor

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keuangan lembaga publik, diantaranya : Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut M. Suparmoko (2001: 18) otonomi daerah adalah kewenangan daerah

BAB I PENDAHULUAN. mengelola sumber daya yang dimiliki secara efisien dan efektif.

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan. Oleh karena itu, daerah harus mampu menggali potensi

Daerah (PAD), khususnya penerimaan pajak-pajak daerah (Saragih,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi. mendasari otonomi daerah adalah sebagai berikut:

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. keputusan, sosiologi, organisasi. Jensen dan Meckling (1976) menjelaskan di

BAB 1 PENDAHULUAN. pusat (sentralistik) telah menimbulkan kesenjangan antara Jawa dan luar Jawa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dimensi dasar yaitu umur panjang dan sehat, pengetahuan, dan kehidupan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA PENELITIAN. Grand theory dalam Penelitian ini adalah menggunakan Stewardship

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melancarkan jalannya roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berkaitan dengan variabel yang digunakan. Selain itu akan dikemukakan hasil

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan

GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH BAB - III Kinerja Keuangan Masa Lalu

BAB II. Tinjauan Pustaka. Puspitasari dkk (2016) menjelaskan bahwa 1. Proses pemungutan Pajak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. undang-undang di bidang otonomi daerah tersebut telah menetapkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. produksi barang industri dan perkembangan yang menyangkut aspek ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. Daerah, dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Daerah (Pemda) memiliki hak,

BAB I PENDAHULUAN. dampak diberlakukannya kebijakan otonomi daerah. Sistem otonomi daerah

BAB I PENDAHULUAN. MPR No.IV/MPR/1973 tentang pemberian otonomi kepada Daerah. Pemberian

LANDASAN TEORI Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 21 tahun 2011 tentang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1999 yang disempurnakan dengan UU No. 12 Tahun 2008 tentang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Sirojuzilam (2005) pengembangan wilayah pada dasarnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat propinsi maupun tingkat

I. PENDAHULUAN. daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri

2014 ANALISIS POTENSI PENERIMAAN PAJAK PENERANGAN JALAN DI KOTA BANDUNG TAHUN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Menurut UU No. 22 Tahun 1999 yang telah diganti dengan UU No. 34 Tahun 2004

BAB I PENDAHULUAN. yang dalam perkembangannya seringkali terjadi adalah ketimpangan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. II.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

I. PENDAHULUAN. Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh setiap daerah adalah bertujuan

BAB I PENDAHULUAN. nasional yang akan mempercepat pemulihan ekonomi dan memperkuat ekonomi

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan.

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dengan meningkatkan pemerataan dan keadilan. Dengan

I. PENDAHULUAN. Adanya Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah serta Undang-

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengertian PAD dan penjabaran elemen-elemen yang terdapat dalam PAD.

BAB I PENDAHULUAN. bangsa kita. Dengan dikeluarkannya Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. titik awal pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah diharapkan bisa lebih mengetahui

Hubungan Keuangan antara Pemerintah Daerah-Pusat. Marlan Hutahaean

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penelitian terdahulu tentang Pengaruh Fiscal Stress terhadap Pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. Dengan dikeluarkannya undang-undang Nomor 22 Tahun kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan

BAB 1 PENDAHULUAN. otonomi daerah ditandai dengan dikeluarkan Undang-Undang (UU No.22 Tahun

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengukur keberhasilan pembangunan dan kemajuan perekonomian di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III ARAH KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

I. PENDAHULUAN. Dasar pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia dimulai sejak Undang-Undang

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Halim (2004 : 67) : Pendapatan Asli Daerah merupakan semua

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan sesuai prioritas dan kebutuhan masing-masing daerah dengan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi di dalam peraturan perundang-undangan telah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sumber pendapatan daerah. DAU dialokasikan berdasarkan presentase tertentu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan dibahas lebih mendalam mengenai teori-teori dan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan daerah sebagai bagian dari pembangunan nasional didasarkan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2004 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah khususnya Daerah Tingkat II (Dati II)

Transkripsi:

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori dan Konsep 2.1.1 Kesejahteraan Masyarakat Tingkat kesejahteraan masyarakat ke arah yang lebih baik merupakan tujuan akhir setiap program pembangunan. Selama bertahun-tahun pendapatan per kapita banyak digunakan untuk mengukur tingkat kesejahteraan masyarakat. Pertumbuhan pendapatan per kapita dari waktu ke waktu umumnya membawa perubahan terhadap kesejahteraan masyarakat dengan arah yang sama. Pertimbangan penggunaan pendapatan per kapita sebagai indikator kesejahteraan masyarakat karena data tersebut umumnya mudah diperoleh di kantor-kantor statistik. Sebaliknya, data indikator kesejahteraan atau kemakmuran masyarakat yang lebih kompleks, seperti persentase penduduk yang memiliki rumah, menikmati fasilitas air bersih, fasilitas kesehatan, fasilitas pendidikan, pemilikan alat hiburan seperti televisi dan radio, jarang tersedia (Sukirno, 2001:85). Peningkatan kesejahteraan masyarakat dapat dicapai karena keputusankeputusan publik pemerintah diimplementasikan dalam peran alokasi dan distribusi atas sumber-sumber ekonomi yang dimiliki. Menurut United Nations for Development Program (UNDP), pembangunan manusia merupakan suatu model pembangunan yang ditujukan untuk memperluas pilihan bagi penduduk yang dapat ditumbuhkan melalui upaya pemberdayaan penduduk (Swandewi, 2014:364). Hal ini dapat dicapai melalui program pembangunan khusunya 17

pada peningkatan kemampuan dasar manusia yaitu peningkatan dari segi kesehatan, berupa umur panjang dan hidup sehat, mempunyai pengetahuan dan keterampilan yang memadai agar dapat digunakan untuk meningkatkan partisipasi dalam kegiatan ekonomi serta mendapat penghasilan yang cukup dengan daya beli yang layak. Selanjutnya sejak tahun 1990, UNDP mengembangkan sebuah indeks kinerja pembangunan yang kini dikenal dengan Indeks Pembangunan Manusis (Human Development Index). Nilai IPM ini diukur berdasarkan tiga indikator sebagai acuannya yaitu tingkat harapan hidup, tingkat melek huruf dan pendapatan riil per kapita (Todaro, 2000:67). Berikut merupakan kriteria angka Indeks Pembangunan Manusia: Tabel 2.1 Kriteria Angka Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Status Pembangunan Manusia IPM Rendah <50 Menengah Bawah 50-65,9 Menengah Atas 66-79,9 Tinggi >80 Sumber: www.lebakkab.go.id (diakses 2 Juli 2015) 2.1.2 Otonomi Daerah Sesuai dengan Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah (KPU,2004), dijelaskan bahwa otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan 18

perundang-undangan. Sementara menurut Sriningsih (2013:2), otonomi daerah pada dasarnya merupakan suatu upaya yang dilakukan oleh pemerintah daerah melalui pemberdayaan daerah dalam rangka pengelolaan pembangunan di daerahnya. Upaya pemberdayaan daerah yang dilakukan oleh setiap pemerintah daerah dalam menunjang kreativitas, inovasi dan kemandirian diharapkan mampu dimiliki oleh setiap daerah sehingga pemerintah daerah tidak bergantung pada pemerintah pusat. Salah satu pelaksanaan otonomi daerah adalah adanya desentralisasi fiskal yaitu pemberian sumber-sumber penerimaan bagi daerah yang dapat digali dan digunakan sendiri sesuai dengan potensi masing-masing. (Santoso dkk, 2005:13). Menurut Suparmoko (2002:95), desentralisasi muncul tidak lepas dari adanya kelemahan-kelemahan pada sistem sentralisasi, diantaranya adanya kesulitan dalam pelaksanaan program pembangunan daerah secara efektif untuk negara seperti Indonesia, perlunya memasukkan pengalaman dan pengetahuan mengenai daerah ke dalam proses pembentukan atau pengambilan keputusan, kurangnya kesempatan pemerintah daerah untuk terlibat dalam melaksanakan program pembangunan nasional. Menurut Kaho (1988:86) faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan otonomi daerah, yaitu: 1. Manusia sebagai pelaksana harus baik karena manusia merupakan subyek dalam aktivitas pemerintahan. Manusialah yang merupakan pelaku dan penggerak proses mekanisme dalam sistem pemerintahan. Mekanisme system pemerintahan baik daerah maupun pusat hanya dapat berjalan 19

dengan baik dan dapat mencapai tujuan seperti yang dikehendaki, apabila manusia sebagai subyek yang menggerakkannya baik pula. 2. Keuangan yang baik karena hampir tidak ada kegiatan pemerintahan yang tidak membutuhkan biaya. Makin besar jumlah uang yang tersedia, makin banyak pula kemungkinan kegiatan atau pekerjaan yang dapat dilaksanakan. Demikian pula semakin baik pengelolaannya semakin berdaya guna pemakaian uang tersebut. Dalam menciptakan suatu pemerintahan daerah yang baik dan yang dapat melaksanakan tugas otonominya dengan baik, maka faktor keuangan ini mutlak diperlukan. 3. Peralatan yang cukup baik merupakan setiap benda atau alat yang dapat dipergunakan untuk memperlancar pekerjaan atau kegiatan pemerintah daerah. Peralatan yang baik dalam hal ini jelas diperlukan bagi terciptanya suatu pemerintah daerah yang baik seperti alat-alat kantor, alat-alat komunikasi dan transportasi, dan sebagainya. Apalagi dalam organisasi pemerintahan yang serba kompleks di abad teknologi modern sekarang ini, alat-alat serba praktis dan efisien sangat dibutuhkan sekali. Namun dilain pihak, peralatan yang baik tersebut tergantung pula pada kondisi keuangan yang dimiliki serta kecakapan manusia atau aparat yang menggunakannya. 4. Organisasi dan manajemen yang baik merupakan oerganisasi dalam arti struktur yaitu susunan yang terdiri dari satuan-satuan organisasi beserta segenap pejabat, kekuasaan, tugasnya dan hubungannya satu sama lain, dalam rangka mencapai sesuatu tujuan tertentu. Manajemen pemerintahan daerah yang baik tergantung pada kepala daerah (beserta stafnya) dalam 20

menggerakkan peralatan seefisien dan seefektif mungkin untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan Undang-undang. 2.1.3 Desentralisasi Fiskal Menurut Boex (2001:13) dalam Dewi dan Sutrisna (2014:32), desentralisasi fiskal merupakan pelimpahan wewenang dalam mengambil keputusan dan pengelolaan fiskal dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Secara teoritis, desentralisasi fiskal bertujuan untuk mewujudkan pemerintahan yang efektif dan efisien, menghargai keragaman lokal dengan kesejahteraan masyarakat sebagai tujuan akhirnya (Dewi dan Sutrisna, 2014:32). Faridi (2011) menyatakan bahwa desentralisasi fiskal memiliki fungsi utama yaitu untuk meningkatkan efisiensi sektor publik dan memberikan dampak pada pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang. Konsep desentralisasi fiskal atau dengan kata lain dikenal dengan money follow function yang berarti bahwa pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah akan diikuti oleh pembagian wewenang dalam aspek penerimaan pendanaan (Zulyanto, 2010) dalam Sudewi dan Wirathi (2013:137). Desentralisasi sebagai suatu strategi ekonomi akan berjalan jika faktor kelembagaannya diurus dengan baik. Pada Negara yang sedang melakukan proses reformasi, desentralisasi ekonomi dapat dianggap sebagai kelembagaan itu sendiri. Artinya, desentralisasi diartikan sebagai rules of the game pemerintah lokal untuk menangani perekonomian daerah. Dalam perpektif ini berhasil tidaknya desentralisasi amat tergantung dari kelembagaan makro dan mikro yang terbentuk. Jika tujuan makro ekonomi dari desentralisasi diarahkan untuk 21

meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesempatan kerja di daerah, maka pemerintah lokal harus menyusun kelembagaan ekonomi yang efisien untuk menjaring investasi. Sementara itu, apabila tujuan dari desentralisasi difokuskan kepada hubungan antar pelaku ekonomi, maka pemerintah lokal konsentrasi kepada kebijakan yang membatasi proses eksploitasi satu pelaku ekonomi kepada pelaku ekonomi lainnya (Yustika,2006:95). Terlaksananya desentralisasi harus dapat memacu adanya persaingan diantara pemerintah lokal untuk menjadikan daerahnya yang lebih baik. Hal ini dapat dilihat dari semakin membaiknya pelayanan publik. Pemerintah lokal berusaha untuk memahami dan memberikan yang terbaik sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh masyarakatnya, perubahan struktur ekonomi masyarakat dengan peran serta masyarakat yang semakin besar dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat itu sendiri, serta partisipasi masyarakat setempat dalam pemerintahan setempat. Desentralisasi fiskal harus diikuti oleh kemampuan pemerintah dalam memungut pajak. Secara teori adanya kemampuan pajak, maka pemerintah daerah memiliki sumber dana pembangunan yang besar. Desentralisasi fiskal akan mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat, karena pemerintah daerah akan lebih efisien dalam produksi dan penyediaan barang-barang publik. Menurut Oates (1993) dalam Dewi dan Sutrisna (2014:33), desentralisasi fiskal akan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat karena pemerintah daerah akan lebih efisien dalam produksi dan penyediaan barangbarang publik. Oates juga menyatakan bahwa desentralisasi fiskal meningkatkan efisiensi ekonomi yang kemudian berkaitan dengan dinamika pertumbuhan 22

ekonomi. Vasquez (2001:423) juga menyatakan bahwa apabila desentralisasi fiskal mengutamakan pengeluaran publik, maka desentralisasi akan berdampak langsung terhadap PDRB yang mencerminkan pertumbuhan ekonomi suatu daerah. Pembelanjaan infrastruktur dan sektor sosial oleh pemerintah daerah lebih memacu pertumbuhan ekonomi daripada kebijakan pemerintah pusat. Daerah memiliki kelebihan dalam membuat anggaran pembelanjaan sehingga lebih efisien dengan memuaskan kebutuhan masyarakat karena lebih mengetahui keadaan daerahnya sendiri. Dalam sistem pemerintahan yang sentralistik berbagai kebijakan ditentukan secara nasional oleh pusat. Anggaran belanja pemerintah daerah sangat bergantung pada alokasi yang diberikan pemerintah pusat termasuk dalam pemanfaatannya. Keleluasaan dan kewenangan daerah dalam melaksanakan aktivitas pemerintahan dan pembangunan sangat terbatas.secara umum alasan yang mendukung sentralisasi adalah pemerintah pusat dapat mengalokasikan anggaran yang ada untuk menghasilkan barang dan jasa yang dapat dimanfaatkan secara nasional. Berbeda dengan sistem sentralistik, pada sistem desentralisasi peran pemerintah daerah dalam menjalankan fungsi pemerintahan dan pengelolaan anggaran sangat besar. Bodman et al. (2009) menyatakan bahwa desentralisasi fiskal secara teoritis memiliki makna yaitu perubahan kekuasaan dan tanggung jawab fiskal dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah yang dapat berdampak meningkatkan ataupun mengurangi pertumbuhan ekonomi. Desentralisasi fiskal diwujudkan dalam penyerahan kewenangan kepada 23

pemerintah daerah untuk melakukan pembelanjaan, memungut pajak, dan adanya bantuan dalam bentuk transfer dari pemerintah pusat. 2.1.4 Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) merupakan suatu rencana kegiatan pemerintah daerah yang disampaikan kedalam bentuk angka dan menunjukan adanya suatu sumber dalam penerimaan yang merupakan target terendah dan biaya yang merupakan sebagai batas tertinggi sebagai suatu periode anggaran (Halim, 2007:12). APBD berperan dalam pengurusan umum yaitu sebagai inti dari pengurusan umum keuangan daerah. Menurut Mamesah (Halim, 2007:19), APBD merupakan rencana operasional keuangan pemda, dan pada satu pihak menggambarkan perkiraan pengeluaran yang tinggi, untuk membiayai kegiatan-kegiatan dan proyek di daerah selama satu tahun anggaran tertentu, dan pihak lain menggambarkan perkiraan dari beberapa sumber penerimaan daerah untuk menutupi pengeluaran yang dimaksud. Pada orde lama, telah dikemukakan oleh Wajong (Halim, 2007:19), APBD merupakan rencana pekerjaan keuangan (financial workplan) yang dibuat agar suatu jangka waktu badan legislatif DPRD memberikan kredit kepada badan eksekutif (kepala daerah), untuk melakukan pembiayaan demi kebutuhan rumah tangga daerah yang sesuai dengan rancangan yang menjadi dasar dalam penetapan anggaran, dan yang menunjukkan semua penghasilan agar dapat menutup pengeluaran yang berlebihan. Menurut Halim (2007:19), adapun unsur-unsur anggaran daerah yaitu yang dirangkum menurut dua pengertian ahli sebelumnya, diantaranya: 24

a. Rencana kegiatan suatu daerah, beserta uraiannya yang secara rinci b. Terdapat sumber penerimaan yang merupakan suatu target terendah dalam menutupi biaya terkait aktivitas tersebut, dan terdapat biaya yang merupakan batasan tertinggi pengeluaran yang akan dilaksanakan. c. Jenis kegiatan dan proyek yang disampaikan dalam bentuk angka d. Dan memiliki periode anggaran selama satu tahun. Pada era reformasi menurut Halim (2007:20), karakteristik APBD dijabarkan menjadi enam, yaitu. 1) Menurut pasal 30 UU Nomor 5 Tahun 1975, APBD disusun oleh DPRD bersama-sama dengan kepala daerah 2) Adapun pendekatan yang digunakan dalam penyusunan anggaran adalah pendekatan lineitem atau pendekatan tradisional. Pada pendekatan ini anggaran disusun berdasarkan jenis penerimaan dan pengeluaran. Adapun jenis pendekatan yang lebih maju, yaitu. a. Program budgeting Merupakan anggaran yang disusun berdasarkan pekerjaan yang akan dijalankan b. Performance budgeting Merupakan pengukuran hasil pekerjaan sehingga output dapat dibandingkan dengan pengeluaran dana yang telah dilakukan. c. Planning, programming, and budgeting system (PPBS) Merupakan pendekatan variasi dari Performance budgeting. PPBS menggabungkan tiga unsur, yaitu perencanaan hasil, pemrograman 25

kegiatan fisik untuk mencapai hasil yang diharapkan dan penganggaran alokasi dana yang diharapkan. d. Zero bused budgeting Merupakan pendekatan penganggaran dasar nol yang juga merupakan variasi dari performance budgeting yang terfokus pada efisiensi anggaran. 3) Dalam siklus APBD terdiri atasa perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan pemeriksaan, juga penyusunan dan penetapan perhitungan APBD. 4) Pada tahap pengawasan pemeriksa serta penyususn dan penetapan perhitungan APBD, dalam pengendaian dan pemeriksaan /audit terdapat APBD yang bersifat keuangan. 5) Pengawasan terhadap pengeluaran daerah dilakukan berdasarkan ketaatan terhadap tiga unsur utama, yaitu unsur ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku, unsure kehematan dan efisiensi, dan hasil program utamanya untuk proyek-proyek di daerah. 6) Penyusunan anggaran dan pembukuan saling keterkaitan dan mempengaruhi. Pada era pasca reformasi, dalam bentuk APBD mengalami banyak perubahan. Sejalan dengan perubahan yang terjadi, dalam bentuk APBD saat ini berdasarkan pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 yaitu mengenai Pedoman Pengelolaan Uang Daerah. Pada era reformasi keuangan daerah menginginkan laporan yang lebih informatif, oleh karena APBD terdiri dari tiga bagian yaitu pendapatan, belanja, dan pembiayaan. Pembiayaan merupakan upaya agar APBD semakini informatif, yaitu dalam segi memisahkan antara pinjaman dari pendapatan daerah. 26

Dalam bentuk APBD yang baru, pendapatan juga dibagi menjadi tiga yaitu PAD, dana perimbangan, dan pendapatan lain-lain daerah yang sah. Selain itu belanja dibagi menjadi empat, yaitu belanja aparatur daerah, belanja pelayanan publik, belanja bagi hasil dan bantuan keuangan, juga belanja tidak terduga. Dalam belanja aparatur daerah dijabarkan menjadi tiga bagian, yaitu belanja administrsasi umum, belanja operasi dan pemeliharaan, serta belanja modal/pembangunan. Belanja pelayanan publik dikelompokkan menjadi tiga yaitu, belanja administrsai umum, belanja operasi dan pemeliharaan, juga belanja modal. Pembiayaan telah dikelompokkan berdasarkan sumbernya, yaitu terdapat sumber penerimaan dan pengeluaran daerah. Sumber pembiayaan merupakan sumber sisa lebih dari anggaran tahun sebelumnya, penerimaan pinjaman dan obligasi, hasil penjualan asset daerah yang dipisahkan, juga terdapat transfer dari cadangan. Sumber pembiayaan yang berupa pengeluaran daerah terdiri atas pembayaran hutang pokok yang telah jatuh tempo, penyertaan modal, transfer ke dalam dana cadangan, dan sisa anggaran tahun yang sedang berlangsung (Halim, 2007:22-23) 2.1.5 Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi merupakan sebuah parameter dari suatu pelaksanaan pembangunan karena pertumbuhan ekonomi dapat mengukur tingkat perkembangan aktivitas pada sektor-sektor ekonomi dalam suatu perekonomian (Hasan, 2012) dalam Sugiarthi dan Supadmi (2014:6). Pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output per kapita dalam jangka panjang (Boediono, 1981:1). Pertumbuhan ekonomi berkaitan dengan kenaikan output per kapita yaitu 27

output total (GDP) dan jumlah penduduk. Pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai GDP/GNP tanpa memandang apakah kenaikan itu lebih besar atau lebih kecil dari tingkat pertumbuhan penduduk, atau apakah perubahan struktur ekonomi terjadi atau tidak (Arsyad, 2004:13). Cara menghitung pertumbuhan ekonomi yaitu: Rumus : g = {(PDBs-PDBk)/PDBk} x 100%...(1) Keterangan: g = tingkat pertumbuhan ekonomi PDBs = PDB riil tahun sekarang PDBk = PDB riil tahun kemarin Menurut Cooray (2009) mengatakan pertumbuhan ekonomi akan tercipta apabila pemerintah daerah memiliki tata pemerintahan yang baik. Ada beberapa faktor yang menentukan pertumbuhan ekonomi (Sukirno, 2011:429) yakni: 1. Tanah dan Kekayaan Alam Lainnya Kekayaan Alam suatu negara meliputi luas dan kesuburan tanah, keadaan iklim dan cuaca, jumlah dan jenis hasil hutan dan hasil laut yang dapat diperoleh, serta jumlah dan jenis kekayaan barang tambang yang tersedia. Kekayaan alam akan dapat mempermudah dalam mengembangkan perekonomian terutama pada masa permulaan pertumbuhan ekonomi. Ketika pertumbuhan ekonomi baru bermula terdapat banyak hambatan untuk mengembangkan berbagai kegiatan ekonomi. Apabila suatu negara mempunyai kekayaan alam yang dapat dimanfaatkan dengan baik maka hambatan pertumbuhan ekonomi akan dapat diatasi dan pertumbuhan ekonomi akan tumbuh pesat. 28

2. Jumlah dan Mutu dari Penduduk dan Tenaga Kerja Penduduk yang bertambah dari waktu ke waktu dapat menjadi pendorong bahkan penghambat suatu pertumbuhan ekonomi. Dorongan yang timbul dari perkembangan penduduk terhadap pertumbuhan ekonomi bersumber dari akibat pertambahan itu terhadap pasar. Perkembangan penduduk menyebabkan besarnya luas pasar dari barang-barang yang dihasilkan perusahaan menjadi besar pula. Karena peranannya ini maka perkembangan penduduk akan menimbulkan dorongan kepada pertambahan dalam produksi nasional dan tingkat kegiatan ekonomi. Akibat buruk dari pesatnya pertambahan penduduk kepada pertumbuhan ekonomi terutama dihadapi oleh masyarakat yang kemajuan ekonominya belum tinggi tetapi telah menghadapi masalah kelebihan penduduk. Suatu negara dipandang menghadapi masalah kelebihan penduduk apabila jumlah penduduk adalah tidak seimbang dengan faktor-faktor produksi lain yang tersedia, yaitu jumlah penduduk yang jauh melebihi faktor produksi. 3. Barang-Barang Modal dan Tingkat Teknologi Barang-barang modal penting artinya dalam meningkatkan keefisienan pertumbuhan ekonomi. Barang-barang modal yang bertambah jumlahnya dan teknologi yang telah bertambah modern memegang peranan penting di dalam mewujudkan kemajuan ekonomi. Kemajuan teknologi menimbulkan beberapa efek positif dalam pertumbuhan ekonomi yang menyebabkan pesatnya pertumbuhan ekonomi. 29

4. Sistem Sosial dan Sikap Masyarakat Sistem sosial dan sikap masyarakat penting peranannya dalam mewujudkan pertumbuhan ekonomi. Sistem sosial yang dimiliki oleh masyarakat yang dapat menghambat pertumbuhan ekonomi diantaranya adalah masyarakat tidak ingin menggunakan cara modern dalam melakukan proses produksi. Sikap masyarakat yang dapat memberikan dorongan yang besar terhadap pertumbuhan ekonomi diantaranya adalah sikap berhemat dan bertujuan untuk investasi. Ada beberapa alat pengukur dalam pertumbuhan ekonomi, yaitu : 1. Produk Domestik Bruto apabila ditingkat nasional adalah jumlah barang dan jasa yang dihasilkan oleh suatu perekonomian dalam satu tahun dan dinyatakan dalam harga pasar. Ketika PDB meningkat maka terjadi pertumbuhan ekonomi. 2. Produk domestik regional bruto per kapita dapat digunakan sebagai alat ukur pertumbuhan yang lebih baik dalam mencerminkan kesejahteraan penduduk dalam skala daerah. Ketika PDRB per kapita tinggi maka akan terjadi pertumbuhan ekonomi. 2.1.6 Teori Pertumbuhan Ekonomi Terdapat beberapa teori mengenai pertumbuhan ekonomi, diantaranya: 1. Teori Simon Kuznet Pertumbuhan ekonomi akan menjadi lebih bermanfaat apabila diiringi dengan peningkatan pemerataan pendapatan. Hipotesis Simon Kuznet menjelaskan hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan pemerataan 30

pendapatan. Kuznet berpendapat bahwa hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan distribusi pendapatan adalah semakin tinggi koefisien gini akan semakin rendah distribusi pendapatan (Arifin, 2008:61). Menurut Kuznet pada tahap awal pendapatan per kapita terhadap kesenjangan distribusi pendapatan cenderung meningkat. Tahap berikutnya ditribusi pendapatan bertambah tinggi hingga pada tahap akhir kesenjangan distribusi pendapatan akan menurun. Dasar dari hipotesis Kusnetz adalah ketimpangan yang rendah yang terjadi dipedesaan dengan sektor yang mendominasi adalah pertanian dibandingkan dengan perkotaan yang didominasi oleh sektor jasa dan industri yang tingkat ketimpangan pendapatanya tinggi, terjadi transformasi ekonomi dari sektor pertanian ke sektor jasa (Arsyad, 2010:292). 2. Teori Walt Whitman Rostow Menurut Rostow proses pembangunan ekonomi dibedakan ke dalam lima tahapan (Arsyad, 2004:47) yaitu: a. Masyarakat tradisional merupakan masyarakat yang fungsi produksinya terbatas yang ditandai oleh cara produksi yang relatif masih primitif yang didasarkan pada teknologi pra-newton dan cara hidup masyarakat yang masih sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai yang kurang rasional tetapi kebiasaan tersebut telah turun temurun. Menurut Rostow dalam suatu masyarakat tradisional, tingkat produktivitas per pekerja masih rendah. Oleh karena itu sebagian besar sumber daya manusia digunakan untuk sektor pertanian. 31

b. Tahap prasyarat tinggal landas didefinisikan sebagai suatu masa dimana masyarakat mempersiapkan dirinya untuk mencapai pertumbuhan atas kekuatan sendiri. Pada tahap ini dan sesudahnya pertumbuhan ekonomi akan terjadi secara otomatis. c. Tahap tinggal landas, pada awal tahap ini terjadi perubahan yang drastis dalam masyarakat seperti revolusi politik, terciptanya kemajuan yang pesat dalam inovasi, atau berupa terbukanya pasar-pasar baru. Sebagai akibat dari perubahan-perubahan tersebut secara teratur akan tercipta inovasi-inovasi dan peningkatan investasi. Rostow mengambil kesimpulan bahwa untuk mancapai tahap tinggal landas tidak satu sektor ekonomi yang baku untuk semua negara yang bisa menciptakan pembangunan ekonomi. d. Tahap menuju kedewasaan diartikan sebagai masa dimana masyarakat sudah secara efektif menggunakan teknologi modern pada hampir semua kegiatan produksi. Pada tahap ini sektor-sektor pimpinan baru muncul menggantikan sektor-sektor pimpinan lama yang akan mengalami kemunduran. e. Tahap konsumsi tinggi, pada tahap ini perhatian masyarakat telah lebih menekankan pada masalah-masalah yang berkaitan dengan konsumsi dan kesejahtraan masyarakat bukan lagi kepada masalah produksi. 2.1.7 Pendapatan Asli Daerah Menurut Undang-Undang 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah (Perbendaharaan, 2004), pendapatan asli 32

daerah didefinisikan sebagai pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Berdasarkan Undang-undang No. 5 Tahun 1974 tentang pokok-pokok pemerintahan di daerah (Kepustakaan Perpusnas, 1974), yang menyatakan sumber-sumber pendapatan asli daerah yaitu: pajak daerah, retribusi daerah, perusahaan daerah dan lain-lain hasil usaha daerah yang sah. Pajak merupakan sumber keuangan pokok bagi daerah-daerah di samping retribusi daerah. Retribusi daerah adalah pembayaran-pembayaran kepada daerah yang dilakukan oleh para pengguna jasa-jasa daerah. Perusahaan daerah adalah suatu badan usaha yang dibentuk oleh daerah untuk memperkembangkan perekonomian daerah dan untuk menambah penghasilan daerah (Kaho, 1988:127). Menurut Suparmoko (2002:67) pendapatan asli daerah terdiri dari pajak dan retribusi daerah, keuntungan perusahaan milik daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah dan lain-lain pendapatan asli daerah. Pajak merupakan iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada pemerintah tanpa balas jasa langsung yang dapat ditunjuk, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pajak ini digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah. Retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Peningkatan pendapatan asli daerah yang dianggap sebagai modal secara akumulasi akan lebih banyak menimbulkan efek positif dan akan mempercepat pertumbuhan ekonomi. 33

Pendapatan Asli Daerah termasuk sumber pendapatan yang dihasilkan sendiri oleh daerah yang harus selalu dikembangkan guna membiayai beberapa tanggung jawab belanja yang dibutuhkan bagi pengelolaan pemerintahan sehingga kedauatan otonomi daerah yang nyata, luas dan bertangggung jawab sanggup dijalankan (Sari dan Indrajaya, 2014:454). Menurut Halim (2007:264), adapun yang tergolong Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang masuk ke dalam provinsi, yaitu. a. Pajak Daerah terdiri dari pajak kendaraan bermotor, pajak kendaraan diatas air, bea balik nama kendaraan bermotor, bea balik nama kendaraan di atas air, pajak bahan bakar kendaraan bermotor dan pajak air permukaan. b. Retribusi Daerah terdiri dari restribusi jasa umum, restribusi jasa usaha, dan restribusi perizinan tertentu. c. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan terdiri dari bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerah/ BUMD, bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik pemerintah/bumn, bagian laba atas pernyataan modal pada perusahaan patungan/milik swasta. d. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah terdiri dari hasil penjualan asset daerah yang tidak dipisahkan, jasa giro, pendapatan bunga, tuntutan ganti rugi (TGR), komisi, potongan dan keuntungan selisih nilai tukar rupiah, pendapatan denda atas keterlambatan peaksanaan pekerjaan, pendapatan daerah pajak, pendapatan denda retribusi, pendapatan hasil eksekusi atau jaminan, pendapatan dari pengembalian, fasilitas sosial dan fasilitas umum, 34

pendapatan dari penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan, pendapatan dari angsuran/cicilan penjualan. Adapun yang tergolong Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang masuk ke dalam susunan pendapatan kabupaten/kota, yaitu. a. Hasil Pajak Daerah terdiri dari pajak hotel, pajak restoran, pajak hiburan, pajak reklame, pajak penerangan jalan, pajak pengambilan bahan galian golongan C, pajak parkir, pajak parkir bawah tanah, pajak sarang burung wallet, pajak lingkungan b. Hasil Retribusi Daerah terdiri dari retribusi jasa umum, retribusi jasa usaha, dan retribusi perizinan tertentu c. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan terdiri dari bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerah/bumd, bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik pemerintah/bumn, dan bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta. d. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah terdiri dari hasil penjualan asset daerah yang tidak dipisahkan, penerimaan jasa giro, pendapatan bunga deposito, tuntutan ganti kerugian daerah, komisi, potongan dan selisih nilai tukar rupiah, pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan, pendapatan denda pajak, pendapatan denda retribusi, pendapatan hasil eksekusi atas jaminan, pendapatan dari pengembalian, fasilitas sosial dan fasilitas umum, pendapatan dari penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan, dan pendapatan dari anggaran/cicilan rumah. 35

Perusahaan daerah memberikan kontribusi yang cukup signifikan dalam peningkatan PAD, namun pada beberapa daerah kontribusi perusahaan daerah terlalu rendah. Dalam mengoptimalkan perusahaan daerah sebagai sumber pendapatan dalam peningkatan pendapatan asli daerah perlu adanya profesionalisme dalam menjalankan perusahaan tersebut. Pendapatan daerah yang berasal dari lain-lain pendapatan asli daerah yang sah, antara lain: hasil penjualan aset daerah yang tidak dipisahkan, jasa giro, pendapatan bunga, tuntutan ganti rugi, komisi, potongan, keuntungan selisih kurs, pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan, pendapatan denda pajak dan retribusi, pendapatan hasil eksekusi atas jaminan, pendapatan atas fasilitas sosial dan fasilitas umum, dan pendapatan dari penyelenggaraan pendidikan dan penelitian. Menurut Dwi Sundi (2013) dalam Putri dan Natha (2014:42), Pendapatan Asli Daerah berperan sebagai sumber pendapatan dan pembiayaan pemerintah daerah sebab pendapatan asli daerah merupakan tolak ukur dalam pelaksanaan otonomi daerah. 2.1.8 Dana Alokasi Umum Dana Alokasi Umum bertujuan untuk pemerataan kemampuan keuangan antar daerah yang dimaksudkan untuk mengurangi ketimpangan kemampuan keuangan antar daerah melalui penerapan formula yang mempertimbangkan kebutuhan dan potensi daerah. Dana Alokasi Umum suatu daerah ditentukan atas dasar besar kecilnya celah fiskal (fiscal gap) suatu daerah, yang merupakan selisih antara kebutuhan daerah (fiscal need) dan potensi daerah (fiscal capacity) (Putri dan Natha, 2014:58). Alokasi DAU bagi 36

daerah yang potensi fiskalnya besar tetapi kebutuhan fiskalnya kecil, akan memperoleh alokasi DAU relatif kecil. Sebaliknya daerah yang potensi fiskalnya kecil, namun kebutuhan fiskal besar akan memperoleh alokasi DAU relatif besar, agar pelayanan untuk kebutuhan dasar dapat terpenuhi. Dana Alokasi Umum (DAU) adalah dana yang bersumber dari APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Dana Alokasi Umum merupakan komponen terbesar dalam dana perimbangan dan peranannya sangat strategis dalam menciptakan pemerataan dan keadilan antar daerah. Dana Alokasi Umum digunakan untuk mengurangi ketimpangan dalam kebutuhan pembiayaan dan penguasaan pajak antara pusat dan daerah, proporsi yang diberikan kepada daerah minimal sebesar 26% (dua puluh enam persen) dari penerimaan dalam negeri neto. Dana alokasi umum menekankan aspek pemerataan dan keadilan dimana formula dan perhitungannya ditentukan oleh undang-undang. Penggunaan Dana Alokasi Umum ditetapkan oleh daerah. Penggunaan Dana Alokasi Umum dan penerimaan umum lainnya dalam APBD harus tetap pada kerangka pencapaian tujuan pemberian otonomi kepada daerah yaitu peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik, seperti pelayanan di bidang kesehatan dan pendidikan. 2.1.9 Hubungan Pendapatan Asli Daerah terhadap Pertumbuhan Ekonomi Pendapatan asli daerah merupakan pendapatan daerah yang diperoleh daerah berdasarkan peraturan perundang-undangan, dimana semakin tinggi pendapatan 37

asli daerah maka tingkat kemandirian daerah dalam mengelola daerahnya dikatakan semakin baik dan ketergantungan terhadap subsidi yang diberikan oleh pemerintah pusat berkurang. Semakin berkurang tingkat ketergantungan pemerintah daerah terhadap pemerintah pusat, menandakan bahwa pendapatan asli daerah yang diperoleh meningkat dan semakin tinggi tingkat pendapatan asli daerah maka pertumbuhan ekonomipun meningkat. Pendapatan asli daerah merupakan cerminan desentralisasi fiskal, dimana menurut Ikeji (2011:121) menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi pada suatu daerah dapat dipicu dari terwujudnya desentraliasasi fiskal. Teori W.W. Rostow yang menyatakan bahwa pada tahap prasyarat tinggal landas masyarakat mempersiapkan diri untuk mencapai pertumbuhan atas kekuatan sendiri dan selanjutnya pertumbuhan ekonomi akan terjadi ecara otomatis(arsyad,2004). Hal ini menandakan pendapatan asli daerah berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Sugiarthi dan Supadmi (2014) mengemukakan bahwa pendapatan asli daerah berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. 2.1.10 Hubungan Dana Alokasi Umum terhadap Pertumbuhan Ekonomi Dana Alokasi Umum bertujuan untuk pemerataan kemampuan keuangan antar daerah yang dimaksudkan untuk mengurangi ketimpangan kemampuan keuangan antar daerah melalui penerapan formula yang mempertimbangkan kebutuhan dan potensi daerah. Dana Alokasi Umum suatu daerah ditentukan atas dasar besar kecilnya celah fiskal (fiscal gap) suatu daerah, yang merupakan selisih antara kebutuhan daerah (fiscal need) dan potensi daerah 38

(fiscal capacity) (Putri dan Natha, 2014:58). Alokasi DAU bagi daerah yang potensi fiskalnya besar tetapi kebutuhan fiskalnya kecil, akan memperoleh alokasi DAU relatif kecil. Sebaliknya daerah yang potensi fiskalnya kecil, namun kebutuhan fiskal besar akan memperoleh alokasi DAU relatif besar, agar pelayanan untuk kebutuhan dasar dapat terpenuhi. Dana Alokasi Umum (DAU) adalah dana yang bersumber dari APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Penggunaan Dana Alokasi Umum dan penerimaan umum lainnya dalam APBD harus tetap pada kerangka pencapaian tujuan pemberian otonomi kepada daerah yaitu peningkatan pertumbuhan ekonomi. Hasil penelitian sebelumnya dilakukan oleh Fabianus (2012), Setyawati (2007) dalam Maryati (2010:4), semakin tinggi DAU yang diterima pemerintah daerah, maka semakin meningkat nilai PDRB pemerintah daerah tersebut. Hal ini disebabkan karena peran DAU sangat signifikan, karena belanja daerah lebih di dominasi dari jumlah DAU. Senada dengan Alexiou (2009:1) menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi suatu daerah dapat dipengaruhi oleh pengalokasian belanja modal melalui anggaran dana alokasi umum yang dilakukan oleh pemerintah daerah. Setiap DAU yang diterima pemerintah daerah akan ditujukkan untuk belanja pemerintah daerah, salah satunya adalah untuk belanja modal. Hal ini tidak jauh beda dari peran PAD yaitu dengan pembangunan infrastruktur dan sarana prasarana oleh pemerintah daerah akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi. 39

2.1.11 Hubungan Pertumbuhan Ekonomi terhadap Kesejahteraan Masyarakat Prinsip otonomi daerah ini menggunakan prinsip otonomi yang seluasluasnya dengan arti bahwa pemerintah daerah diberikan kewenangan dalam megatur, mengurus dan mengelola segala urusan rumah tangganya diluar urusan pemerintah pusat (Maryati dan Endrawati, 2010:1). Menurut Jhingan (2000:694), pembangunan ekonomi adalah salah satu dari berbagi upaya yang ada, yang dapat dilaksanakan oleh pemerintah dalam menuju pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat sehingga setiap perencanaan dalam pembangunan akan mempertimbangkan semua potensi ekonomi. Perencanaan pembangunan dipandang sebagai pedoman atau panutan agar dapat menghasilkan pembangunan yang lebih baik atau dengan kata lain dapat dijadikan sebuah jembatan dalam sebuah perekonomian apabila pemerintah mengharapkan keberhasilan yang lebih baik (Hakim, 2002:128). Maka dari itu, suatu perencanaan yang matang dalam sebuah upaya pembangunan menjadi unsur yang penting demi meningkatnya kesejahteraan masyarakat yang lebih baik. Salah satu indikator dalam melihat gejala pertumbuhan ekonomi adalah PDRB (Produk Domestik Regional Bruto). Hal ini dikarenakan PDRB mencerminkan kegiatan ekonomi yang dilaksanakan atau yang dapat dicapai dalam satu periode. PDRB juga dapat digunakan sebagai tolak ukur kesejahtraan masyarakat. PDRB itu sendiri merupakan jumlah nilai tambah barang dan jasa yang dihasilkan dari seluruh kegiatan perekonomian di seluruh daerah dalam 40

tahun tertentu. Perekonomian yang tumbuh dan berkembang tidak bisa lepas dari peran pemerintah melalui upaya-upaya yang direncanakan dan dilaksanakan dengan tujuan kesejahteraan masyarakat. 2.2 Hipotesis Penelitian Berdasarkan landasan dan penelitian sebelumnya yang telah diuraikan, maka dapat diajukan rumusan hipotesis sebagai berikut: 1. Pendapatan asli daerah dan dana alokasi umum berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi pada kabupaten/kota di Provinsi Bali. 2. Pendapatan asli daerah, dana alokasi umum dan pertumbuhan ekonomi berpengaruh terhadap kesejahteraan masyarakat pada kabupaten/kota di Provinsi Bali. 3. Pendapatan asli daerah dan dana alokasi umum berpengaruh terhadap kesejahteraan masyarakat melalui pertumbuhan ekonomi pada kabupaten/kota di Provinsi Bali. 41