BAB I PENDAHULUAN 1.1. Gambaran Umum Objek Penelitian Pasar modal (capital market) merupakan pasar untuk berbagai instrumen keuangan jangka panjang yang bisa diperjualbelikan, baik surat utang (obligasi), saham, reksa dana, instrumen derivatif maupun instrumen lainnya. Pasar modal memiliki peran penting bagi perekonomian suatu negara karena pasar modal menjalankan dua fungsi, yaitu sebagai sarana pendanaan bagi perusahaan maupun institusi lain (misalnya pemerintah), dan sebagai sarana bagi kegiatan berinvestasi. Indeks merupakan salah satu pedoman bagi investor untuk melakukan investasi di pasar modal, khususnya saham. Indeks harga saham adalah sebuah indikator yang diperlukan untuk mengamati pergerakan harga dari sekuritas-sekuritas (Jogiyanto, 2013:125). Dengan adanya indeks, trend harga saham pada saat ini dapat diketahui, apakah sedang naik, stabil atau turun. Saat ini Bursa Efek Indonesia (BEI) memiliki 11 jenis indeks harga saham. Mengacu pada pendapat Jogiyanto (2013: 125), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang mencakup semua saham yang tercatat di BEI (yang sebagian besar saham kurang aktif diperdagangkan) dianggap kurang tepat sebagai indikator kegiatan pasar modal. Oleh karena itu, pada tanggal 24 Februari 1997 dikenalkan alternatif indeks yang lain, yaitu Indeks Liquid 45 (LQ45). Indeks LQ45 terdiri dari 45 saham Perusahaan Tercatat yang dipilih berdasarkan pertimbangan likuiditas dan kapitalisasi pasar, dengan kriteria-kriteria yang sudah ditentukan sebagai berikut: a. Masuk dalam top 60 dari total transaksi saham di pasar reguler (rata-rata nilai transaksi selama 12 bulan terakhir). b. Masuk dalam top 60 yang didasarkan pada nilai kapitalisasi pasar (ratarata kapitalisasi pasar selama 12 bulan terakhir). c. Telah tercatat di BEI paling tidak selama 3 bulan. 1
Di bursa efek Singapura (Singapore Exchange atau SGX), indeks pasar saham utamanya adalah Indeks Straits Times (Strait Times Index, STI), yang terdiri dari 30 saham perusahaan yang mewakili perusahaan yang terdaftar di Singapore Exchange. Indeks ini digunakan untuk mendata dan memonitor perubahan harian dari 30 perusahaan terbesar di pasar saham Singapura dan sebagai indikator utama dari performa pasar di Singapura (www.bloomberg.com). Saham komponen untuk STI dipilih berdasarkan ukuran kapitalisasi pasar dan volume perdagangan. Saham juga harus memiliki free float minimal 15%. Saham komponen diharapkan untuk memperhitungkan hampir separuh dari volume perdagangan harian SGX. 1.2. Latar Belakang Penelitian Pasar modal sebagai instrumen ekonomi yang memfasilitasi berbagai sarana dan prasarana kegiatan jual beli efek dan kegiatan terkait lainnya, tidak terlepas dari berbagai pengaruh lingkungan terutama lingkungan ekonomi dan politik. Perkembangan pasar modal ditentukan oleh berbagai faktor, tidak hanya faktor ekonomi mikro (laporan kinerja perusahaan, pembagian deviden, Rapat Umum Pemegang Saham, dan lainnya) dan makro (kebijakan moneter fiskal, Peraturan Pemerintah dan sebagainya) saja tetapi juga ditentukan oleh faktor nonekonomi. Faktor non-ekonomi, walaupun tidak terkait langsung dengan dinamika pasar modal, tidak dapat dipisahkan dari aktivitas perdagangan di bursa. Faktor non-ekonomi tersebut seperti berbagai isu mengenai kepedulian terhadap lingkungan hidup, hak asasi manusia, serta peristiwa-peristiwa politik kerap menjadi pemicu fluktuasi harga saham di bursa efek dunia. Menurut Pronayunda (2006) yang dikutip dari Kabela dan Hidayat (2009), makin pentingnya suatu bursa saham dalam suatu kegiatan ekonomi, membuat bursa semakin sensitif terhadap berbagai peristiwa di sekitarnya, baik berkaitan atau tidak berkaitan secara langsung dengan isu ekonomi. Peristiwa politik merupakan salah satu informasi yang diserap oleh para pelaku pasar modal dan digunakan untuk memperoleh keuntungan yang diharapkan di masa yang akan datang. Kegiatan di pasar modal sangat 2
dipengaruhi oleh informasi, baik itu informasi yang memiliki kebenaran maupun informasi yang tidak benar (isu). Kabela dan Hidayat (2009) menyatakan bahwa seringkali harga saham naik dan turun akibat beredarnya informasi yang dapat dipertanggungjawabkan maupun informasi yang hanya isu. Isu seputar masalah dan kebijakan ekonomi, politik, sosial dan lingkungan saat ini turut serta mempengaruhi keadaan pasar modal. Informasi tersebut mempengaruhi pengambilan keputusan para investor dan pada akhirnya pasar akan bereaksi terhadap informasi tersebut untuk mencapai keseimbangan baru, sehingga dapat dikatakan bahwa peristiwa politik secara tidak langsung mempengaruhi aktivitas di bursa efek. Salah satu peristiwa politik yang menarik untuk diuji kandungan informasinya adalah peristiwa Pemilihan Umum Presiden Republik Indonesia 9 Juli 2014. Pada awal tanggal 14 Maret 2014, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dibuka melemah ke angka 4.693,81 karena adanya sentimen negatif dari bursa saham regional. Namun, setelah Jokowi dideklarasikan sebagai calon presiden dari PDIP pada hari yang sama, pasar modal bereaksi secara positif dan IHSG melesat 152,47 poin menjadi 4.878,64, atau naik 3,23% (www.liputan6.com). Salah satu yang menyebabkan adanya anggapan bahwa penguatan tersebut dipicu oleh efek Jokowi adalah karena penguatan IHSG terlihat kontradiktif dengan pergerakan indeks saham di bursa regional Asia. Pada saat yang sama, HangSeng (indeks saham Hongkong) dan Nikkei (indeks saham Jepang) justru melemah. HangSeng melemah sekitar 1%, sementara Nikkei melemah 3,3%. Jika dikaitkan dengan pergerakan bursa regional tersebut, penguatan IHSG dipandang sebagai sebuah anomali. Maka dari itulah mencuat ide efek Jokowi mampu mendongkrak pasar lokal. Selain itu, nilai tukar atau kurs rupiah di pasar spot juga menguat. Berdasarkan data harian Bloomberg menunjukkan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS saat itu menguat menjadi Rp 11.305 per dolar AS atau naik 119 poin. Tidak bisa dipungkiri bahwa pencapresan Jokowi yang saat itu masih menjadi gubernur DKI Jakarta mampu memberikan sentimen positif pada pasar modal dan rupiah. Para pelaku pasar menyebut fenomena ini sebagai efek Jokowi 3
atau Jokowi effect. Tidak hanya rupiah dan IHSG, indeks 45 saham unggulan (LQ45) juga menguat 4,37% pasca pengumuman tersebut (www.foreximf.com). Jokowi Effect terjadi kembali setelah hasil hitung cepat (quick count) pilpres diumumkan beberapa lembaga survei yang menyatakan Jokowi-JK unggul. Mengakhiri perdagangan pada 10 Juli 2014 itu, IHSG ditutup melompat 73,298 poin (1,46%) ke level 5.098,010. Sementara, Indeks LQ45 ditutup melesat 16,347 poin (1,89%) ke level 875,659. Kurs rupiah terhadap dolar AS juga menguat. Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) menguat dari Rp 11.695 per dolar AS menjadi Rp 11.549 per dolar AS (www.republika.co.id). Penyebab terjadinya penguatan tersebut adalah pelaku ekonomi atau investor menyambut hasil pilpres secara positif. Terdapat beberapa faktor yang membuat pasar menanggapi Jokowi dengan positif. Pertama-tama, ia dikenal sebagai orang yang bersahabat dengan pasar dan kepemimpinannya di Solo dan Jakarta dianggap profesional, konsisten, dan prorakyat. Kemudian, ia diyakini akan memenangkan pemilihan presiden, sehingga memberikan kepastian bagi penanam modal. Selain itu, Jokowi dianggap lebih berkomitmen dalam memperbaiki infrastruktur Indonesia, yang merupakan salah satu hal yang melemahkan iklim investasi Indonesia. Faktor lain yang membuat pencalonan Jokowi ditanggapi dengan positif adalah rekam jejak Jokowi yang bersih dari korupsi (www.indonesia-investments.com). Namun, menurut Kepala Riset Danareksa, efek ini hanya sesaat saja karena rupiah sebelumnya sudah menguat dan Jokowi hanya menambah sentimen positif pasar. Selain peristiwa pemilu Presiden RI 9 Juli 2014, peristiwa Pilpres Singapura yang dilaksanakan 27 Agustus 2011 juga menarik untuk diuji kandungan informasinya karena peristiwa ini dapat dilihat sebagai sebuah perubahan yang cukup signifikan dalam tradisi politik negara itu. Singapura merupakan satu-satunya negara yang tergolong sebagai negara maju di kawasan Asia Tenggara. Ia juga dikenal sebagai salah satu negara anggota Four Tigers of Asia berjajaran dengan Hong Kong, Korea Selatan dan Taiwan di antara negaranegara industri baru di Asia. Pertumbuhan negara ini sangat cepat, khususnya 4
dalam bidang perekonomian, perdagangan dan industri (www.suneducationgroup.com). Dalam beberapa dekade setelah kemerdekaannya, Singapura secara pesat berkembang dari yang semula negara berpenghasilan rendah menjadi negara berpenghasilan tinggi. Produk Domestik Bruto (PDB) tumbuh dengan rata-rata 7,7% sejak kemerdekan; dalam 25 tahun pertama pertumbuhannya mencapai 9,2%. PDB per kapita selama periode yang sama tumbuh sebesar 5,4% dan 7,2%. Industrialisasi yang pesat ini terjadi pada tahun 1960, dan di akhir dekade tersebut, manufaktur telah menjadi sektor utama pertumbuhan ekonomi negara ini. Pada awal tahun 1970-an, Singapura telah mencapai kondisi full employment. Saat ini, ia termasuk dalam salah satu negara dengan tingkat ekonomi paling kompetitif di dunia (www.worldbank.org). Dalam bidang politiknya, Singapura telah mengalami berbagai pengaruh dari pihak luar terutama ketika dijajah oleh kolonial Inggris. Hal ini menyebabkan perkembangan sistem politik di Singapura lebih signifikan dan telah mengalami kemajuan. Sebagai negara bekas jajahan Inggris, konstitusi Singapura mengadopsi sistem Westminster yang mewakili berbagai konstituen. Dalam sistem politik Singapura, perdana menteri adalah pemegang kekuasaan pemerintahan. Sementara posisi presiden hanyalah merupakan simbolis kenegaraan. Perdana menteri tersebut dipilih oleh presiden berdasarkan kedudukannya sebagai ketua partai politik yang mempunyai anggota parlemen terbanyak (www.parliament.gov.sg). Presiden Singapura menjabat sebagai kepala negara dengan masa jabatan 6 tahun, atau 1 tahun lebih panjang dari masa jabatan Presiden Indonesia. Pada tahun 2011, untuk pertama kalinya dalam 18 tahun, 2,3 juta pemilik suara di Singapura memilih presidennya secara langsung (www.bbc.co.uk). Penyelenggaraan Pilpres tahun 2011 adalah yang kedua kali dalam sejarah Singapura. Pilpres pertama digelar tahun 1993. Adapun pada tahun 1999 dan 2005 pemilihan tidak digelar disebabkan hanya ada satu kandidat tunggal yaitu Presiden Petahana S.R. Nathan. Presiden Nathan sendiri yang telah menjabat dua periode memutuskan tidak mencalonkan diri walaupun konstitusi Singapura tidak membatasi masa jabatan Presiden (www.news.detik.com). Pemilu yang diadakan 5
sebelumnya pada Mei 2011 dan Pilpres Agustus 2011 ini menyebabkan STI turun antara 4% sampai 10%, dari hari nominasi sampai 4 minggu setelah tanggal pemilu masing-masing. Pengujian kandungan informasi peristiwa Pemilihan Umum Presiden Republik Indonesia 9 Juli 2014 dan Republik Singapura 27 Agustus 2011 terhadap aktivitas bursa efek ini dimaksudkan untuk melihat reaksi pasar yang dapat diukur dengan menggunakan abnormal return, serta membandingkan efisiensi pasar bentuk setengah kuat berdasarkan kandungan informasi yang tersedia pada bursa efek di kedua negara tersebut, dimana salah satunya merupakan negara berkembang dan yang lainnya merupakan negara maju. Harga saham adalah hal yang harus diperhatikan dalam menganalisa saham. Permintaaan dan penawaran atas saham akan merubah pola harga saham. Penelitian mengenai pengaruh suatu peristiwa terhadap aktivitas perdagangan dilakukan melalui studi peristiwa (event study). Menurut Jogiyanto (2013: 585), event study merupakan studi yang mempelajari reaksi pasar terhadap suatu peristiwa (event) yang informasinya dipublikasikan sebagai suatu pengumuman. Event study memiliki jangkauan yang luas, namun sebagian besar dari penelitian-penelitian yang ada meneliti kaitan antara pergerakan harga saham dengan peristiwa-peristiwa ekonomi. Beberapa isu diluar isu ekonomi yang telah diteliti di antaranya adalah isu pengaruh pengungkapan sosial (tentang Pengaruh Pengungkapan Corporate Social Responsibility Terhadap Abnormal Return, oleh Cheng, 2011), isu bencana alam (tentang Reaksi Pasar Modal Terhadap Bencana Banjir Jakarta, oleh Fanni, 2013), atau mengenai peristiwa politik (tentang Turunnya Suharto, Mahathir dan Thaksin Terhadap Integrasi Pasar Modal, oleh Nainggolan, 2010). Indikasi makin banyaknya penelitian yang berbasis pada event study yang mengambil kaitan antara perubahan harga saham dengan berbagai peristiwa atau informasi yang tidak terkait langsung dengan aktivitas ekonomi menunjukkan makin terintegrasinya peran pasar modal dalam kehidupan sosial masyarakat dunia (Suryawijaya dan Setiawan, 1998; Zaqi, 2006). Berbagai penelitian terdahulu yang pernah dilakukan untuk melihat reaksi pasar modal terhadap peristiwa politik diantaranya penelitian mengenai analisis 6
pengaruh kondisi politik dalam negeri terhadap abnormal return indeks LQ45 yang dilakukan oleh Anggarani (2012). Hasilnya menemukan bahwa terdapat abnormal return yang signifikan pada pemilu tahun 1999, 2001, 2004, namun tidak signifikan pada tahun 2009. Kemudian terdapat penelitian mengenai Presidential Elections Effect on Stock Market in Taiwan, South Korea, Singapore, Philippine, and Indonesia oleh Ling-Fang Liu (2007). Penelitian tersebut menyimpulkan beberapa hal diantaranya yaitu pasar saham menghasilkan keuntungan positif di sekitar tanggal pemilu dan faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakpastian tentang pemilu menentukan tingkat abnormal return. Kabela dan Hidayat (2009) melakukan pengamatan pada pengaruh peristiwa Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden 8 Juli 2009 di Indonesia terhadap abnormal return di Bursa Efek Indonesia, yang hasilnya menunjukkan bahwa terdapat rata-rata abnormal return di sekitar peristiwa, namun tidak terdapat perbedaan antara sebelum dan setelah peristiwa. Berdasarkan beberapa penelitian di atas, dapat disimpulkan bahwa pengaruh peristiwa non-ekonomi terhadap pasar modal sangat bervariasi. Hal ini menyebabkan peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang peristiwa nonekonomi yang relevan atau sedang terjadi untuk mengetahui sejauh mana pengaruhnya terhadap abnormal return saham. Peristiwa pilpres merupakan salah satu momen politik yang sangat berpotensi mempengaruhi para pelaku pasar. Oleh karena itu, peneliti melakukan penelitian dengan judul: Analisis Perbedaan Abnormal Return Sebelum dan Sesudah Peristiwa Politik (Pemilihan Umum Presiden) di Indonesia dan Singapura (Studi Kasus Terhadap Perusahaan Kelompok LQ45 di BEI dan Strait Times Index di SGX). 1.3. Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimana rata-rata abnormal return perusahaan kelompok LQ45 periode Februari Juli 2014 di sekitar peristiwa Pemilu Presiden Republik Indonesia? 7
2. Bagaimana rata-rata abnormal return perusahaan kelompok Strait Times Index per Juni 2011 di sekitar peristiwa Pemilu Presiden Republik Singapura? 3. Apakah terdapat perbedaan rata-rata abnormal return yang diperoleh investor sebelum dan sesudah peristiwa Pemilu Presiden Republik Indonesia pada perusahaan kelompok LQ45 periode Februari Juli 2014? 4. Apakah terdapat perbedaan rata-rata abnormal return yang diperoleh investor sebelum dan sesudah peristiwa Pemilu Presiden Republik Singapura pada perusahaan kelompok Strait Times Index per Juni 2011? 1.4. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah, maka tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui rata-rata abnormal return perusahaan kelompok LQ45 periode Februari Juli 2014 di sekitar peristiwa Pemilu Presiden Republik Indonesia. 2. Untuk mengetahui rata-rata abnormal return perusahaan kelompok Strait Times Index per Juni 2011 di sekitar peristiwa Pemilu Presiden Republik Singapura. 3. Untuk mengetahui perbedaan rata-rata abnormal return yang diperoleh investor sebelum dan sesudah peristiwa pemilihan presiden Republik Indonesia pada perusahaan kelompok LQ45 periode Februari Juli 2014. 4. Untuk mengetahui perbedaan rata-rata abnormal return yang diperoleh investor sebelum dan sesudah peristiwa pemilihan presiden Republik Singapura pada perusahaan kelompok Strait Times Index per Juni 2011. 8
1.5. Kegunaan Penelitian 1.5.1. Kegunaan Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan menjadi bahan referensi bagi peneliti-peneliti selanjutnya dalam melakukan penelitian mengenai event study yang diimplementasikan untuk mengatahui reaksi pasar modal terhadap peristiwa non-ekonomi (politik). 1.5.2. Kegunaan Praktis Bagi praktisi dan investor diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan informasi sebagai bahan pertimbangan dan masukan dalam pengambilan keputusan pada saat melakukan pembelian maupun penjualan saham di Pasar Modal ketika terjadi peristiwa non-ekonomi (politik). 1.6. Sistematika Penulisan Tugas Akhir Pembahasan dalam skripsi ini dibagi ke dalam 5 (lima) bab, yang terdiri atas beberapa sub-bab sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini dibahas mengenai isi penelitian mulai dari gambaran umum objek penelitian, latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, dan sistematika penulisan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LINGKUP PENELITIAN Pada bab ini dibahas mengenai teori-teori yang berkaitan dengan topik atau masalah penelitian, peneitian terdahulu, kerangka pemikiran, hipotesis penelitian, dan ruang lingkup penelitian. BAB III METODE PENELITIAN Pada bab ini dibahas mengenai jenis penelitian, variabel operasional, tahapan penelitian, populasi dan sampel, pengumpulan data, dan teknik analisis data. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada bab ini dibahas mengenai deskripsi dari hasil penelitian dan hasil pengujian hipotesis jika digunakan. 9
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Pada bab ini disajikan penafsiran dan pemaknaan peneliti terhadap hasil analisis temuan penelitian, yang disajikan dalam bentuk kesimpulan penelitian, dan saran yang dirumuskan secara kongkrit. 10