Iklim Dan Penyebaran Penyakit Bakteri Hawar Daun (BLB) Pada Tanaman Padi Amaliah, SP

dokumen-dokumen yang mirip
2.2. Penyakit Hawar Daun Status

PENGARUH IKLIM TERHADAP PENYEBARAN PENYAKIT BAKTERI HAWAR DAUN PADA TANAMAN PADI (STUDI KASUS KABUPATEN KARAWANG, JAWA BARAT) DESWITA DHARMA PUTRI

II. TINJAUAN PUSTAKA. Padi merupakan tanaman pangan berupa rumput berumpun. Tanaman ini berasal

Mengukur Serangan Penyakit Terbawah Benih (Hawar Daun) Pada Pertanaman Padi

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan nasional di masa yang akan datang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Padi merupakan tanaman pangan penghasil beras yang tergolong dalam famili

II. TINJAUAN PUSTAKA. vegetasinya termasuk rumput-rumputan, berakar serabut, batang monokotil, daun

BAB I PENDAHULUAN. Hama dan Penyakit pada Tanaman Pangan Page 1 Tanaman Padi

TINJAUAN PUSTAKA. terdiri dari 3 golongan ecogeographic yaitu Indica, Japonica, dan Javanica.

PENGAMATAN PERCOBAAN BAHAN ORGANIK TERHADAP TANAMAN PADI DI RUMAH KACA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Padi (Oryza sativa L.) tergolong ke dalam Famili Poaceae, Sub- family

MENGIDENTIFIKASI DAN MENGENDALIKAN PENYAKIT BLAST ( POTONG LEHER ) PADA TANAMAN PADI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dibudidayakan. Padi termasuk dalam suku padi-padian (Poaceae) dan

Pengendalian Penyakit pada Tanaman Jagung Oleh : Ratnawati

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan

TINJAUAN PUSTAKA. Akar tanaman padi merupakan akar tumbuhan graminae. Tumbuhan. untuk menyerap unsur hara dari dalam tanah. Akar akar tanaman akan

TINJAUAN PUSTAKA. Padi (Oryza sativa L.) merupakan tanaman semusim, termasuk golongan rumputrumputan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Petunjuk Teknis Budidaya Tanaman Padi Hibrida

II. Tinjauan Pustaka. dikonsumsi oleh setengah dari penduduk yang ada di bumi ini. Menurut Chevalier

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Padi merupakan tanaman pangan pokok penduduk Indonesia. Di samping

TINJAUAN PUSTAKA Morfologi dan Fisiologi Tanaman Padi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit antraknosa pada tanaman cabai disebabkan oleh tiga spesies cendawan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HAMA PENYAKIT TANAMAN PADI DAN CARA PENGENDALIANNYA

HASIL DAN PEMBAHASAN

BLAS (BLAST) Blas pada tulang daun: luka pada tulang daun berwarna coklat kemerahan hingga coklat yang dapat merusak seluruh daun yang berdekatan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

KOLEKSI VARIETAS UNGGULAN PROVINSI SUMATERA BARAT

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh

PENDAHULUAN. sub tropis. Bukti sejarah menunjukkan bahwa penanaman padi di Zhejiang (Cina)

Oleh : Koiman, SP, MMA (PP Madya BKPPP Bantul)

I. TINJAUAN PUSTAKA. bahan induk, relief/ topografi dan waktu. Tanah juga merupakan fenomena alam. pasir, debu dan lempung (Gunawan Budiyanto, 2014).

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Klasifikasi dan Deskripsi Tanaman Cabai Merah (Capsicum annuum L.)

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Klasifikasi dan Deskripsi Tanaman Cabai Rawit (Capsicum frutescensl.)

I. KEBERADAAN OPT PADI

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Percobaan

RINGKASAN. I. Pendahuluan. A. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Padi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman padi (Oryza sativa L.) merupakan salah satu tanaman pangan

SISTEM BUDIDAYA PADI GOGO RANCAH

IDENTIFIKASI DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT PADA BUDIDAYA CABAI MERAH

PENYIAPAN BIBIT UBIKAYU

PEMBUATAN BAHAN TANAM UNGGUL KAKAO HIBRIDA F1

II. TINJAUAN PUSTAKA

: Kasar pada sebelah bawah daun

PENGARUH SISTIM TANAM MENUJU IP PADI 400 TERHADAP PERKEMBANGAN HAMA PENYAKIT

TINJAUAN PUSTAKA. Batang padi berbentuk bulat, berongga, dan beruas-ruas. Antar ruas

MENINGKATKAN PROUKSI PADI DENGAN PENERAPAN TEKNOLOGI HEMAT AIR

KK : 2.4% Ket: ** ( sangat nyata) tn (tidak nyata) Universitas Sumatera Utara

2 TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan dan Biologi Tanaman Kedelai

MENGENAL LEBIH DEKAT PENYAKIT LAYU BEKTERI Ralstonia solanacearum PADA TEMBAKAU

TINJAUAN PUSTAKA. Botani tanaman. Tanaman jagung termasuk dalam keluarga rumput rumputan dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Cabai merupakan tanaman semusim berbentuk perdu tegak, batang berkayu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. Metode Penelitian

TINJAUAN PUSTAKA. merata sepanjang tahun. Curah hujan (CH) untuk pertanaman pepaya berkisar

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Padi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) berasal dari benua Amerika Selatan,

TEKNIS BUDIDAYA TEMBAKAU

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ordo: Polypetales, Famili: Leguminosea (Papilionaceae), Genus:

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian

Pembinaan Terhadap Terpidana Lanjut Usia di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Jambi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Padi termasuk golongan tumbuhan Graminae dengan batang yang tersusun

KETAHANAN PADI (WAY APO BURU, SINTA NUR, CIHERANG, SINGKIL DAN IR 64) TERHADAP SERANGAN PENYAKIT BERCAK COKLAT (Drechslera oryzae) DAN PRODUKSINYA

TATA CARA PENELITIN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. B. Bahan dan Alat Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Padi

J u r n a l A g r o h i t a V o l u m e 1 N o m o r 2 T a h u n

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Padi

BAHAN DAN METODE. I. Uji Daya Hasil Galur-galur Padi Gogo Hasil Kultur Antera.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Cabai adalah tanaman perdu dari famili terong-terongan ( Solanaceae) yang

IV. PEMBAHASAN. 4.1 Neraca Air Lahan

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun klasifikasi Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc. menurut. : Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc.

II. TINJAUAN PUSTAKA. daun-daun kecil. Kacang tanah kaya dengan lemak, protein, zat besi, vitamin E

OPT PADA TANAMAN PADI

PENDAHULUAN. Tanaman jagung yang dalam bahasa ilmiahnya disebut Zea mays L.,

HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA System of Rice Intensification (S.R.I.)

APLIKASI MODEL PERAMALAN ORGANISME PENGGANGGU TUMBUHAN TANAMAN PADI

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Benih Pengertian 2.2. Klasifikasi Umum Tanaman Padi

Penyakit Layu Bakteri pada Kentang

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. diklasifikasikan ke dalam Famili adalah Graminae, Genus adalah Oryza Linn, dan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PERUBAHAN IKLIM DAN SERANGAN PENYAKIT UTAMA PADA PADI VARIETAS UNGGUL DI LAHAN PASANG SURUT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Cabai (Capsicum sp ) merupakan tanaman semusim, dan salah satu jenis

: tahan terhadap wereng coklat biotipe 1, 2, 3 dan Sumatera Utara Ketahanan terhadap penyakit

III. BAHAN DAN METODE

I. PENDAHULUAN. Padi (Oryza sativa L.) merupakan salah satu tanaman budidaya penting dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. Subhan dkk. (2005) menyatakan bahwa pertumbuhan vegetatif dan generatif pada

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Agrios (1996), penyakit bercak coklat sempit diklasifikasikan

1 Menerapkan pola tanam yang teratur dan waktu tanam yang serempak (tidak lebih dari 2 minggu)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Juli 2017 memiliki suhu harian rata-rata pada pagi hari sekitar 27,3 0 C dan rata rata

Transkripsi:

Iklim Dan Penyebaran Penyakit Bakteri Hawar Daun (BLB) Pada Tanaman Padi Amaliah, SP [Year]

Latar Belakang Beras merupakan bahan makanan pokok sebagian besar penduduk Indonesia. Mengingat kebutuhan pangan beras terus meningkat mengikuti kenaikan jumlah penduduk, maka usaha peningkatan produksi beras terus dilakukan oleh pemerintah. Pemerintah telah menempuh beberapa cara untuk kembali berswa sembada beras seperti yang telah dicapai pada tahun 1984, antara lain dengan meningkatkan intensifikasi pada lahan yang telah dibuka, ekstensifikasi khususnya di luar Jawa, penggunaan varietas unggul berikut peningkatan sarana produksi lainnya. Meskipun demikian, masih terdapat banyak kendala dalam upaya meningkatkan produktivitas padi di Indonesia. Penyakit merupakan salah satu faktor utama penyebab rendahnya produktivitas tanaman yang dalam kondisi tertentu dapat menyebabkan kegagalan total pada suatu sistem pertanian. Kondisi pertanian di daerah tropis yang panas dan lembab, termasuk sebagian besar sistem pertanian di Indonesia, sangat dipengaruhi oleh penyakit bakterial (Semangun 2004). Organisme penganggu tanaman (OPT) merupakan faktor pembatas produksi tanaman di Indonesia baik tanaman pangan, hortikultura maupun perkebunan. Organisme pengganggu tanaman secara garis besar dibagi menjadi tiga yaitu hama, penyakit dan gulma. Hama menimbulkan gangguan tanaman secara fisik, dapat disebabkan oleh serangga, tungau, vertebrata, moluska. Sedangkan penyakit menimbulkan gangguan fisiologis pada tanaman, disebabkan oleh cendawan, bakteri, fitoplasma, virus, viroid, nematoda dan tumbuhan tingkat tinggi. Perkembangan hama dan penyakit sangat dipengaruhi oleh dinamika unsur iklim. Sehingga tidak heran kalau pada musim hujan dunia pertanian banyak disibukkan oleh masalah penyakit tanaman seperti penyakit kresek dan blas pada padi, antraknosa cabai dan sebagainya. Sementara pada musim kemarau banyak masalah hama penggerek batang padi, hama belalang kembara, serta thrips pada cabai. Akhir-akhir ini perubahan iklim seperti peningkatan temperatur yang berkaitan dengan peningkatan kadar CO 2 atmosfer mulai diperhatikan kalangan internasional maupun nasional (Boland et al. 2004). Apakah perubahan iklim tersebut berdampak pada masalah hama dan penyakit yang ada, dan apakah masalah hama-penyakit yang terkini di lapangan berkaitan dengan perubahan iklim tersebut. Dalam budidaya padi di Indonesia, salah satu penyakit yang ditakuti petani adalah penyakit hawar daun bakteri (Bacterial Leaf Blight BLB). Penyakit yang disebabkan oleh Xanthomonas oryzae pv. Oryzae tersebut dapat terjadi pada tingkat bibit, tanaman muda, dan tanaman tua. Penyakit hawar daun bakteri mulai menyebabkan kerusakan pada pertanaman padi di Indonesia pada musim hujan pada waktu itu penyakit ini disebut sebagai kresek atau hama lodoh apabila tanaman sampai mati. Di Jepang, kehilangan hasil yang diakibatkan penyakit ini berkisar 20-30 % bahkan mencapai 50%. Di daerah tropis, misalnya Indonesia kerusakan pertanaman padi lebih besar dibandingkan daerah sub tropis (Khaeruni 2001). Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman Padi Tanaman Oryza sativa atau dikenal dengan nama padi di Indonesia merupakan tanaman pangan berupa rumput berumpun. Tanaman pertanian kuno ini berasal dari dua benua, yaitu Asia dan Afrika Barat tropis dan subtropis. Bukti sejarah memperlihatkan bahwa penanaman

padi di Zhejiang (Cina) sudah dimulai pada 3.000 tahun SM. Fosil butir padi dan gabah ditemukan di Hastinapur Uttar Pradesh, India sekitar 100-800 SM. Selain Cina dan India, beberapa wilayah asal padi adalah, Bangladesh Utara, Burma, Thailand, Laos, dan Vietnam. Keseluruhan organ tanaman padi terdiri dari dua kelompok, yakni organ vegetatif dan organ generatif (reproduktif). Bagian-bagian vegetatif meliputi akar, batang dan daun, sedangkan bagian generatif terdiri dari malai, gabah dan bunga. Dari sejak berkecambah sampai panen, tanaman padi memerlukan 3-6 bulan, yang seluruhnya terdiri dari dua stadia pertumbuhan, yakni vegetatif dan generatif. Fase reproduktif selanjutnya terdiri dari dua, pra-berbunga dan pasca-berbunga, periode pasca-berbunga disebut juga sebagai periode pemasakan. Oleh karena itu, Yoshida membagi pertumbuhan padi menjadi 3 bagian yakni fase vegetatif, reproduktif, dan pemasakan. Menurut Fagi dan Las (1988), indikator tumbuh sangat tergantung pada sifat genetik tanaman tersebut. Fase vegetatif meliputi pertumbuhan tanaman dari mulai berkecambah sampai dengan inisiasi primordia malai: fase reproduktif dimulai dari inisiasi primordia malai sampai berbunga (heading) dan pemasakan dimulai dari berbunga sampai masak panen. Untuk suatu varietas berumur 120 hari yang ditanam di daerah tropik, maka fase vegetatif memerlukan 60 hari, fase reproduktif 30 hari, dan fase pemasakan 30 hari. Stadia reproduktif ditandai dengan memanjangnya ruas teratas pada batang, yang sebelumnya tertumpuk rapat dekat permukaan tanah. Di samping itu, stadia reproduktif juga ditandai dengan berkurangnya jumlah anakan, munculnya daun bendera, bunting dan pembungaan (heading). Inisiasi primordia malai bisaanya dimulai 30 hari sebelum heading. Stadia inisiasi ini hampir bersamaan dengan memanjangnya ruas-ruas yang terus berlanjut sampai berbunga. Oleh sebab itu stadia reproduktif disebut juga stadia pemanjangan ruas-ruas. Pembungaan (heading) adalah stadia keluarnya malai, sedangkan antesis segera mulai setelah heading. Oleh sebab itu, heading diartikan sama dengan antesis ditinjau dari segi hari kalender. Dalam suatu komunitas tanaman, fase pembungaan memerlukan waktu selama 10-14 hari, karena terdapat pebedaan laju perkembangan antar tanaman maupun antar anakan. Apabila 50% bunga telah keluar maka pertanaman tersebut dianggap dalam fase pembungaan. Antesis telah mulai bila benang sari bunga yang paling ujung pada tiap cabang malai telah tampak keluar. Pada umunnya antesis berlangsung antara jam 08.00 13.00 dan persarian (pembuahan) akan selesai dalam 5-6 jam setelah antesis. Dalam suatu malai, semua bunga memerlukan 7-10 hari untuk antesis, tetapi pada umumnya hanya 7 hari. Antesis terjadi 25 hari setelah bunting. Berdasarkan hal-hal tersebut maka dapat diperkirakan bahwa berbagai komponen pertumbuhan dan hasil telah mencapai maksimal sebelum bunganya sendiri keluar dari pelepah daun bendera. Jumlah malai pada tiap satuan luas tidak bertambah lagi 10 hari setelah anakan maksimal, jumlah gabah pada tiap malai telah ditentukan selama periode 32 sampai 5 hari sebelum heading. Sementara itu, ukuran sekam hanya dapat dipengaruhi oleh radiasi selama 2 minggu sebelum antesis. Periode pemasakan benih terdiri dari 4 stadia masak dalam proses pemasakan bulir: 1. Stadia masak susu.

Tanda-tandanya : tanaman padi masih berwarna hijau, tetapi malai-malainya sudah terkulai: ruas batang bawah kelihatan kuning: gabah bila dipijit dengan kuku keluar cairan seperti susu. 2. Stadia masak kuning. Tanda-tandanya : seluruh tanaman tampak kuning: dari semua bagian tanaman, hanya buku-buku sebelah atas yang masih hijau: isi gabah sudah keras, tetapi mudah pecah dengan kuku. 3. Stadia masak penuh. Tanda-tandanya : buku-buku sebelah atas berwarna kuning, sedang batang-batang mulai kering: isi gabah sukar dipecahkan: pada varietas-varietas yang mudah rontok, stadia ini belum terjadi kerontokan. Stadia masak penuh terjadi setelah ± 7 hari setelah stadia masak kuning. 4. Stadia masak mati. Tanda-tandanya : isi gabah keras dan kering: varietas yang mudah rontok pada stadia ini sudah mulai rontok. Stadia masak mati terjadi setelah ± 6 hari setelah masak penuh. Penyakit Hawar Daun Penyakit hawar daun bakteri atau Bacterial Leaf Blight ( BLB) disebabkan oleh bakteri Xanthomonas oryzae pv. oryzae. Penyakit ini di Indonesia tersebar hampir seluruh daerah pertanaman padi baik di di dataran rendah maupun dataran tinggi dan selalu timbul baik pada musim kemarau maupun musim hujan. Pada musim hujan biasanya berkembang lebih baik. Penyakit hawar daun bakteri menyebabkan penurunan produksi padi yang cukup tinggi dan dalam keadaan tertentu dapat menurunkan produksi sampai 60 %. Penyakit ini mempunyai beberapa ras dari jenis bakteri dan masing-masing mempunyai perbedaan kemampuan untuk menginfeksi tanaman padi (Sudarmo 1991). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada tingkat keparahan 20% sebulan sebelum panen, penyakit sudah mulai menurunkan hasil. Di atas keparahan itu, hasil padi turun 4% tiap kali penyakit bertambah parah sebesar 10%. Kerusakan terberat terjadi apabila penyakit menyerang tanaman muda yang peka sehingga menimbulkan gejala kresek, dapat menyebabkan tanaman mati. Gambar 1 merupakan tanaman padi yang terinfeksi bakteri hawar daun. Gambar 1. Pertanaman padi terserang hawar daun bakteri. (Sumber: Balai Besar Penelitian Tanaman Padi) Hawar daun bakteri (HDB) yang disebabkan oleh Xanthomonas oryzae pv. oryzae (XOO) merupakan salah satu penyakit utama pada padi sawah di Indonesia (Semangun 1991 ;

Machmud dan Farida 1995; Hifni dan Kardin 1998) dan di negara produsen beras lainnya, seperti Jepang, India, dan Philipina. Penyakit HDB mulai menyebabkan kerusakan pada pertanaman padi di Indonesia pada musim hujan tahun 1948/1949 (Ou 1985), pada waktu itu penyakit ini disebut sebagai kresek atau hama lodoh apabila tanaman sampai mati. Di Jepang, kehilangan hasil yang diakibatkan penyakit ini berkisar 20-30% bahkan mencapai 50%. Didaerah tropis, misalnya Indonesia kerusakan pertanaman padi lebih besar dibandingkan daerah sub tropis. Penyakit kresek/blb (Bacterial Leaf Blight) pada padi oleh Xanthomonas oryzae pv. oryza menjadi penyakit terpenting dalam tiga tahun terakhir. Sepuluh tahun yang lalu penyakit ini tidak pernah dianggap sebagai penyakit penting sehingga penelitian terhadapnya pun juga kurang. Lingkungan berupa komponen ingkungan fisik (suhu, kelembaban, cahaya) maupun biotik (musuh alami, organisme kompetitor). Dari konsep tersebut jelas sekali bahwa perubahan salah satu komponen akan berpengaruh terhadap intensitas penyakit yang muncul. Bakteri Xanthomonas oryzae pv. Oryzae. berbentuk batang pendek berukuran (1-2) x (0,8-1) μm, di ujungnya mempunyai satu flagela polar yang berukuran 6-8 μm dan berfungsi sebagai alat bergerak. Bakteri ini bersifat aerob memerlukan O 2 bebas, gram negatif dan tidak membentuk spora. Di atas media PDA bakteri ini membentuk koloni bulat cembung yang berwarna kuning keputihan sampai kuning kecoklatan dan mempunyai permukaan yang licin (Semangun 2001). Hawar Bakteri (HB) atau Hawar Daun Bakteri (HDB) merupakan penyakit yang dapat menginfeksi bibit dan tanaman tua dan merupakan penyakit bakteri yang tersebar luas dan menurunkan hasil sampai 36%. Penyakit terjadi pada musim hujan atau musim kemarau yang basah, terutama pada lahan sawah yang selalu tergenang, dan di pupuk N tinggi ( >250 kg urea/ha ). Penyakit HBD menghasilkan dua gejala yang khas, yaitu kresek dan hawar. Bila HB terjadi pada tanaman muda disebut kresek dan bila terjadi pada tanaman tua disebut hawar daun. Gambar2. Foto mikroskop elektron Xanthomonas diperbesar 30.000x. (Sumber: Koleksi PPOPT Bandung) Kresek adalah gejala yang terjadi pada tanaman berumur <30 hari ( persemaian atau yang baru dipindah ). Apabila sel bakteri masuk menginfeksi tanaman padi melalui akar dan pangkal batang, tanaman bisa menunjukkan gejala kresek. Seluruh daun dan bagian tanaman lainnya menjadi kering. Infeksi dapat terjadi mulai dari fase persemaian sampai awal fase pembentukan anakan. Daun berwarna hijau kelabu, melipat, dan menggulung. Dalam keadaan parah seluruh

daun menggulung, layu, dan mati, mirip tanaman yang terkena enggerek batang atau terkena air panas (lodoh). Hawar merupakan gejala yang paling umum djumpai pada pertanaman yang mencapai fase tumbuh anakan sampai fase pemasakan. Dalam perkembangannya, gejala akan meluas membentuk hawar (blight), dan akhirnya daun mengering. Dalam keaadaan lembab (terutama di pagi hari), kelompok bakteri, berupa butiran berwarna kuning keemasan, dapat dengan mudah ditemukan pada daun-daun yang menunjukkan gejala hawar. Dengan bantuan angin, gesekan antar daun, dan percikan air hujan, massa bakteri ini berfungsi sebagai alat penyebar penyakit HDB. Bakteri tidak dapat bertahan lama pada biji, sehingga umumnya penyakit ini tidak terbawa oleh biji (Semangun 2004). Tanaman yang terinfeksi kehilangan areal daun dan menghasilkan gabah yang lebih sedikit dan hampa. Pada pembibitan, daun yang terinfeksi berubah hijau keabu-abuan, menggulung, dan akhirnya mati. Gambar 3. Daur hidup Bakteri Hawar Daun ( BLB ). (Sumber: IRRI Knowledgebank) Gejala penyakit berupa bercak berwarna kuning sampai putih berawal dari terbentuknya garis lebam berair pada bagian tepi daun. Bercak bisa mulai dari salah satu atau kedua tepi daun yang rusak, dan berkembang hingga menutupi seluruh helaian daun. Pada varietas yang rentan,

bercak bisa mencapai pangkal daun terus ke pelepah daun. Tampilan bakteri selut seperti yang milky atau kekusaman dewdrop muda luka pada pagi-pagi. Luka menjadi kuning ke putih sebagai penyakit kemajuan, saat terkena daun cenderung kering dengan cepat. Luka kemudian menjadi keabu-abuan dari pertumbuhan berbagai jamu saprophytic. Infeksi pada pembibitan menyebabkan bibit menjadi kering. Bakteri menginfeksi masuk sistem vaskular tanaman padi pada saat tanam pindah atau sewaktu dicabut dari tempat pembibitan dan akarnya rusak, atau sewaktu terjadi kerusakan daun. Sumber infeksi dapat berasal dari jerami yang terinfeksi, tunggul jerami, singgang dari tanaman yang terinfeksi, benih, dan gulma inang. Sel-sel bakteri membentuk butir-butir embun pada waktu pagi hari yang mengeras dan melekat pada permukaan daun. Iklim Dan Penyebaran Penyakit Jenis padi mempunyai ketahanan yang berbeda-beda sejak dulu diketahui bahwa padi cere jenis Bengawan, Cina dan Mas rentan terhadap hawar daun bakteri. Padi gundil terbukti paling tahan, sedang jenis-jenis bulu adalah paling tahan dan penyakit tidak pernah menimbulkan kerugian yang berarti pada jenis ini (Semangun 2004). Dalam keadaan lembab (terutama di pagi hari), kelompok bakteri berupa butiran berwarna kuning keemasan, dapat dengan mudah temukan pada daun-daun yang menunjukkan gejala hawar. Dengan bantuan angin, gesekan antar daun, dan percikan air hujan, massa bakteri ini berfungsi sebagai alat penyebar penyakit hawar daun bakteri (Suyamto 2007). Penyakit lebih banyak pada padi yang dipindah. Pada umur yang lebih muda. Ada jenis padi tertentu yang tahan pada waktu muda dan adapula yang tahan pada waktu dewasa. Misalnya bakteri kelompok III jenis Krueng Aceh tahan pada waktu muda, sedang Bah Butong, Semeru, Citanduy, dan Cisanggarung menjadi tahah setelah dewasa terhadap bakteri kelompok IV Bah Butong tahan pada waktu masih muda dan juga setelah dewasa (Semangun 2004). Jenis padi mempunyai ketahanan berbeda-beda terhadap penyakit tanaman. Suhu. Suhu udara merupakan faktor lingkungan yang penting karena berpengaruh pada pertumbuhan tanaman dan berperan hampir pada semua proses pertumbuhan. Suhu udara merupakan faktor penting dalam menentukan tempat dan waktu penanaman yang cocok, bahkan suhu udara dapat juga sebagai faktor penentu dari pusat-pusat produksi tanaman, misalnya kentang di daerah bersuhu rendah sebaliknya padi di daerah bersuhu tinggi. Ditinjau dari klimatologi pertanian, suhu udara di Indonesia dapat berperan sebagai kendali pada usaha pengembangan tanaman padi di daerah-daerah yang mempunyai dataran tinggi. Sebagian besar padi unggul dapat berproduksi dengan baik sampai pada ketinggian 700 dpl (Kartasapoetra dan Gunarsih 1993). Garret et al. (2006) menyatakan bahwa perubahan iklim berpengaruh terhadap penyakit melalui pengaruhnya pada tingkat genom, seluler, proses fisiologi tanaman dan patogen. Bakteri penyebab penyakit kresek pada padi Xanthomonas oryzae pv. oryzae mempunyai suhu optimum pada 30 o C (Webster dan Mikkelsen 1992 dalam Wiyono 2007). Curah hujan. Perubahan fisik yang muncul akibat hujan bagi lingkungan tumbuh tanaman adalah meningkatnya kelembaban udara dan meningkatnya kandungan air dalam tanah. Kedua hal tersebut berdampak pada percepatan perkembangan patogen baik jamur maupun bakteri, terganggunya keseimbangan nutrisi tanaman di dalam tanah serta munculnya kerusakan fisik lain berupa pecah batang, pecah buah juga robohnya tanaman.

Kebanyakan air dalam tanah juga menyebabkan rendahnya daya dukung tanah terhadap tetap tegaknya tanaman menjadi rendah. Hal yang sering terjadi adalah robohnya tanaman akibat hujan angina meskipun tanaman sudah ditopang dengan lanjaran. Gangguan lain yang disebabkan oleh limpahan air hujan adalah keseimbangan nutisi dalam tanah. Teknik budidaya yang paling popular digunakan untuk mengurangi kelebihan air adalah dengan pembuatan saluran drainase. Terdapat dua macam cara pembuatan saluran drainase yaitu saluran drainase di atas permukaan tanah dan saluran drainase di bawah permukaan tanah. Saluran drainase di atas permukaan tanah dimaksudkan untuk mengurangi genangan, mencegah kejenuhan air yang berkepanjangan dan mempercepat aliran ke arah pembuangan tanpa terjadinya erosi tanah. Drainase ini mencakup parit-parit pemasukan dan pembuangan dalam petak penanaman termasuk di dalamnya parit yang ada diantara bedeng penanaman. Saluran drainase di bawah permukaan dimaksudkan untuk memindahkan kelebihan air di dalam tanah. Drainase ini dapat menurunkan tingginya kandungan air baik karena curah hujan, air irigasi permukaan, limpasan dari dataran yang lebih tinggi, dan air resapan. Bentuknya bervariasi ada drainase gorong-gorong, drainase batu, drainase kotak dan drainase bamboo. Kelembaban. Datangnya musim hujan bulan Oktober hingga Maret ini selain memberikan persediaan air yang cukup bagi tanaman, ternyata juga dapat memberikan dampak negatif berupa lingkungan udara yang lembab. Kelembaban yang tinggi ini sangat kondusif bagi perkembangan tumbuhnya jamur maupun bakteri. Sayangnya, tidak hanya jamur dan bakteri yang menguntungkan yang hidup secara pesat dalam keadaan ini, melainkan juga yang merugikan. Bahkan disinyalir pertumbuhan jamur yang merugikan termasuk diantaranya penyebab berbagai penyakit tanaman bisa lebih tinggi. Akibatnya tentu saja resiko serangan penyakit di musim hujan menjadi lebih tinggi dibandingkan musim kemarau. Daftar Pustaka Boland, G.J. M.S. Melzer, A. Hopkin, V. Higgins, and A. Nassuth. 2004. Climate change and plant diseases in Ontario. Can. J. Plant Pathol. 26: 335 350 Fagi, M. dan I. Las. 1988. Lingkungan Tumbuh Padi. Dalam Ismunadji, et. al. (Penyunting). Buku I Padi. Puslitbangtan Bogor. Maret 1988;167-214 hlm. Garret, K.A., S.P. Dendy, E.E. Fraih, M.N. Rouse, S.E. Travers. 2006. Climate change effect to lant disease: genome to ecosystem. Di dalam: Wiyono S. 2007. Perubahan iklim dan ledakan hama dan penyakit tanaman. Makalah Seminar Keanekaragaman Hayati Ditengah Perubahan Iklim: Tantangan Masa Depan Indonesia. Hal 3 Kartasapoetra dan A. Gunarsih, 1993. Klimatologi Pengaruh Iklim terhadap Tanah Khaeruni, A. 2001. Penyakit Hawar Daun Bakteri pada Padi : Masalah dan Upaya Pemecahannya. IPB. Bogor. Sudarmo, S. 1991. Pengendalian Serangan Hama Penyakit dan Gulma Padi. Kanisius. Yogyakarta Suyamto. 2007. Masalah Lapang Padi. Puslitbangtan, Bogor. Semangun, H. 2004. Penyakit-penyakit Tanaman Pangan Penting di Indonesia. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Wiyono S. 2007. Perubahan iklim dan ledakan hama dan penyakit tanaman. Makalah Seminar Keanekaragaman Hayati Ditengah Perubahan Iklim