JAMINAN PEMELIHARAAN KESEHATAN (JPK) SEBAGAI SISTEM PENDANAAN KESEHATAN MASYARAKAT DI MASA DEPAN

dokumen-dokumen yang mirip
Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat ( JPKM) : Strategi Aksesitas Pelayanan Kesehatan Di Masa Depan. Henni Djuhaeni

POTENSI PARTISIPASI MASYARAKAT MENUJU PELAKSANAAN JAMINAN KESEHATAN DALAM RANGKA UNIVERSAL COVERAGE DI KOTA BANDUNG

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam pembiayaan kesehatan melalui pengenalan asuransi kesehatan nasional.

BAB I PENDAHULUAN. Keadaan sehat dan sejahtera adalah hak setiap warga negara. Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan sebagai salah satu upaya pembangunan nasional

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peranan yang amat vital untuk penyelenggaraan pelayanan kesehatan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Analisis perencanaan..., Ayu Aprillia Paramitha Krisnayana Putri, FE UI, Universitas Indonesia

Konsep JPKM dan Penyelenggaraannya. dr. Sunarto, M.Kes

Peran Parlemen dalam Implementasi SJSN- BPJS

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Dr. Bondan Agus Suryanto, SE, MA., AAK

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi produktifitas. Oleh karena itu, seluruh penduduk atau masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang harus dipenuhi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kesehatan merupakan hak asasi manusia yang harus dilindungi dan

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan sasaran Milenium Development Goals (MDGs) telah menunjukkan menjadi 23 per 1000 kelahiran hidup (BAPPENAS, 2010).

Tabel 1. Perbandingan Belanja Kesehatan di Negara ASEAN

BAB I PENDAHULUAN. salah satu indikator keberhasilan pembangunan, ditopang oleh tiga sektor penting,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 Pendahuluan. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Kesehatan merupakan kebutuhan mendasar dari setiap manusia

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan adalah hak asasi manusia dan sekaligus investasi untuk

JURNAL MANAJEMEN PELAYANAN KESEHATAN

BAB 1 PENDAHULUAN. kepada pandangan terhadap konsep sehat dengan perspektif yang lebih luas. Luasnya

Sistem Jaminan Sosial, Peluang dan Tantangan

BELANJA FUNGSI KESEHATAN DALAM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA (APBN)

Keunggulan komparatif (comparative advantage) suatu wilayah terdiri dari. sumber daya alam (SDA), sumber daya manusia (SDM), kapital serta ilmu

Hasil Diskusi Peluang dan Tantangan Daerah Menyongsong Kebijakan Pelaksanaan Sistem Jaminan Kesehatan Nasional. 7-8 Desember 2012 Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN. setelah krisis ekonomi melanda Indonesi tahun 1997/1998. Sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. derajat kesehatan negara tersebut buruk. Hal ini disebabkan ibu hamil dan bersalin

BAB II DESKRIPSI UMUM OBJEK PENELITIAN

KONTRIBUSI KB DALAM PENINGKATAN HDI PROVINSI DIY. Oleh ASISTEN PEMERINTAHAN DAN KESRA

DALAM SISTEM. Yulita Hendrartini

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan adalah hak asasi setiap individu, hal ini dinyatakan dalam organisasi

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan fisik maupun mental. Keadaan kesehatan seseorang akan dapat

BAB I PENDAHULUAN. baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi dalam daerah tersebut

OPSI ALTERNATIF: PERCEPATAN CAKUPAN SEMESTA ASURANSI KESEHATAN SOSIAL DI INDONESIA*

ESENSI DAN UPDATE RENCANA PENYELENGGARAAN BPJS KESEHATAN 1 JANUARI 2014

BAB 27 PENINGKATAN AKSES MASYARAKAT TERHADAP LAYANAN KESEHATAN YANG LEBIH BERKUALITAS

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu hal yang sangat penting bagi manusia, perlu diketahui

KOMITMEN MASYARAKAT INTERNASIONAL TERHADAP PENDIDIKAN KEAKSARAAN

BAB II GAMBARAN UMUM PROGRAM JAMINAN KESEHATAN NASIONAL (JKN) DI INDONESIA. bisa datang ketika kita masih produktif, berpenghasilan cukup,

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan, dan aspek-aspek lainnya. Aspek-aspek ini saling berkaitan satu dengan

Jaminan Kesehatan untuk Semua? Tantangan Pembiayaan Kesehatan di Indonesia

BAB 27 PENINGKATAN AKSES MASYARAKAT TERHADAP KESEHATAN YANG LEBIH BERKUALITAS

BAB I PENDAHULUAN. Upaya pemerintah Indonesia dalam memberikan kesejahteraan kepada

PEMBAHAS DALAM FORUM NASIONAL KEBIJAKAN PEMBIAYAAN KESEHATAN DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. daya yang mendukung untuk kualitas hidup masyarakatnya. Dalam meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

HUBUNGAN KESEHATAN DAN KEMISKINAN

BAB I PENDAHULUAN. (WHO, 2015). Sedangkan kesehatan menurut Undang Undang No. 36 Tahun 2009

BAB I PENDAHULUAN. investasi dan hak asasi manusia, sehingga meningkatnya derajat kesehatan

MASA DEPAN LULUSAN PENDIDIKAN DOKTER DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Pelayanan kesehatan yang baik merupakan kebutuhan bagi setiap orang.

Kebijakan Pemerintah Daerah dalam Perluasan cakupan peserta dan peningkatan kolektabilitas Iuran Jamsos Bid. Ketenagakerjaan

BAB I PENDAHULUAN. pemenuhan hak-hak sipil dan kebutuhan hajat hidup orang banyak itu harus atau

BAB I PENDAHULUAN. Dengan memiliki jaminan kesehatan setiap warga negara berhak mendapat

BAB 1 PENDAHULUAN. serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Pasal 34 ayat 2 menyebutkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab ini, penulis akan menguraikan latar belakang penelitian, rumusan masalah,

BAB I PENDAHULUAN. masalah infrastruktur yang belum merata dan kurang memadai. Kedua, distribusi yang

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang

Kata kunci : Kebijakan Kesehatan, Jampersal, Angka Kematian Ibu (AKI)

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh Konstitusi Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO 1948), Undang-Undang Dasar

II. PERUMUSAN MASALAH Berdasarkan batasan masalah di atas adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimanakah pelaksanaan

BAB III BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL KESEHATAN. menurut Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 dan Undang-undang Nomor

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan daerah lain di pulau Jawa yang merupakan pusat dari pembangunan

Oleh : WAHYU D. SAPUTRO

PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia yang ditetapkan

KOMUNIKASI DATA ELEKTRONIK PROGRAM JAMKESTA DIY. amkesos

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sudah menjadi kodrat manusia untuk hidup dengan bersosialisasi dalam

swasta serta tunjangan kesehatan perusahaan masing-masing sebesar 1,7% (Depkes RI, 2013). Provinsi Aceh menempati ranking tertinggi dalam coverage

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tentang implementasi kebijakan transisi dari jaminan kesehatan daerah (Jamkesda)

BAB 1 : PENDAHULUAN. mampu berperan sebagai pelaku dalam pembangunan kesehatan untuk menjaga, memelihara, dan

menikah di usia muda di Indonesia dengan usia tahun pada tahun 2010 lebih dari wanita muda berusia tahun di Indonesia sudah

Daya Saing Global Indonesia versi World Economic Forum (WEF) 1. Tulus Tambunan Kadin Indonesia

Rencana Strategis Bidang Kesehatan Berkaitan dengan Program Lintas Sektor

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan dengan tujuan menjamin kesehatan bagi seluruh rakyat untuk memperoleh

BAB 1 PENDAHULUAN. mengamanatkan bahwa jaminan kesehatan bagi masyarakat, khususnya

PENDAHULUAN. hidup yang layak dibutuhkan pendidikan. Pendidikan dan kesehatan secara. dan merupakan jantung dari pembangunan. Negara-negara berkembang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Dr Gede Subawa. M. Kes. AAAK

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar (yang selanjutnya disebut UUD) 1945

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. hidup di dunia ini, dan pembangunan kesehatan pada dasarnya menyangkut kesehatan fisik

BAB 1 PENDAHULUAN. Angka kematian ibu (AKI) mengacu pada jumlah wanita yang meninggal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional

Dillemma Iuran : Nominal vs Prosentasi dalam Sistem Jaminan Kesehatan

BAB I BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

PENGELOLAAN, MONITORING DAN EVALUASI ASET JAMINAN SOSIAL KESEHATAN PADA BPJS KESEHATAN. bpjs-kesehatan.go.id

BAB I PENDAHULUAN. (GSI), safe motherhood, program Jaminan Persalinan (Jampersal) hingga program

BAB I PENDAHULUAN. multidimensi, yang berkaitan dengan aspek sosial, ekonomi, budaya, dan aspek. hidupnya sampai suatu taraf yang dianggap manusiawi.

BAB I PENDAHULUAN. merupakan lanjutan dari Restitutie Regeling tahun Pada tahun 1985

Perlu Tekad Baja Untuk Jaminan Sosial

Evaluasi Lembaga Asuransi Kesehatan Berdasarkan Data SUSENAS. Budi Hidayat, SKM, MPPM,Ph.D Dr. Sigit Riyarto, M.Kes

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Transkripsi:

JAMINAN PEMELIHARAAN KESEHATAN (JPK) SEBAGAI SISTEM PENDANAAN KESEHATAN MASYARAKAT DI MASA DEPAN Oleh: HENNI DJUHAENI SEMINAR JAMINAN PEMELIHARAAN KESEHATAN MASYARAKAT KABUPATEN BANDUNG Januari 2007

1 Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (Jpk) Sebagai Sistem Pendanaan Kesehatan Masyarakat Di Masa Depan Henni Djuhaeni I. Pendahuluan Pada tahun 1999, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia berada pada peringkat 103 dari 191 negara (WHO, 2000; UNDP, 2004) dan turun menjadi peringkat ke112 pada saat ini. IPM ditentukan oleh tiga indikator yaitu pertama, indikator kesehatan yang diukur dari umur harapan hidup (UHH), angka kesakitan serta angka kematian ibu (AKI), kematian bayi dan anak bawah lima tahun (AKB), kedua, indikator pendidikan yang diukur dari angka melek huruf dan tingkat pendidikan serta ketiga adalah indikator ekonomi yang diukur dari pendapatan perkapita. Walaupun telah terjadi penurunan AKI dan AKB serta peningkatan UHH namun Indonesia masih jauh tertinggal bila dibandingkan dengan beberapa negara Asia lainnya. Tingkat kesehatan masyarakat diperburuk oleh adanya krisis multidimensi; khusus dalam bidang kesehatan antara lain terjadi transisi epidemiologis yang menyebabkan Indonesia mengalami beban ganda penyakit atau double burden of diseases, yaitu saat masalah penyakit infeksi belum hilang, sudah muncul masalah penyakit degeneratif misalnya penyakit jantung yang memerlukan biaya besar, sementara dipihak lain, pembiayaan kesehatan masih tetap merupakan masalah yang belum terselesaikan. Ada dua masalah pembiayaan kesehatan di Indonesia yang merupakan isyu penting pada saat ini dan sangat dirasakan akibatnya oleh masyarakat yaitu disatu pihak biaya kesehatan semakin mahal, dipihak lain adanya keterbatasan anggaran pemerintah untuk kesehatan. Dengan demikian sebagian besar biaya kesehatan (70 %) ditanggung oleh masyarakat dan dari biaya tersebut 85 % dibayar secara langsung oleh masyarakat dari kantong sendiri dan hanya sebagian kecil (sekitar 15 %) saja dibayar melalui asuransi. Akibatnya

2 masyarakat harus 1 menyediakan dana tunai apabila mereka memerlukan pemeliharaan kesehatan dan bagi yang tidak mampu menyediakan dana tunai, mereka tidak akan akses atau mendapatkan pelayanan kesehatan. Dampaknya adalah meningkatnya kejadian sakit yang diikuti kematian. Hal ini berpengaruh terhadap derajat kesehatan masyarakat yaitu menjadi semakin buruk, Sumber Daya Manusia yang dihasilkan sangat lemah, padahal keberhasilan pembangunan suatu Negara sangat ditentukan oleh Sumber Daya Manusia (SDM) yang merupakan asset atau modal pembangunan. Sumber daya alam yang melimpah tidak akan berarti apa-apa tanpa SDM yang sehat, handal, mandiri dan mampu bersaing di era global. Dinegara maju khususnya Jerman, Inggris, Belanda, Kanada, Amerika dan beberapa negara di Asia misalnya Jepang, pembiayaan melalui asuransi merupakan jalan keluar dari masalah pembiayaan kesehatan yang ada. Dibanding dengan negara maju lainnya, asuransi kesehatan di Amerika Serikat boleh dikatakan kurang berhasil karena hanya mencakup 70% penduduk. Hal ini terjadi karena asuransi kesehatan yang dilaksanakan bersifat komersial dan membuka peluang persaingan diantara berbagai perusahaan asuransi yang jumlahnya banyak, sehingga partisipasi masyarakat terpecah-pecah, akibatnya hukum jumlah besar tidak tercapai. Sistem di Inggris dan Kanada lebih ideal, namun tampaknya akan sulit dijalankan di Indonesia karena peran pemerintah sangat besar sedangkan saat ini keadaan keuangan negara belum memungkinkan. Asuransi kesehatan sosial seperti yang dijalankan di Jerman lebih memungkinkan untuk diterapkan di Indonesia karena premi dibayar secara proporsional berdasarkan persentase pendapatan dan akan lebih cocok dengan budaya gotong royong masyarakat Indonesia. Di Asia, walaupun cakupan belum 100% namun beberapa negara telah menunjukkan peningkatan cakupan asuransi seperti Filippina (48 %) dan Thailand (65 %), sedangkan Indonesia dalam kurun waktu lebih dari 30 tahun baru mencapai 14,8 % (DepKes 2000). Keadaan ini belum jelas apakah disebabkan karena faktor daya beli atau masyarakat belum mau untuk ikut dalam Dibawakan pada Seminar Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Kabupaten Bandung Januari 2007

3 program asuransi kesehatan, apapun penyebabnya, keadaan ini harus menjadi pemikiran kita semua. II. Fenomena Asuransi Kesehatan di Kabupaten Bandung Menurut laporan tahunan Kabupaten Bandung dari tahun ketahun persentase anggaran Pemerintah Daerah (PEMDA) Kabupaten Bandung fluktuatif walaupun cenderung mengalami kenaikan, yaitu 5,8% (2002), 4,38% (2004) dan 7,04% (2004). Jika dilihat dari aspek sumberdana, sebagian besar (90,01%) masyarakat mendanai sendiri kesehatannya dan hanya sebagian Kecil (9,99 %) melalui asuransi. Dipihak lain, berkembangnya teknologi tinggi dalam bidang kesehatan dan kedokteran menyebabkan biaya kesehatan semakin mahal sehingga tidak terjadi akses terhadap pelayanan kesehatan dan masyarakat terlambat mendapatkan pertolongan karena tidak mempunyai dana tunai yang cukup, akibatnya angka kejadian penyakit yang dapat dicegah dan diobatipun dalam kurun waktu 3 tahun hampir tidak berubah. Sebagai contoh: penurunan Angka Kematian Bayi (AKB) di Kabupaten Bandung dari tahun 2003 (47,7%) hanya menurun sebesar 8,45 % pada tahun 2005 (39,25%), bahkan untuk kasus gizi kurang 10,94% (2003) meningkat menjadi 11,27% (2005) serta gizi buruk meningkat dari 0,67% (2003) menjadi 0,91% (2005), boleh dikatakan relatif tetap dan cenderung meningkat. Oleh karena itu perlu dilakukan berbagai upaya tindak lanjut sebagai salah satu jalan pemecahan masalah yang ada. III. Upaya Tindak Lanjut Sebagai upaya tindak lanjut penyelesaian masalah, perlu dilakukan beberapa langkah kegiatan serta pengenalan dan pemahaman Undang-undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang akan diterapkan di Indonesia sebagai berikut: 1. Pemilihan Sasaran Sasaran ditentukan terlebih dahulu sehingga tidak terjadi duplikasi anggaran serta akan lebih efisien. Dengan demikian, kita bagi masyarakat menjadi masyarakat miskin yang harus ditanggung pemerintah, masyarakat

4 pekerja informal serta masyarakat yang mampu mendanai sendiri kesehatannya. 2. Kebijakan Pemerintah Pemerintah telah mengeluarkan Undang-undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang pelaksanaannya akan dilakukan secara bertahap dalam kurun waktu 30 tahun, dimulai dengan asuransi kelompok (Thabrany, 2004). Dengan adanya undang-undang ini, asuransi kesehatan akan dilaksanakan secara wajib dan bagi masyarakat yang mampu dapat juga mengikuti asuransi kesehatan lainnya yang sifatnya komersial. Saat ini sebetulnya Pemerintah sedang menjalankan sistem asuransi melalui program dana subsidi Bahan Bakar Minyak (subsidi BBM) bagi masyarakat miskin, namun sosialisasinya kurang begitu tepat sehingga masyarakat mempunyai anggapan pengobatan gratis. Keadaan ini justru meningkatkan jumlah angka masyarakat miskin dalam waktu singkat, contohnya: jumlah masyarakat miskin di Kota Bandung pada bulan Desember 2006 adalah 11 % meningkat tajam pada menjadi 15% pada bulan Januari 2007 setelah Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) diterima oleh daerah yang mana tercantum dana bagi masyarakat miskin tersebut yang perhitungannya berdasarkan jumlah masyarakat miskin di suatu daerah. 3. Tiga pilar Pembangunan dari SJSN Tiga Pilar Pembangunan pada hakekatnya merupakan jenis asuransi, jenis jaminan serta sasaran yang kesemuanya itu bertujuan untuk memenuhi kebutuhan yang layak akan kesehatan seperti yang akan dijelaskan berikut ini: Pilar yang pertama adalah bantuan sosial (social assistance) yang ditujukan (sasaran) bagi masyarakat miskin/ tidak mampu/ berpenghasilan tidak tetap. Diharapkan dengan adanya pendanaan ini, kebutuhan dasar yang layak ditinjau dari kacamata pemerintah maupun penyelenggara kesehatan (need) dapat dipenuhi secara optimal.

5 Pilar yang kedua adalah asuransi sosial (social health insurance) yang merupakan asuransi wajib dengan sasaran seluruh penduduk yang berpenghasilan. Pilar ini juga bertujuan untuk memenuhi kebutuhan dasar yang layak ditinjau dari segi penyelenggara pelayanan kesehatan. Pilar yang ketiga adalah supplemen dengan jaminan kesejahteraan yang lebih besar dan lengkap serta bersifat private serta bertujuan untuk pemenuhan kebutuhan sesuai keinginan dan kemampuan keuangannya. 4. Asuransi Kesehatan Sosial Undang-undang SJSN menyebutkan bahwa, asuransi yang akan dijalankan merupakan asuransi sosial yaitu asuransi yang bersifat wajib, dengan iuran premi berdasarkan persentase pendapatan sedangkan bagi masyarakat miskin, preminya dibayar oleh pemerintah yang merupakan perwujudan Pembukaan Undang-undang Dasar tahun 45 yaitu masyarakat miskin dibiayai oleh Negara. Badan penyelenggara (Bapel) harus perusahaan yang not for profit, tetapi bukan berarti tidak boleh mengambil keuntungan sama sekali, karena keuntungan yang diperoleh dapat digunakan untuk pengembangan Bapel serta peningkatan mutu layanan asuransi kesehatan. Prinsip dasar dari asuransi sosial diambil dari prinsip solidarity dari German yaitu yang kaya membantu yang miskin; yang muda membantu yang tua; yang sehat membantu yang sakit serta keluarga kecil membantu keluarga besar. Dalam hal ini terjadi azas keadilan serta subsidi silang dalam pendanaan kesehatan karena masyarakat dilayani dengan pelayanan kesehatan yang sama. Dengan demikian, kesejahteraan seluruh masyarakat dapat tercapai secara optimal. 5. Landasan Hukum Ada beberapa landasan hukum yang digunakan dalam penyusunan undang-undang SJSN, yaitu: a. UUD 1945 amandemen Pasal 28H

6 - ayat 1: setiap penduduk berhak atas pelayanan kesehatan - ayat 3: setiap penduduk berhak atas jaminan sosial b. UUD 1945 amandemen Pasal 34 ayat 2 bahwa Negara mengembangkan jaminansosial bagi seluruh rakyat c. UUD 1945 amandemen pasal 34 ayat 3 bahwa Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas kesehatan yang layak d. UU Nomor 3/ 1992 tentang Jamsostek e. PP 69/ 1991 tentang JPK PNS f. UU Nomor 23/ 1992 tentang Kesehatan, khususnya pasal 66 g. UU Nomor 43/ 1999 tentang Pegawai Negeri Sipil h. PP Nomor 28/ 2003 tentang asuransi kesehatan Pegawai Negeri Semua landasan hukum diatas mendukung upaya-upaya penyusunan dan pelaksanaan Undang-undang SJSN. 6. Tujuan dan Manfaat SJSN SJSN memperluas cakupan penduduk yang memiliki jaminan kesehatan yang memenuhi kebutuhan dasar medis yang mana kebutuhan dasar medis ini memungkinkan seseorang hidup dan berproduksi. Dengan demikian, penduduk menjadi produktif dan keadaan ini akan berdampak pada peningkatan pendapatan negara melalui pajak. 7. Prinsip dasar dan Prinsip tambahan Dua macam prinsip yang berlaku dalam pelaksanaan SJSN yaitu: a. Prinsip dasar yang terdiri dari: Prinsip Solidaritas, yaitu suatu prinsip adanya saling membantu diantara dua segmen yang berbeda sehingga terjadi subsidi silang seperti yang kaya membantu yang miskin, yang muda membantu yang tua, yang sehat membantu yang sakit serta keluarga kecil membantu keluarga besar. Dengan prinsip tersebut memungkinkan perluasan cakupan terhadap seluruh penduduk.

7 Prinsip Efisiensi, prinsip ini memungkinkan pelayanan menjadi terkendali karena pelayanan yang diberikan hanya pelayanan yang dibutuhkan saja. Selain itu terjadi juga urun biaya, sehingga tidak dirasakan terlalu berat bagi yang tidak mampu. Prinsip Ekuitas yang berarti bahwa, setiap penduduk harus memperoleh pelayanan sesuai kebutuhan dan kemampuannya. Prinsip Portabilitas yang menunjukkan bahwa, seseorang tidak boleh kehilangan jaminan/ perlindungan. Prinsip nirlaba, tidak mengambil untung namun bukan berarti harus merugi tetapi azas manfaat bagi seluruh pelaku asuransi kesehatan (Bapel, Peserta, Pemberi pelayanan kesehatan serta Pemerintah karena mempunyai penduduk yang sehat dan produktif). b. Prinsip Tambahan yang terdiri dari: Prinsip Responsif yaitu responsif terhadap tuntutan peserta sesuai standar kebutuhan hidup sehingga sifatnya lebih dinamis. Prinsip koordinasi manfaat, dengan adanya prinsip ini diharapkan tidak akan terjadi duplikasi sehingga lebih efisien. 8. Persyaratan agar SJSN berhasil Beberapa persyaratan agar SJSN dapat dilaksanakan secara optimal antara lain sebagai berikut: a. Mendapat dukungan dari pemberi kerja dan organisasi tenaga kerja sehingga program tersebut akan bermanfaat dalam meningkatkan produksi. b. Manfaat cukup layak, jumlah memadai dan bermutu. c. Jumlah iuran cukup memadai.

8 V. Kesimpulan dan Rekomendasi 1. Kesimpulan: Sistem pendanaan kesehatan masih menjadi kendala dalam upaya meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) termasuk di Kabupaten Bandung. Sebagian besar pendanaan kesehatan, berasal dari masyarakat. Sebagian besar dana masyarakat dalam bentuk out of pocket, sehingga harus selalu tersedia dana tunai apabila membutuhkan pelayanan kesehatan. Dengan demikian bila seseorang tidak mempunyai dana tunai maka yang bersangkutan tidak dapat akses terhadap pelayanan kesehatan (no money, no access), akibatnya angka kesakitan dan kematian tetap tinggi sehingga target IPM sulit dicapai. Perhatian pemerintah sudah ada yaitu melalui pelayanan asuransi kesehatan bagi masyarakat miskin (askeskin). Reformasi pendanaan kesehatan harus dijalankan dengan tujuan seluruh masyarakat dapat akses terhadap pelayanan kesehatan. 2. Rekomendasi Lakukan pemutahiran data : angka kesakitan, angka kematian, umur harapan hidup, proporsi sasaran, potensi pendanaan masyarakat untuk asuransi (misal ability to pay dan willingness to pay untuk iuran/ premi jaminan kesehatan) dan lain sebagainya. Persiapkan infrastruktur diseluruh pelaku pendanaan kesehatan Pelaksanaan dilakukan secara bertahap dimulai dari masyarakat yang terorganisir VI. Daftar Pustaka Azwar Azrul. 1996. Pengantar Administrasi Kesehatan, Edisi Ketiga, Jakarta : Binarupa Aksara. Basa. R. 2002. Social Health Insurance System in Phillipine. Executive meeting on Development of Social Health Insurance in Indonesia. Jakarta. Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial RI. 2001. Profil Perkembangan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Tahun 2000. Jakarta : Direktorat

9 Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat, Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat. Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial RI. Departemen Kesehatan RI. 2000. JPKM : Pembinaan, Pengembangan dan Pendorongan JPKM. Jakarta. HIAA Health Insurance Association of America, Part A. 1997. Fundamental of Health Insurance, Washington: The association. Kabupaten Bandung. 2003-2005. Laporan Tahunan. Murti Bhisma. 2000. Dasar-dasar Asuransi Kesehatan, Jakarta: Kanisius. Pongpingsut Yongudomsuk. 2002. Thailand Health Insurance System; Executive meeting on Development of Social Health Insurance in Indonesia. Jakarta. Stierle F. 2002. Social Health Insurance, Concept Advantages Prerequisites. Executive meeting on Development of Social Health Insurance in Indonesia. Jakarta. Sulastomo. 2002. Asuransi Kesehatan Sosial : RajaGrafindo Persada. 9. Sebuah Pilihan. Jakarta: PT Thabrany Hasbullah. 2003. Social Health Insurance Implementation in Indonesia. Executive meeting on Development of Social Health Insurance in Indonesia. Jakarta. Thabrany Hasbullah. 2005. Pendanaan Kesehatan dan Alternatif Mobilisasi Dana Kesehatan di Indonesia. Ed. 1. Jakarta: RajaGrafindo Persada. UNDP. 2004. Human Development Report. (Online) http://www.hdr.undp.org/ Statistic/data/ Chy/Chy-f-idn.html. World Health Organization. 2000. The World Health Report. Health Systems : Improving Performance. Geneva: WHO. World Health Organization. 2005. Health Situation in the South-east Asia region, 1998-2000. (online) Available from http://w3.whosea.org/ health_situt_98-00/c4n14.htm: 4 (accessed 30 August 2005).