PERHIMPUNAN BANTUAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA INDONESIA INDONESIAN LEGAL AID AND HUMAN RIGHTS ASSOCIATION

dokumen-dokumen yang mirip
PERHIMPUNAN BANTUAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA INDONESIA INDONESIAN LEGAL AID AND HUMAN RIGHTS ASSOCIATION

ANGGARAN RUMAH TANGGA GABUNGAN INDUSTRI PENGERJAAN LOGAM DAN MESIN INDONESIA BAB I LANDASAN PENYUSUNAN

A N G G A R A N D A S A R

Anggaran Dasar & Anggaran Rumah Tangga Perhimpunan Pelajar Indonesia di Jerman

RANCANGAN ANGGARAN RUMAH TANGGA PERHIMPUNAN PELAJAR INDONESIA DI HSINCHU TAHUN 2014

ANGGARAN RUMAH TANGGA ASOSIASI KONTRAKTOR MEKANIKAL ELEKTRIKAL INDONESIA ( A S K O M E L I N ) BAB I UMUM Pasal 1 DASAR 1. Anggaran Rumah Tangga ini

ANGGARAN RUMAH TANGGA KOALISI INDONESIA UNTUK KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN BAB I UMUM. Pasal 1 Nama dan Sifat Organisasi

ANGGARAN DASAR ASOSIASI KURATOR DAN PENGURUS INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

K O M I S I I N F O R M A S I

ASOSIASI PENELITI KESEHATAN INDONESIA APKESI ANGGARAN DASAR (AD)

NAMA DAN TEMPAT KEDUDUKAN

BAB VIII PENGAMBILAN KEPUTUSAN Pasal 15

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PERATURAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERKUMPULAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ANGGARAN RUMAH TANGGA IKATAN AHLI PERENCANA

Anggaran Dasar Arus Pelangi

RANCANGAN TATA TERTIB KONGRES IJTI KE-5 BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

ANGGARAN RUMAH TANGGA JARINGAN MAHASISWA KESEHATAN INDONESIA (JMKI)

ANGGARAN RUMAH TANGGA FEDERASI ARUNG JERAM INDONESIA

YAYASAN BHAKTI TRI DHARMA KOSGORO JAKARTA ( KESATUAN ORGANISASI SERBAGUNA GOTONG ROYONG ) SURAT KEPUTUSAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ANGGARAN RUMAH TANGGA ASOSIASI ANTROPOLOGI INDONESIA

ANGGARAN RUMAH TANGGA ASIAN LAW STUDENTS ASSOCIATION (ALSA) NATIONAL CHAPTER INDONESIA PERIODE BAB I KETENTUAN UMUM

1 Januari 2016 KOPERASI TRISAKTI ANGGARAN RUMAH TANGGA

KEPUTUSAN MUSYAWARAH NASIONAL (MUNAS) IV FEDERASI SERIKAT PEKERJA PERKAYUAN PERHUTANAN DAN UMUM SELURUH INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

IKATAN KELUARGA ALUMNI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS ANDALAS ANGGARAN DASAR DAN ANGGARAN RUMAH TANGGA

KONGRES KEENAM IKATAN ALUMNI PENDIDIKAN TINGGI KEDINASAN STAN (IKANAS STAN) Keputusan Sidang Pleno Tetap Nomor :.../IKANAS/KONGRES-VI/XI/2016.

MUSYAWARAH NASIONAL IX HISKI HIMPUNAN SARJANA-KESUSASTRAAN INDONESIA (HISKI)

ANGGARAN DASAR DAN ANGGARAN RUMAH TANGGA HISWARA MIGAS INDONESIA MUKADIMAH

ANGGARAN DASAR FORUM PERPUSTAKAAN PERGURUAN TINGGI INDONESIA. Anggaran Dasar FPPTI

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERKUMPULAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ANGGARAN RUMAH TANGGA ALIANSI JURNALIS INDEPENDEN

UNDANG-UNDANG DEWAN PERWAKILAN MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG MAHKAMAH MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA

ANGGARAN RUMAH TANGGA IKATAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH PERUBAHAN KE VII

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PERATURAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 151 TAHUN 2000 TENTANG

ANGGARAN DASAR KOPERASI FORTUGA

PERUBAHAN ANGGARAN DASAR IKATAN NOTARIS INDONESIA KONGRES LUAR BIASA IKATAN NOTARIS INDONESIA BANTEN, MEI 2015

ANGGARAN DASAR/ ANGGARAN RUMAH TANGGA (AD/ART), PROGRAM KERJA DAN KODE ETIK AHLI GIZI

Pasal 4 Kewajiban anggota : 1. Setiap anggota HMTI UGM wajib menaati segala ketentuan yang tercantum dalam AD/ART HMTI UGM. 2. Setiap anggota HMTI UGM

HIMPUNAN MAHASISWA (... sebutkan...) UNIVERSITAS DHYANA PURA ANGGARAN DASAR

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

KELUARGA MAHASISWA FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS BRAWIJAYA MUSYAWARAH UMUM MAHASISWA FAKULTAS (MUMF) 2015

Anggaran Dasar KONSIL Lembaga Swadaya Masyarakat INDONESIA (Konsil LSM Indonesia) [INDONESIAN NGO COUNSILINC) MUKADIMAH

ANGGARAN DASAR INDONESIAN ASSOCIATION FOR PUBLIC ADMINISTRATION (IAPA) BAB I NAMA, TEMPAT KEDUDUKAN, DAN WAKTU

ANGGARAN RUMAH TANGGA ASOSIASI INSTITUSI PENDIDIKAN TINGGI KESEHATAN MASYARAKAT INDONESIA (AIPTKMI) BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1 BAB II KEANGGOTAAN

ANGGARAN DASAR KOPERASI TRISAKTI BHAKTI PERTIWI

ANGGARAN RUMAH TANGGA IKATAN ALUMNI STEMBAYO

PERHIMPUNAN PELAJAR INDONESIA DI LEIDEN (Indonesian Students Association in Leiden)

ANGGARAN RUMAH TANGGA

Bab I LAMBANG ASASI. Pasal 1. Lambang ASASI berupa perpaduan simbol toga dan buku dengan tulisan ASASI di tengahnya, dengan warna hitam putih.

AD KAI TAHUN 2016 PEMBUKAAN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

ANGGARAN RUMAH TANGGA HIMPUNAN MAHASISWA TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS GADJAH MADA PERIODE 2018

ANGGARAN DASAR DAN ANGGARAN RUMAH TANGGA PERHIMPUNAN EKONOMI PERTANIAN INDONESIA (PERHEPI)

ANGGARAN DASAR DAN ANGGARAN RUMAH TANGGA U-GREEN INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

ANGGARAN DASAR DAN ANGGARAN RUMAH TANGGA

ANGGARAN RUMAH TANGGA BADAN MUSYAWARAH MUSEA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BAB I LAMBANG DAN DUAJA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN MEMUTUSKAN : : UNDANG-UNDANG TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI MAHASISWA UNIVERSITAS.

KONGRES XI IKATAN SARJANA PETERNAKAN INDONESIA Nomor : 05/KONGRES XI-ISPI/XI/2014. Tentang: ANGGARAN DASAR/ANGGARAN RUMAH TANGGA (AD/ART)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KETETAPAN BADAN PERWAKILAN MAHASISWA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS INDONESIA No.: 06/TAP/BPM FMIPA UI/III/13.

ANGGARAN RUMAH TANGGA PARTAI GERAKAN INDONESIA RAYA GERINDRA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

AD/ART PPI UT Pokjar Kuala Lumpur

Anggaran Dasar. Konsil Lembaga Swadaya Masyarakat Indonesia [INDONESIAN NGO COUNCIL) MUKADIMAH

ASOSIASI AHLI MANAJEMEN ASURANSI INDONESIA

ANGGARAN DASAR dan ANGGARAN RUMAH TANGGA AD & ART LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT NUSANTARA CORRUPTION WATCH LSM NCW

KETETAPAN MUSYAWARAH ANGGOTA XVIII PERSATUAN PELAJAR INDONESIA UNIVERSITI TEKNOLOGI MALAYSIA (PPI UTM) Nomor: 005/MAXVIII/PPI-UTM/X/2014 TENTANG

PERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG KODE ETIK BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ANGGARAN DASAR ASOSIASI DOSEN PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR INDONESIA PENDAHULUAN

MAJELIS PERWAKILAN MAHASISWA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ANGGARAN DASAR FORUM ORANGUTAN INDONESIA

ANGGARAN RUMAH TANGGA FEDERASI PANJAT TEBING INDONESIA

ANGGARAN RUMAH TANGGA KOMNAS PEREMPUAN PENGESAHAN: 25 MARET 2014

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

ANGGARAN RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG IKATAN KELUARGA MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG MAHKAMAH MAHASISWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2008, No.2 2 d. bahwa Partai Politik merupakan sarana partisipasi politik masyarakat dalam mengembangkan kehidupan demokrasi untuk menjunjung tinggi k

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR : 28 TAHUN 2001 TENTANG LEMBAGA PEMBERDAYAAN PARTISIPASI PEMBANGUNAN MASYARAKAT

ANGGARAN DASAR KONGRES ADVOKAT INDONESIA (PERUBAHAN PERTAMA) TAHUN 2016 PEMBUKAAN

DAFTAR ISI BAB V LAMBANG 51

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ANGGARAN RUMAH TANGGA

BAB I UMUM. Pasal 1. (1) Anggaran Rumah Tangga ini disusun berdasarkan Anggaran Dasar ORARI yang telah disahkan dalam Munas khusus ORARI tahun 2003

Matraman, Kelurahan Kebon Manggis, Rukun Tetangga 011, Rukun Warga 001,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Transkripsi:

PERUBAHAN ANGGARAN RUMAH TANGGA PERHIMPUNAN BANTUAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA INDONESIA BAB I PERHIMPUNAN WILAYAH Syarat dan Tatacara Pendirian Perhimpunan Wilayah Pasal 1 (1) Perhimpunan Wilayah adalah bagian dari organisasi yang didirikan di propinsi-propinsi berdasarkan pembagian propinsi yang berlaku di Negara Republik Indonesia dan berkedudukan di ibu kota propinsi; (2) Di tiap-tiap propinsi hanya dapat didirikan satu perhimpunan wilayah; (3) Syarat-syarat dan tata cara pendirian perhimpunan di tingkat wilayah adalah: a. Diusulkan oleh sekurang-kurangnya oleh 25 (dua puluh lima) orang Warga Negara Indonesia yang bertempat tinggal dan bertempat diam di propinsi yang sama; b. Usulan tertulis diajukan kepada Majelis Anggota Nasional melalui Ketua Badan Pengurus Nasional; c. Usulan disertai lampiran data perorangan dari setiap pengusul yang memuat aktivitas di bidang hak asasi manusia; d. Apabila diperlukan Majelis Anggota Nasional dapat melakukan verifikasi di wilayah pengusul dan dalam pelaksanaannya dapat menugaskan Badan Pengurus Nasional; e. Majelis Anggota Nasional memiliki wewenang untuk menerima atau menolak usulan yang dinyatakan secara tertulis dengan ditandatangani oleh Ketua dan Sekretaris; f. Penerimaan atau penolakan usulan harus dinyatakan selambat-lambatnya dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan setelah menerima surat usulan dari Ketua Badan Pengurus; g. Apabila Majelis Anggota menyatakan menerima, maka para pengusul wajib menyelenggarakan Musyawarah Anggota Wilayah untuk memilih Majelis Anggota Wilayah dan Ketua Badan Pengurus Wilayah selambat-lambatnya dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak pemberitahuan tertulis dikirim; h. Dalam jangka waktu selambat-lambatnya 1 (satu) bulan setelah diterima pemberitahuan terpilihnya Majelis Anggota Wilayah dan Ketua Badan Pengurus Wilayah, Majelis Anggota Nasional membuat keputusan tertulis dan berita acara tentang pembentukan Perhimpunan Wilayah; i. Penandatanganan keputusan tertulis dan berita acara tentang pembentukan perhimpunan wilayah dilakukan oleh Majelis Anggota Nasional di wilayah yang bersangkutan; j. Operasional Perhimpunan Wilayah dimulai sejak dibuatnya keputusan tertulis dan berita acara tentang pembentukan Perhimpunan Wilayah. 1

k. Segala tindakan organisasi di tingkat wilayah yang baru terbentuk dinyatakan sah setelah ditandatanganinya keputusan tertulis dan berita acara; l. Segala biaya penyelenggaraan acara penandatanganan keputusan tertulis dan berita acara sepenuhnya ditanggung oleh Perhimpunan Wilayah. BAB II HUBUNGAN ANTARA PERHIMPUNAN DI TINGKAT NASIONAL DAN PERHIMPUNAN DI TINGKAT WILAYAH Otonomi Pasal 2 Perhimpunan wilayah memiliki otonomi dengan ketentuan-ketentuan sebagai berikut: 1. Perhimpunan wilayah dapat menetapkan kebijakan sendiri sesuai dengan kebutuhan wilayah sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perhimpunan; 2. Perhimpunan wilayah dapat melakukan kerjasama dengan lembaga lain sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perhimpunan; 3. Perhimpunan wilayah dapat menetapkan program sendiri dengan kewajiban melaporkan kepada Badan Pengurus Nasional; 4. Perhimpunan wilayah dapat melakukan pencarian dana sendiri dengan kewajiban melaporkan kepada Badan Pengurus Nasional; Hubungan Antara Majelis Anggota Nasional dengan Majelis Anggota Wilayah Pasal 3 Majelis Anggota Nasonal: 1. Majelis Anggota Nasional melakukan koordinasi dengan Majelis Anggota Wilayah sehubungan dengan lingkup peran dan fungsi Majelis Anggota; 2. Majelis Anggota Nasional berwenang memberikan pendapat apabila Majelis Anggota Wilayah meminta pendapat dari Majelis Anggota Nasional sehubungan dengan masalah-masalah keorganisasian dalam perhimpunan. Majelis Anggota Wilayah: 1. Majelis Anggota Wilayah melakukan koordinasi dengan Majelis Anggota Nasional sehubungan dengan lingkup peran dan fungsi Majelis Anggota; 2. Majelis Anggota Wilayah dapat meminta pendapat kepada Majelis Anggota Nasional sehubungan dengan masalah-masalah keorganisasian dalam perhimpunan. 2

Hubungan antara Badan Pengurus Nasional dengan Badan Pengurus Wilayah Pasal 4 (1) Badan Pengurus Nasional: a. Badan Pengurus Nasional melakukan koordinasi dan atau pengawasan terhadap pelaksanaan program yang dilaksanakan Perhimpunan Wilayah; b. Badan Pengurus Nasional melakukan koordinasi dalam hal program Perhimpunan Wilayah bersifat lintas wilayah dan kelembagaan yang berhubungan dengan kebijakan negara di tingkat nasional; c. Badan Pengurus Nasional berwenang meminta laporan program dan keuangan setiap 6 (enam) bulan dan Badan Pengurus Wilayah wajib memberikan laporannya selambatlambatnya tanggal 15 Januari dan 15 Juli setiap tahun berjalan; d. Apabila dipandang perlu Badan Pengurus Nasional dapat melakukan verifikasi terhadap laporan yang diberikan oleh pengurus wilayah; e. Apabila Badan Pengurus Wilayah tidak memberikan laporan selama 1 (satu) tahun atau laporan tidak disertai dokumen pendukung atau laporan menyatakan tidak adanya kegiatan sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun, dengan persetujuan Majelis Anggota Nasional maka Badan Pengurus Nasional bersamasama dengan Majelis Anggota Wilayah dapat mengambil alih sementara kepengurusan Badan Pengurus Wilayah yang dinyatakan dengan keputusan tertulis untuk jangka waktu sampai dengan habisnya masa jabatan Ketua Badan Pengurus Wilayah atau sampai diadakannya Musyawarah Anggota Wilayah Luar Biasa untuk mengangkat Ketua Badan Pengurus Wilayah pengganti; f. Badan Pengurus Nasional berwenang untuk mengusulkan pembekuan sementara waktu Perhimpunan Wilayah kepada Majelis Anggota Nasional apabila diketahui Perhimpunan Wilayah melakukan kegiatan yang bertentangan dengan Anggaran Dasar (AD), Anggaran Rumah Tangga (ART), dan peraturan-peraturan yang ditetapkan Majelis Anggota Nasional; g. Badan Pengurus Nasional berwenang untuk memberhentikan sementara waktu anggota-anggota Perhimpunan Wilayah yang dibekukan sampai dengan didirikannya Perhimpunan Wilayah kembali. (2) Badan Pengurus Wilayah: a. Badan Pengurus Wilayah melakukan koordinasi dengan Badan Pengurus Nasional dalam hal pelaksanaan program yang dilaksanakan Perhimpunan Wilayah; b. Dalam hal program Perhimpunan Wilayah bersifat lintas wilayah dan kelembagaan yang berhubungan dengan kebijakan negara di tingkat nasional maka harus berkoordinasi dengan Badan Pengurus Nasional; 3

c. Badan Pengurus Wilayah berkewajiban memberikan laporan program dan keuangan kepada Badan Pengurus Nasional setiap 6 (enam) bulan disampaikan selambat-lambatnya tanggal 15 Januari dan 15 Juli setiap tahun berjalan. Pembekuan Perhimpunan Wilayah Pasal 5 (1) Majelis Anggota Nasional berwenang untuk membekukan sementara waktu Perhimpunan Wilayah atas usulan Badan Pengurus Nasional atau Majelis Anggota Wilayah; (2) Pembekuan sementara waktu dapat dilakukan apabila Badan Pengurus Wilayah tidak memberikan laporan selama 1 (satu) tahun atau laporan tidak disertai dokumen pendukung atau laporan menyatakan tidak adanya kegiatan sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun; (3) Pembekuan sementara waktu dapat dilakukan apabila Badan Pengurus Wilayah diketahui melakukan kegiatan yang bertentangan dengan Anggaran Dasar (AD), Anggaran Rumah Tangga (ART), dan peraturan-peraturan yang ditetapkan Majelis Anggota Nasional. Pembubaran Perhimpunan Wilayah (1) Majelis Anggota Nasional berwenang untuk membubarkan Perhimpunan Wilayah apabila: a. Jumlah anggota kurang dari 25 (dua puluh lima) orang; b. Usulan dari 2/3 (dua pertiga) anggota perhimpunan wilayah; c. Apabila Badan Pengurus Wilayah tidak memberikan laporan selama 2 (dua) tahun berturut-turut atau laporan tidak disertai dokumen pendukung selama 2 (dua) tahun berturut-turut atau laporan menyatakan tidak adanya kegiatan sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun berturut-turut. (2) Sebelum Majelis Anggota Nasional mengambil keputusan terlebih dahulu dilakukan pengumpulan informasi yang bersumber dari: fungsionaris Perhimpunan Wilayah dan dari anggota perhimpunan wilayah dan dari jaringan kerja dari Perhimpunan Wilayah; (3) Bersamaan dengan tanggal dibubarkannya Perhimpunan Wilayah status keanggotaan anggota-anggota perhimpunan di wilayah tersebut seketika gugur. Keuangan Pasal 7 Pasal 6 4

(1) Badan Pengurus Nasional dalam menyusun rancangan anggaran sedapat mungkin mengalokasikan 20% (dua puluh prosen) dari total anggaran untuk program-program perhimpunan wilayah; (2) Badan Pengurus Nasional berhak mendapatkan 20% (dua puluh prosen) dari dana yang diperoleh Perhimpunan Wilayah selama satu tahun yang bersumber dari iuran anggota; (3) Perhimpunan wilayah diperbolehkan untuk melakukan pencaharian dana dari donatur atau lembaga dana dengan pemberitahuan kepada Badan Pengurus Nasional; (4) Dana yang diperoleh Perhimpunan Wilayah diluar iuran wajib berupa sumbangan anggota sukarela atau donasi pribadi, lembaga pemerintah atau swasta, harus tidak mengikat sifatnya dan tidak diperbolehkan berasal dari pihak-pihak yang melakukan kegiatan yang bertentangan secara langsung dengan peraturan Perhimpunan; (5) Setiap dana yang diperoleh perhimpunan wilayah dan laporan pertanggungjawaban kepada pihak pemberi dana wajib diberitahukan kepada Badan Pengurus Nasional; (6) Pertanggungjawaban atas penggunaan dana yang diperoleh Perhimpunan Wilayah dari donasi sepenuhnya menjadi tanggungjawab Perhimpunan Wilayah sendiri kepada pemberi dana secara langsung dan kepada Musyawarah Anggota Wilayah. BAB III SYARAT-SYARAT DAN TATA CARA PENGANGKATAN ANGGOTA Pasal 8 (1) Anggota Perhimpunan terdiri dari anggota biasa dan luar biasa; (2) Anggota biasa adalah anggota yang diangkat berdasarkan syaratsyarat dan tata cara sebagaimana diatur dalam butir 4 dan 7; (3) Anggota luar biasa adalah anggota yang diangkat berdasarkan syarat-syarat dan tata cara sebagaimana diatur dalam butir 5 dan 6; (4) Syarat-syarat untuk dapat diangkat sebagai anggota biasa Perhimpunan adalah: a. Warga Negara Indonesia; b. Mengisi dan menandatangani formulir yang ditetapkan formatnya oleh Badan Pengurus Nasional; c. Melampirkan data perorangan yang memuat riwayat aktifitas dibidang hak asasi manusia; d. Mengikuti pendidikan dasar Hak Asasi Manusia; e. Menyatakan kesediaan untuk mematuhi Anggaran Dasar (AD), Anggaran Rumah Tangga (ART), dan peraturanperaturan Perhimpunan; f. Bukan anggota TNI/POLRI aktif atau purnawirawan. (5) Syarat-syarat untuk dapat diangkat sebagai anggota luar biasa Perhimpunan adalah: a. Memenuhi syarat-syarat sebagaimana dimaksud dalam angka 4 butir a, c, dan e; 5

b. Diusulkan oleh Badan Pengurus Nasional karena memiliki peranan yang besar di Negara Republik Indonesia untuk menumbuh kembangkan nilai-nilai hak asasi manusia. (6) Pengangkatan anggota luar biasa dilaksanakan oleh Majelis Anggota Nasional; (7) Penyelenggara pendaftaran, pengangkatan dan pengesahan anggota biasa dilaksanakan oleh Majelis Anggota Wilayah. Pasal 9 (1) Anggota perhimpunan dimungkinkan untuk melakukan perpindahan status keanggotaan dari satu perhimpunan Wilayah ke perhimpunan Wilayah lainnya; (2) Perpindahan status keanggotaan dilakukan dengan tata cara sebagai berikut: a. Anggota mengajukan pemberitahuan perpindahan status keanggotaan kepada perhimpunan Wilayah yang dituju dengan menyertakan rekomendasi dari Majelis Anggota Wilayah PBHI tempat asal yang bersangkutan; b. Majelis Anggota Wilayah perhimpunan yang dituju memverifikasi pemberitahuan yang bersangkutan. BAB IV TATA CARA PEMBERHENTIAN ANGGOTA Pasal 10 Pemberhentian anggota dilaksanakan dengan tatacara sebagai berikut: 1. Apabila diketahui terdapat anggota yang diduga melakukan pelanggaran terhadap peraturan perhimpunan, maka setiap anggota dapat mengajukan laporan tertulis kepada Majelis Anggota Wilayah; 2. Laporan dilengkapi uraian pelanggaran yang dilakukan dan dokumen-dokumen terkait, disampaikan kepada Majelis Anggota Wilayah dengan surat tercatat atau disampaikan dengan tanda terima; 3. Majelis Anggota Wilayah berwenang menilai, menerima atau menolak laporan tertulis; 4. Apabila laporan diterima maka Majelis Anggota Wilayah mengusulkan kepada Majelis Anggota Nasional untuk membentuk komisi adhoc penyelesaian sengketa; 5. Unsur-unsur keanggotaan komisi adhoc adalah: 2 (dua) orang anggota Majelis Anggota Nasional, 2 (dua) orang anggota Majelis Anggota Wilayah, dan 1 (satu) orang fungsionaris Badan Pengurus Wilayah; 6. Komisi adhoc wajib memulai pemeriksaan selambat-lambatnya dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak terbentuknya Komisi adhoc; 7. Acara pemeriksaan di Komisi Adhoc adalah sebagai berikut: 6

a. Memanggil anggota yang melaporkan untuk diminta keterangan yang kemudian dibuat berita acara; b. Memanggil anggota yang dilaporkan untuk diminta keterangan dan menyampaikan pembelaannya yang kemudian dibuat berita acara; c. Meminta dokumen-dokumen yang terkait dengan laporan; d. Meminta keterangan dari pihak-pihak yang terkait; e. Apabila anggota yang dilaporkan setelah dipanggil 3 (tiga) kali tidak hadir, maka berita acara tetap diadakan dengan menerangkan ketidakhadiran yang bersangkutan; f. Komisi Adhoc dalam mengambil keputusan wajib memenuhi butir-butir a sampai e untuk menentukan diberhentikan atau tidak diberhentikannya anggota yang dilaporkan. 8. Komisi Adhoc wajib menyelesaikan proses pemeriksaan dan mengambil keputusan dalam jangka waktu selama-lamanya 6 (enam) bulan sejak terbentuknya komisi adhoc; 9. Keputusan yang diambil oleh Komisi Adhoc bersifat mengikat dan final; 10. Jenis-jenis sanksi yang dapat ditetapkan dalam keputusan Komisi Adhoc: a. Peringatan tertulis; b. Pemberhentian sementara dari keanggotaan selama 3 (tiga) bulan sampai 6 (enam) bulan; c. Pemberhentian sebagai anggota. 11. Komisi Adhoc wajib menyusun keputusan tertulis dan menandatanganinya dan menyerahkan keputusan kepada Majelis Anggota Nasional dalam jangka waktu 14 (empat belas) sejak keputusan diambil; 12. Terhadap keputusan Komisi Adhoc yang menyatakan pemberhentian sebagai anggota maka Majelis Anggota Nasional wajib memberikan salinan keputusan kepada Badan Pengurus Wilayah yang bersangkutan untuk dicatat dalam dokumen keanggotaan Perhimpunanan yang ada padanya. BAB V PERATURAN ORGANISASI Anggota Pasal 11 (1) Setiap anggota dapat diberhentikan apabila tidak melaksanakan kewajiban membayar iuran anggota selama 1 (satu) tahun berturut-turut dan tidak mentaati segala ketentuan yang tercantum dalam Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART) dan peraturan perhimpunan lainnya; (2) Setiap anggota Perhimpunan tidak diperbolehkan melakukan atau terlibat dalam aktivitas-aktivitas pelecehan seksual dan kekerasan dalam rumah tangga (domestic violance); (3) Setiap anggota perhimpunan tidak diperbolehkan melakukan pembelaan 7

terhadap dugaan pelanggaran Hak Asasi Manusia, korupsi dan kejahatan lingkungan. Fungsionaris Perhimpunan adalah: 1. Anggota Majelis Anggota 2. Ketua Badan Pengurus 3. Sekretaris Badan Pengurus 4. Bendahara Badan Pengurus Fungsionaris Perhimpunan Pasal 12 Pasal 13 (1) Fungsionaris perhimpunan baik di tingkat Nasional maupun wilayah tidak diperbolehkan : a. merangkap jabatan sebagai pengurus harian partai politik manapun maupun organisasi mantelnya; b. aktivitas yang bertentangan dengan asas, prinsip dan visi serta misi Perhimpunan. (2) Ketua, Sekretaris dan Bendahara Badan pengurus Nasional maupun wilayah tidak diperbolehkan menjadi pengurus harian institusi lainnya secara penuh waktu atau bekerja dan terlibat pada institusi tersebut; (3) Fungsionaris perhimpunan baik di tingkat Nasional maupun wilayah tidak diperbolehkan merangkap jabatan sebagai pejabat negara atau pemerintahan baik politis maupun birokrasi; (4) Fungsionaris perhimpunan baik di tingkat Nasional maupun wilayah yang memiliki profesi dan atau jabatan sebagaimana disebut pada ayat (3) tidak diperbolehkan menjalankan profesinya apabila mengakibatkan benturan kepentingan (conflict of interest) dengan perhimpunan. Perhimpunan Pasal 14 (1) Perhimpunan baik di tingkat Nasional maupun wilayah tidak diperbolehkan terlibat dalam pembelaan terhadap pelaku hak asasi manusia, korupsi dan perusakan lingkungan hidup; (2) Perhimpunan baik di tingkat Nasional maupun wilayah tidak diperbolehkan menjalin kerjasama dengan lembaga bisnis maupun individu yang bertentangan dengan asas, prinsip dan nilai Perhimpunan; (3) Perhimpunan baik di tingkat Nasional maupun wilayah tidak diperbolehkan menjalin kerjasama dengan institusi negara dan pemerintah serta partai politik di tingkat lokal maupun nasional yang program atau aktivitas-aktivitasnya bertentangan dengan asas, prinsip dan nilai Perhimpunan; 8

(4) Perhimpunan baik di tingkat Nasional maupun wilayah tidak diperbolehkan menjalin kerjasama dengan institusi dan negara di tingkat internasional yang bertentangan dengan asas, prinsip, dan nilai Perhimpunan. Pergantian Fungsionaris Perhimpunan Pasal 15 (1) Apabila seorang atau lebih anggota Majelis Anggota berhalangan tetap atau mengundurkan diri, maka dilakukan pergantian antar waktu dengan mengangkat calon anggota Majelis dari kongres maupun Musyawarah Wilayah sesuai dengan urutan perolehan suara terbanyak; (2) Apabila Ketua Badan Pengurus berhalangan tetap atau mengundurkan diri, maka fungsi sehari-hari Perhimpunan dijalankan oleh Sekretaris Badan Pengurus sampai terpilihnya Ketua badan pengurus yang definitif; (3) Apabila Sekretaris Badan Pengurus berhalangan tetap atau mengundurkan diri, fungsi sehari-hari dirangkap oleh Ketua Badan Pengurus sampai dengan terpilihnya Sekretaris Badan Pengurus yang definitif; (5) Apabila Bendahara Badan Pengurus berhalangan tetap atau mengundurkan diri, maka fungsi sehari-hari dirangkap oleh Ketua Badan Pengurus sampai dengan terpilihnya Bendahara Badan Pengurus yang definitif. Pemberhentian Fungsionaris Perhimpunan Pasal 16 Keanggotaan Fungsionaris Perhimpunan berakhir karena : 1. Meninggal dunia; 2. Mengundurkan diri; 3. Diberhentikan karena melanggar AD/ART dan merugikan nama baik Perhimpunan; 4. Dijatuhi hukuman kurungan 3 (tiga) bulan atau lebih yang bukan merupakan tindak pidana bernuansa politik; 5. Selesai masa bhaktinya. Masa Jabatan Pasal 17 (1) Majelis Anggota Nasional dan Ketua Badan Pengurus Nasional dipilih dan diangkat oleh Kongres untuk masa jabatan 3 (tiga) tahun, terhitung sejak tanggal Kongres yang memilih dan mengangkatnya; (2) Ketua Badan Pengurus Nasional tidak dapat diangkat untuk lebih dari 2 (dua) kali masa jabatan; (3) Masa jabatan fungsionaris Perhimpunan lainnya di tingkat Nasional berakhir bersamaan dengan berakhirnya masa jabatan Ketua Badan Pengurus Nasional; 9

(4) Majelis Anggota Wilayah bersama Ketua dan Sekretaris Perhimpunan Wilayah dipilih dan diangkat oleh Musyawarah Wilayah untuk masa jabatan 3 (tiga) tahun, terhitung sejak tanggal Musyawarah Anggota Wilayah yang memilih dan mengangkatnya; (5) Ketua dan Sekretaris Perhimpunan Wilayah tidak dapat diangkat untuk lebih dari 2 (dua) kali masa jabatan; (6) Masa jabatan fungsionaris Perhimpunan lainnya di tingkat wilayah berakhir bersamaan dengan masa jabatan Ketua dan Sekretaris Perhimpunan Wilayah BAB VI TATA CARA KONGRES, KONGRES LUAR BIASA, MUSYAWARAH WILAYAH DAN MUSYAWARAH WILAYAH LUAR BIASA Tata Cara Kongres Pasal 18 (1) Kongres diselenggarakan oleh Majelis Anggota Nasional dan dapat membentuk kepanitiaan penyelenggara yang dipimpin oleh Sekretaris Majelis; (2) Persidangan Kongres terdiri dari sidang pleno (paripurna) dan sidang komisi; (3) Tata tertib dan agenda persidangan diusulkan dan ditetapkan serta disahkan dalam persidangan pertama kali; (4) Persidangan pertama kali dalam Kongres dipimpin oleh anggota Majelis Anggota Nasional, untuk selanjutnya kongres dipimpin oleh pimpinan sidang yang dipilih dari dan oleh peserta kongres; (5) Kongres sah apabila dihadiri oleh ½ (setengah) ditambah 1 (satu) jumlah peserta kongres; (6) Dalam hal peserta yang hadir dalam Kongres tidak memenuhi syarat sahnya Kongres (kuorum) sebagaimana dimaksud dalam angka (5), maka Kongres ditunda untuk jangka waktu 2 (dua) jam. (7) Apabila setelah dilakukan penundaan dalam jangka waktu 2 (dua) jam peserta yang hadir dalam kongres tetap belum memenuhi syarat dalam angka (5), maka Kongres sah dan dapat dilaksanakan; (8) Keputusan-keputusan Kongres sah apabila disetujui oleh ½ (setengah) ditambah 1 (satu) peserta yang hadir dalam persidangan. Tata Cara Kongres Luar Biasa Pasal 19 Kongres luar biasa diselenggarakan oleh Majelis Anggota Nasional dan dapat membentuk kepanitiaan penyelenggara yang dipimpin oleh Sekretaris Majelis. Pasal 20 (1) Kongres luar biasa dengan agenda pemilihan Ketua Badan Pengurus Nasional diusulkan Majelis Anggota Nasional; 10

(2) Kongres Luar Biasa memberikan hak kepada Ketua Badan Pengurus Nasional yang diberhentikan untuk mengajukan pembelaan; (3) Apabila pembelaan Ketua Badan Pengurus Nasional diterima, maka Kongres Luar Biasa memutuskan untuk mencabut keputusan Majelis Anggota Nasional tentang pemberhentian Ketua Badan Pengurus Nasional dan menetapkan mengembalikan hak-hak yang bersangkutan untuk menjalankan tugas sampai berakhirnya masa jabatan; (4) Apabila pembelaan Ketua Badan Pengurus Nasional ditolak, maka Kongres Luar Biasa dilanjutkan dengan agenda pemilihan Ketua Badan Pengurus Nasional; (5) Kongres Luar Biasa dengan agenda pemilihan Ketua Badan Pengurus Nasional dianggap sah apabila dihadiri oleh ½ (setengah) ditambah 1 (satu) dari seluruh anggota utusan Perhimpunan Wilayah dan disetujui oleh ½ (setengah) ditambah 1 (satu) peserta Kongres Luar Biasa. Pasal 21 (1) Kongres Luar Biasa dengan agenda pembubaran Perhimpunan diusulkan Majelis Anggota Nasional atas dukungan 3/4 jumlah wilayah; (2) Kongres Luar Biasa untuk pembubaran Perhimpunan dianggap sah apabila dihadiri oleh ¾ (tiga perempat) dari seluruh anggota tetap dan anggota luar biasa di tingkat nasional dan disetujui oleh ¾ (tiga perempat) dari peserta yang hadir. Pasal 22 (1) Persidangan pertama kali dalam Kongres luar bisa dipimpin oleh anggota Majelis Anggota Nasional, untuk selanjutnya Kongres dipimpin oleh pimpinan sidang yang dipilih dari dan oleh peserta Kongres luar biasa; (2) Dalam hal peserta yang hadir dalam Kongres Luar Biasa tidak memenuhi syarat sahnya Kongres (quorum) sebagaimana dimaksud Pasal 20 ayat (5) atau Pasal 21 ayat (2), maka Kongres luar biasa ditunda untuk jangka waktu 2 (dua) jam; (3) Apabila setelah dilakukan penundaan dalam jangka waktu 2 (dua) jam peserta yang hadir dalam Kongres Luar Biasa tetap belum memenuhi syarat sebagaimana dimaksud Pasal 20 ayat (5) atau Pasal 21 ayat (2), maka Kongres Luar Biasa sah dan dapat dilaksanakan; (4) Tata tertib Kongres luar biasa diusulkan dan ditetapkan oleh peserta Kongres luar biasa. Tata Cara Musyawarah Wilayah Pasal 23 (1) Musyawarah Wilayah diselenggarakan oleh Majelis Anggota Wilayah dan dapat membentuk kepanitiaan penyelenggara yang dipimpin oleh Sekretaris Majelis Anggota Wilayah; (2) Tata tertib dan agenda persidangan diusulkan dan ditetapkan serta disahkan dalam persidangan pertama kali; 11

(3) Persidangan pertama kali dalam Musyawarah Wilayah dipimpin oleh anggota Majelis Anggota Wilayah, untuk selanjutnya Musyawarah Wilayah dipimpin oleh pimpinan sidang yang dipilih dari dan oleh peserta Wilayah; (4) Musyawarah Wilayah sah apabila dihadiri oleh ½ (setengah) ditambah 1 (satu) jumlah peserta Wilayah; (5) Dalam hal peserta yang hadir dalam Musyawarah Wilayah tidak memenuhi syarat sahnya (quorum) sebagaimana dimaksud dalam angka (4), maka Musyawarah Wilayah ditunda untuk jangka waktu 2 (dua) jam; (6) Apabila setelah dilakukan penundaan dalam jangka waktu 2 (dua) jam peserta yang hadir dalam Musyawarah Wilayah tetap belum memenuhi syarat dalam angka (4), maka Musyawarah Wilayah sah dan dapat dilaksanakan; (7) Keputusan-keputusan Musyawarah Wilayah sah apabila disetujui oleh ½ (setengah) ditambah 1 (satu) peserta yang hadir dalam persidangan. Tata Cara Musyawarah Wilayah Luar Biasa Pasal 24 (1) Musyawarah Wilayah Luar Biasa diselenggarakan apabila terjadi kekosongan jabatan Ketua Badan Pengurus Wilayah disebabkan pemberhentian atau berhenti atau terjadinya pembekuan terhadap Badan Pengurus Wilayah; (2) Musyawarah Wilayah Luar Biasa diselenggarakan oleh Majelis Anggota Wilayah dan dapat membentuk kepanitiaan penyelenggara yang dipimpin oleh Sekretaris Majelis Anggota Wilayah; (3) Musyawarah Wilayah Luar Biasa memberikan hak bagi Ketua Badan Pengurus Wilayah yang diberhentikan atau Badan Pengurus Wilayah yang dibekukan untuk melakukan pembelaan; (4) Apabila pembelaan Ketua Badan Pengurus Wilayah diterima, Musyawarah Wilayah Luar Biasa memutuskan untuk mencabut keputusan Majelis Anggota Wilayah tentang pemberhentian Ketua Badan Pengurus Wilayah dan menetapkan mengembalikan hak-hak yang bersangkutan untuk menjalankan tugas sampai berakhir masa jabatannya; (5) Apabila pembelaan Ketua Badan Pengurus Wilayah ditolak, Musyawarah Wilayah Luar Biasa dilanjutkan dengan agenda pemilihan Ketua Badan Pengurus Wilayah; (6) Tata tertib Musyawarah Wilayah Luar Biasa diusulkan dan ditetapkan oleh peserta Musyawarah Wilayah Luar Biasa; (7) Persidangan pertama kali dalam Musyawarah Wilayah Luar Biasa dipimpin oleh anggota Majelis Anggota Wilayah, untuk selanjutnya Musyawarah dipimpin oleh pimpinan sidang yang dipilih dari dan oleh peserta Musyawarah Wilayah Luar Biasa; (8) Musyawarah Wilayah Luar Biasa sah apabila dihadiri oleh 2/3 (dua pertiga) jumlah anggota wilayah; 12

(9) Dalam hal peserta yang hadir dalam Musyawarah Wilayah Luar Biasa tidak memenuhi syarat sahnya (quorum) sebagaimana dimaksud dalam angka (8), maka Musyawarah Wilayah Luar Biasa ditunda untuk jangka waktu 2 (dua) jam; (10) Apabila setelah dilakukan penundaan dalam jangka waktu 2 (dua) jam peserta yang hadir dalam Musyawarah Wilayah Luar Biasa tetap belum memenuhi syarat dalam angka (8), maka Musyawarah Wilayah Luar Biasa sah dan dapat dilanjutkan; (11) Keputusan-keputusan Musyawarah sah apabila disetujui oleh ½ (setengah) ditambah 1 (satu) peserta yang hadir dalam persidangan. BAB VII PERENCANAAN PROGRAM Pasal 25 (1) Garis-Garis Besar Kebijakan Program Tiga Tahunan yang ditetapkan oleh Kongres digunakan sebagai pedoman dalam menyusun program Perhimpunan; (2) Seluruh kegiatan direncanakan dan diprogram untuk 3 (tiga) tahun atau sama dengan periode kepengurusan; (3) Rencana Kegiatan Tiga Tahunan disusun oleh Badan Pengurus Nasional atau Badan Pengurus Wilayah dan disetujui oleh Majelis Anggota atau Majelis Anggota Wilayah. BAB VIII PENAFSIRAN Pasal 26 Bila terjadi perbedaan penafsiran atas Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART) atau terjadi pertentangan atau perselisihan antara ketetapan atau keputusan di tingkat Nasional dengan di tingkat wilayah, maka sidang Majelis Anggota Nasional yang berwenang memutuskannya. BAB IX PENUTUP Pasal 27 (1) Hal-hal yang belum diatur atau belum cukup diatur oleh Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART) ini, akan diatur dengan peraturan perhimpunan; (2) Dengan berlakunya Perubahan Anggaran Rumah Tangga (ART) ini, maka Anggaran Rumah Tangga (ART) Perhimpunan yang ditetapkan berdasarkan SK Majelis Anggota Nasional PBHI No. : 12/Kep/MA/IV/2007 pada tanggal 5 April 2007 dinyatakan tidak berlaku; 13

(3) Perubahan Anggaran Rumah Tangga (ART) ini dinyatakan sah dan berlaku sejak tanggal ditetapkan. Ditetapkan pada Kongres V PBHI di Yogyakarta pada tanggal 20 Juli 2007. 14