BAB III GAMBARAN DATA PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI. karena sumber-sumber penerimaan yang lain, selain pajak seperti pendapatan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM ) bebas yang menyeluruh (global). Negara Indonesia berusaha segiat-giatnya

BAB III PEMBAHASAN TENTANG PENERAPAN PENGHITUNGAN, PEYETORAN, DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 ATAS WAJIB PAJAK BADAN.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. pajak, diantaranya pengertian pajak yang dikemukakan oleh Prof. Dr. P. J. A. Adriani

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 ayat 1:

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pajak. Pajak adalah suatu kewajiban kenegaraan dan pengapdiaan peran aktif

BAB II KAJIAN PUSTAKA

MINGGU PERTAMA KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA. karangan Prof. Dr. Mardiasmo (2011:1) pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara

Kewajiban yang harus dipenuhi oleh wajib pajak badan setelah memperoleh NPWP

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN (UU KUP)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG

BAB II KERANGKA TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Pajak merupakan komponen yang sangat penting dalam keberlangsungan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pembangunan nasional yang berlangsung terus menerus dan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. menurut Rochmat Soemitro, seperti yang dikutip Waluyo (2008:3)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SURAT SETORAN PAJAK PETUNJUK PENGISIAN SSP. 25 April STIE Widya Praja Tanah Grogot

BAB II KAJIAN PUSTAKAN DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Rochmat Soemitro (Mardiasmo 2011:1), Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Definisi Pajak menurut undang-undang No.16 tahun 2009 tentang. perubahan keempat atas undang undang No. 6 tahun 1983 tentang

UU 10/1994, PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1991

BAB II LANDASAN TEORITIS. 2.1 Pengertian dan Fungsi Pajak Penghasilan. 1. Pengertian Pajak Penghasilan (PPh)

BAB II KAJIAN PUSTAKA tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah. badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang dengan tidak

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri

BAB II LANDASAN TEORI. bukunya Mardiasmo (2011 : 1) :

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH definisi pajak yaitu iuran rakyat

PENGERTIAN DAN DEFINISI CIRI CIRI YANG MELEKAT PADA DEFINISI PAJAK ISTILAH-ISTILAH PERPAJAKAN

PENUNJUKAN BENDAHARA SEBAGAI PEMOTONG/PEMUNGUT PAJAK PAJAK NEGARA BAB I

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pajak menurut Undang-undang adalah:

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PAJAK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN BAB I KETENTUAN UMUM.

I. PENDAHULUAN MAKSUD DAN TUJUAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN Ditetapkan tanggal 17 Juli 2007 KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

Amir Hidayatulloh, S.E., M.Sc Prodi Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Ahmad Dahlan

PERSANDINGAN SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN BESERTA PERATURAN-PERATURAN PELAKSANAANNYA

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Prof. Dr. P.J.A. Adriani, Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara

BAB II KAJIAN PUSTAKA. mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan

BAB II LANDASAN TEORI / PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Pengertian bank menurut Pasal 1 Undang-undang No.10 Tahun 1998

BAB II LANDASAN TEORI. pajak berdasarkan Undang-Undang No.28 Tahun 2007 tentang. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yaitu sebagai berikut:

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN

BAB II LANDASAN TEORI. a. Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H. ( Resmi, 2013) (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapatkan jasa timbal balik

BAB II KAJIAN PUSTAKA. atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang - Undang dengan

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Mardiasmo (2001:118), Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara

BAB II. adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. mempunyai pendapat yang berbeda, antara lain:

PENGANTAR PERPAJAKAN BENDAHARA

PAJAK PENGHASILAN UMUM DAN NORMA PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1994 TENTANG

Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan. Oleh Ruly Wiliandri

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan

Undang-Undang KUP dan Peraturan Pelaksanaannya

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pengertian Pajak sesuai dengan Undang-Undang Ketentuan Umum

EVALUASI MEKANISME PPh PASAL 21 PADA PT AIN TAHUN PAJAK Iramaulina Damanik Rachmat Kurniawan Fharel Hutajulu

OLEH: Yulazri SE. M.Ak. Akt. CPA

BAB 4. Pembahasan Hasil Penelitian

BAB II LANDASAN TEORI

ANALISIS PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN (PPh) PASAL 21 TERHADAP PEGAWAI TETAP DI LINGKUNGAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALANGKARAYA TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI (PKLM)

BAB II KAJIAN PUSTAKA. rakyat ke kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan)

BAB II KAJIAN PUSTAKA. yang satu sama lain pada dasarnya memiliki tujuan yang sama yaitu

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 242/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN DAN PENYETORAN PAJAK

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pengertian pajak menurut Pasal 1 angka 1 UU No.28 Tahun 2007 tentang

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 242/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN DAN PENYETORAN PAJAK

BAB II TINJAUAN TEORITIS. merupakan hal yang paling penting dalam meningkatkan pembangunan nasional dan

Undang-Undang KUP dan Peraturan Pelaksanaannya

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II ` KAJIAN PUSTAKA. orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang,

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Terhadap Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. hewan) yang telah dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP) pada

BAB II LANDASAN TEORI. Pengertian Pajak menurut Resmi (2013) adalah kontribusi wajib kepada negara

KOMPILASI RANCANGAN UNDANG-UNDANG KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN (KUP)

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Rochmat Soemitro yang dikutip oleh Mardiasmo, (2003:1) :

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sendiri, menurut Rochmat Soemitro dalam bukunya Mardiasmo (2011 : 1) :

BAB II BAHAN RUJUKAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2000 TENTANG

BAB II BAHAN RUJUKAN

Transkripsi:

BAB III GAMBARAN DATA PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI A. Pengertian dan Definisi Pajak Pajak sebagai sumber penerimaan negara harus menjadi penerimaan utama karena sumber-sumber penerimaan yang lain, selain pajak seperti pendapatan pengelolaan sumber alam sangat terbatas, bisa berkurang atau bahkan habis. Oleh karena itu kesadaran rakyat membayar pajak harus dikembangkan secara terusmenerus agak pajak nantinya sebagai sumber utama untuk membiayai pembangunan negara ini. Pajak dapat diartikan sebagai iuran atau kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dimana rakyat sebagai pembayar pajak tidak mendapatkan imbalan secara langsung, namun imbalannya adalah pelayanan yang baik oleh Negara baik secara fisik maupun non fisik. Besarnya pajak yang ditetapkan berdasarkan UUD 1945 pasal 23 ayat 2 yang menyatakan bahwa segala penerimaan pajak harus berdasarkan undang undang. Beberapa ahli perpajakan mengemukakan pendapat yang berbeda mengenai pajak, tetapi pada dasarnya pendapat yang dikemukakan tersebut mempunyai maksud dan tujuan yang sama. Diantaranya pengertian pajak yang dikemukakan oleh : a) Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH, menyatakan pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-Undang (yang dapat 30

31 dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal balik (kontra prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk membayar pengeluaran umum. (Waluyo, 2008 : 3) b) Menurut Prof Dr. P.J. Adriani, menyatakan pajak adalah iuran masyarakat kepada kas negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut c) peraturan-peraturan umum atau Undang-Undang dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung ditunjuk dan digunakan adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan. (Thomas, 2010 : 3) d) Pengertian pajak menurut Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 tentang perubahan ketiga atas Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan menyatakan pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi kemakmuran rakyat. (Thomas, 2010 : 4) e) Menurut Prof. Dr. MHJ. Smeets, menyatakan pajak adalah prestasi kepada pemerintah yang terutang melalui norma-norma umum yang dapat dipaksakan, tanpa adanya kontraprestasi yang dapat ditunjukkan dalam hal individual, dimaksudkan untuk membiayai pengeluaran pemerintah. (Waluyo, 2008 : 3)

32 f) Menurut Dr. Soeparman Soemahamidjaja, mengatakan pajak adalah iuran wajib berupa uang atau barang yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasajasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum. (Waluyo, 2008 : 3) Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan menjadi beberapa elemen yang mengandung pengertian pajak, yaitu : 1. Pajak dipungut oleh negara baik Pemerintah pusat maupun daerah berdasarkan Undang-Undang serta aturan pelaksanaannya yang sifatnya dapat dipaksakan. 2. Pemungutan pajak mengisyaratkan adanya alih dana (sumber daya) dari sektor swasta (wajib pajak membayar pajak) ke sektor negara (pemungut pajak). 3. Pemungut pajak diperuntukkan bagi keperluan pembiayaan umum pemerintah dalam rangka menjalankan fungsi pemerintah, baik rutin maupun pembangunan. 4. Tidak ditunjukkan adanya imbalan individual oleh pemerintah terhadap pembayaran pajak yang dilakukan oleh para Wajib Pajak. 5. Selain fungsi budgeter (anggaran) yaitu fungsi mengisi Kas Negara yang diperlukan untuk menutup pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan, pajak juga berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan negara dalam lapangan ekonomi dan sosial.

33 B. Subjek, Objek dan Tarif Pajak 1) Subjek Pajak Pajak Penghasilan dikenakan terhadap Subjek Pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam Tahun Pajak. Yang menjadi Subjek Pajak adalah: a. Orang Pribadi, Bertempat tinggal atau berada di Indonesia - Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak b. Badan, terdiri dari PT, CV, Perseroan lainnya, BUMN/BUMD dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi yang sejenis, lembaga dan bentuk badan lainnya. c. Bentuk Usaha Tetap (BUT), bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, atau badan yang tidak didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia. Subjek Pajak dapat dibedakan menjadi: a) Subjek Pajak dalam negeri yang terdiri dari: Subjek Pajak orang pribadi, yaitu:

34 - Orang pribadi yang bertempat tinggal atau berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, atau - Orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat bertempat tinggal di Indonesia. Subjek Pajak badan, yaitu badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia. Subjek Pajak warisan, yaitu warisan yang belum dibagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak. b) Subjek Pajak luar negeri yang terdiri dari: Subjek Pajak orang pribadi, yaitu orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan. - Menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia. - Dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia. Subjek Pajak badan, yaitu badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang: - Menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.

35 - Dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia. Subjek pajak dalam negeri menjadi Wajib Pajak apabila telah menerima atau memperoleh penghasilan. Sedangkan Subjek Pajak luar negeri sekaligus menjadi Wajib Pajak, sehubungan dengan penghasilan yang diterima dari sumber penghasilan di Indonesia atau diperoleh melalui bentuk usaha tetap di Indonesia. Dengan kata lain, Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang telah memenuhi kewajiban subjektif dan objektif. 2) Objek Pajak Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan. Penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia, maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama dan bentuk apapun. Yang termasuk dalam pengertian penghasilan adalah : a. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang ini.

36 b. Hadiah dari undian atau pekerjaan, dan penghargaan c. Laba usaha d. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta e. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya f. Bunga termasuk premiun, diskonto, dan imbalan lain karena jaminan pengembalian utang g. Deviden dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk deviden dari perusahaan asuransi kepada pemegang polisi, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi h. Royalti i. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta j. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala k. Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah l. Keuntungann karena selisih kurs mata uang asing m. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva n. Premi asuransi o. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas p. Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak.

37 3) Tarif Pajak Sesuai dengan Pasal 17 UU PPh Nomor 36 Tahun 2008, besarnya tarif pajak penghasilan bagi Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri dan bentuk usaha tetap adalah sebagai berikut : Tabel III.1 Tarif Pajak Penghasilan Orang Pribadi Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak Sampai dengan Rp 50.000.000,00 5% Di atas Rp 50.000.000,00 s.d Rp 250.000.000,00 15% Di atas Rp 250.000.000,00 s.d Rp 500.000.000,00 25% Di atas Rp 500.000.000,00 30% Tabel III.2 Jumlah Wajib Pajak Orang Pribadi Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai Dalam 3(tiga) Tahun Terakhir Tahun Jumlah Wajib Pajak 2010 71.557 2011 73.914 2012 76.509 Sumber : Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai, 2013

38 C. Jenis-Jenis Pelunasan Pajak Penghasilan Jenis jenis pelunasan pajak dalam tahun berjalan meliputi : a. Pemotongan Pajak Penghasilan atas gaji/upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran sejenisnya, yang disebut dengan Pajak Penghasilan Pasal 21 yang dibayar oleh pemberi kerja yang terdiri dari orang pribadi atau badan, bendaharawan pemerintah baik pusat maupun daerah, badan dana pensiun atau badan lain seperti Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) atau badan badan lainnya, orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas serta badan yang membayar honorarium atau pembayaran lain kepada jasa tenaga ahli, orang pribadi dengan status subjek pajak luar negeri, peserta pendidikan, pelatihan dan magang, penyelenggara kegiatan baik badan pemerintah, organisasi yang bersifat nasional dan internasional, perkumpulan, orang pribadi serta lembaga lainnya yang menyelenggarakan kegiatan. b. Pemungutan Pajak Penghasilan atas kegiatan impor barang yang disebut dengan Pajak Penghasilan pasal 22 impor. Pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22 dilakukan oleh bendaharawan pemerintah pusat atau daerah, instansi atau lembaga pemerintah dan lembaga lembaga negara lainnya yang berkenaan dengan pembayaran atas penyerahan barang, badan badan tertentu, baik badan pemerintah maupun swasta berkenaan dengan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain, Wajib Pajak badan yang melakukan penjualan barang yang tergolong sangat mewah.

39 c. Pemotongan Pajak Penghasilan yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau hadiah dan penghargaan, selain yang telah dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21 disebut dengan Pajak Penghasilan 23. Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23 ini dilakukan oleh badan Pemerintah, subjek pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, Bentuk Usaha Tetap (BUT), perwakilan perusahaan luar negeri lainnya, wajib pajak orang pribadi dalam negeri tertentu, yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak. d. Pajak penghasilan yang dikenakan atas penghasilan yang diperoleh dari luar negeri oleh wajib pajak dalam negeri disebut dengan Pajak Penghasilan Pasal 24. e. Pembayaran Masa setiap bulan yang disebut dengan Pajak Penghasilan Pasal 25. D. Pajak Penghasilan Pasal 25 1) Definisi Pajak Penghasilan Pasal 25 Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 adalah angsuran Pajak Penghasilan yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak setiap bulan dalam tahun pajak berjalan. Angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 ini juga dapat dijadikan sebagai kredit pajak terhadap pajak yang terutang atas seluruh penghasilan Wajib Pajak pada akhir tahun pajak yang dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan. (Waluyo,2008 : 255)

40 Tujuan dari diberlakukannya Pajak Penghasilan 25 sebagai kredit pajak atau pengurangan pajak dalam perhitungan pajak setahun adalah agar wajib pajak tidak terlalu berat dalam membayar pajak secara sekaligus pada akhir tahun pajak, karena sifat pelunasan pajak untuk mencicil hutang pajaknya. 2) Dasar Hukum Pajak Penghasilan Pasal 25 Dasar hukum Pajak Penghasilan Pasal 25 adalah Undang-Undang No. 7 tahun 1983 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No.7 tahun 1991, Undang-Undang No. 10 tahun 1994 dan Undang-Undang No. 17 tahun 2000, terakhir diubah dengan Undang-Undang No. 36 tahun 2008. Dan juga Keputusan Direktur Jenderal Pajak No. KEP-537/PJ./2000 tentang penghitungan besarnya angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan dalam hal-hal tertentu. Uraian yang mengacu pada pasal 25 Undang-Undang No.36 tahun 2008 tentang perubahan keempat Undang-Undang No.7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (PPh), selanjutnya aturan pelaksanaannya diperbaharui yaitu: a. Keputusan Menteri Keuangan nomor 522/KMK.04/2000 Tanggal 14 Desember 2000 tentang perhitungan besarnya angsuran pajak penghasilan dalam tahun berjalan yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak Baru, Bank, Sewa Guna Usaha dengan Hak Opsi, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah dan Wajib Pajak lainnya termasuk Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu. Keputusan ini telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan nomor 394/KMK.03/2001 terakhir

41 diadakan perubahan kembali dengan Keputusan Menteri Keuangan nomor 84/KMK.03/2002 tanggal 8 Maret 2002. (Waluyo,2008 : 255) b. Keputusan Direktur Jenderal Pajak nomor PER-210/PJ/2001 tanggal 12 Maret 2001 mengatur masalah besarnya pembayaran angsuran bulanan Pajak Penghasilan Pasal 25 dalam masa transisi tahun pajak 2001. (Waluyo,2008 : 255) c. Keputusan Direktur Jenderal Pajak nomor KEP.537/PJ/2000 Tanggal 29 Desember 2000 tentang perhitungan besarnya angsuran pajak dalam tahun berjalan dalam hal-hal tertentu. (Waluyo,2008 : 255) 3) Pelaporan dan Penyetoran Pajak Penghasilan Pasal 25 Tanggal 21 Mei 2008 Direktur Jenderal Pajak telah menerbitkan Peraturan Direktur Jendral Pajak Nomor PER-22/PJ/2008. Peraturan Dirjen ini mengatur tentang tatacara pembayaran dan pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 25. Kalau dicermati sebagian besar isi dari ketentuan ini sebenarnya adalah sekedar kompilasi ketentuan dalam Ketentuan Umum Perpajakan dan Tatacara Perpajakan (KUP) tentang Pajak Penghasilan Pasal 25 yang tersebar di peraturan-peraturan lain. Ketentuan ini juga berdasarkan pada peraturan-peraturan Pemerintah maupun Menteri Keuangan. Beberapa hal penting yang perlu diketahui adalah sebagai berikut : a. Jatuh tempo pembayaran Pajak Penghasilan Pasal 25 adalah tanggal 15 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir. Dalam hal tanggal jatuh tempo bertepatan dengan hari libur, maka pembayaran Pajak Penghasilan

42 Pasal 25 dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.dalam pengertian hari libur termasuk hari Sabtu, hari libur nasional, hari pemilihan umum yang diliburkan dan cuti bersama secara nasional. b. Pembayaran dilakukan di bank persepsi atau bank devisa persepsi atau kantor pos persepsi dengan menggunakan Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi lain. Pengesahan dilakukan oleh pejabat kantor penerima pembayaran atau melalui validasi sistem Modul Penerimaan Negara dengan adanya Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN). c. Wajib Pajak yang melakukan pembayaran dengan validasi Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN) dianggap telah menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Pajak Penghasilan Pasal 25 sesuai dengan tanggal validasi. Ketentuan ini sepertinya bisa diartikan bahwa Wajib Pajak yang telah membayar Pajak Penghasilan Pasal 25 dengan sistem Modul Penerimaan Negara (MPN) tidak perlu lagi melaporkan Surat Setoran Pajak lembar ketiga ke Kantor Pelayanan Pajak. Kalau memang demikian, hal ini merupakan suatu kemajuan yang berarti di mana satu prosedur pelaporan bisa dihilangkan sehingga bisa menghemat biaya administrasi. d. Bagi Wajib Pajak yang Pajak Penghasilan Pasal 25nya nihil, Pajak Penghasilan Pasal 25nya Dollar, dan yang pembayarannya tidak secara online dan tidak mendapat Nilai Transaksi Penerimaan Negara (NTPN), tetap diharuskan melaporkan Surat Setoran Pajak (SSP) lembar ketiganya di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat Wajib Pajak tersebut terdaftar.

43 e. Sanksi keterlambatan pembayaran mengacu kepada Pasal 9 ayat (2a) UU Ketentuan Umum Perpajakan dan Tatacara Perpajakan (KUP) sebesar 2% sebulan atas jumlah pajak yang tidak/kurang bayar, atau terlambat dibayar dihitung sejak tanggal jatuh tempo pembayaran berakhir sampai dengan tanggal dilakukan pembayaran atas pajak yang tidak/kurang bayar. f. Setelah Pajak Penghasilan Pasal 25 yang terutang tersebut dibayar di Kantor Pos atau Bank Persepsi, Wajib Pajak harus melaporkan pembayaran tersebut ke Kantor Pelayanan Pajak Pratama tempat Wajib Pajak terdaftar. Pelaporan pembayaran Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 harus dilakukan dengan menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa pajak penghasilan selambat-lambatnya 20 hari setelah masa pajak berakhir. g. Apabila Surat Pemberitahuan (SPT) Masa tidak disampaikan atau disampaikan tidak sesuai batas waktu sebagaimana dimaksud dengan pasal 3 ayat (3) Undang Undang Nomor 16 Tahun 2009, maka akan dikenakan sanksi administrasi berupa denda untuk SPT Masa sebesar Rp. 100.000,-. h. Sanksi yang tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa adalah kurungan pidana paling lama 1 tahun dan denda sebesar 200% dari pajak terutangnya. Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN) adalah nomor yang tertera pada bukti penerimaan negara yang diterbitkan melalui Modul Penerimaan Negara (MPN).

44 4) Dasar Perhitungan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 Besarnya angsuran pajak dalam tahun berjalan yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk setiap bulan adalah sebesar Pajak Penghasilan (PPh) yang terutang menurut Surat Pemberitahuan (SPT) Pajak Penghasilan tahun pajak yang lalu dikurangi dengan pajak penghasilan yang dipotong dan dipungut (yang tidak bersifat final) serta Pajak Penghasilan (PPh) yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam pasal 21, pasal 22, pasal 23, dan pasal 24 dibagi 12 atau banyak bulan dalam tahun pajak. Dalam pelaksanaan Pajak Penghasilan Pasal 25 mempunyai ketentuan sebagai berikut : a. Setelah mengetahui selisih pajak yang terutang pada tahun yang lalu, maka kita dapat mengetahui besarnya angsuran pajak yang harus dibayar sendiri setiap bulannya pada tahun sekarang yaitu besarnya selisih pajak dibagi 12 atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak. b. Batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Pajak Penghasilan orang pribadi adalah 3 bulan setelah tahun pajak berakhir. Karena dalam hal ini tidak sempat menghitung besarnya angsuran pajak sekarang, maka ditetapkan angsuran pajak bulan-bulan sebelum batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Pajak Penghasilan adalah sama dengan angsuran pajak untuk bulan terakhir dari tahun pajak yang lalu, tetapi tidak boleh dari rata-rata angsuran bulanan tahun pajak yang lalu.

45 c. Angsuran bulanan yang menggunakan Surat Ketetapan Pajak (SKP) dihitung menurut Surat Ketetapan Pajak (SKP) terakhir. d. Dalam hal-hal tertentu Direktorat Jenderal Pajak memberikan wewenang untuk menyelesaikan perhitungan besarnya angsuran pajak yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak dalam tahun berjalan, yang besar angsuran bulanannya mendekati kewajaran. Rumus Pajak Penghasilan Pasal 25 Orang Pribadi PPh Terutang (PPh Pasal 21, 22, 23, 24 tahun lalu) PPh pasal 25 = 12 Contoh : Surat Pemberitahuan (SPT) Pajak Penghasilan Tahun 2012 PT. SENTOSA atas PPh terutang adalah Rp 50.000.000,00- pajak yang telah dipotong atau dipungut oleh pihak ketiga, dan PPh yang terutang atau dibayar di luar negeri dalam tahun 2012 adalah sebagai berikut : Pajak penghasilan yang dipotong pemberi kerja (PPh pasal 21) sebesar Rp 15.000.000,00- Pajak Penghasilan yang dipungut oleh pihak lain (PPh pasal 22) sebesar Rp. 10.000.000,00-

46 Pajak Penghasilan yang dipungut oleh Pihak penyelenggara kegiatan (PPh pasal 23) sebesar Rp. 2.500.000,00- Kredit Pajak Penghasilan Luar Negeri (PPh Pasal 24) sebesar Rp. 7.500.000,00- Angsuran PPh Pasal 25 untuk tahun 2012 adalah : PPh terhutang Rp 50.000.000,00- Kredit Pajak : PPh Pasal 21 Rp 15.000.000,00- PPh Pasal 22 Rp 10.000.000,00- PPh Pasal 23 Rp 2.500.000,00- PPh Pasal 24 Rp 7.500.000,00- Total Kredit Pajak Rp 35.000.000,00- (-) Dasar Perhitungan angsuran Rp 15.000.000,00- Besarnya angsuran pajak yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak setiap bulan (PPh Pasal 25) dalam tahun 2012 adalah : Rp 15.000.000,00- : 12 = Rp 1.250.000,00-

47 5) Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Orang Pribadi Surat Pemberitahuan (SPT) adalah surat yang digunakan oleh Wajib Pajak untuk melaporkan perhitungan dan atau pembayaran pajak, objek pajak, bukan objek pajak, harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan. (Thomas,2010 : 35) Setiap Wajib Pajak harus mengisi Surat Pemberitahuan (SPT) dengan benar, lengkap dan jelas dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan dalam mata uang Rupiah, dan menandatangani serta menyampaikannya ke kantor Direktorat Jenderal Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar. Penandatanganan yang dimaksud dapat dilakukan secara biasa, dengan tanda tangan stempel atau tanda tangan elektronik yang semuanya mempunyai kekuatan hukum yang sama, yang tata cara pelaksanaanya diatur berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. Yang dimaksud dengan benar, lengkap dan jelas dalam mengisi Surat Pemberitahuan adalah : Benar adalah benar dalam perhitungan, termasuk benar dalam penerapan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, dalam penulisan, dan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.

48 Lengkap adalah memuat semua unsur-unsur yang berkaitan dengan objek pajak dan unsur-unsur lain yang harus dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan. Jelas adalah melaporkan asal-usul atau sumber dari objek pajak dan unsurunsur lain yang harus dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan. Wajib Pajak dapat mengambil sendiri Surat Pemberitahuan di tempat yang ditetapkan Direktorat Jenderal Pajak atau mengambil dengan cara lain yang tata cara pelaksanaannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan, atau melalui homepage DJP: http://www.pajak.go.id. 6) Surat Setoran Pajak Surat Setoran Pajak (SSP) adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas negara melalui Kantor Pos dan Bank Persepsi. (Thomas,2010 : 53) berikut : Surat Setoran Pajak dibuat dalam rangkap 5 yang didistribusikan sebagai 1. Untuk arsip wajib pajak. 2. Untuk Kantor Pelayanan Pajak melalui Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN). 3. Untuk dilaporkan oleh wajib pajak ke Kantor Pelayanan Pajak. 4. Untuk arsip Kantor Penerimaan Pembayaran.

49 5. Untuk arsib wajib pajak pungut atau pihak lain. Sanksi untuk keterlambatan pembayaran pajak, dikenakan sanksi denda administrasi bunga 2% (dua persen) sebulan dihitung dari tanggal jatuh tempo pembayaran sampai dengan tanggal pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan. (Thomas,2010 : 53) Satu formulir SSP hanya dapat digunakan untuk pembayaran satu jenis pajak dan untuk satu Masa Pajak atau satu Tahun Pajak/surat ketetapan pajak/surat Tagihan Pajak dengan menggunakan satu Kode Akun Pajak dan satu Kode Jenis Setoran, kecuali Wajib Pajak dengan kriteria tertentu sebagaimana dimaksud dalam Penjelasan Pasal 3 ayat (3a) huruf a Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009, dapat membayar Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk beberapa Masa Pajak dalam satu Surat Setoran Pajak. Kriteria Wajib Pajak yang demikian ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 182/PMK.03/2007.

50 Bagan Prosedur Pelaporan dan Penyetoran SPT Masa PPh Pasal 25 Wajib Pajak Menerima Bukti Pelaporan Yang telah dicap dan di tandatangani Menyerahkan Tanda Bukti Pelaporan Wajib Pajak Petugas KPP memberikan tanda terima pelaporan setelah dicap dan di tandatangani Mengisi SPT Wajib Pajak mengisi SSP dan menyetorkan pajaknya Menerima dan merekam Petugas kpp menerima dan mer petugas kpp menerima dan merekam ssp dari wp Membayar pajak ke bank atau kantor pos Setelah membayar pajak Wajib Pajak melaporkan kembali ke KPP Kantor Pelayanan Pajak Sumber: Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai

BAB IV ANALISIS DAN EVALUASI A. Tatacara Pelaporan dan Penyetoran Surat Pemberitahuan (SPT) Masa Pajak Penghasilan Pasal 25 Orang Pribadi Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai Sebelum penulis membahas tentang tatacara pelaporan dan penyetoran Pajak Penghasilan Pasal 25 orang pribadi terlebih dahulu akan membahas garis besar tentang Pajak Penghasilan Pasal 25, yaitu besarnya angsuran pajak dalam tahun berjalan yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk setiap bulannya adalah sebesar Pajak Penghasilan yang terhutang menurut Surat Pemberitahuan (SPT) tahunan tahun pajak yang lalu dikurang dengan Pajak Penghasilan yang dibayar atau terhutang diluar negeri yang boleh dikreditkan. Angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk bulan-bulan sebelum batas waktu penyampaian surat pemberitahuan pajak penghasilan, sama dengan besarnya angsuran pajak untuk bulan-bulan terakhir dari tahun pajak yang lalu, tidak kurang dari rata-rata angsuran bulanan tahun pajak yang lalu. Penyetoran pajak terhutang untuk Pajak Penghasilan Pasal 25 dibayar ketempat pembayaran selambat-lambatnya tanggal 15 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir. Adapun cara pembayaran sebagai berikut : 51

52 1. Wajib pajak setelah mengisi Surat Setoran Pajak (SSP) dengan lengkap dan benar, kemudian membayar pajak tersebut ke Bank, Kantor Pos dan Giro Persepsi. 2. Petugas penerima pembayaran menerima Surat Setoran Pajak (SSP), meneliti, memberi paraf dan tanggal pembayaran serta cap instansinya. 3. Petugas memberikan Surat Setoran Pajak (SSP) kepada Wajib Pajak yaitu lembar ke-1 dan lembar ke-3 sedangkan lembar ke-2 dikirim ke Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara (KPKN). Apabila Wajib Pajak terlambat untuk membayar pajaknya dikenakan sanksi administrasi bunga 2% dari jumlah pembayaran dan apabila angsuran yang dibayar masih kurang bayar juga dikenakan sanksi administrasi bunga 2% dari kekurangan pembayarannya. Pelaporan Surat Pemberitahuan Masa (SPT) Pajak Penghasilan Pasal 25 orang pribadi yang dalam hal ini SSP lembar ke-3 dilaporkan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau dikirim melalui Pos selambatlambatnya tanggal 20 bulan berikutnya. Pada saat pelaporan Wajib Pajak menyerahkan Surat Setoran Pajak (SSP) lembar ke-1 dan lembar ke-3 kemudian oleh petugas Kantor Pelayanan Pajak tersebut diterima dan direkam serta memberikan tanda terima pelaporan setelah di cap dan ditandatangani oleh petugas Kantor Pelayanan Pajak (KPP). Apabila Surat Pemberitahuan masa Pajak Penghasilan pasal 25 orang pribadi tidak disampaikan atau disampaikan tetapi setelah lewat batas waktu yang telah ditetapkan maka dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp 200.000,-Untuk menagih sanksi

53 administrasi berupa denda dan bunga tersebut Kantor Pelayanan Pajak Pratama dapat menerbitkan Surat Tagihan Pajak (STP). B. Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Terhadap Surat Pemberitahuan (SPT) Masa Pajak Penghasilan Pasal 25 Orang Pribadi Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai Dalam laporan ini yang akan menjadi pembahasan terhadap pengawasan Wajib Pajak adalah data yang berasal dari intern Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai. Berikut ini ppenulis menyajaikan laporan penyampaian Surat Pemberitahuan masa Pajak Penghasilan pasal 25 orang pribadi tahun 2011 pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai. Tabel IV.3 Laporan Penyampaian SPT Masa Pajak Penghasilan Pasal 25 Orang Pribadi Tahun 2012 Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai Bulan WP yang melaporkan SPT Masa Januari 1.127 Februari 2.855 Maret 3.404 April 2.115 Mei 1.732

54 Juni 1.947 Juli 1.687 Agustus 1.769 September 1.826 Oktober 1.714 November 1.640 Desember 1.993 Total 23.809 Sumber KPP Pratama Binjai Dari tabel IV.3 diketahui bahwa Wajib Pajak yang melaporkan SPT Masa PPh Pasal 25 tahun 2012 dengan rata-rata setiap bulan sekitar 1.984 orang. Tetapi tidak semua Wajib Pajak yang terdaftar melaporkan kewajibannya dalam menyampaikan SPT. Hal ini disebabkan karena sebagian Wajib Pajak yang terdaftar seharusnya memiliki kewajiban untuk menyampaikan pajaknya tetapi tidak menjalankannya. Ini dapat terjadi karena sebagian Wajib Pajak yang terdaftar hanya ingin mendapatkan kemudahan dalam kepentingan pribadinya dengan memperoleh NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) tanpa menjalankan kewajibannya sebagai Wajib Pajak. Dari tabel IV.3 dapat dikatakan bahwa tingkat kepatuhan Wajib Pajak menyampaikan SPT Masa Pajak Penghasilan pasal 25 pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai cukup dibilang rendah, ini dapat dilihat dengan jumlah

55 berbeda-beda setiap bulannya oleh Wajib Pajak yang melaporkan SPT Masa Pajak Penghasilan pasal 25. Pelaksanaan pembayaran SPT Masa Pajak Penghasilan pasal 25 orang pribadi sangat penting dalam penerimaan negara disektor pajak. Direktorat Jenderal Pajak telah banyak menerapkan kemudahan-kemudahan dalam prosedur administrasinya. Tetapi masih banyak masyarakat yang tidak patuh akan kewajibannya tersebut. Apabila penyetoran serta pelaporan SPT masa Pajak Penghasilan pasal 25 orang pribadi yang telah dilaksanakan oleh Wajib Pajak diadministrasikan dengan cermat dan bijak akan dapat meningkatkan pendapatan negara sampai dengan batas atau tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai bahaw terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat kesadaran Wajib Pajak dalam menyetorkan serta melaporkan SPT Masa Pajak Penghasilan pasal 25 orang pribadi. Faktor-faktor tersebut meliputi: 1. Kondisi perekonomian yang semakin rendah 2. Wajib Pajak yang bersangkutan meninggal dunia 3. Wajib Pajak yang bersangkutan pindah alamat dan tidak memberitahukan kepada petugas kantor pelayanan pajak 4. Wajib Pajak menunda-nunda dalam menyampaikan SPT masa PPh pasal 25 5. Kesibukan Wajib Pajak yang mengakibatkan Wajib Pajak lupa atau terlambat menjalankan kewajiban perpajakannya

56 6. Usaha yang dijalankan mengalami kebangkrutan atau tidak berjalan lagi 7. Kurangnya kesadaran Wajib Pajak dalam menjalankan kewajiban perpajakannya 8. Penyuluhan Wajib Pajak yang kurang memadai 9. Petugas pajak yang kurang tegas terhadap Wajib Pajak yang tidak atau terlambat memebuhi kewajiban perpajakannya. C. Upaya-Upaya Dalam Meningkatkan Kepatuhan Wajib Pajak Untuk Menyetor dan Melaporkan Pajaknya Adapun upaya-upaya yang dapat dilakukan fiskus dalam meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak untuk menyetor dan melaporkan pajaknya yaitu : 1. Memberikan informasi tentang pajak Sebaiknya informasi yang diberikan kepada masyarakat tidaklah sekedar agar masyarakat mempunyai kesadaran yang tinggi dalam melaksanakan kewajibannya sebagai Wajib Pajak tetapi juga mengenai hak mereka kepada Wajib Pajak dan apa manfaat mereka dalam membayar pajak. Pemberian informasi tentang pajak tidaklah cukup dengan hanya diberikan pada kantor pelayanan pajak saja, tetapi juga disampaikan melalui mediamedia yang mudah didapatkan oleh masyarakat baik media massa maupun media elektronik. 2. Memberikan jasa pelayanan dengan baik kepada Wajib Pajak Pelayanan yang baik kepada masyarakat dapat meningkatkan kesadaran wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.

57 3. Penyuluhan pajak Penyuluhan seputar perpajakan harus sering dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak, misalnya saja dengan menyelenggarakan seminar-seminar dalam memperkenalkan sistem perpajakan yang terbaru dan lebih mudah dipahami.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Pelaksanaan pembayaran Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 orang pribadi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai secara keseluruhan belum berjalan dengan baik. Hal ini terbukti pada tabel IV.3 dengan masih rendahnya kepatuhan dan Wajib Pajak terutama dalam hal pelaksanaan kewajiban perpajakan. 2. Pajak Penghasilan Pasal 25 orang pribadi adalah merupakan pelunasan hutang pajak untuk memenuhi perpajakannya sesuai dengan peraturan dan ketentuan yang berlaku. Selain dipotong atau dipungut oleh pihak lain Wajib Pajak diperkenankan untuk mengangsur pajak yang terhutang di akhir tahun. 3. Dilihat dari jumlah Wajib Pajak yang aktif ternyata masih banyak Wajib Pajak yang tidak melaksanakan kewajiban perpajakannya, namun belum ditindak lanjuti secara optimal. Tanpa adanya pengawasan yang efektif terhadap kewajiban pelaporan sulit diharapkan untuk mencapai hasil-hasil yang memuaskan, karena tingkat kesadaran Wajib Pajak yang masih rendah. 58

59 B. Saran Beberapa saran dari penuli untuk meningkatkan kinerja dalam penetapan Pajak Penghasilan Pasal 25 Orang Pribadi antara lain: 1. Meningkatkan disiplin kerja agar target yang ditetapkan dapat tercapai, sehingga dapat meningkatkan penerimaan Pajak Penghasilan Pasal 25 orang pribadi. 2. Untuk meningkatkan mutu pelayanan dari Kantor Pelayanann Pajak Pratama Binjai, maka diharapkan kualitas Sumber Daya Manusia terutama fiskus harus memadai, sehingga mampu menterjemahkan atau saling tidak memberi penjelasan yang memadai terhadap Undang-Undang dan penerapannya dalam bentuk teknis kepada Wajib Pajak yang membutuhkan penjelasan, bimbingan, penyuluhan dan berkaitan dengan kewajiban perpajakan. 3. Perlunya pengawasan yang efektif untuk menjamin keberhasilan pelaporan diri bagi Wajib Pajak, dan diarahkan untuk mendeteksi kemungkinan adanya pelanggaran lainnya dari kewajiban pelaporan diri bagi Wajib Pajak pindah NPWP. Namun tidak mempersulit Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajibannya. 4. Penyuluhan pajak yang dikombinasikan dengan penerapan sanksi juga perlu mendapat perhatian khusus, melalui kombinasi ini kita menanamkan suatu kesan bahwa pada dasarnya kewajiban pelaporan diri ini adalah untuk kepentingan dan kebaikan Wajib Pajak itu sendiri. Dan diharapkan

60 Wajib Pajak termotivasi agar mau melaksanakan kewajiban perpajakannya sebaik mungkin 5. Meningkatkan sosialisasi mengenai perpajakan khususnya Pajak Penghasilan Pasal 25 orang pribadi kepada masyarakat yang seharusnya melaksanakan kewajiban perpajakannya. 6. Sebaiknya bagi Wajib Pajak yang non efektif tersebut dicari terlebih dahulu mengapa mereka menjadi tidak efektif lagi, ini berguna agar bisa diambil tindakan tegas oleh Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai.

DAFTAR PUSTAKA Fidel, 2008, Pajak Penghasilan, CAROFIN Publishing, Jakarta. Setyawan, Setu, 2009, Perpajakan Indonesia, Umm Press, Malang. Sumarsan, Thomas, 2010, Perpajakan Indonesia, Indeks, Jakarta. Waluyo, 2008, Perpajakan Indonesia, Salemba Empat, Jakarta Wirawan, Rudy, 2007, Pajak Penghasilan, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta Peraturan Perundang-Undangan: Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang- Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata cara Perpajakan. Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan. Keputusan Menteri Keuangan nomor 522/KMK.04/2000 tentang perhitungan besarnya angsuran pajak penghasilan dalam tahun berjalan yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak Baru, Bank, Sewa Guna Usaha dengan Hak Opsi, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah dan Wajib Pajak lainnya termasuk Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu. Keputusan Direktur Jenderal Pajak nomor PER-210/PJ/2001 tentang masalah besarnya pembayaran angsuran bulanan Pajak Penghasilan Pasal 25 dalam masa transisi tahun pajak 2001. Keputusan Direktur Jenderal Pajak nomor KEP.537/PJ/2000 Tanggal 29 Desember 2000 tentang perhitungan besarnya angsuran pajak dalam tahun berjalan dalam hal-hal tertentu. Keputusan Direktur Jendral Pajak Nomor PER-22/PJ/2008 tentang tatacara pembayaran dan pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 25. viii