ANALISIS PENAGIHAN PAJAK DAN KEPATUHAN WAJIB PAJAK TERHADAP PENERIMAAN PAJAK DI KPP PRATAMA (Studi Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Ciamis)

dokumen-dokumen yang mirip
PENGARUH SANKSI PERPAJAKAN DAN KESADARAN WAJIB PAJAK MEMBAYAR PAJAK BUMI DAN BANGUNAN (PBB) DI WILAYAH KPP PRATAMA DEPOK. : Baiq Laxmi Riska Zone

PENGARUH JUMLAH WAJIB PAJAK TERDAFTAR DAN PENERBITAN SURAT PAKSA TERHADAP PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN PADA KPP PRATAMA BANTUL

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH PENCAIRAN ATAS PENAGIHAN PAJAK TERHADAP PENERIMAAN PAJAK PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA JAKARTA KRAMAT JATI. Dwiyatmoko Pujiwidodo

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Istilah pajak berasal dari bahasa Jawa yaitu ajeg yang berati pungutan

BAB I PENDAHULUAN. penerimaan negara dari sektor pajak melalui intensifikasi dan ekstensifikasi

PENGARUH KEWAJIBAN KEPEMILIKAN NPWP,PEMERIKSAAN PADAJAN DAN PENAGIHAN PAJAK TERHADAP PENERIMAAN PAJAK (Studi Kasus pada KPP Pratama Bitung)

Yudi Hariyanto Suhadak Siti Ragil H Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya Malang ABSTRAK

BAB III METODE PENELITIAN. Waktu penelitian ini dilakukan pada bulan Februari 2015 sampai dengan

Disusun Oleh: Siti Rahayu

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

PENGARUH SELF ASSESSMENT SYSTEM DAN SANKSI PERPAJAKAN TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK PADA KPP PRATAMA GARUT

JURNAL HUMANIORA

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. pajak, tentunya perlu dipahami dulu apa yang dimaksud dengan pajak.

PENGARUH KEPATUHAN WAJIB PAJAK DAN PEMERIKSAAN PAJAK TERHADAP PENERIMAAN PPH PASAL 25/29 WAJIB PAJAK BADAN PADA KPP PRATAMA DENPASAR TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan iuran warga negara kepada negara yang akan digunakan

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

PENGARUH TOTAL ASSET TURNOVER (TAT) DAN NET PROFIT MARGIN (NPM) TERHADAP RETURN ON EQUITY (ROE) PADA PT. INDOFOOD SUKSES MAKMUR, TBK

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pemungutan pajak di Indonesia mengacu pada sistem self assessment. Self assessment

BAB III METODE PENELITIAN

PENGARUH KEPATUHAN WAJIB PAJAK TERHADAP PENERIMAAN PAJAK DAN IMPLIKASINYA PADA PERTUMBUHAN EKONOMI. Ita Rosdiana

Pengaruh Faktor Ekonomi dan Faktor Non Ekonomi terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Badan di Jakarta pada Pajak Penghasilan Pasal 22 dan Pasal 25

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II LANDASAN TEORI. rakyat kepada Negara berdasarkan Undang-Undang yang dapat dipaksakan. ditunjuk atau digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mempunyai tujuan nasional, yaitu mewujudkan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan negara Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan

THE EFFECT OF TAX AUDIT, GROWTH NUMBER OF TAXPAYER AND COMPLIANCE WITH CORPORATE TAXPAYER TO INCOME TAX REVENUE ARTICLE 25 CORPORATE TAXPAYER

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. (2010:138), kepatuhan didefinisikan sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN. atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak

BAB I PENDAHULUAN. perpajakan. Dalam era globalisasi atau era persaingan bebas inilah cepat atau lambat

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan biaya yang besar yang harus digali, terutama dari sumber

ANALISIS PELAKSANAAN PEMERIKSAAN PAJAK DALAM MENINGKATKAN KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI PADA KPP PRATAMA JAKARTA SAWAH BESAR SATU

Inggrid Grace Manuputty Swanto Sirait. Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta

BAB I PENDAHULUAN. dan Undang-Undang Dasar 1945, dimana bertujuan untuk mencerdaskan

Jurnal Akuntansi Keuangan dan Bisnis Vol. 10, No. 2, November 2017, Jurnal Politeknik Caltex Riau

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kebudayaan manusia dalam era globalisasi menuntut

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan sumber pendapatan negara yang sangat penting bagi

ABSTRACT. Keywords: Self Assessment system, STP VAT, and VAT receipts. vii Universitas Kristen Maranatha

Elisabeth Tilana Mutiara Putri Erly Suandy

PENGARUH PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT TEGURAN DAN SURAT PAKSA TERHADAP PEMBAYARAN TUNGGAKAN PAJAK PENGHASILAN PADA KPP PRATAMA GORONTALO

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. dalam masyarakat yang berusaha untuk menghindarkan diri dari pengenaan pajak

: Berkat Kristian Zega NPM : Pembimbing : Anne Dahliawati, SE., MM

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional dinegara-negara berkembang pasti memerlukan biaya yang. kebutuhan pembiayaan pembangunan nasional.

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN Hasil Jawaban Responden Atas Variabel Kepatuhan Wajib Pajak. kerelaan nilai dalam membayar pajak sebagai berikut :

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. tahun terakhir yaitu tahun 2001 sampai dengan tahun Data yang. diambil adalah data tahun 2001 sampai 2015.

Abstrak. Abstract. Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan secara bertahap, terencana dan berkelanjutan. Menurut Waluyo

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH SELF ASSESSMENT SYSTEM, PEMERIKSAAN PAJAK DAN SANKSI PERPAJAKAN TERHADAP PENERIMAAN PAJAK PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA TANJUNGPINANG

BAB I PENDAHULUAN. kenyataannya Indonesia tidak bisa memanfaatkan berbagai potensi itu. Bisa dilihat

PENGARUH KESADARAN WAJIB PAJAK, KEPEMILIKAN NPWP, PELAYANAN FISKUS DAN PENAGIHAN PAJAK TERHADAP PENERIMAAN PAJAK DI KOTA KEDIRI

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Hubungan Linier Jumlah Penduduk Yang Bekerja dengan Belanja Langsung

ABSTRAK. Kata Kunci : Pengetahuan Perpajakan, Modernisasi Perpajakan, Kesadaran dan Kepatuhan Wajib Pajak. ABSTRACT

DAFTAR PUSTAKA. Arikunto, Suharsimi Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktek, Edisi Revisi V, Jakarta: PT Rineka Cipta.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Sumber penerimaan negara dapat dilihat dari dua sektor, yaitu sektor

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia bertujuan mewujudkan

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

Surat Pemberitahuan (SPT) BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Analisis Deskriptif

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah untuk menggali sumber-sumber pendapatannya secara lebih

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Direktorat Jenderal Pajak (fiskus) melakukan ekstensifikasi dan

Jurnal Riset Akuntansi Going Concern 12(2), 2017,

BAB I PENDAHULUAN. menjadi prioritas utama pemerintah. Berdasarkan data APBN tahun pajak

PENGARUH FAKTOR FUNDAMENTAL TERHADAP HARGA SAHAM SEKTOR PROPERTY DAN REAL ESTATE YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA PERIODE

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan dan peningkatan pembangunan nasional untuk mencapai

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KESADARAN DALAM MELAPORKAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN PADA SEKTOR UKM DI KOTA MEDAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila dan

ANALISIS EFEKTIVITAS DAN KONTRIBUSI TINDAKAN PENAGIHAN PAJAK AKTIF DENGAN SURAT TEGURAN DAN SURAT PAKSA SEBAGAI UPAYA PENCAIRAN TUNGGAKAN PAJAK

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 bertujuan mewujudkan tata. Tujuan yang luhur demikian itu hanya dapat diwujudkan melalui

BAB III METODE PENELITIAN

Embun Rahmawati. Universitas Bina Nusantara Palem Puri No 2 Rt 005/007, Pondok Aren Tangerang 15229, , 1 Murtedjo, Ak.

BAB I PENDAHULUAN. sumber dana luar negeri dan sumber dana dalam negeri. non migas serta pajak. Namun pemerintah lebih mengoptimalkan

BAB I PENDAHULUAN. membiayai kegiatan pemerintahan dan pembangunan (Dina dan Putu,

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. Populasi dalam penelitian ini adalah PT. Bank Syariah Mandiri dan Bank

BAB I PENDAHULUAN. untuk mendanai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), hal tersebut

Sejak dilakukan reformasi perpajakan pada tahun 1983 yang ditandai dengan perubahan

Harris Topowijono Sri Sulasmiyati

ABSTRACT. Keywords : Taxpayers, Taxpayer Compliance, Issuance of Tax Assessment, Tax Income Agency Tax Article 25 ABSTRAK

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM MEMENUHI KEWAJIBAN MEMBAYAR PAJAK PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA BITUNG

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

ZELFIA YULIANA SUTAMI ( ) Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi. Universitas Maritim Raja Ali Haji ABSTRAK

BAB II LANDASAN TEORI. Berdasarkan pasal 1 undang undang No.6 tahun 1983 tentang kententuan

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN

DAFTAR PUSTAKA. Djuanda, Gustian dan Irwansyah Lubis Pelaporan Pajak Penghasilan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Tujuan negara Republik Indonesia yang berdasarkan pancasila dan

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat yang adil dan makmur sebagaimana yang tercantum dalam. Pembukaan UUD Upaya untuk mewujudkan tujuan tersebut salah

JURNAL ASET (AKUNTANSI RISET)

BAB IV HASIL PENELITIAN. penelitian ini rasio likuiditas yang digunakan adalah Current Ratio (CR)

Pengaruh Profitabilitas Dan Leverage Keuangan Terhadap Harga Saham Pada Perusahaan Jasa Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia (Sektor Keuangan

PENGARUH ACCOUNT REPRESENTATIVE (AR) TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI (KPP PRATAMA SIDOARJO UTARA)

BAB IV HASIL PENELITIAN

Transkripsi:

ANALISIS PENAGIHAN PAJAK DAN KEPATUHAN WAJIB PAJAK TERHADAP PENERIMAAN PAJAK DI KPP PRATAMA (Studi Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Ciamis) Oleh, Iqbal Tawakal 093403019 Pembimbing : Dr. Wawan Sukmana, SE.,M,Si., Ak., CA Rita Tri Yusnita, SE., MM. ABSTRACT This study aims to describe the tax collection, tax compliance, as well as to describe its effect on tax revenue. Research carried out at KPP Pratama Ciamis, the data used in the period 2008 to 2013. The study used the descriptive analytical method with a case study approach, the technique using multiple linear regression analysis, which previously performed the classical assumption test. Based on the survey results revealed that the highest tax collection in 2013 and lowest in 2008. Compliance with the highest tax payers in 2008, the lowest compliance in 2013. The realization of the highest tax revenues in 2013 and lowest in 2009. Partially significant effect of tax collection, tax compliance effect no significant effect on tax revenue. Simultaneously, tax collection and tax compliance not significant effect on tax revenue. Growing awareness of the taxpayer troubled not only by law enforcement elements, but should also be a variety of factors, including through the organization of seminars or counseling to troubled taxpayers. Keywords: Tax Collection, Taxpayer Compliance, Tax Revenue Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan penagihan pajak, kepatuhan wajib pajak, serta untuk menggambarkan pengaruhnya terhadap penerimaan pajak. Penelitian dilaksanakan pada bagian penagihan di KPP Pratama Ciamis, data yang digunakan pada periode 2008 sampai 2013. Metode penelitian menggunakan deskriptif analitis dengan pendekatan studi kasus, teknik analisis menggunakan regresi linier berganda, yang sebelumnya dilakukan uji asumsi klasikal. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa penagihan pajak tertinggi tahun 2013 dan terendah pada tahun 2008. Kepatuhan wajib pajak tertinggi tahun 2008, kepatuhan terendah tahun 2013. Realisasi penerimaan pajak tertinggi tahun 2013 dan terendah tahun 2009. Secara parsial penagihan pajak berpengaruh signifikan, kepatuhan wajib pajak berpengaruh tidak signifikan terhadap penerimaan pajak. Secara simultan penagihan pajak dan kepatuhan wajib pajak berpengaruh tidak signifikan terhadap penerimaan pajak. Menumbuhkan kesadaran wajib pajak bermasalah tidak hanya melalui unsur penegakan hukum, tetapi perlu juga berbagai faktor diantaranya melalui penyelenggaraan seminar ataupun penyuluhan kepada wajib pajak yang bermasalah. Kata Kunci : Penagihan Pajak, Kepatuhan Wajib Pajak, Penerimaan Pajak I. Pendahuluan Pemerintah selama ini telah melakukan berbagai upaya untuk dapat meningkatkan perekonomian nasional guna melaksanakan pembangunan yang merata bagi seluruh rakyat Indonesia, tidak hanya untuk memberikan kemakmuran dan kesejahteraan akan tetapi juga untuk memberdayakan masyarakat untuk serta dalam pembangunan tersebut. Pajak merupakan salah satu upaya guna meningkatkan pendapatan Negara yang di dalam implementasinya pajak digunakan untuk pembiayaan APBN dan penyelenggaraan pemerintahan yang lebih baik. Dalam perjalanannya pajak telah memberikan kontribusi yang cukup besar bagi Negara sehingga pajak berpengaruh besar dalam rangka terselenggaranya tugas pemerintah serta pembangunan nasional. Anggaran tersebut digunakan untuk kepentingan baik secara langsung maupun tidak langsung manfaatnya bagi masyarakat luas. Hal ini juga merupakan salah satu upaya pemerintah untuk merealisasikan anggaran penerimaan pajak dari masyarakat untuk mempertegas bahwa pajak digunakan sebagaimana mestinya. Bagi Indonesia penerimaan pajak sangat besar peranannya dalam mengamankan anggaran negara dalam APBN setiap tahun, yang digunakan sebagai sumber dana bagi pemerintah dalam melaksanakan pembangunan. Misi utama Direktorat Jenderal Pajak adalah misi fiskal yaitu menghimpun penerimaan pajak berdasarkan Undang-Undang Perpajakan yang mampu menunjang kemandirian pembiayaan pemerintah dan dilaksanakan secara efektif dan efisien (Suryadi, 2006). Pajak erat kaitannya dengan kesadaran masyarakat untuk membayarnya, sejak tahun 1983 pajak sudah menjadi andalan penerimaan negara dalam APBN. Jumlah penerimaan negara dari sektor pajak belum mencapai tax ratio optimal antara lain disebabkan oleh wajib pajak yang tidak patuh terhadap undang-undang perpajakan. Indonesia termasuk yang rendah patuh membayar pajak, dengan tax ratio masih 12% termasuk paling rendah di antara negaranegara tetangga dan kesadaran pajak orang pribadi yang masih rendah jika dibandingkan dengan negara lain. (Fuad

Rahmany : 2011). Kemudian ketidakpatuhan tersebut juga dapat dilihat dari tunggakan pajak tahun 2003-2007 dibawah ini. Tabel 1. Perkembangan Tunggakan Wajib Pajak Di Indonesia Tahun 2003 2007 Tahun Tunggakan Jumlah Pencairan Tunggakan Penambahan Anggaran Awal Tunggakan Tunggakan Akhir 2003 13.358.845 12.166.834 25.525.679 8.220.430 17.305.249 2004 17.305.249 13.928.158 31.233.407 12.651.759 18.581.648 2005 18.581.648 11.852.334 30.433.982 10.775.215 19.658.767 2006 19.658.767 21.862.337 41.521.104 15.626.189 25.849.915 2007 25.849.915 20.302.969 46.197.884 19.621.830 25.576.054 Dari tabel di atas dapat dilihat terjadi permasalahan yang berdampak pada penerimaan pajak. Dengan tunggakan yang cenderung meningkat dari tahun 2003-2007 dan jumlah pencairan tunggakan yang jumlahnya hanya sebagian dari jumlah keseluruhan tunggakan pajak akan mengakibatkan terhambatnya penerimaan pajak dan tiap tahunnya penambahan tunggakan pajak pun semakin meningkat hingga ± 80% dari tunggakan awal. Berdasarkan formula Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD), pada akhir tahun 2012, tax ratio telah mencapai 15,6 persen, padahal tahun 2009 tax ratio masih sebesar 14,3 persen. Dalam realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2012, meskipun dalam situasi perekonomian dunia yang masih kurang kondusif, penerimaan perpajakan tercatat mencapai Rp. 980,1 triliun. Angka tersebut merupakan 73,6 persen dari total pendapatan negara. Pencapaian tersebut merupakan peningkatan hampir tiga kali lipat dari penerimaan perpajakan di tahun 2005 yang sebesar Rp347 triliun. Begitu besarnya peran pajak dalam APBN, maka usaha untuk meningkatkan penerimaan pajak terus dilakukan Direktorat Jenderal Pajak. Berbagai upaya dilakukan Direktorat Jenderal Pajak agar penerimaan pajak maksimal, antara lain adalah dengan ekstensifikasi dan intensifikasi pajak. Hal tersebut dilakukan dengan cara perluasan subjek dan objek pajak, dengan menjaring wajib pajak baru, seperti pada Agustus 2012 lalu Direktorat Jenderal Pajak melakukan SPN (Sensus Pajak Nasional) serentak untuk memperluas penerimaan pajak. Usaha memaksimalkan penerimaan pajak tidak dapat hanya mengandalkan peran dari Dirjen Pajak maupun petugas pajak, tetapi dibutuhkan juga peran aktif dari para wajib pajak itu sendiri. Perubahan sistem perpajakan dari Official Assessment menjadi Self Assessment, memberikan kepercayaan wajib pajak untuk mendaftar, menghitung, membayar dan melaporkan kewajiban perpajakannya sendiri. Hal ini menjadikan kepatuhan dan kesadaran wajib pajak menjadi faktor yang sangat penting dalam hal untuk mencapai keberhasilan penerimaan pajak. Di dalam negeri, rasio kepatuhan wajib pajak yang menjadi indikator kepatuhan wajib pajak dalam melaksanakan pemenuhan kewajiban perpajakannya dari tahun ke tahun masih menunjukkan persentase yang tidak mengalami peningkatan signifikan. Hal ini didasarkan jika kita melihat perbandingan jumlah wajib pajak yang memenuhi syarat patuh di Indonesia sedikit sekali jika dibandingkan dengan jumlah total wajib pajak terdaftar (Widi Widodo, 2010). Efektivitas tingkat kepatuhan pajak juga tercermin dari penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan. Dirjen Pajak dalam Surat Edaran Dirjen Pajak SE-18/PJ/2006 tanggal 27 Juli 2006 tentang Key Performance Indicator menyebutkan bahwa salah satu indikator kinerja dari kantor pajak adalah penyampaian SPT untuk mengukur tingkat kepatuhan wajib pajak dengan rumusan jumlah SPT Tahunan WP OP/Badan yang disampaikan dibagi dengan jumlah WP OP/Badan terdaftar dikalikan 100 persen. Dari berbagai data indikator kepatuhan pajak tersebut, terlihat bahwa terdapat permasalahan kepatuhan pajak di Indonesia yang masih menunjukkan level kepatuhan yang rendah (Widi Widodo, 2010). Masyarakat Indonesia yang merupakan masyarakat hukum, telah mengatur mengenai pajak dan sumber pendapatan lainnya yang digunakan untuk membiayai kebutuhan bersama. Pengaturan ini diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 23 ayat (2), bahwa pengenaan dan pemungutan pajak untuk keperluan negara hanya boleh terjadi berdasarkan undang-undang. Dengan pengaturan pajak melalui undang-undang yang penetapannya berdasarkan perwakilan masyarakat diharapkan masyarakat bisa secara sadar dan ikhlas untuk membayar pajak dan melaksanakan kewajibannya selaku Wajib Pajak. Ketentuan umum dan tata cara peraturan perpajakan telah diatur dalam Undang-Undang (UU No. 16 Tahun 2009), tak terkecuali mengenai sanksi perpajakan. Sanksi diperlukan untuk memberikan pelajaran bagi pelanggar pajak. Dengan demikian, diharapkan agar peraturan perpajakan dipatuhi oleh para wajib pajak. Wajib pajak akan memenuhi kewajiban perpajakan bila memandang bahwa sanksi perpajakan akan lebih banyak merugikannya. Sebelum menjatuhkan sanksi, Kantor Pelayanan Pajak (KPP) melakukan pemeriksaan dan penagihan pajak terhadap WP yang tidak patuh, baik yang bersifat aktif atau pasif. Hal ini dimaksudkan agar KPP sebagai badan pemerintah tetap memperhatikan hak WP dan tidak dianggap sebagai badan untuk memeras kekayaan warga Negara. Penagihan pajak dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu penagihan pajak aktif dan penagihan pajak pasif. Penagihan pajak pasif dilakukan melalui surat tagihan pajak atau surat ketetapan pajak. Penagihan pajak aktif atau penagihan pajak dilakukan dengan surat aksab diatur dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000. Penagihan pajak adalah serangkaian tindakan agar penanggung pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan surat paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, menjual barang yang telah disita.

II. Tinjauan Pustaka dan Kerangka Pemikiran 1. Tinjuan Pustaka Penagihan pajak adalah serangkaian tindakan agar Penanggung Pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan Surat Paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, menjual barang yang telah disita (pasal 1 angka 9 UU No. 19/2000). Penagihan pajak dengan surat teguran merupakan awal pelaksanaan tindakan penagihan oleh fiskus untuk memperingatkan Wajib Pajak yang tidak melunasi utang pajaknya sesuai dengan keputusan penetapan (STP, SKPKB, SKPKBT) sampai dengan saat jatuh tempo. Sedangkan penagihan pajak dengan surat paksa dilakukan apabila jumlah tagihan pajak tidak atau kurang bayar sampai dengan tanggal jatuh tempo pembayaran, atau sampai dengan jatuh tempo penundaan pembayaran atau tidak memenuhi angsuran pembayaran pajak. Kepatuhan wajib pajak yang didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi semua kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak perpajakannya (Rahayu, 2010:138). Terdapat dua jenis-jenis kepatuhan yaitu 1) Kepatuhan Formal adalah suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi kewajiban secara formal sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Perpajakan, dan 2) Kepatuhan material adalah suatu keadaan dimana wajib pajak secara substantive/hakikatnya memenuhi semua ketentuan material perpajakan yaitu sesuai isi dan jiwa Undang-undang pajak kepatuhan material juga dapat meliputi kepatuhan formal (Siti Kurnia Rahayu, 2006:110). Penerimaan pajak merupakan sumber pembiayaan negara yang dominan baik untuk belanja rutin maupun pembangunan (Suryadi, 2006:105). Penerimaan pajak berasal dari pusat dan daerah yang merupakan hasil pungutan dari wajib pajak. Jika kontribusi pajak dari rakyat ke negara lancar, maka pembangunan menjadi lancar dan berjalan secara continue. 2. Kerangka Pemikiran Salah satu cara yang ditempuh pemerintah dalam mengoptimalkan penerimaan negara, adalah melalui sektor pajak. Adapun salah satu bentuk keikutsertaan masyarakat yang kiranya dianggap paling besar saat ini dalam kaitannya dengan sektor pajak adalah melakukan pembayaran pajak sesuai dengan ketentuan peraturan Undang-undang perpajakan. Dalam penerimaan pajak, kepatuhan wajib pajak dalam melunasi utang pajaknya merupakan faktor yang cukup penting mengingat pajak merupakan penerimaan Negara yang cukup besar. Oleh karena itu, pemerintah memfokuskan perhatiannya terhadap penerimaan dalam negeri dari sektor pajak. Membayar pajak merupakan kewajiban masyarakat kepada negara yang harus dipatuhi. Disisi lain, negara memberikan kepercayaan penuh kepada masyarakat untuk menghitung sendiri besarnya pajak yang harus dibayar. Saat pajak menjadi andalan penerimaan, negara berupaya memberikan kepercayaan penuh kepada masyarakat memenuhi kewajiban pajaknya dengan harapan timbul kepatuhan yang diharapkan. Kepercayaan yang diberikan menjadi harga mahal yang patut diimbangi dengan sikap patuh pembayar pajak melihat kepatuhan wajib pajak membantu meningkatkan penerimaan pajak dan menghadapi itu, kepatuhan pembayar pajak (wajib pajak) dalam menyampaikan SPT Tahunan PPh menjadi penting untuk dikaji ulang. Pemungutan pajak oleh pemerintah diatur dalam undang-undang, oleh karena itu pemerintah melakukan tindakan tegas untuk wajib pajak yang menghindari pemungutan pajak.tindakan yang dilakukan pemerintah adalah dengan penagihan pajak yaitu upaya memaksa wajib pajak untuk melaksanakan kewajibannya. Penagihan pajak merupakan sarana dalam menegakkan kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakan dalam rangka memberikan kepastian hukum, keadilan dan pembinaan kepada wajib pajak serta melaksanakan ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan. Menurut Waluyo (2000:238) perkembangan jumlah tunggakan pajak dari waktu ke waktu menunjukkan jumlah yang sangat besar. Tindakan penagihan pajak dilakukan melalui penagihan dengan surat teguran dan surat paksaan. Surat teguran merupakan awal pelaksanaan tindakan penagihan oleh fiskus untuk memperingatkan Wajib Pajak yang tidak melunasi utang pajaknya sesuai dengan keputusan penetapan, dan apabila apabila wajib pajak tidak melunasi utang pajaknya sampai dengan tanggal jatuh tempo maka dilakukan penagihan dengan surat paksaan. Dengan tindakan penagihan ini diharapkan dapat mengamankan atau terlebih lagi dapat meningkatkan penerimaan dari sektor pajak (Soemitro, 2006:189) Kepatuhan wajib pajak merupakan suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi semua kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak perpajakannya (Siti Kurnia Rahayu (2010:138). Kepatuhan wajib pajak dapat diukur sesuai ketetapan kantor wilayah direktorat jenderal pajak jawa barat I, yaitu dengan cara membandingkan jumlah wajib pajak efektif dan jumlah laporan SPT yang masuk. Penerimaan pajak merupakan sumber pembiayaan negara yang dominan baik untuk belanja rutin maupun pembangunan (Suryadi, 2006:105). Penerimaan pajak berasal dari pusat dan daerah yang merupakan hasil pungutan dari wajib pajak. Jika kontribusi pajak dari rakyat ke negara lancar, maka pembangunan menjadi lancar dan berjalan secara continue. Indikator dari penerimaan pajak adalah jumlah realisasi penerimaan PPh badan. Perubahan peraturan mengenai pengenaan pajak terhadap Wajib Pajak Orang Pribadi dan Badan, tentunya akan berdampak pada penegakan hukum dan pemberlakuan sanksi yang tegas terhadap para pelanggarnya. Ketidakpatuhan ini telah menjadi pekerjaan rumah yang wajib diselesaikan oleh Dirjen Pajak karena ketidakpatuhan wajib pajak akan berpengaruh pada pendapatan Negara yang menjadi sumber dana pembangunan dan pemeliharaan sarana publik bagi masyarakat. Menurut Siti kurnia Rahayu (2006:114) jika semua wajib pajak di Indonesia berpredikat patuh maka akan berimplikasi pada optimalisasi penerimaan Pajak. Maka efeknya pada penerimaan negara yang bertambah besar.

III. Metode Penelitian 1. Objek Penelitian Objek penelitian yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah penagihan pajak, kepatuhan wajib pajak dan penerimaan pajak. Adapun subjek penelitian yang akan diteliti yaitu Kantor Pelayanan Pajak Pratama Ciamis 2. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif dan verifikatif. Dengan menggunakan metode penelitian ini akan diketahui hubungan yang signifikan antara variabel yang diteliti sehingga menghasilkan kesimpulan yang akan memperjelas gambaran mengenai objek yang diteliti. 3. Operasionalisasi Variabel Variabel dalam penelitian ini dapat penulis operasionalisasi seperti pada Tabel 2: Tabel 2 Operasionalisasi Variabel Variabel Konsep Indikator Skala Penagihan Pajak (X 1 ) Kepatuhan Wajib Pajak (X 2 ) Penerimaan Pajak (Y) Penagihan pajak adalah serangkaian tindakan agar penanggung pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan surat paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, menjual barang yang telah disita. (Undang-undang No.19 Tahun 2000) Kepatuhan adalah suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi kewajiban sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Perpajakan. (Siti Kurnia Rahayu, 2010:138) Penerimaan pajak adalah uang tunai yang diterima oleh negara dari iuran rakyat yang dipaksakan berdasarkan undang-undang perpajakan dengan tidak mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi) secara langsung. Kamus Besar Akuntansi Surat Teguran Surat Paksa Jumlah SPT tahunan badan yang masuk/wajib pajak badan efektif (Terdaftar) *100% Jumlah Realisasi Penerimaan PPh Badan dari tahun 2008-2013 di KPP Pratama Ciamis. 4. Paradigma Penelitian Sesuai dengan judul penelitian yaitu Analisis Penagihan Pajak dan kepatuhan Wajib pajak terhadap Penerimaan Pajak. Maka paradigma penelitian ini dapat penulis visualisasikan seperti pada gambar di bawah ini. Rasio Rasio Rasio (X 1 ) Penagihan Pajak (X 2 ) kepatuhan Wajib pajak Gambar 1 Model Paradigma Penelitian (Y) Penerimaan Pajak 5. Teknik Analisis dan Uji Hipotesis a. Teknik Analisis 1) Analisis Regresi Linear Berganda Analisis regresi berganda digunakan untuk meramalkan bagaimana keadaan (naik turunnya) variabel dependen, bila dua atau lebih variabel independen sebagai faktor prediktor dimanipulasi (dinaik turunkan nilainya) (Sugiono, 2007277). Jadi analisis regresi ganda akan dilakukan bila jumlah variabel independennya minimal dua. Rumus linier berganda ditunjukkan oleh persamaan : Y = a + b 1 X 1 + b 2 X 2 + e Dimana : Y = Penerimaan Pajak a = Kostanta b 1 = Koefisien penagihan pajak b 2 = Koefisien kepatuhan wajib pajak = Penagihan Pajak X 1

X 2 = Kepatuhan Wajib pajak e = Faktor Pengganggu 2) Uji Asumsi Klasik Untuk memperoleh hasil yang lebih akurat pada regresi berganda, maka perlu dilakukan pengujian asumsi klasik. Terdapat beberapa asumsi yang harus dipenuhi terlebih dahulu sebelum menggunakan Multiple Linear Regression sebagai alat untuk menganalisis pengaruh variabel-variabel yang diteliti. Beberapa asumsi itu diantaranya: a. Uji Normalitas b. Uji Heteroskedastisitas c. Uji Autokorelasi d. Uji Multikolinearitas 3) Analisis Koefisien Korelasi Pengujian koefisien korelasi digunakan untuk mengetahui kuat tidaknya hubungan antara variabel penagihan pajak dan kepatuhan wajib pajak terhadap penerimaan pajak. Sedangkan untuk menginterprestasikan tingkat hubungan tersebut ditentukan berdasarkan kriteria seperti pada Tabel 3.3. Tabel 3 Tingkat Keeratan Korelaasi Interval Koefisien Tingkat Hubungan 0 0.20 Sangat rendah ( hampir tidak ada hubungan ) 0.21 0.40 Korelasi yang lemah 0.41 0.60 Korelasi sedang 0.61 0.80 Cukup tinggi 0.81 1.00 Korelasi tinggi 4) Koefisien Determinasi Persentase peranan semua variabel bebas atas nilai variabel bebas ditunjukkan oleh besarnya koefisien determinasi (R2). Nilai koefisien determinasi adalah antara 0 sampai 1. Semakin mendekati 0 besarnya koefisien determinasi suatu persamaan regresi, semakin kecil pula pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen dan sebaliknya, semakin mendekati 1 besarnya koefisien determinasi suatu persamaan regresi, semakin besar pula pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Dengan kata lain semakin besar kemampuan model regresi yang dihasilkan dalam menjelaskan perubahan nilai variabel dependen. b. Uji Hipotesis Pengujian hipotesis dilakukan untuk menguji tingkat signifikansi pengaruh penagihan pajak dan kepatuhan wajib pajak terhadap penerimaan pajak. Selain itu untuk menjawab hipotesis yang telah penulis ajukan sebelumnya. Adapun uji hipotesis yang digunakan adalah sebagai berikut : 1) Pengujian Secara Parsial Pengujian secara parsial dilakukan dengan menggunakan uji t bertujuan untuk melihat pengaruh penagihan pajak dan kepatuhan wajib pajak secara individual terhadap penerimaan pajak. Hipotesis yang ditetapkan adalah : H o : = 0, Penagihan pajak dan kepatuhan secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap penerimaan pajak. H 1 : 0, Penagihan pajak dan kepatuhan secara parsial berpengaruh signifikan terhadap penerimaan pajak. Dasar pengambilan keputusan : a. Dengan membandingkan nilai t hitung dengan nilai t tabel Apabila -t tabel < t hitung < t tabel maka H 0 diterima dan H 1 ditolak Apabila t hitung > t tabel atau t hitung < - t tabel maka H 0 ditolak dan H 1 diterima b. Dengan melihat nilai probabilitas signifikan Apabila nilai probabilitas signifikan > 0,05 maka H 0 diterima dan H 1 ditolak. Apabila nilai probabilitas signifikan < 0,05 maka H 0 ditolak dan H 1 diterima. 2) Pengujian Secara Simultan/Total. Uji signifikansi secara simultan dilakukan dengan uji F yang bertujuan untuk melihat tingkat signifikansi pengaruh penagihan pajak dan kepatuhan wajib pajak secara bersama-sama terhadap penerimaan pajak, dan menjawab hipotesis. Hipotesis yang ditetapkan adalah H o : = 0, Penagihan pajak dan kepatuhan wajib pajak secara simultan tidak berpengaruh signifikan H o : 0, terhadap penerimaan pajak. Penagihan pajak dan kepatuhan wajib pajak secara simultan berpengaruh signifikan terhadap penerimaan pajak. Adapun kriteria pengujiannya adalah : a. Dengan membandingkan nilai F hitung dengan F tabel Apabila F hitung < F tabel maka H 0 diterima dan H 1 ditolak Apabila F hitung > F tabel maka H 0 ditolak dan H 1 diterima

b. Dengan melihat nilai probabilitas singnifikan Apabila nilai probabilitas signifikan > 0,05 maka H 0 diterima dan H 1 ditolak. IV. Hasil Penelitian dan Pembahasan 1. Penagihan Pajak pada KPP Pratama Ciamis Tabel 4. Realisasi Penagihan Pajak pada KPP Pratama Ciamis Periode Tahun 2008-2013 Tahun Penagihan Dengan Penagihan dengan Perubahan Jumlah Surat Teguran Surat Paksaan (%) 2008 52.476.467 112.157.367 164.633.834 2009 72.857.965 195.780.339 268.638.304 38,72 2010 195.954.375 258.215.630 454.170.005 40,85 2011 222.586.169 313.012.672 535.598.841 15,20 2012 275.929.997 341.588.180 617.518.177 13,27 2013 368.622.836 337.996.352 706.619.188 12,61 Tabel 4 menunjukkan bahwa penagihan pajak yang dibayar oleh wajib pajak pada KPP Pratama Ciamis pada periode 2008 sampai 2013, yang tertinggi pada tahun 2013 yaitu sebesar Rp. 706.619.188 yang berasal dari penagihan dengan surat teguran sebesar Rp. 368.622.836 dan dari penagihan dengan surat paksaan sebesar Rp. 337.996.352. Penagihan pajak terendah pada tahun 2008 yaitu Rp 164.633.834. Berdasarkan perkembangannya penagihan pajak pada umumnya mengalami peningkatan secara berpariatif dengan peningkatan tertinggi pada tahun 2010 yang mencapai 40,85% di banding tahun 2011, sedangkan peningkatan terendah sebesar 12,61% pada tahun 2013. 2. Kepatuhan Wajib Pajak KPP Pratama Ciamis Tabel 5. Kepatuhan Wajib Pajak pada KPP Pratama Ciamis Periode Tahun 2008-2013 Tahun Jumlah Wajib Pajak Jumlah Wajib Kepatuhan Perubahan Badan Yang Pajak Badan Wajib Pajak (%) Menyampaikan SPT Efektif/Terdaftar 2008 1030 2344 43,9 2009 890 2520 35,3-8,6 2010 1190 2796 42,6 7,2 2011 1183 3132 37,8-4,8 2012 1344 3498 38,4 0,7 2013 1282 3672 34,9-3,5 Tabel 5 menunjukkan bahwa kepatuhan wajib pajak pada KPP Pratama Ciamis pada periode tahun 2008 sampai 2013, yang tertinggi adalah tahun 2008 yaitu mencapai 43,9%, dimana dari 2796 badan yang terdaftar sebagai wajib pajak sebanyak 1190 wajib pajak yang menyampaikan SPT tahunan. Tingkat kepatuhan terendah pada tahun 2013 yaitu 34,9%, dimana dari 3672 badan yang terdaftar sebagai wajib pajak hanya 1282 badan yang mencapaikan SPT tahunan. Berdasarkan perkembangannya, tingkat kepatuhan wajib pajak mengalami peningkatan dan penurunan, dimana peningkatan tertinggi sebesar 7,2% yaitu di tahun 2010, peningkatan kepatuhan terendah tahun 2012 yang hanya mencapai 0,7%. Sedangkan penurunan tingkat kepatuhan tertinggi tahun 2009 yang mencapai 8,6% dan penurunan terendah 3,5% tahun 2013 3. Penerimaan Pajak pada KPP Pratama Ciamis Tabel 6. Penerimaan Pajak pada KPP Pratama Ciamis Periode Tahun 2008-2013 Tahun Target Realisasi Perubahan Realisasi Tingkat Pencapaian Penerimaan Penerimaan Penerimaan Pajak Terhadap Target Pajak Pajak (%) 2008 2.098.981.395 1.743.837.124 83,08 2009 1.660.547.764 1.579.203.290 95,10-10,43 2010 1.867.487.949 2.078.614.195 111,31 24,03 2011 4.858.971.676 1.969.608.262 40,54-5,53 2012 2.922.918.678 2.846.330.304 97,38 30,80 2013 3.839.700.487 2.861.405.929 74,52 0,53 Rata-rata 83,65 Berdasarkan Tabel 4.3 dapat diketahui bahwa realisasi penerimaan pajak tertinggi pada KPP Pratama Ciamis pada periode tahun 2008 sampai 2013, adalah Rp. 2.861.405.929 yaitu pada tahun 2013, dan terendah sebesar Rp. 989.442.627, pada tahun 2009. Tingkat pencapai penerimaan pajak tertinggi terhadap target adalah tahun 2010 yang mencapai 111,31%, dimana realisasi penerimaan pajaknya adalah Rp. 2.078.614.195 melebihi target penerimaan pajak yang ditetapkan yaitu Rp. 1.867.487.949. Berdasarkan perkembangannya, KPP Pratama Ciamis hanya mengalami peningkatan dan penurunan. Peningkatan tertinggi sebesar 30,80% tahun 2009 dan terendah 0,53% di tahun 2013, sedangkan penurunan penerimaan pajak terjadi pada tahun 2011 sebesar 5,53% dan tahun 2011 sebesar 5,53%.

4. Uji Asumsi Klasikal a. Uji Normalitas Berdasarkan hasil uji dapat diketahui nilai koefisien skewness = -0,687, standard error of skewness = 0,845, sedangkan koefisien kurtosis = -0,869 dan standard erros of kurtosis = 1,741. Berdasarkan data tersebut kemudian dilakukan perhitungan masing-masing rasio sebagai berikut : Rasio skewness = -0,687/0,845 = -0,813 rasio kurtosis -0,869/1741 = -0,499 Dari hasil perhitungan di atas, diketahui rasio skewness adalah -0,813 dan rasio kurtosis -0,499, karena kedua rasio tersebut berada pada rentang antara -2 sampai dengan +2, maka dapat disimpulkan bahwa data penagihan pajak, kepatuhan wajib pajak, dan penerimaan pajak berdistribusi normal atau memenuhi asumsi kenormalan. b. Uji Autokorelasi Berdasarkan uji diperoleh nilai Durbin-Watson adalah 1,753 dengan n = 6 dan variabel independen sebanyak 2, maka diperoleh nilai d L = 0,6102 dan d U = 1,4002. Kemudian dilakukan perhitungan 4 d U = 4 1,4002 = 2,5998. Dengan demikian nilai Durbin-Watson sebesar 1,753 berada diantara nilai d U dan 4-d U (1,4002 < 1,753 > 2,5998). Dengan demikian model regresi antara penagihan pajak dan kepatuhan wajib pajak terhadap penerimaan pajak tidak ditemukan masalah autokorelasi diantara variabel dan dapat disimpulkan bebas dari autokorelasi. c. Uji Heteroskedastisitas Berdasarkan uji regresi variabel penagihan pajak terhadap nilai absolut residual memperoleh nilai t hitung sebesar 1,369 dengan sig. 0,264 dan nilai t hitung variabel kepatuhan wajib pajak adalah 1,138 dengan sig. 0,338, karena kedua variabel tersebut memperoleh nilai sig. yang lebih besar dari 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara variabel penagihan pajak dan kepatuhan pajak dengan residual absolutnya, dengan kata lain tidak terdapat masalah heteroskedastisitas. d. Uji Multikolinearitas Berdasarkan uji regresi dapat diketahui bahwa Variance Inflation Factor (VIF) untuk variabel penagihan pajak dan kepatuhan adalah masing-masing 1,354 dan kurang dari 10, sehingga dapat disimpulkan bahwa antar variabel bebas tidak terjadi multikolinieritas. 5. Pengaruh Penagihan Pajak Dan Kepatuhan Wajib Pajak Secara Simultan Terhadap Penerimaan Pajak pada KPP Pratama Ciamis Tabel 7. Analisis Uji Regresi Pengaruh Penagihan Pajak Dan Kepatuhan Wajib Pajak Secara Simultan Terhadap Penerimaan Pajak pada KPP Pratama Ciamis Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig. B Std. Error Beta (Constant) -46348052,099 1962434616,947 -,024,983 1 x1 2,577,804,972 3,204,049 x2 26951808,086 44923811,468,182,600,591 a. Dependent Variable: y Berdasarkan Tabel 7, maka dapat diketahui model regresi pengaruh penagihan pajak dan kepatuhan wajib pajak terhadap penerimaan pajak sebagai berikut : Y = -46348052,099 + 2,577 X 1 + 26951808,086 X 2 Model regresi di atas menunjukkan bahwa : 1. Nilai konstanta -46348052,099, artinya jika penagihan pajak dan kepatuhan wajib pajak secara bersama-sama tidak ditingkatkan maka penerimaan pajak akan mengalami penurunan sebesar Rp. 46348052,099. 2. Koefisien regresi penagihan pajak 2,577 dan bertanda positif (+) artinya jika kepatuhan wajib pajak tetap, dan penagihan pajak ditingkatkan 1 satuan, maka penerimaan pajak akan mengalami peningkatan sebesar Rp 2,577. 3. Koefisien regresi kepatuhan pajak 26951808,086 dengan bertanda positif (+) artinya jika penagihan pajak tetap, dan kepatuhan wajib pajak ditingkatkan 1 satuan, maka penerimaan pajak akan mengalami peningkatan sebesar Rp. 26951808,086. Tabel 8. Koefisien Korelasi Pengaruh Penagihan Pajak Dan Kepatuhan Wajib Pajak Secara Simultan Terhadap Penerimaan Pajak pada KPP Pratama Ciamis Model Summary Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate 1,892 a,796,660 320669200,517 a. Predictors: (Constant), x2, x1

Berdasarkan Tabel 8 dapat diketahui nilai koefisien korelasi Pearson (R) adalah 0,892, yang berada pada rentang keeratan korelasi antara 0.81 1,00 (Tabel 3.3) dengan kategori hubungan tinggi, dari nilai koefisien determinasi (R Square) adalah 0,796, artinya secara simultan penagihan pajak dan kepatuhan wajib pajak berpengaruh terhadap penerimaan pajak di KPP Pratama Ciamis sebesar 79,6%, sedangkan sisanya 20,42% merupakan pengaruh faktor lain diluar dari penagihan pajak dan kepatuhan wajib pajak yang tidak diteliti oleh penulis. Tabel 9. Analisis Uji Signifikansi Pengaruh Penagihan Pajak Dan Kepatuhan Wajib Pajak Terhadap Penerimaan Pajak pada KPP Pratama Ciamis ANOVA a Model Sum of Squares df Mean Square F Sig. Regression 1205562244680264190,000 2 602781122340132100,000 5,862,092 b 1 Residual 308486208480928260,000 3 102828736160309424,000 Total 1514048453161192450,000 5 a. Dependent Variable: y b. Predictors: (Constant), x2, x1 Berdasarkan 9. diketahui bahwa pengaruh penagihan pajak dan kepatuhan wajib pajak terhadap penerimaan pajak, diperoleh nilai F hitung sebesar 5,862, dengan nilai probabilitas 0,092 yang lebih besar dari 0,05, artinya penagihan pajak dan kepatuhan wajib pajak secara simultan berpengaruh tidak signifikan terhadap penerimaan pajak, dengan demikian hipotesis yang penulis ajukan yaitu Penagihan pajak dan kepatuhan wajib pajak secara simultan berpengaruh terhadap penerimaan pajak pada KPP Pratama Ciamis ditolak atau tidak terbukti. Tidak signifikannya pengaruh penagihan pajak dan kepatuhan wajib pajak terhadap penerimaan pajak menunjukkan bahwa besar atau kecilnya penagihan pajak dan tinggi rendahnya kepatuhan wajib pajak tidak dapat memberikan kontribusi terhadap peningkatan penerimaan pajak pada KPP Pratama Ciamis pada periode akuntansi 2004 sampai 2013. Tidak signifikannya pengaruh tersebut lebih disebabkan kemungkinan kurang efektifnya penagihan pajak, yang mana realisasi piutang pajak yang dibayar wajib pajak tidak sesuai dengan penerbitan surat penagihan terutama melalui penagihan dengan surat paksaan. Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan tidak dibayarnya utang pajak oleh wajib pajak diantaranya penanggung pajak tidak mampu dalam melunasi utang pajaknya, kondisi keuangan penanggung pajak tidak memungkinkan jika dibayar sekaligus ataupun penanggung pajak tidak mengakui akan adanya utang pajak sehingga penanggung pajak mengajukan keberatan atas jumlah tunggakan pajaknya. Menurut UU Perpajakan tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan menetapkan bahwa wajib pajak memiliki berbagai hak diantaranya hak penundaan pembayaran, pengangsuran pembayaran, pembebasan pajak, pengurangan PPH 25 dan penetapan, keberatan, banding, serta peninjauan kembali. 6. Pengaruh Penagihan Pajak dan Kepatuhan Wajib Pajak Secara Parsial Terhadap Penerimaan Pajak pada KPP Pratama Ciamis Tabel 10. Analisis Uji Regresi Pengaruh Penagihan Pajak Dan Kepatuhan Wajib Pajak Secara Parsial Terhadap Penerimaan Pajak pada KPP Pratama Ciamis Coefficients a Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig. Correlations B Std. Error Beta Zero-order Partial Part (Constant) -46348052,099 1962434616,947 -,024,983 1 x1 2,577,804,972 3,204,049,879,880,835 x2 26951808,086 44923811,468,182,600,591 -,315,327,156 a. Dependent Variable: y Adapun analisis uji regresi pengaruh penagihan pajak dan kepatuhan wajib pajak secara parsial terhadap penerimaan pajak (Tabel 10) dapat penulis deskripsikan sebagai berikut : a. Pengaruh Penagihan Pajak Secara Parsial Terhadap Penerimaan Pajak pada KPP Pratama Ciamis Berdasarkan Tabel 10 dapat diketahui bahwa koefisien korelasi partial antara penagihan pajak (X 1 ) terhadap penerimaan pajak adalah 0,880. Nilai tersebut menunjukkan keeratan hubungan, dimana berdasarkan interpretasi keeratan hubungan (Tabel 3.3) nilai korelasi sebesar 0,880 berada pada rentang 0,81 1,00 dengan kategori tinggi. Hal itu membuktikan bahwa penagihan pajak memiliki hubungan yang tinggi dengan penerimaan pajak. Sedangkan besar pengaruh penagihan pajak terhadap penerimaan pajak dilakukan perhitungan sebagai berikut : KD = r 2 x 100 = (0,880) 2 x 100 = 77,44%. Dengan demikian besar pengaruh penagihan pajak secara parsial terhadap penerimaan pajak adalah sebesar 77,44%. Sedangkan untuk mengetahui tingkat signifikansi pengaruh tersebut dilakukan uji t, berdasarkan Tabel 4.11

diperoleh nilai t hitung sebesar 3,204 dengan nilai sig. 0,049 yang ternyata lebih kecil dari 0,05, artinya penagihan pajak secara parsial berpengaruh signifikan terhadap penerimaan pajak, yang berati pula hipotesis yang penulis ajukan yaitu Penagihan pajak secara parsial berpengaruh signifikan terhadap penerimaan pajak di KPP Pratama Ciamis telah teruji. Penagihan pajak baik itu melalui surat teguran dan paksaan yang merupakan salah satu upaya dalam pencairan piutang pajak pada kantor KPP atau sebagai penegakan hukum agar wajib pajak membayar utang pajak, sehingga semakin efektif penagihan pajak yang dilaksanakan maka akan meningkatkan pencairan pajak dan hal akan meningkatkan penerimaan pajak. Menurut Waluyo (2000:238) menyatakan bahwa perkembangan jumlah tunggakan pajak dari waktu ke waktu menunjukkan jumlah yang sangat besar. Peningkatan jumlah tunggakan pajak ini belum dapat diimbangi dengan kegiatan pencairannya, namun dengan demikian secara umum penerimaan pajak di bidang perpajakan semakin meningkat, terhadap tunggakan pajak maka di maksudkan perlu dilaksanakan tindakan penagihan pajak yang mempunyai kekuatan hukum yang memaksa. b. Pengaruh Kepatuhan Wajib Pajak Secara Parsial Terhadap Penerimaan Pajak pada KPP Pratama Ciamis Berdasarkan Tabel 10 dapat diketahui bahwa koefisien korelasi partial antara kepatuhan wajib pajak (X 2 ) terhadap penerimaan pajak adalah 0,327. Nilai tersebut menunjukkan keeratan hubungan, dimana berdasarkan interpretasi keeratan hubungan (Tabel 3.3) nilai korelasi sebesar 0,217 berada pada rentang 0,21 0.40 dengan kategori lemah. Hal itu menunjukkan bahwa kepatuhan wajib pajak memiliki hubungan yang lemah dengan penerimaan pajak. Besar pengaruh kepatuhan wajib pajak terhadap penerimaan pajak adalah (0,327) 2 x 100 = 10,69%. Tingkat signifikansi pengaruh tersebut dapat dilihat dari hasil uji t, dimana berdasarkan Tabel 4.11 diperoleh nilai t hitung sebesar 0,600 dengan nilai sig. 0,591 yang lebih besar dari 0,05, artinya kepatuhan wajib pajak secara parsial berpengaruh tidak signifikan terhadap penerimaan pajak, yang berati pula hipotesis yang penulis ajukan yaitu Kepatuhan wajib pajak secara parsial berpengaruh signifikan terhadap penerimaan pajak di KPP Pratama Ciamis di tolak atau tidak terbukti. Tidak signifikannya pengaruh kepatuhan wajib pajak terhadap penerimaan pajak, disebabkan kemungkinan kepatuhan wajib pajak dalam penelitian ini berjenis kepatuhan formal yaitu suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi kewajiban secara formal sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Perpajakan. Menurut Siti Kurnia Rahayu (2006:110) kepatuhan ini diketahui dengan cara membandingkan jumlah wajib pajak yang melaporkan SPT dengan jumlah wajib pajak efektif atau terdaftar, sehingga belum tentu mencerminkan kepatuhan secara material, artinya jika wajib pajak melaporkan SPT tahun tepat pada waktunya dapat dikatakan patuh, walaupun secara material mungkin tidak patuh, tetapi masih dikatakan patuh jika SPT tahun dilaporkan secara jujur termasuk mencantumkan utang pajak dan wajib pajak mengajukan berbagai hak, seperti mengajukan penundaan pembayaran, mengangsur pembayaran dan lain-lain (UU Perpajakan tahun 2009), maka kejadian tersebut dapat menyebabkan menjadi piutang pajak, dan pada masa yang akan datang KPP Pratama akan melakukan penagihan dengan menerbitkan surat teguran ataupun surat paksaan, dan jika penagihan tidak berjalan efektif maka akan mempengaruhi tinggi rendahnya pencairan piutang pajak, yang secara otomatis akan mempengaruhi penerimaan pajak. V. Simpulan dan Saran 1. Simpulan Penagihan pajak tertinggi tahun 2013 dan terendah pada tahun 2008. Kepatuhan wajib pajak tertinggi tahun 2008, kepatuhan terendah tahun 2013. Realisasi penerimaan pajak tertinggi tahun 2013 dan terendah tahun 2009. Secara parsial penagihan pajak berpengaruh signifikan terhadap penerimaan pajak, kepatuhan wajib pajak berpengaruh tidak signifikan terhadap penerimaan pajak pada KPP Pratama Ciamis. Secara simultan penagihan pajak dan kepatuhan wajib pajak berpengaruh tidak signifikan terhadap penerimaan pajak pada KPP Pratama Ciamis. 2. Saran Efektivitas penagihan pajak, kepatuhan wajib pajak dan penerimaan pajak berkaitan dengan kesadaran wajib pajak, oleh karena itu KPP Pratama Ciamis dapat berupaya menumbuhkan kesadaran wajib pajak, selain dengan meningkatkan kinerja terhadap pemeriksaan laporan SPT baik secara kualitas ataupun kuantitas sebagai unsur penegakan hukum, juga diharapkan ditumbuhkan melalui aspek psikologi yaitu dengan menyelenggarakan seminar ataupun penyuluhan kepada wajib pajak yang bermasalah, sehingga selain memberikan pengetahuan kepada wajib pajak juga dapat menumbuhkan simpati dan empati, sehingga dapat menumbuhkan kepatuhan dan kesadaran wajib pajak dalam membayar pajak tanpa perlu menerbitkan surat teguran atau pun paksaan dan hal tersebut juga diharapkan dapat meningkatkan penerimaan pajak. Kepatuhan wajib pajak dalam penelitian ini adalah kepatuhan formal, yang tidak menunjukkan kepatuhan berdasarkan nilai rupiah, oleh karena itu bagi peneliti selanjutnya diharapkan kepatuhan wajib pajak dapat dinilai berdasarkan kepatuhan materil atau kepatuhan dalam skala data nominal. DAFTAR PUSTAKA Agnansyah Herliananda, Muhammad Modul Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Jakarta: Erlangga. Brotodihardjo, R. S. (2003). Pengantar ilmu hukum pajak. Bandung: Penerbit PT Refika Aditama. Devano, Sony dan Siti Kurnia Rahayu. 2006. Perpajakan. Konsep, Teori, dan Isu Jakarta: Kencana. Faisal, Gatot SM. 2009. How To Be A Smarter Taxpayer. Jakarta: Grasindo Ilyas, W.B., & Burton, R. (2004). Hukum pajak (edisi revisi). Jakarta: Penerbit Salemba Empat. Mardiasmo. 2011. Perpajakan, Edisi Revisi 2011. Yogyakarta: Andi. Muljono, Djoko. 2007. Akuntansi Pajak. Jakarta: Andi Publisher Nazir, Moh. 2003. Metodologi Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Rahayu, Siti kurnia. 2010. Perpajakan Indonesia. Yogyakarta: Graha Ilmu Rahayu, Siti kurnia dan Ely Suhayati, 2009. Perpajakan: Teori dan Teknis Perhitungan, Yogyakarta: Graha Ilmu Resmi, S. (2003). Perpajakan teori dan kasus (edisi 2). Jakarta: Penerbit Salemba Empat. Sugiyono. 2009. Metodologi Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta. 2011. Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta Sunar Prasetyono, Dwi. Buku Pintar Pajak 2012 Laksana Jogjakarta Suryadi. 2006. Model Hubungan Kausal Kesadaran, Pelayanan, Kepatuhan Wajib Pajak dan Pengaruhnya Terhadap Kinerja Penerimaan Pajak (Suatu Survei di Wilayah Jawa Timur). Jurnal Keuangan Publik. UU No 6 Tahun 1983. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan UU No 16 Tahun 2009