GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

dokumen-dokumen yang mirip
BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

MENTERI RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1408, 2013 KEMENTERIAN RISET DAN TEKNOLOGI. Whistleblower System. Pelaksanaan. Pedoman.

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR: 76 TAHUN 2017 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN STANDARDISASI NASIONAL,

2. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Pemerintahan yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara Re

2 Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Nomor 3851); 2. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembar

- 1 - MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN KEPALA BADAN SAR NASIONAL NOMOR: PK. 11 TAHUN 2014 TENTANG

MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA

SALINAN PERATURAN MENTERI PARIWISATA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG

2 c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Kepala LIPI tentang Pengelolaan Pengadu

BERITA NEGARA. BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL. Sistem Penanganan Pengaduan. Tindak Pidana Korupsi.

2015, No Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3852); 2. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 t

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31/PERMEN-KP/2013 TENTANG

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

2015, No Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 14

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 27 Tahun : 2015

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

2 Korupsi di Badan Koordinasi Penanaman Modal sudah tidak sesuai dengan kondisi saat ini; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam

-2- Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UndangUndang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.63/Menhut-II/2014 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Pemerintahan yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

2 Wewenang, Pelanggaran dan Tindak Pidana Korupsi Lingkup Kementerian Kehutanan; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggar

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2014 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN NOMOR 3 TAHUN 2014

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 126 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENYELENGGARAAN LAPORAN HARTA KEKAYAAN

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 017 TAHUN 2017 TENTANG

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 69 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 81 TAHUN 2015

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG

8. Peraturan.../2 ATE/D.DATA WAHED/2016/PERATURAN/APRIL

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 052 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN KEPALA BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA NOMOR : KEP. 13 TAHUN 2012

PROVINSI ACEH PERATURAN BUPATI BIREUEN NOMOR 28 TAHUN 2016 TENTANG

W A L I K O T A Y O G Y A K A R T A PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 87 TAHUN 2014 TENTANG

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2015, No Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 6, Tambahan Lem

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 33 TAHUN 2011 TENTANG

MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 52 TAHUN 2015 TENTANG RINCIAN TUGAS DAN FUNGSI INSPEKTORAT

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/706/KPTS/013/2012 TENTANG

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 21 TAHUN 2O16 TENTANG PIAGAM AUDIT INTERN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN PATI

Nomor 3851); 3. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 78,

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA KEPUTUSAN BUPATI BANTUL NOMOR 136 TAHUN 2016 TENTANG

BERITA NEGARA. No.1386, 2012 KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA. Pengaduan. Laporan. Penanganan. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

SALINAN PERATURAN MENTERI PARIWISATA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN BANTUL

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (Lembaran

2018, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS AIRLANGGA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA,

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 93 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2015 TENTANG

WALIKOTA PONTIANAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA PONTIANAK NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian (Lembaran Negara Repubik Indonesia Tahun 1992 Nomor 116, Tambahan Negara Repu

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Pemerintahan yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 34/Menhut-II/2013 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN WALIKOTA MATARAM NOMOR : 28 TAHUN 2017 TENTANG

2016, No Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Indonesia Nomor 3851); 2. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang

BERITA DAERAH KABUPATEN BANTUL

2017, No Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 142); 3. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2015 tentang Kementerian Penday

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI TANAH DATAR PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN BUPATI TANAH DATAR NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG KUALIFIKASI JABATAN FUNGSIONAL UMUM

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 29 TAHUN 2016 TENTANG KOMISI INFORMASI DAERAH

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 01 TAHUN 2017 TENTANG PROGRAM KERJA PENGAWASAN TAHUNAN TAHUN 2017 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI BADAN USAHA MILIK NEGARA REPUBLIK INDONESIA

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN NOMOR : PER-07/M.

2016, No Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih

WALIKOTA PROBOLINGGO

MEMUTUSKAN : BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

BUPATI DEMAK PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI DEMAK NOMOR 41 TAHUN 2015 TENTANG

BERITA DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN PERATURAN WALIKOTA SAMARINDA NOMOR 16 TAHUN 2013

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

5. Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1950 tentang Berlakunya Undang-Undang Nomor 2, 3, 10, dan 11 Tahun 1950;

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PADANG LAWAS UTARA,

GUBERNUR JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,

2017, No Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851); 2. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lem

MEMUTUSKAN : BAB I KETENTUAN UMUM

2017, No Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran N

BERITA DAERAH KABUPATEN BANTUL

2 Pelanggaran di Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih da

GUBERNUR JAWA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT,

SALINAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 462/KMK.09/2004 TENTANG

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 53 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 01 TAHUN 2014 TENTANG PROGRAM KERJA PENGAWASAN TAHUNAN TAHUN 2014 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Transkripsi:

SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PENGUNGKAPAN DUGAAN PELANGGARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA, Menimbang : a. bahwa tindak pidana korupsi, penyalahgunaan wewenang dan pelanggaran merupakan perbuatan yang merugikan keuangan negara dan menghambat jalannya pemerintahan dan pembangunan; b. bahwa pelaporan dari masyarakat dan Aparatur Sipil Negara atas terjadinya dugaan tindak pidana korupsi, penyalahgunaan wewenang dan pelanggaran merupakan bentuk pengawasan untuk mendorong terwujudnya Asas Pemerintahan Negara Yang Baik; c. bahwa diperlukan penanganan dan tindakan yang tepat, cepat dan bertanggungjawab atas laporan masyarakat dan Aparatur Sipil Negara sebagaimana dimaksud dalam huruf b; d. bahwa berdasakan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Gubernur tentang Pedoman Pelaksanaan Pengungkapan Dugaan Pelanggaran; Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah Istimewa Jogjakarta (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 1950 Nomor 3), sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1955 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 3 Jo. Nomor 19 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah Istimewa Jogjakarta (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1955 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 827);

3. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang penyelenggaraan Pemerintahan yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851); 4. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3874) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4150); 5. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 170, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5339); 6. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587), sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); 7. Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1950 tentang Berlakunya Undang-Undang Nomor 2, 3, 10 dan 11 Tahun 1950 (Berita Negara Republik Indonesia tahun 1950 Nomor 58); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4890); 9. Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5135); 10. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 60 Tahun 2012 tentang Pedoman Pembangunan Zona Integritas Menuju Wilayah Bebas dari Korupsi dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani di Lingkungan Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah;

MEMUTUSKAN : Menetapkan: PERATURAN GUBERNUR TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PENGUNGKAPAN DUGAAN PELANGGARAN. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Gubernur ini, yang dimaksud dengan: 1. Pelanggaran adalah perbuatan atau tindakan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, kode etik, dan/atau asas-asas pemerintahan yang baik di lingkungan Pemerintah Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta. 2. Korupsi adalah setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. 3. Kolusi adalah permufakatan atau kerja sama secara melawan hukum antar Penyelenggara Negara atau antara Penyelenggara Negara dengan pihak lain yang merugikan orang lain, masyarakat dan negara. 4. Nepotisme adalah setiap perbuatan Penyelenggara Negara secara melawan hukum yang menguntungkan kepentingan keluarganya dan atau kroninya di atas kepentingan masyarakat, bangsa dan negara. 5. Pelanggaran Terhadap Asas Pemerintahan Negara Yang Baik adalah pelanggaran terhadap asas-asas umum pemerintahan sebagaimana yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang tentang Administrasi Pemerintahan. 6. Pelanggaran Terhadap Pedoman Kode Etik adalah pelanggaran terhadap norma yang harus ditaati oleh seluruh pegawai dalam menjalankan tugas, kewenangan dan tanggung jawabnya secara pribadi maupun organisasi. 7. Penyalahgunaan Wewenang Atau Jabatan Untuk Kepentingan Pribadi Dan/Atau Golongan adalah tindakan memanfaatkan kewenangan yang dimiliki oleh Aparatur Sipil Negara untuk kepentingan pribadi dan/atau kepentingan golongan tertentu. 8. Pelanggaran Terhadap Prinsip Standar Akuntansi Pemerintahan Yang Berlaku adalah pelanggaran terhadap prinsip-prinsip akuntansi yang diterapkan dalam menyusun dan menyajikan laporan keuangan pemerintah, dinyatakan dalam bentuk Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Keuangan Negara. 9. Pelanggaraan Terhadap Standar Pelayanan adalah pelanggaran terhadap ketentuan standar pelayanan yang telah ditetapkan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.

10. Pelapor Pengungkapan Dugaan Pelanggaran yang selanjutnya disebut Whistleblower adalah Aparatur Sipil Negara atau masyarakat yang melaporkan adanya dugaan pelanggaran. 11. Pengaduan adalah informasi yang disampaikan oleh Whistleblower sehubungan dengan adanya pelanggaran. 12. Unit Pengelola Pengaduan yang selanjutnya disingkat UPP adalah unit disetiap SKPD yang bertugas mengelola Pengaduan yang disampaikan oleh Pelapor (whistleblower). 13. Pejabat yang berwenang menghukum adalah pejabat yang berwenang menjatuhkan hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil. 14. Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya disingkat ASN adalah pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang bekerja di lingkungan Pemerintah Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta. 15. Pemerintah Daerah adalah Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta dan perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. 16. Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta, selanjutnya disebut Gubernur, adalah Kepala Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta yang karena jabatannya juga berkedudukan sebagai wakil Pemerintah. 17. Satuan Kerja Perangkat Daerah yang selanjutnya disingkat SKPD adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah yang terdiri dari Sekretariat Daerah, Sekretariat DPRD, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Inspektorat, Satuan Polisi Pamong Praja, Dinas Daerah, Lembaga Teknis Daerah dan Lembaga Lain. BAB II JENIS PELANGGARAN Pasal 2 Pelanggaran yang dapat dilaporkan oleh Whistleblower meliputi: a. korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN); b. pelanggaran terhadap Asas Pemerintahan Negara Yang Baik; c. pelanggaran terhadap pedoman kode etik; d. penyalahgunaan wewenang atau jabatan untuk kepentingan pribadi dan/atau golongan; e. pelanggaran terhadap prinsip standar akuntansi pemerintahan yang berlaku; dan/atau f. pelanggaraan terhadap standar pelayanan.

BAB III HAK-HAK PELAPOR Hak-hak Whistleblower, antara lain : Pasal 3 a. memberikan keterangan tanpa tekanan; b. mendapatkan pendampingan; c. bebas dari pertanyaan yang mengintimidasi; d. mendapatkan informasi mengenai perkembangan pelaporan; e. mendapat nasihat hukum; dan f. mendapat perlindungan hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. BAB IV MEKANISME PENGADUAN Pasal 4 Laporan Pengaduan dapat disampaikan dengan cara: a. langsung melalui UPP b. tidak langsung melalui : 1. surat; 2. faksimile; 3. kotak pengaduan; dan/atau 4. surat elektronik (email). c. Sarana pengaduan tidak langsung sebagaimana dimaksud dalam huruf b disediakan oleh UPP Tingkat SKPD atau UPP Tingkat Pemerintah Daerah. Pasal 5 (1) Laporan Pengaduan Langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a dapat dilakukan melalui UPP Tingkat SKPD atau UPP Tingkat Pemerintah Daerah. (2) Laporan Pengaduan kepada UPP dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut : a. disampaikan kepada UPP Tingkat SKPD dalam hal materi laporan pengaduan terkait dengan tugas dan fungsi SKPD; atau b. disampaikan kepada UPP Tingkat Pemerintah Daerah dalam hal materi laporan Pengaduan tidak terkait dengan tugas dan fungsi SKPD. (3) Laporan pengaduan tidak langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b, akan dikelola oleh UPP sesuai dengan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

BAB V TUGAS DAN STRUKTUR ORGANISASI UPP Pasal 6 (1) Susunan organisasi UPP Tingkat SKPD sebagai berikut : a. Penanggung Jawab : Kepala SKPD; b. Ketua : Sekretaris/Kepala Bagian Tata Usaha; dan c. Anggota : Para pejabat Eselon III dan IV yang dinilai berintegritas. (2) Susunan organisasi UPP Tingkat Pemerintah Daerah sebagai berikut: a. Pengarah : Gubernur; b. Ketua : Sekretaris Daerah; c. Sekretaris : Inspektur; d. Anggota : 1. Para Asisten Sekretariat Daerah; 2. Kepala Dinas Pendapata, Pengelolaan Keuangan dan Aset; 3. Kepala Badan Kepegawaian Daerah; 4. Kepala Biro Hukum; 5. Kepala Biro Organisasi; e. Sekretariat : 1. Unsur Inspektorat; 2. Unsur Badan Kepegawaian Daerah; 3. Unsur Biro Hukum ; (3) Tugas UPP Tingkat SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagai berikut : a. melakukan pengelolaan pengaduan dengan tahapan sebagai berikut : 1. menerima dan mengadministrasikan pengaduan; 2. menganalisis pengaduan untuk menentukan dapat atau tidaknya suatu pengaduan ditindaklanjuti ke penanganan; 3. melakukan penanganan pengaduan dan memberikan saran/rekomendasi akhir kepada Kepala SKPD; 4. membuat laporan pengelolaan pengaduan, pemeriksaan dan tindak lanjut atas rekomendasi secara berkala setiap 4 (empat) bulan sekali untuk disampaikan kepada UPP Tingkat Pemerintah Daerah; dan 5. memberikan perlindungan kepada Whistleblower, dengan cara menjaga kerahasiaan identitas Whistleblower terkecuali untuk keperluan pemeriksaan dengan terlebih dahulu mendapat persetujuan Kepala SKPD.

b. UPP dengan pertimbangan tertentu dapat melimpahkan tindak lanjut penyelesaian pengaduan kepada UPP Tingkat Pemerintah Daerah melalui Sekretariat Pengaduan di Inspektorat. c. pertimbangan tertentu sebagaimana dimaksud dalam huruf b sebagai berikut : 1. benturan kepentingan; 2. keterbatasan kewenangan penanganan pengaduan; dan 3. perlu pendalaman pemeriksaan. (4) Tugas UPP Tingkat Pemerintah Daerah adalah mengelola pelimpahan pengaduan dari UPP Tingkat SKPD dengan tahapan sebagai berikut : a. menerima pelimpahan UPP Tingkat SKPD dan mengadministrasikan pelimpahan pengaduan; b. berkoordinasi dengan UPP Tingkat SKPD sebagai pihak yang memberikan pelimpahan; c. menganalisis pengaduan untuk menentukan dapat atau tidaknya suatu pengaduan ditindaklanjuti ke pemeriksaan; d. melakukan pemeriksaan dan memberikan rekomendasi kepada Gubernur; e. mempublikasikan hasil pengelolaan pengaduan di Pemerintah Daerah antara lain melalui Forum Resmi Gelar Pengawasan Daerah; f. membuat laporan pengelolaan pengaduan secara tertulis setiap 6 (enam) bulan sekali kepada Gubernur; dan g. memberikan perlindungan kepada Whistleblower, dengan cara menjaga kerahasiaan identitas Whistleblower terkecuali untuk keperluan pemeriksaan. BAB VI PENGELOLAAN PENGADUAN Pasal 7 (1) Pengelolaan Pengaduan oleh UPP Tingkat SKPD dilakukan dengan tahapan sebagai berikut : a. Registrasi 1. Setiap Whistleblower yang menyampaikan laporan Pengaduan diberikan nomor register; 2. Nomor register Whistleblower digunakan sebagai identitas Whistleblower dalam melakukan komunikasi antara pihak Whistleblower dengan UPP Tingkat SKPD. b. Setelah Nomor Register diberikan, UPP Tingkat SKPD melakukan verifikasi atas materi pengaduan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) sebagai berikut :

1. dalam hal materi laporan pengaduan sesuai dengan kewenangannya maka dilakukan kajian/analisis; 2. dalam hal materi laporan Pengaduan bukan kewenangannya maka laporan pengaduan akan diteruskan ke SKPD lain yang terkait atau ke UPP Tingkat Pemerintah Daerah; 3. dalam hal materi laporan pengaduan bersifat sumir/tidak jelas maka UPP Tingkat SKPD akan : a) meminta informasi tambahan kepada Whistleblower, jika identitasnya jelas; atau b) tidak menindaklanjuti laporan pengaduan, jika identitas Pelapor (whistleblower) tidak jelas/tidak ada, pejabat/pegawai yang diduga melanggar tidak jelas, materi pelanggaran tidak jelas dan/atau pejabat/pegawai yang dilaporkan telah meninggal. 4. kajian/analisis sebagaimana dimaksud dalam huruf b angka (1) memuat hal-hal sebagai berikut: a) dugaan kasus; b) unit kerja terkait; c) pokok permasalahan/materi pengaduan; d) ketentuan yang dilanggar; dan e) kesimpulan. 5. setelah dilaksanakan registrasi dan verifikasi sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, UPP Tingkat SKPD memberikan rekomendasi awal kepada Tim Penanganan Pengaduan berupa : a) pengumpulan bahan dan keterangan (surveillance); b) penanganan dan/atau pemeriksaan; dan/atau c) tindaklanjut dilakukannya audit investigasi atau pemeriksaan khusus oleh UPP Tingkat Pemerintah Daerah apabila penanganan pengaduan akan dilimpahkan. 6. dalam hal penanganan pengaduan tidak dilimpahkan kepada UPP Tingkat Pemerintah Daerah, maka UPP Tingkat SKPD melakukan penanganan pengaduan untuk kemudian memberikan rekomendasi akhir kepada Kepala SKPD. (2) Ketentuan pada ayat (1) berlaku mutatis mutandis terhadap Pengelolaan Pengaduan oleh UPP Tingkat Pemerintah Daerah. (3) UPP Tingkat Pemerintah Daerah berhak melakukan Audit Investigasi atau Pemeriksaan Khusus dengan mekanisme sebagai berikut : a. setelah mendapatkan rekomendasi UPP Tingkat SKPD, UPP Tingkat Pemerintah Daerah melakukan audit investigasi atau pemeriksaan khusus terhadap dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh pejabat/pegawai SKPD; b. hasil audit atau pemeriksaan khusus dituangkan dalam Laporan Hasil Pemeriksaan;

c. laporan Hasil Pemeriksaan menjadi dasar penjatuhan hukuman kepada pegawai/pejabat yang terbukti bersalah melalui mekanisme dan prosedur yang berlaku; d. rekomendasi kepada Gubernur atas laporan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam huruf c berupa: 1. penjatuhan hukuman disiplin; dan/atau 2. pengembalian kerugian negara. BAB VII MONITORING DAN EVALUASI Pasal 8 (1) Dalam hal Whistleblower meminta penjelasan mengenai perkembangan dan/atau tindak lanjut atas laporan pengaduan yang disampaikan, Whistleblower dapat menghubungi UPP Tingkat SKPD maupun UPP Tingkat Pemerintah Daerah. (2) UPP Tingkat Pemerintah Daerah memonitor dan/atau mengevaluasi tindak lanjut penyelesaian penanganan laporan pengaduan yang dilakukan oleh UPP Tingkat SKPD. (3) UPP Tingkat Pemerintah Daerah menyelenggarakan sistem monitoring secara periodik (periodicly monitoring system) atas pelaksanaan penanganan laporan pengaduan di masing-masing UPP Tingkat SKPD. BAB VIII PENGHARGAAN Pasal 9 (1) Whistleblower yang telah berjasa mengungkap dugaan Pelanggaran berhak mendapat penghargaan. (2) Penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa piagam atau bentuk lain. BAB IX KETENTUAN PENUTUP Pasal 10 Peraturan Gubernur ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Gubernur ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta. Ditetapkan di Yogyakarta pada tanggal 18 April 2016 GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA, ttd HAMENGKU BUWONO X Diundangkan di Yogyakarta pada tanggal 18 April 2016 SEKRETARIS DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA, ttd ICHSANURI BERITA DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN 2016 NOMOR 21 Salinan Sesuai Dengan Aslinya KEPALA BIRO HUKUM, ttd DEWO ISNU BROTO I.S. NIP. 19640714 199102 1 001