PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31/PERMEN-KP/2013 TENTANG

dokumen-dokumen yang mirip
- 1 - MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA. No.1386, 2012 KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA. Pengaduan. Laporan. Penanganan. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Pemerintahan yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA. BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL. Sistem Penanganan Pengaduan. Tindak Pidana Korupsi.

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS AIRLANGGA

2015, No Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 14

2016, No Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih

2 c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Kepala LIPI tentang Pengelolaan Pengadu

2. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Pemerintahan yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara Re

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1408, 2013 KEMENTERIAN RISET DAN TEKNOLOGI. Whistleblower System. Pelaksanaan. Pedoman.

MENTERI RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2 Wewenang, Pelanggaran dan Tindak Pidana Korupsi Lingkup Kementerian Kehutanan; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggar

-2- Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UndangUndang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik

2 Korupsi di Badan Koordinasi Penanaman Modal sudah tidak sesuai dengan kondisi saat ini; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN

2015, No Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3852); 2. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 t

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.63/Menhut-II/2014 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

SALINAN PERATURAN MENTERI PARIWISATA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN STANDARDISASI NASIONAL,

2 Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Nomor 3851); 2. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembar

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (Lembaran

PERATURAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PER-026/A/JA/10/2013 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2018, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2014 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Pemerintahan yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lemb

PERATURAN KEPALA BADAN SAR NASIONAL NOMOR: PK. 11 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR: 76 TAHUN 2017 TENTANG

2 Pelanggaran di Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih da

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 126 TAHUN 2014 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN NOMOR 3 TAHUN 2014

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Pemerintahan yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan

2016, No Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3852); 2. Undang-Undang Nomor 43 Tahun 200

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR,

PERATURAN KEPALA BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA NOMOR : KEP. 13 TAHUN 2012

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

SALINAN PERATURAN MENTERI PARIWISATA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENANGANAN PENGADUAN MASYARAKAT DI LINGKUNGAN BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotism

penyimpangan dalam penyelenggaraan pemerintahan sehingga terwujud pemerintah yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme;

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 34/Menhut-II/2013 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI BADAN USAHA MILIK NEGARA REPUBLIK INDONESIA

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian (Lembaran Negara Repubik Indonesia Tahun 1992 Nomor 116, Tambahan Negara Repu

Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional

2 2. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 140, Tambahan

2017, No Mengingat: 1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tinda

2017, No Indonesia Nomor 75 Tahun 1999, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851); 2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Ap

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA,

2015, No Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Menteri Perindustrian Republik Indonesia PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA, NOMOR : 29/M-IND/PER/6/2013 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.02.02/MENKES/308/2016 TENTANG TIM UNIT PENGENDALIAN GRATIFIKASI KEMENTERIAN KESEHATAN

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (Lembaran

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 27 Tahun : 2015

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG WAJIB LAPOR HARTA KEKAYAAN

2016, No Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3874) sebagaimana telah diubah dengan Und

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2017, No Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3874) sebagaimana telah diubah dengan deng

WALIKOTA PONTIANAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA PONTIANAK NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN NOMOR : PER-07/M.

2016, No Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Indonesia Nomor 3851); 2. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang

LEMBAGA KEBIJAKAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA LEMBAGA KEBIJAKAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH

2017, No Tahun 2002 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4169); 2. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian N

2017, No Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851); 2. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lem

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6/PERMEN-KP/2013 TENTANG

2017, No Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran N

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2017, No Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 23, Tambahan Lembar

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

SALINAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 462/KMK.09/2004 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA,

2016, No Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3874) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pe

9. Kementerian adalah Kementerian Kelautan dan Perikanan yang selanjutnya disingkat Kementerian. BAB II TUJUAN, DAN RUANG LINGKUP Pasal 2

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PENGAWASAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP. 125/DJ-PSDKP/2011 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

: a. bahwa untuk dapat mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan yang baik, diperlukan peran serta masyarakat dalam pengawasan penyelenggaraan

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.23/MEN/2012 TENTANG

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Pemerintahan yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan

2 2. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 140, Tambahan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2017, No tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republi

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, NOMOR 19/PERMEN-KP/2013 TENTANG

2017, No ); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republ

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepot

KEPUTUSAN KEPALA BADAN KARANTINA IKAN, PENGENDALIAN MUTU, DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN NOMOR 23/KEP-BKIPM/2017 TENTANG

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG PENANGANAN PENGADUAN MASYARAKAT TERPADU DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KESEHATAN

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI BADAN NARKOTIKA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Transkripsi:

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31/PERMEN-KP/2013 TENTANG PEDOMAN PENANGANAN PENGADUAN WHISTLEBLOWER DAN PENGADUAN MASYARAKAT DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan bebas dari kolusi, korupsi, dan nepotisme, perlu diberikan akses kepada pegawai dan/atau masyarakat untuk menyampaikan pengaduan mengenai terjadinya pelanggaran dan/atau tindak pidana di lingkungan Kementerian Kelautan dan Perikanan; b. bahwa untuk mendorong peran serta pegawai di lingkungan Kementerian Kelautan dan Perikanan dan/atau masyarakat dalam upaya mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan bebas dari kolusi, korupsi, dan nepotisme, perlu dilakukan penanganan terhadap pengaduan yang ada dan diberikan perlindungan terhadap pegawai dan/atau masyarakat yang menyampaikan pengaduan; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan tentang Pedoman Penanganan Pengaduan Whistleblower dan Pengaduan Masyarakat di Lingkungan Kementerian Kelautan dan Perikanan; Mengingat: 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokokpokok Kepegawaian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3041) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 169, Tambahan lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3890); 2. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Pemerintahan yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851); 3. Undang-Undang

2 3. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3874) sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2001 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4150); 4. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4635); 5. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 61, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4846); 6. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat Dalam Penyelenggaraan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 129, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3866); 7. Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 114, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3995); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 142, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4450); 9. Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia NomoR 5135); 10. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara, sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2013 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 125); 11. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara, sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 56 Tahun 2013 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 126); 12. Keputusan Presiden Nomor 84/P Tahun 2009, sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Keputusan Presiden Nomor 60/P Tahun 2013; 13. Peraturan

3 Memperhatikan: 13. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.15/MEN/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kelautan dan Perikanan; 14. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.25/MEN/2012 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan di Lingkungan Kementerian Kelautan dan Perikanan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 1); Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 08/M.PAN-RB/06/2012 tentang Sistem Penanganan Pengaduan (Whistleblower System) Tindak Pidana Korupsi Di Lingkungan Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah; MEMUTUSKAN: Menetapkan: PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN TENTANG PEDOMAN PENANGANAN PENGADUAN WHISTLEBLOWER DAN PENGADUAN MASYARAKAT DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: 1. Pegawai adalah Pegawai Negeri Sipil, Calon Pegawai Negeri Sipil, dan pegawai lain di lingkungan Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2. Whistleblower adalah Pegawai yang mengetahui dan mengadukan dugaan terjadinya pelanggaran dan/atau kejahatan yang terjadi di lingkungan Kementerian dan bukan merupakan bagian dari pelaku pelanggaran dan/atau kejahatan yang diadukannya. 3. Pengaduan Whistleblower adalah pengaduan yang disampaikan oleh Whistleblower. 4. Pengaduan masyarakat adalah pengaduan yang disampaikan oleh masyarakat yang mengetahui dan mengadukan dugaan terjadinya pelanggaran dan/atau kejahatan di lingkungan Kementerian. 5. Pengadu adalah Pegawai dan/atau masyarakat yang mengetahui dan mengadukan dugaan terjadinya pelanggaran dan/atau kejahatan yang terjadi di lingkungan kementerian. 6. Kementerian adalah Kementerian Kelautan dan Perikanan. 7. Menteri adalah Menteri Kelautan dan Perikanan. 8. Inspektorat Jenderal adalah Inspektorat Jenderal Kementerian. BAB II

4 BAB II PENGADUAN Pasal 2 (1) Pegawai atau masyarakat dapat menyampaikan Pengaduan. (2) Pengaduan oleh Pegawai sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat berkaitan dengan dugaan: a. penyalahgunaan wewenang; b. pelanggaran disiplin pejabat/pegawai; dan/atau c. tindak pidana korupsi, kolusi, dan nepotisme, yang dilakukan oleh Pejabat/Pegawai di lingkungan Kementerian. (3) Pengaduan oleh masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat berkaitan dengan dugaan: a. penyalahgunaan wewenang; b. melakukan hambatan dalam pelayanan kepada masyarakat; dan/atau c. tindak pidana korupsi, kolusi, dan nepotisme, yang dilakukan oleh Pejabat/Pegawai di lingkungan Kementerian. Pasal 3 (1) Setiap Pegawai yang melihat atau mengetahui dugaan penyalahgunaan wewenang, pelanggaran disiplin Pejabat/Pegawai, dan/atau dugaan tindak pidana korupsi, kolusi dan nepotisme di lingkungan Kementerian wajib menyampaikan Pengaduan. (2) Masyarakat yang melihat atau mengetahui dugaan penyalahgunaan wewenang, hambatan dalam pelayanan kepada masyarakat, dan/atau dugaan tindak pidana korupsi, kolusi dan nepotisme di lingkungan Kementerian dapat menyampaikan Pengaduan. Pasal 4 (1) Pengaduan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dapat disampaikan secara: a. langsung; dan/atau b. tidak langsung. (2) Pengaduan secara langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a disampaikan kepada Menteri, Pejabat Eselon I, dan/atau Pimpinan Unit Kerja. (3) Pengaduan

5 (3) Pengaduan secara tidak langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b disampaikan melalui: a. Website Pengaduan Lingkup KKP; b. Kotak pengaduan; c. Kotak pos pengaduan; d. Pesan singkat secara elektronik (SMS); e. Surat elektronik; dan/atau f. Telepon atau fax yang secara khusus disediakan oleh Tim Penanganan Pengaduan. Pasal 5 (1) Pengaduan paling sedikit memuat: a. substansi pengaduan; b. pihak yang terlibat; c. waktu kejadian; d. tempat kejadian; dan e. kronologis kejadian. (2) Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilengkapi dengan dokumen atau bukti pendukung lainya. Pasal 6 Semua pengaduan wajib ditindaklanjuti oleh Tim Penanganan Pengaduan, termasuk Pengaduan yang tidak memuat atau tidak melampirkan identitas Pengadu. Pasal 7 (1) Dalam hal identitas Pengadu diketahui, Tim Penanganan Pengaduan dan/atau pegawai wajib merahasiakan identitas Pengadu, kecuali untuk keperluan pemeriksaan. (2) Tim Penanganan Pengaduan dan/atau pegawai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang terbukti tidak melaksanakan kewajiban merahasiakan identitas Pengadu dijatuhi hukuman disiplin sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB III

6 BAB III PENANGANAN PENGADUAN Pasal 8 (1) Menteri membentuk Tim Penanganan Pengaduan Kementerian dan menetapkan Tim Sekretariat Penanganan Pengaduan Kementerian pada Inspektorat V, Inspektorat Jenderal. (2) Direktur Jenderal dan Kepala Badan Lingkup Kementerian atas nama Menteri membentuk Tim Penanganan Pengaduan Unit Kerja Eselon I pada unit kerja masing-masing. Pasal 9 Tim Penanganan Pengaduan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 mempunyai tugas: a. menerima Pengaduan dari Pegawai/Masyarakat; b. mengumpulkan informasi mengenai kebenaran Pengaduan; c. mengumpulkan data atau keterangan lainnya yang relevan dengan Pengaduan; d. menilai ancaman atau gangguan yang sudah atau akan terjadi pada Pengadu; e. melakukan telaahan atas Pengaduan; dan/atau f. menyiapkan laporan hasil telaahan untuk disampaikan kepada Inspektur Jenderal atau kepala satuan kerja. Pasal 10 (1) Pengaduan Wistleblower dan Pengaduan Masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, yang ditujukan kepada Menteri, pengadministrasiannya oleh Sekretaris Jenderal. (2) Setelah dilakukan pengadministrasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dokumen Pengaduan diteruskan kepada Tim Penanganan Pengaduan Kementerian. (3) Tim Penanganan Pengaduan Kementerian menelaah materi Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (2). Pasal 11

7 Pasal 11 (1) Pengaduan Masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, yang ditujukan kepada Pejabat Eselon I, pengadministrasiannya oleh Sekretaris Direktorat Jenderal/Kepala Badan. (2) Setelah dilakukan pengadministrasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dokumen Pengaduan diteruskan kepada Tim Penanganan Pengaduan Unit Kerja Eselon I. (3) Tim Penanganan Pengaduan Unit Kerja Eselon I menelaah materi Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (2). Pasal 12 (1) Telaahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (3) dan Pasal 11 ayat (3) dilakukan dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya pengaduan. (2) Hasil telaahan sebagaimana pada ayat (1) disampaikan kepada Inspektur Jenderal sejak tanggal selesainya telaahan Pengaduan, untuk dilakukan pemeriksaan sesuai ketentuan perundang-undangan. Pasal 13 Hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) dapat berupa: a. penyalahgunaan wewenang, b. pelanggaran disiplin pejabat/pegawai; c. melakukan hambatan dalam pelayanan kepada masyarakat; dan/atau d. dugaan tindak pidana korupsi, kolusi dan nepotisme. Pasal 14 (1) Dalam hal hasil pemeriksaan merupakan penyalahgunaan wewenang, pelanggaran disiplin pejabat/pegawai, dan/atau melakukan hambatan dalam pelayanan kepada masyarakat, Inspektur Jenderal memberikan rekomendasi kepada pejabat yang berwenang untuk: a. menjatuhkan hukuman disiplin sesuai dengan ketentuan perundangundangan; dan/atau b. memerintahkan pengembalian uang negara dan/atau Barang Milik Negara. (2) Dalam hal hasil pemeriksaan terdapat dugaan tindak pidana korupsi, kolusi dan nepotisme, hasil pemeriksaan disampaikan kepada instansi yang berwenang, untuk ditindaklanjuti sesuai ketentuan perundangundangan. Pasal 15

8 Pasal 15 Dalam hal hasil pemeriksaan merupakan bukan pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 atau bukan tindak pidana berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, Inspektur Jenderal merekomendasikan pemulihan nama baik teradu. Pasal 16 Inspektur Jenderal menyampaikan seluruh hasil pemeriksaan kepada Menteri dalam bentuk laporan pelaksanaan pemeriksaan. Pasal 17 Inspektorat Jenderal melakukan pemantauan terhadap tindak lanjut pelaksanaan rekomendasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1). Pasal 18 Pengadu berhak mendapatkan informasi mengenai perkembangan pengaduan dari Tim Penanganan pengaduan sesuai dengan tempat dan media penyampaian pengaduan disampaikan. BAB IV PEMBERIAN PERLINDUNGAN Pasal 19 (1) Menteri wajib memberikan perlindungan kepada Wistleblower. (2) Perlindungan kepada Wistleblower sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam hal Pengaduan yang disampaikan memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5. (3) Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan sejak diterimanya Pengaduan. Pasal 20 Perlindungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) dilakukan dengan cara: a. menjaga kerahasiaan identitas Pengadu; b. memberikan rasa aman dalam memberikan keterangan; c. memberikan

9 c. memberikan bantuan hukum; d. meminta perlindungan kepada instansi yang berwenang; dan/atau e. perlindungan dari tindakan balasan administratif kepegawaian dan jaminan hak kepegawaian. BAB V PENGHARGAAN DAN PEMBERIAN SANKSI Pasal 21 (1) Menteri dapat memberikan penghargaan kepada Pengadu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam hal pengaduan: a. berdasarkan hasil pemeriksaan, terbukti telah terjadi pelanggaran displin; atau b. berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap terbukti telah terjadi tindak pidana. Pasal 22 Dalam hal Pegawai yang diadukan beritikad baik dan bekerjasama dalam pengungkapan Pengaduan, direkomendasikan untuk diberikan keringanan dalam pemberian hukuman disiplin. Pasal 23 Pegawai yang berdasarkan hasil pemeriksaan terbukti menyampaikan Pengaduan palsu dan/atau menyampaikan Pengaduan yang bersifat fitnah, dijatuhi hukuman disiplin oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 24 Pejabat yang terbukti menyalahgunakan jabatan dan/atau kewenangannya untuk melakukan tindakan balasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf e, dijatuhi hukuman disiplin sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB VI

10 BAB VI KETENTUAN PERALIHAN Pasal 25 Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Tim yang melaksanakan penanganan Pengaduan yang telah dibentuk sebelum Peraturan Menteri ini mulai berlaku, tetap melaksanakan tugas sampai dengan dibentuknya Tim Penanganan Pengaduan berdasarkan Peraturan Menteri ini. BAB VII KETENTUAN PENUTUP Pasal 26 Tim Penanganan Pengaduan harus sudah dibentuk dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan terhitung mulai sejak berlakunya Peraturan Menteri ini. Pasal 27 Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Diundangkan di Jakarta pada tanggal 18 Desember 2013 Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 13 Desember 2013 MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd. AMIR SYAMSUDIN SHARIF C. SUTARDJO BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2013 NOMOR 1501