PERBEDAAN AKURASI HASIL RADIOGRAFI DENGAN TEKNIK OKLUSAL DAN TEKNIK BITEWING UNTUK MENDETEKSI KARIES PROKSIMAL BUATAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN TEORETIS. renik dalam suatu karbohidrat yang dapat diragikan. Tandanya

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 2 KANINUS IMPAKSI. individu gigi permanen dapat gagal erupsi dan menjadi impaksi di dalam alveolus.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. indeks caries 1,0. Hasil riset kesehatan dasar tahun 2007 melaporkan bahwa

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pengertian dan Gambaran Klinis Karies Botol. atau cairan manis di dalam botol atau ASI yang terlalu lama menempel pada

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dapat dialami oleh setiap orang, dapat timbul pada satu permukaan gigi atau lebih dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pengetahuan ibu tentang pencegahan karies gigi sulung

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. disebabkan oleh penggunaan susu botol atau cairan lainnya yang termasuk karbohidrat seperti

BAB I. dalam kehidupan sehari-hari. Kesehatan pada dasarnya ditunjukan untuk. untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Penyakit gigi dan mulut

SATUAN ACARA PENYULUHAN KKEMAMPUAN PENCEGAHAN KARIES

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 PENGARUH PLAK TERHADAP GIGI DAN MULUT. Karies dinyatakan sebagai penyakit multifactorial yaitu adanya beberapa faktor yang

PERBANDINGAN PANJANG GIGI INSISIF SENTRAL SEBENARNYA DENGAN PANJANG GIGI INSISIF SENTRAL PADA PERHITUNGAN DIAGNOSTIC WIRE FOTO

BAB 1 PENDAHULUAN 3,4

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. kesehatan, terutama masalah kesehatan gigi dan mulut. Kebanyakan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Perbandingan rasio antara laki-laki dan perempuan berkisar 2:1 hingga 4:1.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Karies gigi adalah penyakit infeksi dan merupakan suatu proses

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. gigi, mulut, kesehatan umum, fungsi pengunyahan, dan estetik wajah.1 Tujuan

BAB I PENDAHULUAN. mulut sejak dini. Kurangnya pengetahuan orang tua mengenai kebersihan mulut

PERAWATAN INISIAL. Perawatan Fase I Perawatan fase higienik

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. gigi dan mulut di Indonesia. Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)

ANATOMI GIGI. Drg Gemini Sari

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. dapat dipisahkan satu dengan lainnya sebab kesehatan gigi dan mulut akan

BAB 2 PROTRUSI DAN OPEN BITE ANTERIOR. 2.1 Definisi Protrusi dan Open Bite Anterior

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan rongga mulut merupakan bagian penting dalam kehidupan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Gambaran Status Karies Gigi Pada Mahasiswa Jurusan Kesehatan Gigi Poltekkes Jakarta 1,2008

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Teknik radiografi yang digunakan dalam bidang kedokteran gigi ada dua yaitu teknik intraoral dan ekstraoral.

I.PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Permasalahan. bersoda dan minuman ringan tanpa karbonasi. Minuman ringan berkarbonasi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

CROSSBITE ANTERIOR. gigi anterior rahang atas yang lebih ke lingual daripada gigi anterior rahang

BAB I PENDAHULUAN. cenderung meningkat sebagai akibat meningkatnya konsumsi gula seperti sukrosa.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KEADAAN JARINGAN GIGI SETELAH PERAWATAN ENDODONTIK. endodontik. Pengetahuan tentang anatomi gigi sangat diperlukan untuk mencapai

BUKU PANDUAN SKILL S LAB PENYAKIT PULPA DAN PERIAPIKAL 1

BAB I PENDAHULUAN. Karies gigi adalah suatu penyakit yang tidak kalah pentingnya dengan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. keparahan karies gigi pada anak usia 4-6 tahun merupakan penelitian

BAB 2 RADIOGRAFI PANORAMIK. secara umum di kedokteran gigi untuk mendapatkan gambaran utuh dari keseluruhan

KONTROL PLAK. Kontrol plak adalah prosedur yang dilakukan oleh pasien di rumah dengan tujuan untuk:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Makanan kariogenik adalah makanan manis yang dapat menyebabkan

IDA BAGUS KRESNANANDA

GAMBARAN RADIOGRAFI CEMENTO OSSIFYING FIBROMA PADA MANDIBULA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dipisahkan, yaitu pertumbuhan dan perkembangan.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Kismis adalah buah anggur (Vitis vinivera L.) yang dikeringkan dan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. bahan baku utamanya yaitu susu. Kandungan nutrisi yang tinggi pada keju

BAB I PENDAHULUAN. mikroba pada gigi dan permukaan gingiva yang berdekatan. 1,2

BAB I PENDAHULUAN. lengkung rahang dan kadang-kadang terdapat rotasi gigi. 1 Gigi berjejal merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Karies gigi atau yang biasanya dikenal masyarakat sebagai gigi berlubang,

BAB 1 PENDAHULUAN. sering terjadi. Penyakit ini dapat menyerang seluruh lapisan masyarakat dalam

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. protein, berbagai vitamin dan mineral (Widodo, 2003). Susu adalah cairan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Mulut memiliki lebih dari 700 spesies bakteri yang hidup di dalamnya dan. hampir seluruhnya merupakan flora normal atau komensal.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Karies gigi merupakan suatu penyakit pada jaringan keras gigi yaitu ,

BAB I PENDAHULUAN. karbohidrat dari sisa makanan oleh bakteri dalam mulut. 1

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. aktifitas mikroorganisme yang menyebabkan bau mulut (Eley et al, 2010). Bahan yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. penanganan secara komprehensif, karena masalah gigi berdimensi luas serta mempunyai

BAB II KLAS III MANDIBULA. Oklusi dari gigi-geligi dapat diartikan sebagai keadaan dimana gigi-gigi pada rahang atas

Odontektomi. Evaluasi data radiografi dan klinis dari kondisi pasien

BAB I PENDAHULUAN. Sebanyak 14 provinsi mempunyai prevalensi masalah gigi dan mulut di atas

I. PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Masalah. mengenai , dentin, dan sementum. Penyakit ini disebabkan oleh aktivitas

I. PENDAHULUAN. terapeutik pilihan yang dilakukan pada gigi desidui dengan pulpa terinfeksi.

Transkripsi:

PERBEDAAN AKURASI HASIL RADIOGRAFI DENGAN TEKNIK OKLUSAL DAN TEKNIK BITEWING UNTUK MENDETEKSI KARIES PROKSIMAL BUATAN ANAK AGUNG SRI AGUSTINI DEWI NPM : 10.8.03.81.41.1.5.019 FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS MAHASARASWATI DENPASAR 2014 i

PERBEDAAN AKURASI HASIL RADIOGRAFI DENGAN TEKNIK OKLUSAL DAN TEKNIK BITEWING UNTUK MENDETEKSI KARIES PROKSIMAL BUATAN Skripsi ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Gigi pada Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Mahasaraswati Denpasar Oleh : Anak Agung Sri Agustini Dewi NPM : 10.8.03.81.41.1.5.019 Menyetujui Dosen Pembimbing Pembimbing I Pembimbing II drg. Ni Kadek Ari Astuti, MDSc drg. Haris Nasutianto, M.Kes., Sp.RKG(K) NPK : 828 010 308 NPK : 826 298 162 ii

Tim Penguji skripsi Sarjana Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Mahasaraswati Denpasar telah meneliti dan mengetahui cara pembuatan skripsi dengan judul : PERBEDAAN AKURASI HASIL RADIOGRAFI DENGAN TEKNIK OKLUSAL DAN TEKNIK BITEWING UNTUK MENDETEKSI KARIES PROKSIMAL BUATAN yang telah dipertanggung jawabkan oleh calon sarjana yang bersangkutan pada tanggal 28 Februari 2014. Maka atas nama Tim Penguji skripsi Sarjana Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Mahasaraswati Denpasar dapat mengesahkan. Tim Penguji Skripsi FKG Universitas Mahasaraswati Denpasar Ketua, Denpasar, 28 Februari 2014 drg. Ni Kadek Ari Astuti, MDSc NPK : 828 010 308 Anggota : Tanda Tangan 1. drg. Haris Nasutianto, M.Kes., Sp.RKG(K) 1.. NPK : 826 298 162 2. drg. I Dewa Ayu Nuraini Sulistiawati, M.Biomed 2 NPK : 826 696 210 Mengesahkan, Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Mahasaraswati Denpasar P.A. Mahendri Kusumawati., drg., M.Kes., FISID. NIP 19590512 198903 2 001 iii

KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan karunia-nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul "Perbedaan Akurasi Hasil Radiografi Dengan Teknik Oklusal Dan Teknik Bitewing Untuk Mendeteksi Karies Proksimal Buatan" ini tepat pada waktunya. Penulisan skripsi ini merupakan persyaratan penulis untuk memenuhi Satuan Kredit Semester (SKS) dalam rangka mencapai gelar Sarjana Kedokteran Gigi (SKG) di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Mahasaraswati Denpasar. Keberhasilan penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan yang begitu besar dari banyak pihak. Untuk itu penulis menyampaikan rasa terimakasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. drg. Ni Kadek Ari Astuti, MDSc selaku dosen pembimbing I, atas segala upaya dan bantuan beliau yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam mewujudkan skripsi ini sehingga dapat terselesaikan dengan baik. 2. drg. Haris Nasutianto, M.Kes., Sp.RKG(K) selaku dosen pembimbing II, atas segala bimbingan dan petunjuk yang diberikan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. 3. drg. I Dewa Ayu Nuraini Sulistiawati, M.Biomed selaku dosen penguji yang telah bersedia menguji serta memberikan koreksi dan masukan kepada penulis. 4. Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Mahasaraswati Denpasar. iv

5. Seluruh civitas akademika Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Mahasaraswati Denpasar, Staf, Dosen, dan Karyawan yang telah memberikan bantuan kepada penulis secara langsung maupun tidak langsung. 6. Kedua orang tua tercinta, Anak Agung Made Yasa dan I Gusti Ayu Made Raka dan seluruh keluarga besar atas doa, dorongan moril maupun material selama mengerjakan skripsi ini. 7. Ida Bagus Indra Maha Putra yang selalu memberikan doa, semangat, dan perhatian. 8. drg. I Putu Gede Andika Yasa, semua teman-teman Cranter 2010, Riscapy, Jayak, Nantha, Ista, Resti, Gunggek, Cok In, Tika, Kak Wewe, Kak Alex serta semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, atas dorongan dan bantuannya baik secara langsung maupun tidak langsung selama penyusunan skripsi ini hingga selesai. Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun.penulis berharap semoga karya tulis ini berguna bagi pembacanya. Denpasar, 28 Februari 2014 Penulis v

PERBEDAAN AKURASI HASIL RADIOGRAFI DENGAN TEKNIK OKLUSAL DAN TEKNIK BITEWING UNTUK MENDETEKSI KARIES PROKSIMAL BUATAN Abstrak Karies proksimal atau dikenal juga dengan karies interproksimal terbentuk pada permukaan halus antara batas gigi. Pemeriksaan karies proksimal dapat dilakukan dengan sondasi dan dapat juga dilakukan secara visual. Namun karies proksimal ini kadang tidak dapat dideteksi secara visual atau manual dengan sebuah explorer gigi sehingga memerlukan pemeriksaan radiografi. Adapun teknik radiografi yang digunakan pada penelitian ini adalah foto oklusal dan foto bitewing. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan akurasi hasil radiografi dengan teknik oklusal dan teknik bitewing dalam mendeteksi karies proksimal buatan. Rancangan penelitian ini adalah eksperimental semu, dengan menggunakan 12 sampel. Hasil penelitian yang diperoleh menggunakan Chi-Square menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan dalam mendeteksi karies prosimal buatan pada sisi mesial (P>0,05) dan ada perbedaan yang signifikan dalam mendeteksi karies proksimal pada sisi distal (P<0,05) antara foto oklusal dengan foto bitewing. Jika dilihat dari hasil proporsi terdeteksi foto bitewing memiliki nilai presentase lebih besar dari foto oklusal dalam mendeteksi karies proksimal buatan pada sisi mesial maupun distal. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa foto bitewing lebih akurat dari foto oklusal dalam mendeteksi karies proksimal buatan. Kata Kunci : karies proksimal, foto oklusal, foto bitewing vi

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... HALAMAN PERSETUJUAN PENGUJI DAN PENGESAHAN DEKAN... KATA PENGANTAR... ABSTRAK... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... i ii iii iv vi vii x xi BAB I PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang... 1 B. Rumusan Masalah... 4 C. Tujuan Penelitian... 5 D. Hipotesis... 5 E. Manfaat Penelitian... 5 F. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian... 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 6 A. Karies Gigi... 6 1. Definisi Karies... 6 2. Klasifikasi Karies... 6 3. Etiologi Karies... 8 vii

4. Proses Terjadinya Karies... 11 5. Teori Terjadinya Karies... 12 6. Pemeriksaan Diagnosis dan Deteksi Karies... 14 7. Gambaran Karies pada Rontgen Foto... 16 B. Radiologi Kedokteran Gigi... 18 1. Teknik Radiografi Intraoral... 18 2 Teknik Radiografi Ekstraoral.... 18 C. Radiografi Oklusal... 19 1. Definisi Radiografi Oklusal... 19 2. Kegunaan Radiografi Oklusal... 19 3. Teknik Radiografi Oklusal... 20 a. True Occlusal (Cross Section View)... 20 b. Oblik Oklusal (Topografik Oklusal)... 20 4. Klasifikasi Radiografi Oklusal... 21 a. Proyeksi Oklusal Maksila... 21 b. Proyeksi Oklusal Mandibular... 27 D. Radiografi Bitewing... 32 1. Definisi Radiografi Bitewing... 32 2. Kegunaan, Keuntungan, dan Kerugian Radiografi Bitewing... 32 3. Tahapan Umum Radiografi Bitewing... 33 viii

BAB III METODE PENELITIAN... 35 A. Rancangan Penelitian... 35 B. Identifikasi Variabel... 35 C. Populasi dan Sampel... 35 D. Definisi Operasional... 36 E. Instrumen Penelitian... 37 F. Alat dan Bahan Penelitian... 38 G. Alur Penelitian... 38 H. Analisis Data... 40 BAB IV HASIL PENELITIAN... 41 A. Deskripsi Data... 41 B. Pengujian Hipotesis... 42 BAB V PEMBAHASAN... 45 BAB VII SIMPULAN DAN SARAN... 50 A. Simpulan... 50 B. Saran... 50 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN ix

DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Etiologi karies... 8 Gambar 2.2 Radiografi bitewing yang menggambarkan adanya karies... 15 Gambar 2.3 Radiografi bitewing yang menggambarkan adanya karies oklusal 16 Gambar 2.4 Radiografi bitewing memperlihatkan karies proksimal... 17 Gambar 2.5 Radiografi bitewing memperlihatkan karies akar... 17 Gambar 2.6 Posisi radiografi upper standard occlusal... 22 Gambar 2.7 Posisi radiografi upper oblique occlusal... 24 Gambar 2.8 Posisi radiografi vertex occlusal... 26 Gambar 2.9 Posisi radiografi lower 90 o occlusal... 28 Gambar 2.10 Posisi radiografi lower 45 o occlusal... 30 Gambar 2.11 Posisi radiografi lower oblique occlusal... 31 Gambar 2.12 Posisi tubehead x-ray untuk left bitewing... 34 x

DAFTAR TABEL Tabel 4.1 Hasil rontgen foto terhadap karies proksimal buatan pada sisi mesial... 41 Tabel 4.2 Hasil rontgen foto terhadap karies proksimal buatan pada sisi distal... 42 Tabel 4.3 Akurasi deteksi karies proksimal buatan pada sisi mesial antara rontgen oklusal dengan rontgen bitewing... 43 Tabel 4.4 Akurasi deteksi karies proksimal buatan pada sisi distal antara rontgen oklusal dengan rontgen bitewing... 43 xi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karies gigi adalah suatu penyakit yang tidak kalah pentingnya dengan penyakit lain, karena karies gigi dapat mengganggu aktivitas seseorang dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari. Akibat yang ditimbulkan oleh karies gigi ini bermacam-macam mulai dari yang ringan sampai yang berat, oleh karena salah satu penyebab dari karies gigi adalah adanya aktifitas bakteri. Bakteri yang bersarang pada karies gigi itu bisa menembus ke pembuluh darah dan akhirnya mengumpul di jantung. Semboyan mencegah lebih baik daripada mengobati harus selalu kita ingat karena mulut adalah pintu gerbang utama masuknya segala macam benda asing ke dalam tubuh, menjaga kesehatan gigi dan mulut berarti langkah awal menjaga kesehatan tubuh (Depkes RI 2000). Di Indonesia penyakit gigi dan mulut yang bersumber dari karies gigi menjadi urutan tertinggi yaitu sebesar 45,68% dan termasuk dalam 10 besar penyakit yang diderita oleh masyarakat (Sugito 2000). Menurut data dari hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT 2004), prevalensi karies di Indonesia mencapai 90,05% dan ini tergolong lebih tinggi dibandingkan dengan negara berkembang lainnya. Karies merupakan suatu penyakit pada jaringan keras gigi, yaitu email, dentin dan sementum yang disebabkan oleh aktivitas jasad renik yang ada dalam suatu 1

2 karbohidrat yang diragikan. Proses karies ditandai dengan terjadinya demineralisasi pada jaringan keras gigi, diikuti dengan kerusakan bahan organiknya. Hal ini akan menyebabkan terjadinya invasi bakteri dan kerusakan pada jaringan pulpa serta penyebaran infeksi ke jaringan periapikal dan menimbulkan rasa nyeri. Walaupun demikian, pada stadium yang sangat dini penyakit ini dapat dihentikan mengingat mungkinnya terjadi remineralisasi (Kidd, 1991). Karies gigi disebabkan oleh 4 faktor, antara lain : gigi (host), bakteri (environment), karbohidrat (substrat) dan waktu (time) (Kidd 1991). Pemeriksaan ekstraoral secara visual merupakan pemeriksaan awal untuk mengidentifikasi karies. Pemeriksaan pada jaringan keras pada umumnya dilakukan dengan bantuan sonde atau explorer, oleh karena itu biasa disebut dengan sondasi. Dengan bantuan sonde, kita dapat mengetahui adanya margin atau celah tepi pada restorasi,kedalaman karies, serta kedalaman pit dan fissure gigi (Stefanac 2001). Radiograf adalah salah satu alat klinis yang digunakan untuk mendeteksi lesi, tetapi tidak memberikan informasi tentang aktivitas proses dan penting untuk membuat diagnosis. Alat ini memungkinkan pemeriksaan visual struktur mulut yang tidak mungkin dapat dilihat dengan mata telanjang. Tanpa alat ini tidak mungkin dilakukan diagnosis, seleksi kasus, perawatan dan evaluasi penyembuhan luka. Praktik kedokteran gigi tidak mungkin dilakukan tanpa radiograf. Untuk dapat menggunakan radiograf dengan tepat, seorang klinisi harus

3 mempunyai pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk dapat memberikan interpretasi secara tepat (Lamlanto 2010). Teknik radiografi yang digunakan dalam bidang kedokteran gigi dapat dibagi 2 yaitu teknik intraoral dan ekstraoral. Pada teknik intraoral, film rontgen diletakkan didalam mulut pasien, yang terdiri dari teknik foto periapikal, bitewing dan oklusal, sedangkan pada teknik foto rontgen ekstraoral, film rontgen diletakkan diluar mulut pasien, salah satunya adalah foto panoramik, macam lainnya adalah lateral foto, cephalometri dan lain-lain (Whaites 2007). Foto bitewing digunakan untuk melihat garis dari Cemento Enamel Juntion (CEJ) pada satu gigi ke CEJ gigi tetangganya, sama halnya dengan jarak dari puncak ke tulang interproksimal yang ada. Selain digunakan untuk mendeteksi karies interproksimal, foto bitewing juga membantu dalam diagnosis penyakit periodontal. Ketinggian dari tepi interproksimal tulang alveolar sampai cemento enamel junction relatif dapat diamati. Deposit kalkulus subgingival juga dapat dideteksi. Hasil dari bitewing radiografi pada diagnosis penyakit periodontal hanya terbatas pada bagian mahkota akar gigi yang diamati, dan terbatas pada regio molar dan premolar. Pada orang yang masih muda, pengamatan yang cermat pada ketinggian tulang alveolar disekitar molar pertama permanen dapat membantu mendeteksi individu yang beresiko menderita early onset periodontitis (juvenile periodontitis dan rapidly progressive periodontitis). Walaupun demikian, radiografi seharusnya digunakan hanya sebagai tambahan pada pemeriksaan klinis dengan menggunakan probe periodontal di sekitar daerah

4 tersebut, karena diatas 30% kehilangan tulang terjadi sebelum dibuktikan secara radiografi (Whaites 2007). Foto oklusal digunakan untuk mengetahui benda asing didalam tulang rahang dan batu didalam saluran glandula saliva, melihat batas tengah, depan dan pinggir dari sinus maksilaris, untuk pasien trismus, menunjukkan letak fraktur pada mandibula dan maksila, memeriksa bagian medial dan lateral pada bagian yang terkena kista dan osteomielitis serta untuk mengetahui gigi impaksi (Margono, 1998). Teknik oklusal dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu true occlusal (cross section view) dan oblik oklusal (topografik oklusal) (Margono 1998). Dengan teknik oklusal dapat diperoleh gambar daerah yang luas dari rahang yang menunjukkan daerah periapikal dari semua gigi, permukaan proksimal semua gigi posterior dan karies interproksimal (Whaites 2007). Berdasarkan latar belakang diatas penulis ingin melakukan penelitian untuk mengetahui perbedaan akurasi hasil radiografi dengan teknik oklusal dan teknik bitewing untuk mendeteksi karies proksimal buatan dengan kelebihan dan kekurangannya masing-masing dalam membantu mahasiswa klinik menentukan diagnosa serta rencana perawatan. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut diatas maka permasalahan yang muncul adalah bagaimana perbedaan akurasi hasil radiografi dengan teknik oklusal dan teknik bitewing untuk mendeteksi karies proksimal buatan?

5 C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan akurasi hasil radiografi dengan teknik oklusal dan teknik bitewing untuk mendeteksi karies proksimal buatan. D. Hipotesis Hipotesis yang dapat diajukan adalah foto bitewing lebih akurat dibandingkan dengan foto oklusal untuk mendeteksi karies proksimal buatan. E. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini adalah : 1. Dapat mengetahui perbedaan akurasi hasil radiografi dengan teknik oklusal dan teknik bitewing untuk mendeteksi karies proksimal buatan. 2. Sebagai masukan kepada mahasiswa khususnya mahasiswa klinik untuk dapat mendalami dan memahami radiologi dengan lebih baik. F. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian Ruang lingkup penelitian ini yaitu melihat serta membandingkan hasil dari foto oklusal dengan foto bitewing setelah dilakukan rontgen foto untuk mengetahui ada atau tidaknya karies proksimal buatan. Keterbatasan penelitian ini yaitu proses dari penelitian serta masih kurangnya pengetahuan serta kemampuan operator dalam bidang radiologi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Karies 1. Definisi Karies gigi merupakan suatu penyakit jaringan keras gigi, yaitu email, dentin dan sementum yang disebabkan oleh aktivitas jasad renik yang ada dalam suatu karbohidrat yang diragikan. Tandanya adalah adanya demineralisasi jaringan keras gigi yang kemudian diikuti oleh kerusakan bahan organiknya. Akibatnya, terjadi invasi bakteri dan kematian pulpa serta penyebaran infeksinya ke jaringan periapeks yang dapat menyebabkan nyeri. Walaupun demikian, mengingat mungkinnya remineralisasi terjadi, pada stadium yang sangat dini penyakit ini dapat dihentikan (Kidd dan Bechal 1991). 2. Klasifikasi Karies Berdasarkan stadium karies (dalamnya karies) dapat dibagi 3, yaitu karies superfisialis, karies media dan karies profunda (Tarigan 1990). a. Karies superfisialis, dimana karies baru mengenai enamel saja, sedang dentin belum terkena. b. Karies media, dimana karies sudah mengenai dentin, tetapi belum melebihi setengah dentin. 6

7 c. Karies profunda, dimana karies sudah mengenai lebih dari setengah dentin dan kadang-kadang sudah mengenai pulpa. Berdasarkan lokalisasi karies, G.V. BLACK mengklasifikasi kavitas atas 5 bagian dan diberi tanda dengan nomor Romawi, dimana kavitas diklasifikasi berdasarkan permukaan gigi yang terkena karies. Pembagian tersebut yaitu Klas I, Klas II, Klas III, Klas IV dan Klas V (Tarigan 1990). a. Klas I Karies yang terdapat pada oklusal (pits dan fissure) dari gigi premolar dan molar (gigi posterior). Dapat juga terdapat pada gigi anterior di foramen caecum. b. Klas II Karies yang terdapat pada bagian approximal dari gigi-gigi molar atau premolar, yang umumnya meluas sampai ke bagian oklusal. c. Klas III Karies yang terdapat pada bagian approximal dari gigi depan, tetapi belum mencapai margo incisalis (belum mencapai 1/3 incisal gigi). d. Klas IV Karies yang terdapat pada bagian approximal dari gigi depan dan sudah mencapai margo incisalis (telah mencapai 1/3 incisal gigi). e. Klas V Karies yang terdapat pada bagian 1/3 leher dari gigi-gigi depan maupun gigi belakang pada permukaan labial, lingual, palatal maupun bukal dari gigi.

8 3. Etiologi Karies Karies gigi disebabkan oleh asam yang dihasilkan dari fermentasi sisa makanan oleh bakteri dalam waktu tertentu di dalam rongga mulut. Atau dapat digambarkan oleh empat lingkaran berikut (gambar 2.1). a. Mikroorganisme Gambar 2.1 Etiologi karies (Kidd dan Bechal 1991) Mikroorganisme sangat berperan terhadap terjadinya karies gigi. Mikroorganisme ini disebut dengan mikroorganisme kariogenik adalah strepcoccus mutans dan lactobacillus, karena mikroorganisme ini mampu memfermentasi karbohidrat menjadi asam dengan cepat. Bakteri-bakteri tersebut dapat tumbuh subur dalam susunan asam dan dapat menempel pada permukaan gigi karena kemampuannya membuat polisakharida ekstrasel yang sangat lengket dari karbohidrat. Polisakharida ini terdiri dari polimer glukosa yang

9 menyebabkan matriks plak gigi mempunyai konsistensi seperti gelatin. Akibatnya bakteri dapat melekat pada gigi serta saling melekat satu sama lain, sehingga plak semakin menebal dan dapat menghambat saliva dalam menetralkan plak tersebut (Kidd dan Bechal 1991). Rongga mulut bayi yang baru dilahirkan bebas dari mikroorganisme, namun hanya dalam waktu beberapa jam sudah terjadi kolonisasi bakteri strepcoccus salivarius sudah tumbuh pada hari pertama, demikian juga dengan Veillonella alcalescens, lactobacillus dan Candida albican, Actinomyces dan kuman anaerob lainnya baru tampak setelah satu bulan kelahiran sedangkan Strepcoccus sanguis dan Strepcoccus mutans baru tumbuh mengikuti erupsi gigi-gigi susu (Kidd dan Bechal 1991). b. Substrat Gula memegang peranan penting terhadap terjadinya karies gigi. Gula atau karbohidrat yang melekat pada permukaan gigi dalam waktu tertentu mengalami fermentasi oleh bakteri asam. Asam ini melarutkan email gigi sehingga terjadi karies gigi (Tarigan,1993). Karbohidrat menyediakan substrat untuk pembuatan asam bagi bakteri dan sintesa polisakarida ekstra sel. Karbohidrat yang dimetabolisme oleh bakteri adalah karbohidrat yang mempunyai berat molekul yang rendah karena mudah masuk dan meresap kedalam plak dan dimetabolisme dengan cepat oleh bakteri. Dengan demikian makanan dan minuman yang mengandung gula akan menurunkan ph plak dengan cepat sampai pada level yang dapat menyebabkan demineralisasi email. Plak akan tetap bersifat asam selama beberapa waktu. Untuk kembali ke ph normal dibutuhkan waktu 30-60

10 menit karena gula yang berulang-ulang akan menahan ph plak dibawah normal dan menyebabkan demineralisasi email (Kidd dan Bechal 1991). Setiap kali setelah mengkonsumsi gula atau karbohidrat, gula ini secara cepat difermentasi menjadi asam sehingga ph rongga mulut turun drastis dalam waktu 5-10 menit sampai level ph yang sangat rendah (ph 5) sehingga email mengalami dekalsifikasi (Kidd dan Bechal 1991). c. Host Kawasan-kawasan yang mudah diserang karies adalah pit dan fisure pada permukaan oklusal dan premolar. Permukaan gigi yang kasar juga dapat menyebabkan plak yang mudah melekat dan membantu perkembangan karies gigi. Kepadatan kristal enamel sangat menentukan kelarutan enamel. Semakin banyak enamel mengandung mineral maka kristal enamel semakin padat dan enamel akan semakin resisten. Gigi susu lebih mudah terserang karies dari pada gigi tetap, hal ini dikarenakan gigi susu lebih banyak mengandung bahan organik dan air dari pada mineral, dan secara kristalografis mineral dari gigi tetap lebih padat bila dibandingkan dengan gigi susu. Alasan mengapa susunan kristal dan mineralisasi gigi susu kurang adalah pembentukan maupun mineralisasi gigi susu terjadi dalam kurun waktu 1 tahun sedangkan pembentukan dan mineralisasi gigi tetap 7-8 tahun. Saliva mampu meremineralisasikan karies yang masih dini karena banyak sekali mengandung ion kalsium dan fosfat. Kemampuan saliva dalam melakukan remineralisasi meningkat jika ada ion fluor. Selain mempengaruhi komposisi mikroorganisme di dalam plak, saliva juga mempengaruhi ph (Kidd dan Bechal 1991).

11 d. Waktu Adanya kemampuan saliva untuk mendepositkan kembali mineral selama berlangsungnya proses karies, menandakan bahwa proses karies tersebut terdiri atas perusakan dan perbaikan yang silih berganti. Adanya saliva di dalam lingkungan gigi mengakibatkan karies tidak menghancurkan gigi dalam hitungan hari atau minggu, melainkan dalam bulan atau tahun. Lamanya waktu yang dibutuhkan karies untuk berkembang menjadi suatu kavitas cukup bervariasi, diperkirakan 6-48 bulan. Dengan demikian sebenarnya terdapat kesempatan yang baik untuk menghentikan penyakit ini (Kidd dan Bechal 1991). 4. Proses Terjadinya Karies Proses karies dimulai sebagai suatu area demineralisasi karena hilangnya hidroksi apatif email, dentin dan sementum oleh asam. Asam (H + ) terbentuk karena adanya gula (sukrosa) dan kuman dalam plak (coccus). Dari berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa stain bakteri S. mutant, berperanan sangat penting sebagai penyebab terjadinya karies gigi. Dan hal itu mungkin, karena S. mutans mampu memproduksi senyawa glukan (atau juga disebut mutan) dalam jumlah yang besar dari sukrosa dengan pertolongan enzim ekstra selulair yang disebut Glucosyl transferase. Gula akan mengalami fermentasi oleh kuman coccus sehingga terbentuk asam H +. Daya kariogeniknya dari kuman tersebut timbul karena adanya produksi asam laktat oleh beberapa jenis bakteri asam laktat, dengan akibat ph cairan disekitar gigi tersebut menjadi rendah atau bersifat sangat asam. Kondisi dimana cukup kuat untuk melarutkan mineral-mineral dari

12 permukaan gigi, sehingga gigi menjadi keropos. Reaksi dari asam (H + ) dengan Hydroksi sebagai berikut : Ca 10 (PO 4 ) 6 (OH) 2 + 8H + 10Ca ++ + 6 HPO 4 = 2H 2 O Hidroxyapatit Ion Hidrogen Kalsium Hidrogen Phospat Air Reaksi diatas secara terus menerus sehingga jumlah Ca (Calsium) yang lepas bertambah banyak lama kelamaan Ca akan keluar dari email. Proses terjadinya karies gigi diawali oleh terjadinya pelepasan kalsium pada email, sehingga menyebabkan terjadinya bercak putih (white spot) pada permukaan gigi yang ditumpuki oleh plak. Apabila dibiarkan berlangsung terus white spot akan berkembang menjadi suatu lubang pada permukaan gigi. Jika tidak dilakukan perawatan maka proses karies akan berjalan terus, menjalar sampai ke jaringan dentin dan akhirnya sampai ke jaringan pulpa. Kalau proses karies sampai ke jaringan pulpa maka lama kelamaan pulpa akan mati dan membusuk dan proses radang akan menjalar terus sampai ke tulang alveolar (Schuurs 1992). 5. Teori Terjadinya Karies Banyak teori yang menerangkan sebab-sebab terjadinya karies gigi berdasarkan mekanisme larutnya email : teori Chemico-parasitik, teori Proteolisis, teori Glikogen, teori Multi Faktor. a. Teori Chemico-parasitik (Miller cit. Tarigan 1990), Teori ini menerangkan bahwa dalam cairan ludah terdapat enzim-enzim seperti amilase, maltosa, dan enzim-enzim yang dikeluarkan oleh mikroorganisme serta jamur yang ada di

13 rongga mulut. Enzim amilase dapat merubah polisakarida menjadi glukosa serta maltosa. Glukosa akan diuraikan oleh enzim-enzim yang dikeluarkan oleh mikroorganisme terutama golongan lactobasillus yang menghasilkan asam susu dan asam laktat, yang mengenai email sehingga pada email terbentuk lubang kecil. b. Teori Proteolisis (Gottlieb cit. Tarigan 1990), Teori ini menyatakan bahwa bukan bahan anorganik yang dirusak terlebih dahulu tetapi bahan organik penyusun email. Email dirusak oleh enzim proteolase yang berasal dari streptococcus, setelah menghancurkan bahan organik barulah merusak bahan anorganik oleh asam susu. c. Teori Glikogen (Egyede cit. Tarigan 1990), Peranan glikogen dalam terjadinya karies gigi, glikogen oleh enzim glikogenase akan merubah menjadi glukosa, melalui proses demineralisasi glukosa dipecah menjadi asam susu sehingga menjadi karies. d. Teori Multi Faktor (Newburn cit. Tarigan 1990), Teori ini menyatakan karies terjadi karena banyak faktor, diantaranya ada 4 faktor yang paling utama yaitu : Host (gigi), Agent (mikroorganisme), Environment (lingkungan, substrat), Time (waktu).

14 6. Pemeriksaan Diagnosis dan Deteksi Karies a. Pemeriksaan Klinis Secara Visual Pemeriksaan ekstraoral secara visual merupakan pemeriksaan awal untuk mengidentifikasi karies. Pemeriksaan pada jaringan keras pada umumnya dilakukan dengan bantuan sonde atau explorer, oleh karena itu biasa disebut dengan sondasi. Dengan bantuan sonde, kita dapat mengetahui adanya margin atau celah tepi pada restorasi,kedalaman karies, serta kedalaman pit dan fissure gigi. Sebelum mengidentifikasi karies, gigi harus dibersihkan dari sisa-sisa makanan dengan menggunakan excavator kemudian sonde dimasukkan ke dalam kavitas tanpa tekanan. Apabila tersangkut maka dapat dipastikan adanya karies dan dapat dipreparasi. Syarat pemeriksaan dengan sonde harus dilakukan tanpa tekanan untuk menghindari kesalahan diagnosis untuk menghindari perforasi (atap pulpa terbuka) untuk menghindari rasa sakit (Stefanac 2001). Karies proksimal atau dikenal juga dengan karies interproksimal terbentuk pada permukaan halus antara batas gigi. Pemeriksaan karies proksimal dapat dilakukan dengan sondasi, ketika sonde menyangkut pada pit dan fissure maka kemungkinan sudah mulai terjadi lesi karies, dan dapat juga dilakukan secara visual dengan ditemukannya lesi berwarna putih atau coklat pada permukaan halus. Namun karies proksimal ini kadang tidak dapat dideteksi secara visual atau manual dengan sebuah explorer gigi sehingga memerlukan pemeriksaan radiografi (Kidd dan Bechal 1991).

15 b. Pemeriksaan Radiografi Pemeriksaan radiografi dapat menentukan informasi penting untuk memperkuat diagnosis tetapi tidak dapat digunakan sebagai acuan utama, hanya sebagai salah satu cara mengidentifikasi adanya karies pada daerah yang mungkin diserang karies. Daerah-daerah tersebut adalah daerah permukaan halus yang bebas, daerah pit dan fissure, dan permukaan aproksimal. Pemeriksaan radiografi yang sering dilakukan adalah radiografi bitewing karena pemeriksaan ini memperlihatkan daerah lesi karies yang cukup jelas. Pada film radiografi, lesi karies terlihat lebih radiolusen daripada email dan dentin (gambar 2.2). Gambar 2.2 Radiografi bitewing yang menggambarkan adanya karies (lihat panah merah) terlihat lebih radiolusen daripada email dan dentin (Kidd dan Bechal 1991).

16 7. Gambaran Karies pada Rontgen Foto Gambaran karies pada rontgen foto menurut lokasi karies dapat dibagi menjadi : karies oklusal (gambar 2.3), karies labial atau bukal, karies palatal atau lingual, karies proksimal (gambar 2.4), dan karies akar (gambar 2.5). Gambar 2.3 Radiografi bitewing yang menggambarkan adanya karies oklusal (lihat panah putih) terlihat radiolusen yang berbeda dalam dentin di permukaan oklusal (Kidd dan Bechal 1991).

17 Gambar 2.4 Radiografi bitewing memperlihatkan karies proksimal (lihat panah putih) (Kidd dan Bechal 1991). Gambar 2.5 Radiografi bitewing memperlihatkan karies akar (lihat panah putih) bagian mesial dan distal akar yang terkena karies akibat resesi gingiva (Kidd dan Bechal 1991).

18 B. Radiologi Kedokteran Gigi Radiologi kedokteran gigi adalah salah satu cabang ilmu kedokteran gigi yang memberikan informasi diagnostik yang berguna dan akan mempengaruhi rencana perawatan, sering kali untuk mencari beberapa tanda atau gejala klinis atau menemukan riwayat pasien yang memerlukan pemeriksaan radiologis. Hingga saat ini dental radiografi menjadi salah satu peralatan penting yang digunakan dalam perawatan kedokteran gigi modern. Teknik radiografi intraoral maupun ekstraoral merupakan prosedur umum yang dilakukan oleh dokter gigi dalam membantu penatalaksanaan suatu kasus (White dan Pharoah 2000). 1. Teknik Radiografi Intraoral Teknik radiografi intraoral adalah pemeriksaan gigi dan jaringan sekitar secara radiografi dan filmnya ditempatkan di dalam mulut pasien, salah satunya adalah foto periapikal dan bitewing serta oklusal. Ada tiga pemeriksaan radiografi intraoral yaitu pemeriksaan periapikal, interproksimal, dan oklusal (Whaites 2007). 2. Teknik Radiografi Ekstraoral Teknik radiografi ekstraoral digunakan untuk melihat area yang luas pada rahang dan tengkorak, film yang digunakan diletakkan di luar mulut pasien. Foto Rontgen ekstraoral yang paling umum dan paling sering digunakan adalah foto panoramik, sedangkan macam lainnya adalah lateral foto, chephalometri dan lainlain (Whaites 2007).

19 C. Radiografi Oklusal 1. Definisi Radiografi Oklusal adalah salah satu teknik radiografi intraoral yang diambil menggunakan dental x-ray set dimana image reseptor (paket film atau plat fosfor digital 5,7 x 7,6 cm) diletakkan pada oklusal plane (Whaites 2007). 2. Kegunaan Radiografi Oklusal Radiografi oklusal dapat digunakan untuk mengetahui tempat yang tepat dari akar gigi, gigi supernumerari dan gigi impaksi, mengetahui benda asing di dalam tulang rahang dan batu di dalam saluran glandula saliva, melihat batas tengah, depan dan pinggir dari sinus maksilaris, memeriksa pasien dengan trismus dimana penderita tidak dapat membuka mulut atau dapat membuka mulut terlalu besar, sehingga tidak dapat dibuat radiograf intraoral yang lain karena memasukkan film ke dalam mulut penderita akan menyebabkan rasa sakit, menunjukkan letak fraktur pada mandibular dan maksila, untuk memeriksa bagian medial dan lateral pada bagian yang terkena kista, osteomielitis dan gejala keganasan yang menjalar ke daerah palatal (Margono 1998). Dengan teknik oklusal dapat diperoleh gambar daerah yang luas dari rahang yang menunjukkan daerah periapikal dari semua gigi, permukaan proksimal semua gigi posterior dan karies interproksimal (Whaites 2007).

20 3. Teknik Radiografi Oklusal a. True Occlusal (Cross Section View) Pada true occlusal sinarnya tegak lurus pada film baik untuk rahang bawah maupun rahang atas. Teknik ini untuk menentukan bentuk lengkung rahang, juga dengan teknik ini dapat diketahui letak dari lesi seperti gigi impaksi, ujung dari akar gigi yang impaksi dan benda asing yang semuanya tidak terlihat pada pembuatan periapikal yang standar. Teknik oklusal dapat juga untuk menunjukkan formasi dari kista yang berekspansi kedalam tulang. Dalam pemeriksaan fraktur, true occlusal dapat juga membantu, dan selain yang disebutkan di atas true occlusal ini dapat untuk melihat kalkulus di glandula submandibula dan salurannya (Margono 1998). True occlusal lebih sering digunakan untuk rahang bawah dan hampir tidak pernah digunakan untuk rahang atas (Margono 1998). b. Oblik Oklusal (Topografik Oklusal) Gambar atau proyeksi topografik dapat digunakan untuk segala bagian dari rahang atas dan rahang bawah, serta untuk bagian depan dari rahang. Teknik ini dibuat pada kursi dental dengan posisi yang sama dengan posisi pada pembuatan radiografi intraoral (Margono 1998). Prinsip dari proyeksi topografik ini sama dengan pada pembuatan teknik radiografi bidang-bagi intraoral. Bidang-baginya adalah bidang-bagi antara film dengan sumbu dari gigi, dan sinar diarahkan tegak lurus pada bidangbagi tersebut ke apikal dari gigi-geligi. Apabila penderita tidak mempunyai

21 gigi, maka operator dapat memakai patokan bagian bukal atau bagian labial dari tulang alveolar untuk bagian sisi dari sudut. Sudut horizontal dari sinar adalah sama dengan pada radografi bidang-bagi (Margono 1998). Untuk mendapatkan hasil yang baik pengarahan sinar ini harus betul. Pada rahang bawah sumbu dari gigi belakang sedikit ke arah labial. Film ditempatkan di antara permukaan oklusal gigi rahang atas dan bawah. Biasanya film ini digunakan untuk mendeteksi bagian yang lebih luas dan untuk melihat gigi yang impaksi. Oblik oklusal ini dapat untuk melihat sampai di bagian apeks, gigi supernumerari (Margono 1998). 4. Klasifikasi Radiografi Oklusal a. Proyeksi Oklusal Maksila 1) Upper standard occlusal (standard occlusal) Radiografi upper standard (atau anterior) occlusal menunjukkan bagian anterior dari maksila dan gigi anterior atas (Whaites 2007). a) Indikasi klinis utama radiografi upper standard occlusal, yaitu (Whaites 2007) : (1) Pemeriksaan jaringan periapikal gigi anterior atas, terutama pada anak-anak tetapi juga pada orang dewasa yang tidak bisa mentoleransi holder periapikal. (2) Mendeteksi adanya kaninus yang tidak erupsi, gigi supernumerari dan odontoma.

22 (3) Sebagai midline view, ketika menggunakan metode parallax untuk menentukan posisi bukal/palatal dari kaninus yang tidak erupsi. (4) Evaluasi ukuran dan perluasan lesi seperti kista dan tumor pada anterior maksila. (5) Pemeriksaan fraktur gigi anterior dan tulang alveolar. b) Teknik dan posisi radiografi upper standard occlusal, yaitu (Whaites 2007) : (1) Pasien didudukkan dengan kepala ditopang dan dengan oklusal plane horizontal dan paralel pada lantai dan didukung dengan sebuah protective thyroid shield. (2) Image reseptor diletakkan datar kedalam mulut ke permukaan oklusal dari gigi rahang bawah. Image reseptor diletakkan secara sentral di dalam mulut dengan axis panjangnya crossways pada orang dewasa dan antero-posterior pada anak-anak (3) Tubehead x-ray diposisikan diatas pasien pada midline, mengarah ke bawah sepanjang batang hidung pada sudut 65 o 70 o dari image reseptor (gambar 2.6). A B

23 C D Gambar 2.6 A Diagram yang menunjukkan posisi dari image reseptor dalam kaitannya dengan lengkung rahang bawah. B Posisi dari depan dan perhatikan penggunaan protective thyroid shield. C Posisi dari samping. D Diagram yang menunjukkan posisi dari samping (Whaites 2007). 2) Upper oblique occlusal (oblique occlusal) Radiografi upper oblique occlusal menunjukkan bagian posterior dari maksila dan bagian gigi posterior atas pada satu sisi (Whaites 2007). a) Indikasi klinis utama radiografi upper oblique occlusal, yaitu (Whaites 2007) : (1) Pemeriksaan jaringan periapikal gigi posterior atas, terutama pada orang dewasa yang tidak bisa mentoleransi holder image reseptor periapikal. (2) Pemeriksaan dari kondisi dasar antral. (3) Membantu untuk menentukan posisi dari akar yang dislokasi secara tidak sengaja ke antrum selama pencabutan dari gigi posterior atas.

24 (4) Evaluasi ukuran dan perluasan lesi seperti kista dan tumor atau lesi tulang yang lain yang berdampak pada posterior maksila. (5) Pemeriksaan fraktur gigi posterior dan tulang alveolar yang berkaitan termasuk tuberositas. b) Teknik dan posisi radiografi upper oblique occlusal, yaitu (Whaites 2007) : (1) Pasien didudukkan dengan kepala ditopang dan dengan oklusal plane horizontal dan paralel pada lantai. (2) Image reseptor diletakkan datar kedalam mulut ke permukaan oklusal dari gigi rahang bawah, dengan axis panjangnya anteroposterior. Image reseptor diletakkan pada sisi mulut yang ingin diperiksa. (3) Tubehead X-ray diposisikan ke sisi dari wajah pasien, mengarah ke bawah melalui pipi pada sudut 65 o 70 o dari image reseptor (gambar 2.7). A B

25 C Gambar 2.7 A Diagram yang menunjukkan posisi dari image reseptor dalam kaitannya dengan lengkung rahang bawah untuk left upper oblique occlusal. B Posisi left upper oblique occlusal dari depan, perhatikan penggunaan protective thyroid shield. C Diagram yang menunjukkan posisi dari depan (Whaites 2007). 3) Vertex occlusal (vertex occlusal) Radiografi vertex occlusal memperlihatkan gambaran radiografik gigi geligi rahang atas (dalam penampang oklusal) yang diambil dari atas. Menggunakan dosis radiasi yang lebih besar karena melewati sejumlah jaringan. Menggunakan intraoral cassette yang berisi layar atau pelindung khusus untuk mengurangi dosis radiasi (Whaites 2007). a) Indikasi klinis utama radiografi vertex occlusal, yaitu (Whaites 2007) : (1) Menentukan posisi bukal atau palatal gigi yang tidak erupsi / impaksi. b) Teknik dan posisi radiografi vertex occlusal, yaitu (Whaites 2007) : (1) Posisi kepala penderita tegak dengan oklusal gigi sejajar lantai.

26 (2) Kaset diletakkan pada bidang oklusal gigi dengan bagian distal film menyentuh ramus mandibular. (3) Kaset difiksasi dengan menutup mulut (digigit) secara perlahan. (4) Posisikan x-ray tubehead di atas kepala pasien. (5) Arah sinar sejajar dengan sumbu panjang gigi incisivus anterior (gambar 2.8). A B C D Gambar 2.8 A Diagram yang menunjukkan posisi cassette dalam kaitannya dengan lengkung rahang bawah. B Posisi untuk vertex occlusal dari depan; perhatikan penggunaan pelindung tiroid. C Posisi dari samping. D Diagram yang menunjukkan posisi dari samping (Whaites 2007).

27 b. Proyeksi Oklusal Mandibular 1) Lower 90 o occlusal (true occlusal) Radiografi lower 90 o occlusal menunjukkan gambaran rancangan dari bagian penyangga gigi dari mandibula dan dasar dari mulut (Whaites 2007). a) Indikasi klinis utama radiografi lower 90 o occlusal, yaitu (Whaites 2007) : (1) Deteksi adanya radiopaque kalkulus dan posisinya dalam ductus glandula salivarius submandibular. (2) Pemeriksaan dari posisi bucco-lingual dari gigi pada mandibula yang tidak erupsi. (3) Evaluasi perluasan bucco-lingual dari badan mandibula oleh kista, tumor dan lesi tulang lainnya. (4) Pemeriksaan fraktur pada anterior badan mandibula pada horizontal plane. b) Teknik dan posisi radiografi lower 90 o occlusal, yaitu (Whaites 2007) : (1) Image reseptor diletakkan datar kedalam mulut ke permukaan oklusal dari gigi rahang bawah. Image reseptor diletakkan dengan mengarah ke pusat dalam mulut dengan axis panjangnya crossways. (2) Pasien menyandar ke depan dan kepala dicondongkan ke belakang.

28 (3) Tubehead x-ray, dengan circular collimator, diposisikan dibawah dagu pasien pada midline dengan sudut 90 o dari image reseptor (gambar 2.9). A B C Gambar 2.9 A Diagram yang menunjukkan posisi dari image reseptor (menghadap kebawah) dalam kaitannya dengan lengkung rahang bawah. B Posisi lower 90 o occlusal dari samping. C Diagram yang menunjukkan posisi dari samping (Whaites 2007).

29 2) Lower 45 o occlusal (standard occlusal) Radiografi lower 45 o occlusal menunjukkan bagian anterior bawah gigi dan bagian anterior dari mandibular (Whaites 2007). a) Indikasi klinis utama radiografi lower 45 o occlusal, yaitu (Whaites 2007) : (1) Pemeriksaan jaringan periapikal gigi incisor bawah,terutama pada anak-anak dan orang dewasa yang tidak bisa mentoleransi holder image reseptor periapikal. (2) Evaluasi ukuran dan perluasan lesi seperti kista dan tumor yang berdampak pada bagian anterior dari mandibula. (3) Pemeriksaan fraktur dari anterior mandibula pada vertical plane. b) Teknik dan posisi radiografi lower 45 o occlusal, yaitu (Whaites 2007) : (1) Pasien didudukkan dengan kepala ditopang dan dengan oklusal plane horizontal dan paralel pada lantai. (2) Image reseptor diletakkan datar kedalam mulut ke permukaan oklusal dari gigi rahang bawah, dengan axis panjangnya anteroposterior. (3) Tubehead x-ray diposisikan pada midline, melalui titik dagu, pada sudut 45 o dari image reseptor (gamabr 2.10).

30 A B C Gambar 2.10 A Diagram yang menunjukkan posisi dari image reseptor (menghadap kebawah) dalam kaitannya dengan lengkung rahang bawah. B Posisi lower 45 o occlusal dari samping. C Diagram yang menunjukkan posisi dari samping (Whaites 2007). 3) Lower oblique occlusal (oblique occlusal) Radiografi lower oblique occlusal menunjukkan gambaran dari glandula salivarius submandibular (Whaites 2007). a) Indikasi klinis utama radiografi lower oblique occlusal, yaitu (Whaites 2007) : (1) Deteksi adanya radiopaque kalkulus dalam glandula salivarius submandibular.

31 (2) Pemeriksaan dari posisi bucco-lingual dari gigi rahang bawah yang tidak erupsi. (3) Evaluasi perbesaran dan perluasan bucco-lingual dari kista, tumor dan lesi tulang lainnya pada bagian posterior dari badan dan sudut dari mandibula. b) Teknik dan posisi radiografi lower oblique occlusal, yaitu (Whaites 2007) : (1) Image reseptor diletakkan datar kedalam mulut ke permukaan oklusal dari gigi rahang bawah, ke sisi yang ingin diperiksa dengan axis panjangnya antero-posterior. (2) Kepala pasien ditopang, kepala dijauhkan dari sisi yang ingin diperiksa dan dagu diangkat. (3) Tubehead x-ray, dengan circular collimator diarahkan keatas dan menuju image reseptor, dari bawah dan belakang sudut dari mandibula dan paralel terhadap permukaan lingual dari mandibular (gambar 2.11). A B

32 C Gambar 2.11 A Diagram yang menunjukkan posisi dari image reseptor (menghadap kebawah) dalam kaitannya dengan lengkung rahang bawah untuk left lower oblique occlusal. B Posisi left lower oblique occlusal dari samping. C Diagram yang menunjukkan posisi dari samping (Whaites 2007). D. Radiografi Bitewing 1. Definisi Teknik ini pertama kali diperkenalkan oleh Raper pada tahun 1925. Pada teknik bitewing digunakan film bitewing yang berukuran 3,2 x 4,1 cm yang sudah diberi tabs dan loops yang dimasukkan ke dalam mulut penderita (Margono 1998). 2. Kegunaan, Keuntungan, dan Kerugian Radiografi Bitewing a. Kegunaan radiografi bitewing Teknik bitewing digunakan untuk mendeteksi karies di permukaan proksimal gigi, mendeteksi penjalaran karies, melihat kondisi jaringan

33 pendukung gigi, melihat resorpsi tulang alveolar, mendeteksi adanya kalkulus pada area interproksimal (Margono 1998). b. Keuntungan radiografi bitewing Keuntungan teknik bitewing adalah bahwa dengan 1 film dapat dipakai untuk memeriksa gigi pada rahang atas dan bawah sekaligus, puncak tulang alveolar mudah terlihat, karies tahap awal lebih cepat terdeteksi, dipakai juga pada pemeriksaan berkala jika diperkirakan bahwa penderita mempunyai insiden karies yang cukup tinggi, dapat digunakan untuk menunjukkan karies sekunder yang berada dibawah tumpatan dan lebih meringankan untuk pasien dengan refleks muntah yang tinggi (Margono 1998). c. Kerugian radiografi bitewing Beberapa kerugian teknik bitewing adalah tidak terlihat regio periapikal, ujung akar, pasien sering sulit mengoklusikan kedua rahang (mulut terlalu terbuka) sehingga puncak tulang alveolar tidak terlihat, dan posisi film holder dapat menyebabkan rasa tidak nyaman bagi pasien (Whaites 2007). 3. Tahapan Umum Dasar teknik bitewing ini adalah teknik kesejajaran yang sedikit dimodifikasi, dengan sudut antara bidang vertikal dengan konus sebesar 0 o 10 o derajat. Pembuatan teknik bitewing ini dipakai alat bite tabs dan bite loops (Margono 1998). Pelaksanan teknik bitewing menggunakan film berukuran 3,2 x 4,1 cm. Apabila film yang dipergunakan ukurannya lebih besar maka harus hati-hati

34 memasukkan ke dalam mulut penderita supaya penderita tidak merasa sakit (Margono 1998). Posisi kepala pada teknik bitewing sama seperti pada pembuatan teknik bidang bagi dan teknik kesejajaran, maka bidang yang perlu diperhatikan adalah bidang vertikal (bidang sagital) harus tegak lurus dengan bidang horizontal dan bidang oklusal harus sejajar dengan bidang horizontal (Margono 1998). Film yang sudah diberi tabs atau loops dimasukkan ke dalam mulut penderita. Film dipegang oleh operator dengan jari telunjuk yang diletakkan pada tab, sedemikian sehingga tab menyentuh permukaan oklusal dari gigi. Penderita diminta menutup mulutnya perlahan-lahan, sementara operator melepaskan jari telunjuknya, dan akhirnya penderita diminta menggigitkan gigi-gigi atas dan bawah sehingga berkontak (gambar 2.12). Ukuran film menentukan hasil dari radiogramnya. Yang terpenting adalah mendapatkan hasil dari radiogram tersebut sampai pada bagian proximalnya tanpa terlihat gambaran rahang (Margono 1998). A Gambar 2.12 Posisi tubehead x-ray untuk left bitewing (Whaites 2007).

BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian eksperimental semu (quasi eksperimental design). B. Identifikasi Variabel 1. Variabel pengaruh : Teknik oklusal dan teknik bitewing. 2. Variabel terpengaruh : Akurasi mendeteksi karies proksimal buatan. C. Populasi dan Sampel Populasi penelitian ini adalah film intraoral dan sampel yang dipergunakan dalam penelitian ini sebanyak 12 sampel. Pengambilan sampel penelitian dilakukan dengan teknik purposive sampling. Teknik purposive sampling merupakan pengambilan sampel dengan maksud atau tujuan tertentu. Objek berupa gigi diambil sebagai sampel karena peneliti menganggap bahwa objek tersebut memiliki informasi yang diperlukan bagi penelitiannya (Sastroasmoro dan Ismael 2011). 35

36 D. Definisi Operasional 1. Akurasi adalah ketepatan mendeteksi adanya karies dengan cara membandingkan sensitivitas dan spesifisitas dari kedua jenis foto tersebut. Cara memeriksa akurasi dengan melihat dan membandingkan hasil foto oklusal dengan hasil foto bitewing pada viewer, kemudian dilihat yang mana dari kedua hasil foto tersebut paling dapat mendeteksi adanya karies proksimal. 2. Radiografi oklusal adalah salah satu teknik radiografi intraoral yang diambil menggunakan dental x-ray set dimana image reseptor (film oklusal 5,7 x 7,6 cm) diletakkan pada oklusal plane. Dengan teknik oklusal dapat diperoleh gambar daerah yang luas dari rahang yang menunjukkan daerah periapikal dari semua gigi dan permukaan proksimal semua gigi posterior. Teknik oklusal yang digunakan untuk rahang atas adalah vertex occlusal sedangkan untuk rahang bawah menggunakan teknik lower 90 0 occlusal (true occlusal). Alat yang digunakan adalah Sirona Heliodent Vario dengan paparan 7 ma dan 70 kv dalam waktu 0,63 s. 3. Radiografi bitewing adalah teknik yang menggunakan film berukuran 3,2 x 4,1 cm yang sudah diberi tabs dan loops yang dimasukkan ke dalam mulut penderita. Foto bitewing diambil dengan teknik paralel menggunakan alat Sirona Heliodent Vario dengan paparan 7 ma dan 70 kv dalam waktu 0,63 s. Dengan teknik bitewing dapat mendeteksi karies di permukaan proksimal gigi dan crest alveolar bone baik pada maksila maupun mandibula pada film yang

37 sama, yang secara klinis tidak dapat dideteksi dan dapat juga melihat kondisi jaringan pendukung gigi dan melihat resorpsi tulang alveolar. 4. Hasil foto rontgen yang baik memperlihatkan penampakan gigi, jaringan sekitar gigi, ruangan pulpa, saluran akar, alveolar crest, periodontal ligament space, dan tulang cancelous dengan kualitas gambar yang baik dan tajam. 5. Karies proksimal atau dikenal juga dengan karies interproksimal terbentuk pada permukaan halus antara batas gigi. Pada penelitian ini dilakukan simulasi karies proksimal pada sampel dengan cara melubangi bagian interproksimal antara batas gigi yang satu dengan gigi tetangganya pada sisi mesial dan distal menggunakan round bur berdiameter 0,9 mm, 1 mm, 1,2 mm dan 1,4 mm. Karies proksimal ini kadang tidak dapat dideteksi secara visual atau manual dengan sebuah explorer gigi sehingga memerlukan pemeriksaan radiografi. Gambaran lesi karies pada rontgen foto terlihat lebih radiolusen daripada email dan dentin pada daerah proksimal. E. Instrumen Penelitian Instrumen penelitian yang digunakan untuk mengetahui perbandingan antara foto oklusal dengan foto bitewing adalah dengan melihat secara visual hasil prossesing rontgen foto oklusal dan foto bitewing pada viewer. Dari kedua foto tersebut manakah yang lebih akurat dalam mendeteksi adanya karies proksimal atau tidak dan detailnya lebih jelas untuk melihat demineralisasi dari gigi. Hasil yang diperoleh kemudian dimasukkan ke dalam tabel.

38 F. Alat dan Bahan Penelitian 1. Dental x-ray 2. Gigi 3. Film oklusal 4. Film bitewing 5. Larutan developer 6. Larutan fixir 7. Handscoon 8. Masker 9. Air 10. Dryer (pengering) 11. Isolasi 12. Karton manila 13. Gunting 14. Viewer 15. Alat tulis 16. Kertas penilaian G. Alur Penelitian Alur penelitian yang dilakukan antara lain : 1. Menentukan dan menetapkan objek penelitian.

39 2. Melubangi objek yang berupa gigi pada bagian interproksimal antara batas gigi yang satu dengan gigi tetangganya menggunakan round bur berdiameter 0,9 mm, 1 mm, 1,2 mm dan 1,4 mm. 3. Menyiapkan film oklusal dan film bitewing. 4. Letakkan film oklusal pada gigi yang terdapat karies proksimal yang sesuai dengan teknik pengambilan foto oklusal. Pada rahang atas menggunakan teknik vertex occlusal sedangkan untuk rahang bawah menggunakan teknik lower 90 0 occlusal (true occlusal). Alat yang digunakan adalah Sirona Heliodent Vario dengan paparan 7 ma dan 70 kv dalam waktu 0,63 s. 5. Lakukan pengambilan gambar. 6. Letakkan film bitewing pada gigi yang terdapat karies proksimal yang sesuai dengan teknik pengambilan foto bitewing. Foto bitewing diambil dengan teknik paralel menggunakan alat Sirona Heliodent Vario dengan paparan 7 ma dan 70 kv dalam waktu 0,63 s. 7. Lakukan pengambilan gambar. 8. Selanjutnya dilakukan proses developing pada masing-masing film. 9. Langkah selanjutnya dilakukan pembilasan dengan air. 10. Dilanjutkan proses fixir. 11. Pembilasan dengan air mengalir. 12. Proses pengeringan. 13. Hasil radiografi yang didapat dilihat dengan viewer.