EVALUASI PEMILIHAN DAN PENGGUNAAN OBAT SELESMA TANPA RESEP DI KALANGAN ORANG TUA MURID KELOMPOK BERMAIN DAN TAMAN KANAK-KANAK DI KECAMATAN UMBULHARJO

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dan tempat pelayanan kesehatan (DepKes RI, 2002). paling tepat dan murah (Triyanto & Sanusi, 2003).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

By: Kelompok 2 Amelia Leona Ayu Afriza Cindy Cesara Dety Wahyuni Fitri Wahyuni Ida Khairani Johan Ricky Marpaung Silvia Syafrina Ibrahim

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Sakit (illness) berbeda dengan penyakit (disease). Sakit berkaitan dengan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pengobatan sendiri (swamedikasi) merupakan bagian dari upaya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS IKLAN OBAT BEBAS DAN OBAT BEBAS TERBATAS PADA ENAM MEDIA CETAK YANG BEREDAR DI KOTA SURAKARTA PERIODE BULAN FEBRUARI-APRIL 2009

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. peningkatan kesehatan masyarakat. Definisi swamedikasi menurut

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini mengambil lokasi Desa Pojok Kidul Kecamatan Nguter

INTISARI TINGKAT PENGETAHUAN PASIEN TERHADAP SWAMEDIKASI BATUK DI APOTEK PANASEA BANJARMASIN

INTISARI PROFIL SWAMEDIKASI OBAT BATUK PILEK BEBAS PADA ANAK DI APOTEK AMANDIT FARMA BANJARMASIN

BAB I PENDAHULUAN. Self Medication menjadi alternatif yang diambil masyarakat untuk meningkatkan

PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT SOSIALISASI MENGENAL OBAT AGAR TAK SALAH OBAT PADA IBU-IBU PENGAJIAN AISYIYAH PATUKAN AMBARKETAWANG GAMPING

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor : 386/MEN.KES/SK/IV/1994, untuk

OTC (OVER THE COUNTER DRUGS)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Swamedikasi atau self medication adalah penggunaan obat-obatan tanpa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Maria Ulfa Pjt Maria Lalo Reina Fahwid S Riza Kurnia Sari Sri Reny Hartati Yetti Vinolia R

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Demografi Responden. Distribusi responden berdasarkan umur seperti pada tabel 3.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Istilah pengobatan sendiri, meskipun belum terlalu populer, namun

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN STATUS EKONOMI TERHADAP RASIONALITAS PENGGUNAAN OBAT SWAMEDIKASI PADA PENGUNJUNG DI APOTEK X KOTA PANGKALPINANG

EVALUASI PENGGUNAAN OBAT ANALGETIK ANTIPIRETIK SEBAGAI UPAYA PENGOBATAN SENDIRI DI KELURAHAN PONDOK KARANGANOM KLATEN NASKAH PUBLIKASI

Famili : Picornaviridae Genus : Rhinovirus Spesies: Human Rhinovirus A Human Rhinovirus B

UPAYA PENINGKATAN PENGETAHUAN WARGA DALAM MEMILIH OBAT BEBAS UTUK PENGONATAN SENDIRI MELALUI PEMBERIAN INFORMASI LISAN

GAMBARAN PENGOBATAN PADA PENDERITA ISPA (INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT) DI PUSKESMAS TRUCUK 1 KLATEN TAHUN 2010

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. promosi / iklan obat melalui media massa dan tingginya biaya pelayanan kesehatan,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesehatan merupakan suatu indikator yang menggambarkan tingkat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang optimal. Kesehatan menurut Undang-Undang Kesehatan Republik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Para orang tua menjadi khawatir ketika anak menderita sakit. Ibu. ketika anak terserang penyakit (Widodo, 2009).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Izin Apotek Pasal 1 ayat (a): Apotek adalah tempat tertentu, tempat dilakukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilakukan di apotek Mega Farma Kota Gorontalo pada tanggal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. masyarakat yang setinggi tingginya (Depkes, 2009). Adanya kemajuan ilmu

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang. benda asing eksternal seperti debu dan benda asing internal seperti dahak.

Tingkat Pengetahuan Masyarakat Di Desa Talungen Kabupaten Bone Tentang Swamedikasi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

INTISARI TINGKAT PENGETAHUAN ORANG TUA DALAM PENGGUNAAN AMOXICILLIN SIRUP KERING PADA PASIEN BALITA DI PUSKESMAS SUNGAI KAPIH SAMARINDA

Materi Penyuluhan Konsep Tuberkulosis Paru

Stabat dalam rangka pembinaan Puskesmas. BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pusat Kesehatan Masyarakat yang disingkat puskesmas adalah unit

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN KETEPATAN PEMILIHAN OBAT INFLUENZA PADA MAHASISWA FARMASI NASKAH PUBLIKASI

ANALISIS KEPUASAN KONSUMEN TERHADAP PELAYANAN OBAT DI APOTEK KELURAHAN WONOKARTO KABUPATEN WONOGIRI SKRIPSI

PERAN APOTEKER DALAM PELAYANAN SWAMEDIKASI. Dra. Liza Pristianty,MSi,MM,Apt Fakultas Farmasi Universitas Airlangga PC IAI Surabaya

ABSTRAK TINGKAT PENGETAHUAN PASIEN GASTRITIS TERHADAP PENGGUNAAN TERAPI KOMBINASI RANITIDIN DAN ANTASIDA DI PUSKESMAS S. PARMAN BANJARMASIN

Perpustakaan Unika LAMPIRAN- LAMPIRAN

HUBUNGAN PENGETAHUAN ORANG TUA TERHADAP TINDAKAN SWAMEDIKASI SELESMA PADA ANAK DI KELURAHAN GROBOGAN PURWODADI NASKAH PUBLIKASI

EVALUASI TINGKAT KESALAHAN PENGOBATAN SENDIRI (SWAMEDIKASI) DI KALANGAN MAHASISWA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

KUALITAS HIDUP PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA MADIUN SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. suksesnya sistem kesehatan adalah pelaksanaan pelayanan kefarmasian (Hermawati, kepada pasien yang membutuhkan (Menkes RI, 2014).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. individu, tetapi juga oleh komunitas atau kelompok, bahkan oleh masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang semula hanya berfokus kepada pengelolaan obat (drug oriented)

CARA BIJAK MEMILIH OBAT BATUK

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengobatan sendiri (swamedikasi) merupakan upaya yang paling banyak dilakukan masyarakat untuk mengatasi keluhan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Swamedikasi atau pengobatan sendiri merupakan kegiatan pemilihan dan

BAB I PENDAHULUAN. (40 60%), bakteri (5 40%), alergi, trauma, iritan, dan lain-lain. Setiap. (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2013).

2. Bagi Apotek Kabupaten Cilacap Dapat dijadikan sebagai bahan masukan sehingga meningkatkan kualitas dalam melakukan pelayanan kefarmasian di Apotek

SKRIPSI FENNY SURATININGSIH K Oleh :

Catur Setiya Sulistiyana, Yogi Irawan Fakultas Kedokteran, Universitas Swadaya Gunung Jati, Cirebon

BAB I LATAR BELAKANG. suatu usaha dalam pemilihan dan penggunaan obat obatan oleh individu UKDW

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN KETEPATAN PEMILIHAN OBAT INFLUENZA PADA MASYARAKAT KABUPATEN WONOGIRI NASKAH PUBLIKASI

BAB I. Kesehatan merupakan hal yang penting di dalam kehidupan. Seseorang. yang merasa sakit akan melakukan upaya demi memperoleh kesehatannya

HUBUNGAN PENGETAHUAN ORANG TUA TERHADAP TINDAKAN SWAMEDIKASI SELESMA PADA ANAK DI KELURAHAN GROBOGAN PURWODADI SKRIPSI

KAJIAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN DEMAM TYPHOID DEWASA DI INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA TAHUN 2010 SKRIPSI

SURVEI KESALAHAN DALAM PENULISAN RESEP DAN ALUR PELAYANANNYA DI APOTEK KECAMATAN AMPEL KABUPATEN BOYOLALI SKRIPSI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Apotek berasal dari bahasa Yunani apotheca, yang secara harfiah berarti

Lampiran 1. Daftar Tilik Mutu Pelayanan Kefarmasian DAFTAR TILIK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

SWAMEDIKASI PADA PENGUNJUNG APOTEK DI APOTEK MARGI SEHAT TULUNG KECAMATAN TULUNG KABUPATEN KLATEN

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan lima tahun. Pada usia ini otak mengalami pertumbuhan yang

INTISARI. Ahmad Rajidin 1 ; Riza Alfian 2 ; Erna Prihandiwati 3

BAB II A. TINJAUAN PUSTAKA. obat atau farmakoterapi. Tidak kalah penting, obat harus selalu digunakan secara

PERBEDAAN BIAYA PERAWATAN DIARE DENGAN PENANGANAN

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA

Kata Kunci: Tingkat Pengetahuan, Asam Mefenamat, Pasien Poli Gigi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PADA ANAK YANG SKRIPSI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

GAMBARAN PENGETAHUAN SWAMEDIKASI GASTRITIS (MAAG) PADA MAHASISWA NON FARMASI FMIPA UNIVERSITAS SEBELAS MARET TUGAS AKHIR

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Daenaa Kecamatan Limboto Barat

CERDAS MENGENALI PENYAKIT DAN OBAT

Jurnal Kefarmasian Indonesia. Vol : 20-27

LEBIH DEKAT DENGAN OBAT

Jangan Sembarangan Minum Antibiotik

Lampiran 1. Surat Izin Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Pustaka. tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (Notoatmodjo,

Transkripsi:

EVALUASI PEMILIHAN DAN PENGGUNAAN OBAT SELESMA TANPA RESEP DI KALANGAN ORANG TUA MURID KELOMPOK BERMAIN DAN TAMAN KANAK-KANAK DI KECAMATAN UMBULHARJO SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) Program Studi Farmasi Oleh : Faila Sufa Sasono Putri NIM : 988114140 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2006 i

ii

iii

HALAMAN PERSEMBAHAN life without a friend is death without a witness ridhar rabbi fii ridhal waalidi wasukhthur rabbi fii sukhthil waalidi (HR Tirmidzi dan Hakim) Kupersembahkan untuk: Allah SWT dan Nabi Muhammad saw Ibu-Bapakku, ungkapan rasa hormat dan baktiku Suami dan anak-anakku, ungkapan rasa cintaku Saudara-saudaraku dan Almamaterku iv

v

PRAKATA Assalamu alaikum Wr.Wb Syukur alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah SWT serta sholawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW karena telah dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Evaluasi Pemilihan dan Penggunaan Obat Selesma Tanpa Resep Di Kalangan Orang Tua Murid Kelompok Bermain dan Taman Kanak-Kanak di Kecamatan Umbulharjo. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan Strata Satu (S1) Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Dalam penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapat dukungan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada: 1. Bapak Drs. A. Yuswanto, S.U., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah memberikan kesempatan untuk menyelesaikan skripsi ini. 2. Ibu Rita Suhadi, M.Si., Apt. selaku dosen pembimbing sekaligus penguji yang telah memberikan bimbingan, saran dan motivasi dalam penyusunan skripsi ini. 3. Ibu Aris Widayati, M.Si., Apt. selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan dan kritik dalam penyusunan skripsi ini. 4. Ibu Phebe Hendra, M.Si., Apt. selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan dan kritik dalam penyusunan skripsi ini. vi

5. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Farmasi USD atas ilmu yang telah diberikan. 6. Walikota Yogyakarta dan Ketua Bappeda DIY atas ijin yang diberikan untuk melakukan penelitian di Kecamatan Umbulharjo. 7. Dinas P dan P kota Yogyakarta atas kesempatan yang diberikan untuk melakukan penelitian di Kelompok Bermain dan Taman Kanak-Kanak di Kecamatan Umbulharjo. 8. Kepala Sekolah dan Guru Kelompok Bermain dan Taman Kanak- Kanak di lima Kelompok Bermain dan Taman Kanak-Kanak di Kecamatan Umbulharjo atas bantuannya dalam penelitian. 9. Orang tua murid Kelompok Bermain dan Taman Kanak-Kanak di Kecamatan Umbulharjo atas partisipasinya dalam pengisian kuisioner. 10. Bapak Djoko Sasono Putranto dan Ibu Tri Irianti tercinta selaku orang tua penulis, terima kasih atas segala limpahan kasih sayang, doa dan kesabaran. 11. Bapak H.M Syadhali, BA dan Ibu Sugiarti tercinta selaku bapak dan ibu mertua penulis atas doa dan kasih sayangnya. 12. My husband tercinta Nur Machmud yang selalu menemani hari-hariku dalam suka dan duka. Terima kasih atas pengertian dan kesabaranmu. 13. Buah hatiku tercinta Arya dan Iqbal yang selalu menghiasi hari-hariku dengan tawa ceria, tangis dan kemanjaan. 14. Saudara-saudaraku tersayang Erik, Zia, Mas Feri dan Mbak Dewi atas kasih sayang dan motivasinya. vii

15. Teman-teman seperjuangan Mbak Rita, Mbak Cicil, Mbak Kiki, Ira, Sari, Rini, Kiky dan Dedi atas motivasi dan bantuannya. 16. Muly dan Hans atas abstraksnya. 17. Teman-teman Farmasi angkatan 98, 00 dan 02. 18. Budhe Rin dan Pakdhe Edi atas bantuan moril dan materiil. 19. Woro dan Panjul atas pinjaman komputernya. 20. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu. Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini banyak kekurangannya namun penulis berharap skripsi ini dapat memberikan informasi yang bermanfaat bagi masyarakat dan perkembangan ilmu pengetahuan. Wassalamu alaikum Wr.Wb Yogyakarta, Agustus 2006 Penulis viii

INTISARI Orang tua adalah orang yang paling berperan dalam pengambilan keputusan pengobatan selesma pada anak. Tersedianya berbagai macam produk obat selesma tanpa resep untuk anak mendorong orang tua untuk melakukan swamedikasi untuk mengobati selesma anak dengan menggunakan obat selesma tanpa resep untuk anak. Metodologi penelitian ini adalah non eksperimental dengan rancangan penelitian survei epidemiologik deskriptif dan pengambilan sampel secara quota sampling. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pemilihan dan penggunaan obat selesma tanpa resep untuk anak yang rasional. Instrumen penelitian yang digunakan adalah kuesioner yang disebarkan kepada sejumlah orang tua murid di lima Kelompok Bermain dan Taman Kanak-kanak di Kecamatan Umbulharjo. Analisis hasil menggunakan analisis deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar responden mengetahui bahwa swamedikasi dilakukan untuk mengobati penyakit ringan termasuk selesma dengan menggunakan obat selesma tanpa resep atau obat tradisional (80,23%). Sebagian besar responden mengerti bahwa selesma merupakan gejala penyakit yang dapat sembuh dengan menggunakan obat selesma tanpa resep atau obat tradisional (54,80%). Jenis terapi yang dilakukan responden untuk mengobati selesma anak adalah swamedikasi menggunakan obat tanpa resep (68,63%). Merek obat yang paling banyak digunakan adalah Anakonidin (25,56%) dalam bentuk sediaan cair (97,74%). Apotek merupakan tempat yang paling banyak dipilih responden untuk mendapatkan produk obat selesma tanpa resep untuk anak (73,68%). Sebagian besar responden menyatakan bahwa sumber informasi tentang obat selesma tanpa resep untuk anak adalah dari iklan di televisi (44,36%). Berdasarkan data responden yang mematuhi informasi yang tertera pada kemasan obat (76,69%), dapat disimpulkan bahwa pemilihan dan penggunaan obat selesma tanpa resep yang dilakukan responden sudah rasional. Kata kunci : selesma, swamedikasi, obat tanpa resep, pemilihan dan penggunaan ix

ABSTRACT Parents are decision-makers in treating common cold among paediatric patients.the availability of the various nonprescription drug promotes the self medication of common cold. The study of paediatric nonprescription drug of common cold has been done using the non experimental survey. The aim is to evaluate the rational selection and use of the drug. The data were collected with questionaire from the subjects sampled using quota sampling method among parents in 5 playgroups and kindergartens in Kecamatan Umbulharjo. Data were analyzed descriptively. Results of the study showed that most respondents (80.23%) knew that self medication is done to cure a non serious diseases including common cold using nonprescription drug and Indonesian traditional medicine. Most respondents (54.80%) knew that common cold is a disease symptom which can be cured using nonprescription drug or Indonesian traditional medicine. Therapy used by the parents to cure paediatric s common cold is a self medication using nonprescription drug (68.63%). The mostly used drug was Anakonidin (25.56%) in the liquid dosage form (97.74%). Pharmacy is the most favorable place to get the nonprescription drug (73.68%). Most respondents obtained drug information from the television advertisement (44.36%). Based on the respondents data of obeying drug information on the drug packaging (76.69%), it can be concluded the selection and use of the nonprescription drug of common cold by the respondents have been rationale. Keywords: common cold, self medication, nonprescription, selection and use x

DAFTAR ISI Hal HALAMAN JUDUL.. i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING.. ii HALAMAN PENGESAHAN iii HALAMAN PERSEMBAHAN. iv PERNYATAAN KEASLIAN KARYA. v PRAKATA.. vi INTISARI... ix ABSTRACT. x DAFTAR ISI... xi DAFTAR TABEL... xv DAFTAR GAMBAR... xvii DAFTAR LAMPIRAN... xviii BAB I. PENGANTAR 1 A. Latar Belakang Penelitian. 1 1. Permasalahan 3 2. Keaslian Penelitian. 4 3. Manfaat Penelitian. 4 B. Tujuan Penelitian. 5 1. Tujuan Umum 5 2. Tujuan Khusus. 5 xi

BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA. 6 A. Perilaku Sehat dan Sakit 6 B. Swamedikasi. 7 C. Obat Tanpa Resep. 9 D. Selesma. 11 1. Definisi.. 11 2. Penyebab... 12 3. Patofisiologi.. 13 E. Penatalaksanaan Terapi 14 1. Tujuan Terapi 14 2. Sasaran Terapi... 14 3. Strategi Terapi... 14 F. Pengobatan Rasional... 17 G. Pelayanan Informasi Obat.. 20 H. Keterangan Empiris 22 BAB III. METODOLOGI PENELITIAN.. 23 A. Jenis dan Rancangan Penelitian 23 B. Definisi Operasional. 23 C. Tempat Penelitian. 24 D. Subjek Penelitian.. 25 E. Instrumen Penelitian. 26 F. Tata Cara Penelitian.. 27 1. Penyusunan Kuesioner.. 27 xii

2. Penyebaran dan Pengisian Kuesioner... 28 G. Analisis Hasil. 29 H.Kesulitan Dalam Penelitian. 29 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN... 31 A. Karakteristik Responden 31 1. Usia Responden 31 2. Status Responden Dalam Keluarga... 32 3. Tingkat Pendidikan Responden 33 4. Jenis Pekerjaan Responden... 33 5. Jumlah Penghasilan Responden 34 B. Karakteristik Anak Responden... 35 1.Usia Anak Responden 35 2.Frekuensi Anak Terserang Selesma Dalam Satu Bulan. 35 3.Lama Anak Terserang Selesma. 37 C. Pengetahuan Responden Tentang Swamedikasi dan Selesma... 37 1.Pengetahuan Responden Tentang Swamedikasi 38 2.Obat yang Biasa Digunakan Dalam Swamedikasi 39 3.Pengertian Selesma Menurut Responden.. 40 4.Pemicu Anak Terserang Selesma.. 41 5.Gejala Selesma Pada Anak... 42 D.Jenis Terapi Selesma Pada Anak... 43 E.Sumber Informasi Tentang Obat Selesma.. 46 F. Pemilihan Obat Selesma Tanpa Resep Untuk Anak.. 48 xiii

G.Kerasionalan Pemilihan dan Penggunaan Obat Selesma... 56 H.Rangkuman Pembahasan. 63 BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN... 67 A. Kesimpulan.. 67 B. Saran. 68 DAFTAR PUSTAKA... 69 LAMPIRAN.. 71 BIOGRAFI PENULIS... 85 xiv

DAFTAR TABEL Tabel I. Enam Tanda Peringatan yang Harus Dicantumkan Sesuai Dengan Penggunaannya.. 11 Tabel II. Usia Orang Tua Murid KB dan TK di Kecamatan Umbulharjo. 31 Tabel III. Tabel IV. Tabel V. Tingkat Pendidikan Orang Tua Murid KB dan TK di Kecamatan Umbulharjo.. 33 Jenis Pekerjaan Orang Tua Murid KB dan TK di Kecamatan Umbulharjo. 34 Jumlah Penghasilan Orang Tua Murid KB dan TK di Kecamatan Umbulharjo.. 34 Tabel VI. Usia Anak-anak KB dan TK di Kecamatan Umbulharjo 35 Tabel VII. Frekuensi Anak Terserang Selesma Dalam Satu Bulan. 36 Tabel VIII. Lama Anak Terserang Selesma.. 37 Tabel IX. Pengetahuan Responden Tentang Swamedikasi. 38 Tabel X. Pengertian Selesma Menurut Responden 40 Tabel XI. Pemicu Anak Terserang Selesma 41 Tabel XII. Gejala Selesma pada Anak.. 42 Tabel XIII. Tabel XIV. Tabel XV. Jenis Obat atau Ramuan Tradisional yang Digunakan Responden Untuk Mengobati Selesma Anak. 46 Sumber Informasi Tentang Obat Selesma Tanpa Resep yang Digunakan Responden 47 Merek Obat Selesma Tanpa Resep yang Sering Digunakan Responden... 48 Tabel XVI. Pengelompokan Produk Obat Selesma Tanpa Resep Berdasarkan Komposisi dan Indikasi Zat Aktif.. 50 xv

Tabel XVII. Alasan Responden Memilih Obat Selesma Tanpa Resep Merek Tertentu... 52 Tabel XVIII. Alasan Responden Memilih Bentuk Sediaan Cair.. 53 Tabel XIX. Alat Penakar Untuk Obat dengan Bentuk Sediaan Cair. 54 Tabel XX. Tabel XXI. Alasan Responden Membeli Obat Selesma Tanpa Resep di Apotek. 55 Pengalaman Responden Membaca Informasi Obat pada Kemasan.. 57 Tabel XXII. Pengalaman Pesponden Memahami Informasi Obat yang Terdapat pada Kemasan.. 58 Tabel XXIII. Pengalaman Responden Mematuhi Informasi Obat yang Terdapat pada Kemasan.. 59 Tabel XXIV. Frekuensi Pemberian Obat Sampai Sembuh... 60 Tabel XXV. Tindakan Responden Bila Selesma Tidak Sembuh. 61 Tabel XXVI. Tindakan Responden Terhadap Obat yang Masih Sisa... 62 xvi

DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Organ Saluran Pernafasan. 13 Gambar 2. Status Orang Tua Murid KB dan TK di Kecamatan Umbulharjo... 32 Gambar 3. Obat yang Biasa Digunakan Dalam Swamedikasi 39 Gambar 4. Jenis Terapi Selesma pada Anak... 43 Gambar 5. Jenis Obat yang Digunakan Dalam Pengobatan Selesma Anak... 45 Gambar 6. Bentuk Sediaan Obat Selesma Tanpa Resep yang Digunakan Responden. 53 Gambar 7. Tempat Responden Membeli Produk Obat Selesma Tanpa Resep 55 Gambar 8. Pengalaman Responden Membeli Obat Utuh Dengan Kemasannya... 56 Gambar 9. Keadaan Anak Responden Setelah Menggunakan Obat Selesma. 60 xvii

DAFTAR LAMPIRAN Kuesioner... 71 Hasil Wawancara... 77 Rekapitulasi Jawaban Responden.. 78 Surat Ijin Penelitian dari BAPPEDA DIY. 83 Surat Ijin Penelitian dari Dinas P dan P Kota Yogyakarta 84 xviii

BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Selesma merupakan salah satu penyakit ringan yang sering muncul di saat pergantian musim dari kemarau ke musim hujan. Penyakit ini sering menyerang balita dan anak-anak, terutama anak usia prasekolah karena pada usia tersebut daya tahan tubuh relatif masih lemah. Gejala yang sering muncul adalah keluarnya lendir hidung, hidung tersumbat dan bersin. Pergantian musim dan seringnya mereka berinteraksi dengan anak lain di sekolah terlebih dengan anak yang terserang selesma menyebabkan kemungkinan terserang penyakit tersebut lebih besar, apalagi selesma disebabkan oleh virus yang mudah sekali menular. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan di Kelompok Bermain dan Taman Kanakkanak yang ada di Kecamatan Umbulharjo. Alasan lain yang mendorong peneliti melakukan penelitian di Kecamatan Umbulharjo karena jumlah Kelompok Bermain dan Taman Kanak-kanaknya paling banyak dibandingkan kecamatan lain di kota Yogyakarta berdasarkan data dari Dinas P dan P tahun 2004 sehingga diharapkan dapat mewakili populasi anak yang ada di Kecamatan Umbulharjo. Kondisi sakit pada anak ini menuntut upaya dan sikap bijaksana dari orang tua untuk mencari pengobatan yang terbaik agar penyakit tidak bertambah parah dan anak cepat sembuh. Sebenarnya selesma merupakan suatu gejala penyakit yang dapat sembuh sendiri tanpa diobati (self limiting), namun bila sampai mengganggu aktivitas anak maka harus dilakukan upaya untuk mengurangi gejala yang timbul. Upaya yang dilakukan dapat berupa swamedikasi 1

2 menggunakan terapi nir obat, obat atau ramuan tradisional, obat tanpa resep maupun dengan berobat ke tenaga kesehatan. Salah satu upaya yang dilakukan orang tua adalah dengan swamedikasi menggunakan obat tanpa resep yang dapat diperoleh di apotek, toko obat, supermarket maupun warung tanpa resep dokter. Swamedikasi biasanya dilakukan untuk mengatasi gangguan kesehatan yang ringan seperti selesma. Harga obat dengan resep dokter dan biaya pelayanan kesehatan yang makin mahal serta peredaran produk obat tanpa resep yang makin pesat mendorong orang tua untuk melakukan swamedikasi. Dalam swamedikasi orang tua mendiagnosis sendiri penyakit yang diderita anaknya dan menentukan sendiri pengobatan yang dilakukan tanpa bantuan dari tenaga kesehatan. Swamedikasi menggunakan obat tanpa resep harus dilakukan dengan tepat dan rasional, agar tidak terjadi pemborosan biaya pengobatan dan terhindar dari dampak negatif yang disebabkan karena penggunasalahan obat. Dalam pemilihan obat untuk swamedikasi orang tua harus mengetahui penyebab penyakit anaknya. Hal ini berkaitan dengan pemilihan obat yang tepat, karena pemilihan dan penggunaan obat yang sesuai dan tepat akan memberikan manfaat yang diharapkan serta dapat memperkecil timbulnya efek yang tidak diinginkan. Banyaknya produk obat tanpa resep yang beredar sekarang ini terutama yang dikhususkan untuk balita dan anak-anak, semakin mendorong orang tua untuk melakukan swamedikasi dalam mengatasi penyakit yang diderita anaknya dengan pengetahuan dan pengalaman yang dimilikinya. Salah satu obat tanpa resep yang banyak beredar di pasaran adalah obat untuk selesma yang telah

3 didesain dan diatur pemakaiannya untuk balita dan anak-anak. Orang tua harus teliti dan selektif dalam memilih obat, yaitu dengan memilih obat yang sesuai dengan gejala penyakit dan disertai informasi yang lengkap dan memadai. Pemilihan obat jangan dilakukan hanya karena bentuk, rasa dan kemasan obat yang menarik saja, agar pengobatan yang dilakukan rasional dan tidak ada penggunasalahan obat. Hal ini menarik untuk diteliti, karena pemilihan dan penggunaan obat selesma tanpa resep yang dilakukan oleh orang tua untuk mengobati selesma anak sangat menentukan keberhasilan pengobatan yang rasional. 1. Permasalahan Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan dari penelitian ini sebagai berikut : a. seperti apakah pengetahuan responden tentang swamedikasi dan selesma pada anak? b. apakah jenis terapi yang dilakukan responden untuk mengobati selesma anak dan alasan apakah yang mendasari responden memilih jenis terapi tersebut? c. bagaimana pemilihan obat selesma tanpa resep untuk anak, meliputi: merek obat, komposisi zat aktif obat, bentuk sediaan dan tempat memperoleh obat selesma tanpa resep tersebut? d. dari manakah responden mendapatkan informasi tentang obat selesma tanpa resep? e. apakah pemilihan dan penggunaan obat selesma tanpa resep untuk anak sudah rasional?

4 2. Keaslian Penelitian Penelitian mengenai pengobatan sendiri dengan obat selesma tanpa resep sudah pernah dilakukan oleh Kusumaningrum (2000) yang menguraikan tentang pertimbangan mahasiswa Universitas Sanata Dharma dalam pemilihan obat selesma dan Papilaya (2003) serta Sulistyowati (2004) yang menguraikan tentang penilaian iklan obat selesma di TV di kalangan pengunjung apotek. Perbedaan dengan penelitian ini adalah subjek penelitian, lokasi penelitian dan penelitian ini lebih menguraikan tentang pemilihan dan penggunaan obat selesma tanpa resep untuk anak yang dilakukan oleh orang tua. 3. Manfaat Penelitian a. Manfaat teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan deskripsi yang jelas tentang pemilihan dan penggunaan obat selesma tanpa resep untuk anak oleh orang tua di Kecamatan Umbulharjo. b. Manfaat praktis Data yang diperoleh dari penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan bagi apoteker dalam pelayanan informasi obat dan membantu menentukan pemilihan dan penggunaan obat selesma tanpa resep untuk anak secara rasional, serta bagi dokter dalam pemberian informasi tentang obat agar tidak terjadi polifarmasi.

5 B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang pemilihan dan penggunaan obat selesma tanpa resep untuk anak yang dilakukan oleh orang tua di Kecamatan Umbulharjo. 2. Tujuan Khusus Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: a. pengetahuan orang tua tentang swamedikasi dan selesma pada anak. b. jenis terapi yang dilakukan orang tua untuk mengobati selesma anak dan alasan yang mendasari pemilihan jenis terapi tersebut. c. pemilihan obat selesma tanpa resep, meliputi: merek obat, komposisi zat aktif obat, bentuk sediaan dan tempat memperoleh obat selesma tanpa resep. d. sumber informasi tentang obat selesma tanpa resep. e. mengetahui kerasionalan pemilihan dan penggunaan obat selesma tanpa resep untuk anak yang dilakukan orang tua.

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA A. Perilaku Sehat dan Sakit Masyarakat awam mengartikan sehat sebagai keadaan tubuh yang enak, nyaman, gembira dan dapat melakukan kegiatan sehari-hari, sedangkan sakit diartikan sebagai keadaan tubuh yang mengalami gangguan yang menimbulkan perasaan tidak enak, tidak nyaman dan sebagainya. Konsep sehat-sakit ini berlaku sama bagi anak-anak maupun orang dewasa, hanya gejalanya yang berbeda (Notoadmodjo, 2003). Pengertian penyakit (disease) adalah suatu bentuk reaksi biologis terhadap suatu organisme, benda asing atau luka. Hal ini merupakan suatu fenomena yang objektif yang ditandai oleh perubahan fungsi-fungsi tubuh sebagai organisme biologis, sedangkan sakit (illness) adalah penilaian seseorang terhadap penyakit sehubungan dengan pengalaman yang langsung dialaminya. Hal ini merupakan fenomena subjektif yang ditandai dengan perasaan tidak enak (Notoadmodjo, 2003). Perilaku sehat adalah setiap kegiatan yang dilakukan oleh orang yang merasa sehat untuk mencegah penyakit atau mendeteksi penyakit sebelum keluarnya gejala. Perilaku sakit adalah setiap kegiatan yang dilakukan oleh orang yang merasa sakit untuk menjelaskan keadaan kesehatannya dan mendapatkan pengobatan yang sesuai (Supardi,1999). 6

7 Lima konsep yang berguna untuk analisis perilaku sakit adalah: 1. shopping atau proses mencari beberapa sumber yang berbeda dari medical care untuk satu persoalan atau yang lain. 2. fragmentation atau proses pengobatan oleh beberapa fasilitas kesehatan pada lokasi yang sama. 3. procrastination atau proses penundaan pencarian pengobatan gejala yang dirasakan. 4. self medication atau mengobati sendiri dengan menggunakan berbagai ramuan atau obat-obatan yang dinilai tepat baginya. 5. discontinuity atau proses penghentian pengobatan (Notoadmodjo, 2003). B. Swamedikasi Dari Riset Rumah Tangga yang dilaksanakan oleh Departemen Kesehatan RI, didapat data kuantitatif tentang perilaku masyarakat terhadap timbulnya gejala penyakit antara lain: dibiarkan 5%, diobati dengan cara sendiri 5%, diobati dengan jamu 9%, memakai obat bebas 63% dan pergi ke dokter atau puskesmas 18%. Dari data tersebut ternyata prosentase penderita sakit yang melakukan swamedikasi menggunakan obat bebas adalah paling besar. Kenyataan tersebut dapat dijadikan salah satu dasar kebijakan dalam membina kesehatan masyarakat pada umumnya (Sartono,1993b). Swamedikasi merupakan suatu tindakan pengobatan sendiri yang biasa dilakukan untuk mengatasi masalah atau gangguan kesehatan yang ringan,

8 misalnya selesma, demam, sakit kepala, diare, sembelit, maag, gatal-gatal, infeksi jamur kulit dan lain-lain (Anonim,2001). Swamedikasi biasanya dilakukan untuk mengobati penyakit yang sudah biasa dialami dengan menggunakan terapi nir obat, obat atau ramuan tradisional, obat modern atau cara lain tanpa petunjuk dokter atau tenaga kesehatan lainnya. Tujuan swamedikasi antara lain untuk peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit ringan dan pengobatan rutin penyakit kronis setelah perawatan dokter. Peranan swamedikasi adalah untuk penanggulangan secara cepat dan efektif keluhan yang tidak memerlukan konsultasi medis, mengurangi beban pelayanan kesehatan pada keterbatasan sumber daya dan tenaga serta meningkatkan keterjangkauan pelayanan kesehatan untuk masyarakat yang jauh dari puskesmas (Supardi,1997). Swamedikasi menggunakan obat tanpa resep pada umumnya didasarkan atas pengalaman masa lalu maupun informasi dari keluarga atau lingkungan sekitar. Selain itu, saat ini semakin banyak obat-obat tanpa resep yang dipromosikan melalui iklan di media cetak, elektronik maupun billboard yang disertai dengan informasi dan bujukan yang kadang menarik konsumen bahkan menyesatkan. Konsumen harus benar-benar selektif dalam memilih obat sesuai dengan kondisi tubuh dan penyakitnya. Swamedikasi menggunakan obat tanpa resep harus memperhatikan: 1. pencantuman nomor registrasi dari Badan POM sebagai izin beredar 2. kondisi obat dan kemasan apakah dalam keadaan baik atau rusak 3. tanggal kadaluarsa obat

9 4. membaca dan mengikuti keterangan atau informasi yang tercantum pada kemasan atau brosur yang terdapat dalam kemasan obat yang berisi tentang indikasi, kontraindikasi, efek samping, dosis, aturan pemakaian, cara penyimpanan, perhatian, peringatan dan informasi tentang interaksi obat dengan obat atau obat dengan makanan (Widodo, 2004). C. Obat Tanpa Resep Penggolongan obat berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 917/MENKES/PER/X/1993 (pasal 1 ayat 3) tentang Wajib Daftar Obat Jadi, obat digolongkan menjadi enam yaitu obat bebas, obat bebas terbatas, obat wajib apotek, obat keras, psikotropika dan narkotika (Anonim, 1996). Berikut hanya dijelaskan tentang obat bebas dan obat bebas terbatas yang termasuk dalam Obat Tanpa Resep. Obat Tanpa Resep (OTR) dapat diartikan sebagai obat modern yang dapat dibeli tanpa resep dokter atau obat yang telah ditegaskan akan aman dan manjur bagi penggunanya apabila digunakan mengikuti petunjuk penggunaan dan peringatan yang terdapat dalam kemasan obat. Dari pengertian tersebut berarti pemakai dapat bebas mendiagnosis penyakit dan memilih obat sendiri, serta pemakaian dan cara mendapatkan obat tidak diawasi oleh dokter atau apoteker. Obat yang dapat diserahkan tanpa resep berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 919/MENKES/PER/X/1993 (pasal 2) harus memenuhi kriteria: 1. tidak dikontraindikasikan untuk penggunaan pada wanita hamil, anak di bawah umur 2 tahun dan orang tua di atas 65 tahun.

10 2. pengobatan sendiri dengan menggunakan obat yang dimaksud tidak mampu memberikan resiko pada kelanjutan penyakit. 3. penggunaannya tidak memerlukan cara dan atau alat khusus yang harus dilakukan oleh tenaga kesehatan. 4. penggunaannya diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya tinggi di Indonesia. 5. obat yang dimaksud memiliki rasio khasiat keamanan yang dapat dipertanggungjawabkan untuk pengobatan sendiri (Anonim, 1996). Obat Tanpa Resep dapat dibedakan menjadi dua, yaitu obat bebas dan obat bebas terbatas. Obat bebas adalah obat yang dalam penggunaannya tidak membahayakan dan dapat dipergunakan tanpa pengawasan dokter. Berdasarkan SK Menteri Kesehatan RI No. 2380/A/SK/1983, pada bagian wadah atau kemasan harus diberi tanda khusus berupa lingkaran hijau dengan garis tepi hitam. Obat bebas terbatas adalah golongan obat yang dalam penggunaannya cukup aman, tetapi bila digunakan berlebihan dapat mengakibatkan efek samping yang kurang menyenangkan. Penggunaannya tidak memerlukan pengawasan dokter namun terbatas sesuai dengan aturan yang tertera dalam kemasan. Obat bebas terbatas harus mencantumkan tanda khusus berupa lingkaran berwarna biru dengan garis tepi hitam. Pada kemasan obat bebas terbatas juga harus mencantumkan tanda peringatan yang ditulis dengan warna putih di dalam kotak yang berwarna hitam (Anonim, 1996).

11 Tabel I. Enam tanda peringatan yang harus dicantumkan sesuai dengan penggunaannya P. no. 1 Awas! Obat Keras. Bacalah aturan pemakaiannya di dalam P. no. 2 Awas! Obat Keras. Hanya untuk kumur, jangan ditelan. P. no. 3 Awas! Obat Keras. Hanya untuk bagian luar tubuh. P. no. 4 Awas! Obat Keras. Hanya untuk dibakar. P. no. 5 Awas! Obat Keras. Tidak boleh ditelan. P. no. 6 Awas! Obat Keras. Obat wasir jangan ditelan. Contoh: Paramex Contoh:Listerine Mouthwash Contoh: Betadine Antiseptik Contoh: Rokok Anti Asma Contoh: Dulcolax Contoh: Anusol 1. Definisi D. Selesma Selesma atau common cold merupakan gabungan dari berbagai gejala yang mengganggu saluran pernafasan bagian atas, terutama selaput lendir hidung (Tietze, 2004). Selesma sering disebut juga dengan pilek karena adanya lendir hidung yang keluar, rhinitis akut karena terjadi dengan cepat, rhinitis virus karena disebabkan oleh virus (Donatus, 1997). Selesma kadang diartikan sama dengan influenza atau rhinitis alergi, padahal ketiganya berbeda. Perbedaannya terletak pada penyebab dan intensitas gejala. Penyebab influenza hampir mirip dengan selesma yaitu virus, namun pada selesma penyebabnya adalah virus selesma sedangkan pada influenza penyebabnya adalah virus influenza. Gejala yang timbul pun juga hampir sama yaitu adanya sumbatan dan cairan nasal, namun pada influenza intensitasnya lebih

12 berat dan kadang disertai gatal pada hidung, nyeri otot dan sendi, batuk dan demam, sedangkan rhinitis alergi disebabkan karena adanya reaksi alergi dari antibodi pada mukosa hidung terhadap antigen yang terhisap. Penyebab rhinitis alergi ini antara lain debu, tungau, benang sari atau alergi terhadap udara dingin. Jika penyebab alergi dijauhi maka rhinitis alergi juga akan sembuh sendiri. Gejalanya antara lain sumbatan dan cairan nasal, gatal hidung dan bersin-bersin (Donatus, 1997). 2. Penyebab Selesma disebabkan oleh salah satu jenis virus penyebab selesma, terutama Rhinovirus. Virus lain yang menyebabkan gejala seperti pada selesma antara lain Coronavirus, Adenovirus, Parainfluenza virus, RSV (Respiratory Syncytial Virus), Echovirus dan Cocksackievirus (Tietze, 2004). Gejala yang timbul setelah suatu periode inkubasi singkat antara 1-3 hari biasanya berupa pilek karena adanya cairan nasal, bersin, sakit tenggorokan dan juga sakit kepala. Penyakit ini dapat sembuh dengan sendirinya (self-limiting) tanpa diobati apabila tidak ada komplikasi dan seringkali tidak disertai demam (Tjay & Raharja, 2002). Kejadian selesma diawali karena infeksi virus yang menyebabkan terjadinya radang dan iritasi nasal yang ditandai dengan bersin kemudian keluar cairan nasal yang dapat menyebabkan sumbatan nasal yang disertai sakit kepala karena iritasi yang meluas. Jika gejala tersebut tidak segera diatasi, dapat menyebabkan sakit tenggorokan, batuk kering yang dapat berubah menjadi batuk basah (Tietze, 2004).

13 3. Patofisiologi Proses infeksi virus selesma meliputi tiga tahap, yang pertama virus masuk sel semang (host) pada hidung dan mengeluarkan asam nukleat, kemudian terjadi duplikasi genom dan sintesis protein virus dengan menggunakan fasilitas sel semang, dilanjutkan dengan penyusunan partikel virus baru, kemudian dilepaskan dan akan menginfeksi sel semang yang lain, selanjutnya terjadilah peradangan (Tietze, 2004). Beberapa kondisi yang dapat memicu timbulnya selesma antara lain daya tahan tubuh yang lemah atau menurun, pergantian musim biasanya musim dingin, usia balita dan anak-anak lebih mudah terserang selesma dan pada wanita lebih mudah terserang selesma berkaitan dengan siklus menstruasi. Gambar 1. Organ Saluran Pernafasan E. Penatalaksanaan Terapi GG Gambar 1. Organ Saluran Pernafasan

14 E. Penatalaksanaan Terapi 1. Tujuan Terapi Selesma merupakan penyakit simptomatis yang dapat sembuh dengan sendirinya. Karena itu pengobatan yang dilakukan hanya bersifat paliatif atau meringankan gejala saja. Tetapi tidak semua gejala yang muncul harus diobati karena satu gejala yang muncul umumnya merupakan perluasan gejala sebelumnya. Selain itu, tidak semua gejala yang muncul dirasakan berat oleh penderita. 2. Sasaran Terapi Sasaran terapi penyakit selesma adalah gejala yang dirasakan paling berat oleh penderita dan merupakan awal mata rantai gejala selesma, yaitu cairan nasal dan sumbatan nasal. Apabila kedua gejala ini dapat diringankan maka akan membatasi tekanan nasal yang menimbulkan sakit kepala dan perluasan iritasi yang merupakan penyebab munculnya rangkaian gejala berikutnya seperti sakit tenggorokan dan batuk. Oleh karena itu, sasaran terapi selesma yang utama adalah meringankan gejala cairan nasal dan sumbatan nasal. Dengan berkurangnya cairan dan sumbatan nasal, rentetan gejala berikutnya kemungkinan besar juga akan berkurang (Donatus, 1997). 3. Strategi Terapi Gejala cairan dan sumbatan nasal pada selesma dapat dikurangi atau dihilangkan dengan dua macam terapi, yaitu terapi nir obat dan terapi obat.

15 a. Terapi Nir Obat Terapi nir obat dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain istirahat yang cukup, makan makanan yang bergizi, memperbanyak asupan cairan, minum minuman yang hangat atau menghirup uap air panas (Tietze, 2004). Dengan cara tersebut dalam beberapa hari mekanisme pertahanan tubuh secara alami akan kembali ke keadaan normal. b. Terapi Obat Terapi obat biasanya digunakan kombinasi dari beberapa obat yang mempunyai efek terapi yang berbeda-beda namun saling melengkapi. Kombinasi obat selesma biasanya berupa dekongestan nasal, analgesik-antipiretik, antihistamin, antitusif dan ekspektoran. Dekongestan dibagi menjadi dua, yaitu dekongestan oral dan topikal. Dekongestan adalah obat yang mempunyai efek mengurangi hidung tersumbat, melapangkan saluran pernafasan, mengeringkan hidung dan sinus. Dekongestan oral yang direkomendasikan oleh FDA (Food and Drug Administration) adalah fenilefrin dan pseudoefedrin. Efek samping dekongestan antara lain gelisah, perut terasa tidak enak dan sukar tidur. Dekongestan dikontraindikasikan terhadap penderita dengan riwayat hipersensitif, penderita yang mendapat terapi obat MAO. Selain itu, beberapa dekongestan topikal dikontraindikasikan untuk anak dibawah usia 12 tahun. Dekongestan topikal biasanya berefek lebih lama daripada oral, dan tidak boleh menimbulkan efek sistemik maupun mengiritasi mukosa dan silia pada saluran pernafasan. Dekongestan topikal yang beredar di pasaran antara

16 lain efedrin, epinefrin, fenilefrin, nafazolin, tetrahidrazolin, oximetazolin dan xilometazolin (Tietze, 2004). Analgesik antipiretik efektif digunakan untuk mengurangi sakit kepala dan demam yang kadang menyertai gejala selesma. Beberapa analgesik antipiretik yang digunakan dalam obat selesma tanpa resep untuk anak antara lain parasetamol dan ibuprofen (Tietze, 2004). Antihistamin berfungsi untuk menghilangkan atau mengurangi gejala yang diakibatkan oleh sekresi kelenjar lendir yang berlebihan yang menyebabkan hidung tersumbat oleh cairan lendir dan mata terasa gatal. Antihistamin menghambat efek histamin pada pembuluh darah, bronkus dan macam-macam otot polos yang terlepas pada saat terjadi lisis sel semang. Antihistamin juga bermanfaat untuk mengobati reaksi hipersensitif atau keadaan lain yang disertai pelepasan histamin endogen berlebihan. Antihistamin mempunyai efek mengantuk, dan dikontraindikasikan untuk bagi penderita glaukoma, asma dan wanita yang menyusui. Antihistamin yang sering digunakan antara lain klorfeniramin maleat, deksklorfeniramin maleat, prometazin HCl, tripolidin dan lain-lain (Anonim, 1997). Antitusif diindikasikan untuk mengurangi frekuensi batuk yang berlebihan pada batuk kering. Beberapa jenis antitusif misalnya kodein, dextromethorpan dan difenhidramin. Antitusif tidak boleh diberikan untuk batuk berdahak. Ekspektoran berfungsi untuk mengencerkan dahak sehingga lebih mudah dikeluarkan. Ekspektoran yang biasa digunakan adalah gliserilguaiakolat (guaifenesin). Untuk pengobatan selesma perlu juga dipilih obat yang mengandung antitusif atau ekpektoran tergantung dari jenis batuk yang menyertai.

17 F. Pengobatan Rasional Pengobatan atau penggunaan obat yang rasional adalah pemilihan dan penggunaan obat yang efektifitasnya terjamin aman dengan mempertimbangkan harga dan efek samping dari obat yang digunakan. Menurut WHO, pemakaian obat dikatakan rasional jika memenuhi kriteria: sesuai dengan indikasi penyakit, tersedia setiap saat dengan harga yang terjangkau, diberikan dengan dosis yang tepat, cara pemberian dengan interval waktu yang tepat, lama pemberian yang tepat, obat yang diberikan harus efektif dengan mutu yang terjamin dan aman (Anonim, 2000). Untuk mencapai pengobatan yang rasional, ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi antara lain: ketepatan diagnosis, ketepatan indikasi pemakaian obat, ketepatan pemilihan obat, ketepatan dosis, cara dan lama pemberian obat. Sedangkan aspek lain yang harus diperhatikan oleh dokter dan apoteker adalah ketepatan penilaian terhadap kondisi pasien, ketepatan pemberian informasi dan ketepatan dalam tindak lanjut (Anonim, 2000). Informasi yang umum tercantum pada brosur atau kemasan obat tanpa resep antara lain: komposisi yaitu obat atau zat aktif apa saja yang ada dalam obat beserta jumlah masing-masing zat aktif, indikasi yaitu kegunaan obat dalam pengobatan penyakit, efek samping yaitu efek yang tidak diinginkan yang dapat muncul akibat penggunaan obat, kontraindikasi yaitu siapa yang tidak boleh menggunakan obat berkaitan kondisi tubuh pengguna, aturan pemakaian yaitu berapa kali obat digunakan dalam sehari dan selama berapa lama, peringatan dan

18 perhatian yaitu hal-hal apa saja yang harus diperhatikan oleh pengguna, waktu kadaluarsa yaitu waktu yang menunjukkan batas akhir obat masih memenuhi persyaratan seperti semula sehingga sebaiknya obat digunakan sebelum batas waktu tersebut (Widodo, 2004). Penggunaan obat yang tidak rasional dapat dikategorikan antara lain: 1. peresepan berlebih yaitu penggunaan obat yang tidak diperlukan, dosis terlalu tinggi atau pengobatan yang terlalu lama. 2. peresepan kurang yaitu tidak menggunakan obat yang sebetulnya diperlukan, dosis tidak mencukupi atau pengobatan yang terlalu singkat. 3. peresepan salah yaitu obat dipilih untuk indikasi yang tidak tepat. 4. peresepan mewah yaitu pemberian obat mahal padahal ada obat yang lebih murah. 5. polifarmasi yaitu penggunaan dua atau lebih obat padahal satu obat saja sudah mencukupi (Donatus, 1997). Dalam penggunaan obat bebas, masalah yang dihadapi antara lain adalah sebagian besar obat yang dijual bebas mengandung campuran beberapa obat berkhasiat sehingga harga obat menjadi mahal, karena merupakan campuran beberapa obat berkhasiat, maka satu macam obat dinyatakan dapat digunakan untuk berbagai macam penyakit dan gejala penyakit. Karena penggunaan yang dapat bermacam-macam maka petunjuk penggunaannya menjadi tidak jelas, masyarakat menganggap bahwa pengobatan sendiri cukup aman sehingga pada

19 waktu memerlukan pertolongan dokter sudah dalam keadaan terlambat dan masyarakat percaya bahwa pemerintah tidak akan mengijinkan penjualan obatobat yang berbahaya bagi kesehatan. Padahal obat-obat tertentu mempunyai efek samping yang dapat merugikan bagi pengguna sehubungan dengan penyakit yang diderita (Sartono,1993a). Sehubungan dengan masalah yang dihadapi tersebut, maka hal-hal yang perlu diperhatikan oleh pengguna obat-obat bebas sebelum menentukan pilihan antara lain memperhatikan dan mengenali penyakit atau gejala penyakit yang diderita, memilih obat yang paling sesuai untuk penyakitnya mengacu pada kondisi tubuh penderita, memilih obat yang mempunyai efek samping yang paling ringan, memilih bentuk sediaan yang paling nyaman dan sesuai, memilih obat yang harganya murah (Widodo,2004). Setelah mendapatkan obat, yang perlu diperhatikan sebelum menggunakan obat tersebut antara lain aturan pemakaian yang meliputi cara memakai, berapa jumlahnya, berapa kali sehari, dipakai sebelum atau sesudah makan atau sebelum tidur serta berapa lama pemakaiannya. Selain itu perlu diperhatikan pula indikasi, kontraindikasi (pada keadaan mana obat tidak dapat digunakan), efek samping, makanan atau minuman atau obat lain yang tidak boleh dikonsumsi bersamaan dengan obat serta penyimpanan obat berkaitan dengan obat disimpan dimana dan dapatkah sisa obat yang disimpan digunakan lagi (Anonim,2001).

20 G. Pelayanan Informasi Obat Pelayanan informasi obat sangat diperlukan menuju pengobatan yang rasional. Fungsi pelayanan apoteker di farmasi komunitas lebih ditekankan pada konsultasi dengan pasien serta pemberian informasi yang tepat guna berkaitan dengan khasiat, efek samping, peringatan dan cara pemakaian obat. Pemantauan dan penilaian terhadap hasil pengobatan juga termasuk dalam fungsi pelayanan apoteker. Hal ini perlu diterapkan pada farmasi komunitas di Indonesia (Donatus, 2000). Salah satu sasaran tercapainya penggunaan obat yang rasional adalah diperolehnya informasi tentang obat yang berkualitas dan memadai bagi pasien, sehingga pasien dapat memutuskan tindakan apa yang terbaik bagi dirinya. Saat ini pasien menyadari bahwa mereka mempunyai hak untuk mengambil keputusan atas kesehatan dirinya sehingga diperlukan informasi yang tepat diberikan kepada pasien dalam mengambil keputusan (Setiadji, 1996). Pada kenyataannya, kebanyakan masyarakat mendapatkan informasi tentang penggunaan obat bebas hanya dari keluarga, pelayan toko atau warung maupun dari iklan. Selain itu, masyarakat biasanya cenderung melakukan percobaan terhadap obat yang belum pernah dipakainya. Ditambah lagi banyak pasien yang tidak menghargai atau merasa tidak perlu mendapatkan bantuan dokter atau apoteker dalam memilih obat tanpa resep (Schwartz dan Isetts, 2000). Hal tersebut diatas menyebabkan terjadinya penggunasalahan obat yang berdampak negatif bagi pasien (Donatus, 1997).

21 Apoteker adalah profesi yang berada di garis depan dalam sistem pelayanan kesehatan yang diwajibkan untuk membantu pasien dalam memilih alternatif yang dibutuhkan untuk mengatasi kondisinya (Anonim, 1990). Apoteker dapat menyarankan salah satu dari tiga alternatif pilihan berikut ini kepada pasien untuk mengatasi penyakitnya berdasarkan kondisi pasien pada saat itu: 1. memberikan saran non-farmakoterapi pada pasien jika memang dinilai tidak membutuhkan obat. 2. menyarankan swamedikasi kepada pasien dengan penyakit ringan yang membutuhkan obat. 3. merujuk pasien pada profesional kesehatan lain seperti dokter atau petugas laboratorium jika memang pasien membutuhkannya (Schwartz dan Isetts, 2000). Institusi penting dalam pelayanan pengaturan obat kepada masyarakat adalah apotek. Apotek merupakan tempat dilakukannya pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi serta perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat. Pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan penyaluran obat, pelayanan atas resep dokter, pelayanan informasi obat dan pengembangan obat (Widodo, 2004). Apotek memberikan pelayanan khusus bagi konsumen, antara lain kesempatan berkonsultasi dengan apoteker untuk mendapatkan informasi perlu tidaknya seseorang memeriksakan penyakitnya ke dokter atau cukup hanya dengan menggunakan obat tanpa resep, obat wajib apotek atau bahkan tanpa obat.

22 Pelayanan informasi obat yang dibutuhkan oleh konsumen antara lain mengenai indikasi, kontraindikasi, efek samping, dosis dan aturan pakai, peringatan penggunaan obat, harga obat serta informasi mengenai pilihan obat yang tepat bagi konsumen. Apotek juga memberikan kesempatan kepada konsumen untuk berkonsultasi apabila ada keluhan atau efek yang timbul setelah pengggunaan obat tertentu (Widodo, 2004). H. Keterangan Empiris Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran yang jelas tentang pemilihan dan penggunaan obat selesma tanpa resep untuk anak di kalangan orang tua murid Kelompok Bermain dan Taman Kanak-Kanak di Kecamatan Umbulharjo.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian ini termasuk penelitian non eksperimental, karena pengamatan dilakukan terhadap sejumlah variabel subjek menurut keadaan sebenarnya tanpa adanya manipulasi atau intervensi dari peneliti. Rancangan penelitian yang digunakan adalah survei epidemiologik deskriptif. Rancangan ini bertujuan untuk membuat gambaran atau deskripsi terhadap fenomena kesehatan masyarakat dalam keadaan apa adanya tanpa mencoba menganalisis bagaimana dan mengapa fenomena tersebut terjadi (Pratiknya, 1986). B. Definisi Operasional Beberapa konsep yang perlu didefinisikan secara operasional antara lain : 1. Responden adalah orangtua murid Kelompok Bermain dan Taman Kanakkanak di Kecamatan Umbulharjo yang menjadi subjek penelitian. 2. Swamedikasi adalah upaya untuk mengobati penyakit dengan menggunakan obat tradisional, obat modern maupun cara lain tanpa petunjuk dari dokter atau apoteker. 3. Jenis terapi adalah jenis pengobatan yang dilakukan untuk mengobati penyakit, antara lain swamedikasi atau langsung berobat ke dokter. 4. Selesma adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh berbagai gejala yang mengganggu saluran pernafasan bagian atas, terutama selaput lendir hidung. 23

24 5. Produk obat selesma adalah bahan obat dalam berbagai bentuk sediaan yang digunakan untuk mengurangi atau menghilangkan gejala selesma, seperti keluarnya lendir hidung, hidung tersumbat, bersin, dan lain sebagainya. 6. Informasi obat adalah informasi yang tertera dalam kemasan obat yang terdiri dari komposisi zat aktif dengan nama generik atau merek dagang, indikasi, efek samping, kontraindikasi, peringatan, perhatian, waktu kadaluarsa, cara penyimpanan, nama dan alamat industri farmasi atau distributor. 7. Pengobatan rasional adalah pengobatan yang dilakukan dengan memperhatikan dan mematuhi indikasi, kontraindikasi, efek samping, aturan pakai, dosis, waktu kadaluarsa dan informasi lain yang tertera pada kemasan obat. C. Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kelompok Bermain dan Taman Kanakkanak yang ada di Kecamatan Umbulharjo. Jumlah KB dan TK di Kecamatan Umbulharjo sebanyak 30 sekolah, berdasarkan data dari Dinas Pendidikan dan Pengajaran (Dinas P dan P) Kota Yogyakarta tahun 2004. Pada penelitian ini dipilih 5 KB dan TK yang tersebar di bagian tengah, barat, timur, selatan dan utara Kecamatan Umbulharjo. Pemilihannya berdasarkan letak sekolah dan jumlah siswa dengan pertimbangan mewakili masing-masing wilayah.

25 D. Subjek Penelitian Populasi penelitian adalah orang tua yaitu ayah atau ibu dari anak-anak usia prasekolah yang terdaftar sebagai murid Kelompok Bermain atau Taman Kanak-kanak di Kecamatan Umbulharjo. Subjek penelitian adalah bagian dari populasi yang digunakan sebagai data pada penelitian ini. Menurut Gay (cit., Sevilla, dkk, 1993 ), untuk penelitian deskriptif sampel yang diperlukan minimal 10 % dari populasi. Berdasarkan data dari Dinas P dan P Kota Yogyakarta tahun 2004 jumlah siswa Kelompok Bermain dan Taman Kanakkanak dari 30 sekolah yang ada sebesar 2015 anak. Subjek penelitian yang digunakan sebanyak 205 responden untuk 5 KB dan TK dengan jumlah responden untuk tiap sekolah ditentukan 50% dari jumlah siswanya. Pemilihan responden menggunakan metode non-probability sampling yaitu quota sampling, yang didasarkan pada suatu pertimbangan bahwa orang tua yang memiliki anak usia prasekolah kemungkinan besar pernah atau sering menggunakan obat selesma tanpa resep untuk mengobati selesma pada anak dengan menetapkan terlebih dahulu jumlah sampel secara quotum atau jatah yang diperlukan (Notoadmodjo, 2002). Kriteria responden adalah orang tua yang pernah atau sering melakukan swamedikasi menggunakan obat selesma tanpa resep untuk mengobati selesma anak. Dari 205 responden yang menerima kuesioner, yang mengembalikan dan mengisi dengan lengkap sebanyak 177 responden yang kemudian digunakan sebagai data penelitian.

26 E. Instrumen Penelitian Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner. Kuesioner adalah formulir yang berisikan daftar urutan pertanyaan yang disusun untuk memperoleh informasi yang harus diisi sendiri oleh responden (Notoadmodjo, 2002). Kuesioner disampaikan langsung kepada responden yang akan dimintai informasi. Kuesioner terdiri dari empat bagian yaitu bagian pertama merupakan data karakteristik responden yang terdiri dari 5 pertanyaan, bagian kedua merupakan data karakteristik anak responden sebagai objek penelitian yang terdiri dari 4 pertanyaan, bagian ketiga merupakan data pengetahuan responden tentang selesma dan pengobatan sendiri yang terdiri dari 5 pertanyaan, bagian keempat merupakan data tindakan responden dalam pengobatan selesma anak yang terdiri dari 29 pertanyaan. Bentuk pertanyaan berupa pertanyaan tertutup, semi terbuka dan kombinasi tertutup terbuka. Pada pertanyaan tertutup, kemungkinan jawabannya sudah ditentukan terlebih dulu dan responden tidak diberi kesempatan untuk memberikan jawaban lain. Pada pertanyaan semi terbuka, jawabannya sudah tersusun tetapi masih ada kemungkinan jawaban tambahan dari responden sendiri, sedangkan pada pertanyaan kombinasi tertutup terbuka, jawabannya sudah ditentukan namun kemudian disusul dengan pertanyaan terbuka (Singarimbun dan Handayani, 1995).

27 Untuk mempermudah dalam pengumpulan data, pertanyaan disusun menjadi dua nomor yaitu pertanyaan pertama berupa pertanyaan tertutup dan pertanyaan kedua berupa pertanyaan terbuka (Singarimbun dan Handayani, 1995). F. Tata Cara Penelitian 1. Penyusunan Kuesioner a. Pembuatan kuesioner Pembuatan kuesioner berdasarkan tujuan penelitian, perumusan masalah dan definisi operasional. Kuesioner terdiri dari empat bagian dengan total pertanyaan sebanyak 41 pertanyaan. Bentuk pertanyaan berupa pertanyaan tertutup, semi terbuka dan kombinasi tertutup terbuka. b. Uji coba kuesioner Uji coba kuesioner dalam penelitian ini adalah uji pemahaman bahasa yang dilakukan untuk menyempurnakan kuesioner. Melalui uji coba akan diketahui berbagai hal, antara lain: apakah pertanyaan tertentu perlu dihilangkan atau ditambahkan, apakah tiap pertanyaan dapat dimengerti dengan baik oleh responden, apakah urutan pertanyaan perlu diubah, apakah pertanyaan yang sensitif dapat diperlunak dengan mengubah bahasa, berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk mengisi kuesioner (Singarimbun dan Handayani, 1995). Agar diperoleh distribusi nilai hasil pengukuran mendekati normal, maka sebaiknya jumlah responden untuk uji coba paling sedikit 20 orang. Responden untuk ujicoba adalah yang memiliki karakteristik hampir sama dengan responden

28 untuk penelitian. Ujicoba dilaksanakan di luar daerah penelitian (Notoatmodjo, 2002). Pada penelitian ini ujicoba dilakukan di KB dan TK di luar Kecamatan Umbulharjo, dengan jumlah responden sebesar 25 orang tua murid KB dan TK tersebut. Dari hasil ujicoba, ternyata ada beberapa pertanyaan yang harus diperbaiki kalimatnya dan juga petunjuk pengisian. Perbaikan kuesioner dilakukan antara lain dengan menghilangkan kalimat dari pertanyaan yang dianggap tidak perlu, menambah kalimat agar pertanyaan menjadi lebih jelas, mengganti beberapa pertanyaan dengan bahasa yang tepat dan memperbaiki kalimat petunjuk pengisian sehingga kuesioner lebih mudah dipahami oleh responden. Setelah dilakukan perbaikan akhirnya didapatkan kuesioner yang lengkap dan mudah dipahami. 2. Penyebaran dan Pengisian Kuesioner Penyebaran kuesioner dilakukan sendiri oleh peneliti dengan menemui langsung orang tua murid di sekolah anaknya. Bagi responden yang dapat mengisi di tempat, peneliti mendampingi tetapi memberikan keleluasaan kepada responden untuk mengisi kuesioner dan apabila ada pertanyaan yang kurang dimengerti dapat langsung ditanyakan kepada peneliti dan kuesioner dapat langsung dikembalikan. Namun bagi responden yang tidak dapat mengisi di tempat, maka kuesioner dibawa pulang dengan asumsi bahwa responden lebih leluasa dalam mengisi dan sudah mengerti isi kuesioner sehingga diharapkan tidak ada kesulitan dalam pengisian. Kuesioner yang dibawa pulang harus sudah diserahkan kembali maksimal tiga hari setelah penyerahan dan dikumpulkan kepada Kepala Sekolah.

29 Peneliti juga melakukan wawancara singkat kepada beberapa responden dari masing-masing sekolah untuk melengkapi informasi yang diperlukan. Pertanyaan wawancara terstruktur yang merupakan pertanyaan lanjutan dari kuesioner atau pun pertanyaan yang tidak terdapat pada kuesioner namun diperlukan untuk menunjang hasil penelitian. Pembagian kuesioner dan pengumpulan data dilakukan pada bulan Mei 2005. G. Analisis Hasil Kuesioner yang telah terkumpul kemudian jawabannya ditabulasi secara manual sesuai dengan kategori yang sudah ditentukan oleh peneliti. Tabulasi data didasarkan pada kategori yang dibuat berdasarkan pertimbangan peneliti sendiri, yang disesuaikan dengan tujuan penelitian, permasalahan dan definisi operasional (Notoatmodjo, 2002). Analisis hasil menggunakan metode statistik deskriptif dengan analisis prosentase dan disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. Pada analisis prosentase, data yang diperoleh dibagi dalam beberapa kelompok dan dinyatakan dalam prosentase. H. Kesulitan Dalam Penelitian Meskipun telah dilakukan ujicoba dan hasilnya baik, namun saat penelitian tetap mengalami kendala dan kesulitan. Kesulitan yang dihadapi adalah pada saat pengisian kuesioner oleh responden yang mengisi sendiri di rumah, ada beberapa responden yang tidak mematuhi perintah pengisian yang diberikan,