BAB III KAJIAN REFERENSI DIGITAL DIVIDEND

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II SISTEM SIARAN TV DIGITAL TERESTRIAL 2.1 MODEL BISNIS SISTEM SIARAN TV DIGITAL TERESTRIAL

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA TENTANG

BERITA NEGARA. No.1013, 2012 KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA. Penggunaan Pita Frekuensi Radio 2.3GHz. Layanan Wireless Broadband. Prosedur.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB III PERANCANGAN SFN

TEKNOLOGI & FREKUENSI PENYIARAN MUHAMMAD IRAWAN SAPUTRA, S.I.KOM., M.I.KOM

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Perubahan lingkungan eksternal. 1. Pasar TV analog yang sudah jenuh. 2. Kompetisi dengan sistem penyiaran satelit dan kabel. Perkembangan teknologi

Teknik Multiple Akses FDMA, TDMA, CDMA

UNIVERSITAS INDONESIA PERENCANAAN SPEKTRUM DIGITAL DIVIDEND PADA PITA FREKUENSI ULTRA HIGH FREQUENCY DI WILAYAH PERBATASAN INDONESIA TESIS

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1. Konsep global information village [2]

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Alokasi frekuensi 2300 MHz di Indonesia [4]

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA

BAB II DASAR TEORI. Dasar teori yang mendukung untuk tugas akhir ini adalah teori tentang device atau

Teknologi Seluler. Pertemuan XIV

RANCANGAN PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2012 TENTANG

MIGRASI KE TELEVISI DIGITAL (DTV) DAN PROSPEK PENGEMBANGANNYA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

MAKALAH KOMUNIKASI DIGITAL

BAB I PENDAHULUAN. maka antara satu BTS dengan BTS yang lain frekuensinya akan saling

Multiple Access. Downlink. Handoff. Uplink. Mobile Station Distributed transceivers Cells Different Frequencies or Codes

BERITA NEGARA. No.747, 2011 KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA. Televisi Digital Terestrial. Penyelenggaraan.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB III PERANCANGAN SIMULASI INTERFERENSI DVB-T/H TERHADAP SISTEM ANALOG PAL G

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II JARINGAN GSM. telekomunikasi selular untuk seluruh Eropa oleh ETSI (European

2 c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b perlu menetapkan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika tenta

MODULASI. Ir. Roedi Goernida, MT. Program Studi Sistem Informasi Fakultas Rekayasa Industri Institut Teknologi Telkom Bandung

Pengantar Teknologi Informasi Jaringan (Layer Fisik)

PERSYARATAN TEKNIS ALAT DAN PERANGKAT TELEKOMUNIKASI SUBSCRIBER STATION BERBASIS STANDAR TEKNOLOGI LONG-TERM EVOLUTION

Perkembangan Teknolgi Wireless: Teknologi AMPS Teknologi GSM Teknologi CDMA Teknologi GPRS Teknologi EDGE Teknologi 3G, 3.5G Teknologi HSDPA, HSUPA

BAB I KETENTUAN UMUM Definisi

BAB II JARINGAN LONG TERM EVOLUTION (LTE)

BAB II LANDASAN TEORI

I. Pembahasan. reuse. Inti dari konsep selular adalah konsep frekuensi reuse.

Digital Dividend pada Migrasi TV Analog ke TV Digital Prospek dan Dilema

Agus Setiadi BAB II DASAR TEORI

Apa perbedaan antara teknik multiplex dan teknik multiple access??

CONVERGENCE MEDIA. Toward Knowledge Based Society

DAFTAR ISI. ABSTRAK. i ABSTRACT... ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI.. v DAFTAR GAMBAR. vii DAFTAR TABEL.. viii DAFTAR ISTILAH...

Analisa Sistem DVB-T2 di Lingkungan Hujan Tropis

BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG

# CDMA1900, khususnya kanal 12 untuk 3G/WCDMA. Dengan penataan ulang yang dilakukan oleh pihak regulator berdampak juga terhadap pengguna komunikasi s

Cara Kerja Exciter Pemancar Televisi Analog Channel 39 di LPP (Lembaga Penyiaran Publik) Stasiun Transmisi Joglo Jakarta Barat

KOMUNIKASI DATA SUSMINI INDRIANI LESTARININGATI, M.T

TEKNOLOGI WiMAX untuk Komunikasi Digital Nirkabel Bidang

PERENCANAAN AWAL JARINGAN MULTI PEMANCAR TV DIGITAL BERBASIS PENGUKURAN PROPAGASI RADIO DARI PEMANCAR TUNGGAL

Universal Mobile Telecommunication System

Analisa InterferensiLong Term Evolution terhadap Wifipada FrekuensiUnlicensed

Teknologi & frekuensi Penyiaran. Muhammad Irawan Saputra, S.I.Kom., M.I.Kom

BAB I PENDAHULUAN. Sistem radio digital (Digital Audio Broadcasting, DAB, sekarang ini lazim

BAB II CODE DIVISION MULTIPLE ACCESS. Konsep selular mulai muncul di akhir tahun 1940-an yang digagas oleh

TEKNOLOGI VSAT. Rizky Yugho Saputra. Abstrak. ::

BAB II SISTEM TELEKOMUNIKASI SELULAR UTRA-TDD

Dampak Konvergensi terhadap Regulasi TIK. Khamami Herusantoso Semiloka ISKI Bandung 27 Agustus 2008

SINYAL & MODULASI. Ir. Roedi Goernida, MT. Program Studi Sistem Informasi Fakultas Rekayasa Industri Institut Teknologi Telkom Bandung

SISTEM KOMUNIKASI BEGERAK WHAT TECHNOLOGY ABOUT THIS???

DAFTAR INFORMASI PUBLIK INFORMASI YANG WAJIB TERSEDIA SETIAP SAAT PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI RI TAHUN 2013

Teknik Transmisi Seluler (DTG3G3)

STUDI TENTANG ALOKASI PITA FREKUENSI BWA UNTUK TEKNOLOGI WIMAX TESIS

DATA ANALOG KOMUNIKASI DATA SUSMINI INDRIANI LESTARININGATI, M.T. Transmisi Analog (Analog Transmission) Data Analog Sinyal Analog DATA ANALOG

Dasar-dasar Penyiaran

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

13. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika

BAB I PENDAHULUAN UNIVERSITAS INDONESIA

STUDI KELAYAKAN MIGRASI TV DIGITAL BERBASIS CAKUPAN AREA SIARAN DI BEKASI

REPUBLIK INDONESIA PERATURAN TENTANG MAHA ESA. non-teknis. Lembaran. Indonesia. Nomor 4252); Tambahan. Nomor 3981); Nomor 4485); Nomor 4566);

BAB II TEORI PENUNJANG

Bluetooth. Pertemuan III

IEEE g Sarah Setya Andini, TE Teguh Budi Rahardjo TE Eko Nugraha TE Jurusan Teknik Elektro FT UGM, Yogyakarta

UNIVERSITAS INDONESIA

Simulasi Channel Coding Pada Sistem DVB-C (Digital Video Broadcasting-Cable) dengan Kode Reed Solomon

KINERJA SISTEM OFDM MELALUI KANAL HIGH ALTITUDE PLATFORM STATION (HAPS) LAPORAN TUGAS AKHIR. Oleh: YUDY PUTRA AGUNG NIM :

6.2. Time Division Multiple Access (TDMA)

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2014

Dalam hal ini jarak minimum frequency reuse dapat dicari dengan rumus pendekatan teori sel hexsagonal, yaitu : dimana :

MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA

Latihan Soal dan Pembahasan SOAL A

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2012 TENTANG

LOGO. NATIONAL BROADBAND ECONOMY Strategi: Teknologi, Regulasi dan Pendanaan

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL POS DAN TELEKOMUNIKASI NOMOR : 267 / DIRJEN / 2005 TENTANG

Global System for Mobile Communication ( GSM )

Optimalisasi Network Gain Jaringan Digital melalui Pemanfaatan Kombinasi SFN dan MFN di Pulau Jawa dengan Metode Monte Carlo

TUGAS AKHIR ANALISIS KINERJA ORTHOGONAL FREQUENCY DIVISION MULTIPLEXING PADA SISTEM DVB-T (DIGITAL VIDEO BROADCASTING TERRESTRIAL)

SISTEM KOMUNIKASI S1 TEKNIK TELEKOMUNIKASI SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TELEMATIKA TELKOM PURWOKERTO 2015

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR TAHUN 2013 T E N T A N G

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL POS DAN TELEKOMUNIKASI NOMOR: 95/DIRJEN/2008 TENTANG

Pengenalan Teknologi 4G

TEKNOLOGI JARINGAN AKSES

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DANINFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2012 TENTANG

SISTEM UNTUK MENGAKSES INTERNET

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III PITA FREKUENSI BWA DI BEBERAPA NEGARA YANG TELAH MENGIMPLEMENTASIKAN TEKNOLOGI WIMAX

DAFTAR INFORMASI PUBLIK INFORMASI YANG WAJIB DISEDIAKAN DAN DIUMUMKAN PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA TAHUN 2014

PEMANCAR&PENERIMA RADIO

WIRELESS & MOBILE COMMUNICATION ARSITEKTUR JARINGAN SELULER

Transkripsi:

BAB III KAJIAN REFERENSI DIGITAL DIVIDEND 3.1 UMUM Secara umum digital dividend didefinisikan sebagai spektrum frekuensi radio yang tersedia sebagai hasil dari peralihan sistem penyiaran dari teknologi analog ke teknologi digital secara penuh. Spektrum frekuensi radio yang tersedia tersebut dapat digunakan untuk aplikasi teknologi informasi dan komunikasi. Beberapa aplikasi yang potensial untuk diterapkan dengan memanfaatkan digital dividend antara lain: 1. National Digital Terrestrial Television. Spektrum digital dividend dapat dimanfaatkan untuk layanan penyiaran televisi digital terestrial dengan cakupan wilayah siaran nasional berbasis freeto-air (tidak berbayar). Format siaran bisa dalam Standard Definition (SD) seperti penyiaran televisi analog saat sekarang ini atau High Definition (HD). 2. Local Digital Terrestrial Television. Spektrum digital dividend dapat dimanfaatkan untuk layanan penyiaran televisi digital terestrial dengan cakupan wilayah siaran lokal (komunitas). 3. Spektrum digital dividend dapat dimanfaatkan untuk aplikasi layanan untuk menyediakan layanan penyiaran yang dapat diterima dengan menggunakan mobile handset. 4. Programme Making and Special Events (PMSE) Spektrum frekuensi radio pada pita UHF umumnya digunakan untuk radio microphones, in-ear monitors (IEMs), talkback dan poin-to-point audio links. 5. Cellular/ Access (BWA). Spektrum digital dividend bisa dimanfaatkan untuk layanan seluler atau BWA. Teknologi yang bisa diterapkan antara lain 3G dan pengembangannya, WiMax, dan UMTS. 24 UNIVERSITAS INDONESIA

25 6. Private Radio (PMR) dan Public Access Radio (PAMR). Private Radio (PMR) adalah suatu sistem yang biasa digunakan oleh perusahan-perusahaan taksi, sementara Public Access Radio (PAMR) adalah suatu sistem yang biasa digunakan oleh organisasi-organisasi tertentu, misalnya layanan ambulan. 7. License-exempt Services. Spektrum digital dividend dapat juga digunakan untuk layanan licence exempt seperti aplikasi wireless last-mile (home network), Ultra Wide Band (UWB), safety-of-life applications, transport congestion alleviation, automated buildings, RFIDs, and medical sensors, dan lain-lain. Beberapa pertimbangan pemanfaatan spektrum digital dividend dilihat dari kebutuhan spektrum untuk setiap aplikasi adalah sebagai berikut [9]: 1. National Digital Terrestrial Television. (TV Nasional) Penyelenggara membutuhkan kanal unpaired 8 MHz. Pada umumnya juga penyelenggara menginginkan akses terhadap kanal dengan high-power transmission right dan interference protection right. 2. Local Digital Terrestrial Television (TV Lokal) Ada beberapa metode untuk mengimplementasikan kanal TV Nasional. Salah satu caranya adalah dengan teknologi Add/ Drop. Metode ini bekerja dengan cara menggantikan kanal-kanal program siaran TV Nasional dengan konten lokal pada lokasi-lokasi tertentu. Metode lainnya adalah dengan menggunakan individual low-power transmitter sites untuk melakukan siaran pada komunitas lokalnya, atau dengan menggunakan multipleks dengan cakupan nasional yang dikhususkan untuk TV Lokal yang dimungkinkan dengan menggunakan low-capacity multiplex dengan sistem modulasi Quadrature Phase Shift Keying (QPSK). 3. Kanal 8 MHz sudah cukup untuk implementasi aplikasi dengan jumlah kanal program yang disalurkan dapat mencapai kurang lebih 20 (dua puluh) kanal program. Penyelenggara harus dapat menawarkan

26 layanan dengan cakupan nasional dengan menggunakan metode Single- Frequency Network (SFN) dengan kanal 8 MHz. Metode Multi-Frequency Network (MFN) dapat digunakan jika menginginkan untuk menawarkan konten-konten lokal, tetapi kemungkinan akan interleave dengan layanan lainnya. 4. Programme Making and Special Events (PMSE) Teknologi PMSE dapat interleave dengan layanan Digital Terrestrial Television dan layanan lain yang bukan sistem high-density (seperti selular). 5. Cellular/ Access (BWA) Penyelenggara layanan seluler menginginkan penggunakan kanal paired 5 MHz. Sedangkan BWA lebih fleksibel dalam ukuran kanal yang digunakan, tetapi umumnya kanal yang digunakan adalah kelipatan 5 atau 10 MHz. 6. Private Radio (PMR) dan Public Access Radio (PAMR). Private Radio (PMR). Untuk layanan yang menggunakan video membutukan kanal 8 MHz dan dapat interleave dengan layanan lainnya. 7. License-exempt Services Dianjurkan penggunaan tiga kanal 8 MHz yang dibersihkan secara nasional untuk penggunaan layanan ini, dengan batasan daya sekitar 100 mw, tetapi dimungkinkan juga dapat menggunakan spektrum secara interleave dengan layanan lainnya. Juga dimungkinkan penggunaan layanan ini dengan menggunakan teknik detect and avoid untuk berbagi spektrum frekuensi dengan penggunaan lainnya. 3.2 BATASAN DALAM PEMANFAATAN SPEKTRUM Pemanfaatan spektrum digital dividend sangat bergantung pada persyaratan spektrum yang digunakan, sifat alami transmisinya (misalnya level daya, 2 arah atau 1 arah), dan tingkat interferensi yang diperbolehkan. Sehingga pemanfaatan spektrum digital dividend harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

27 a. Persyaratan spektrum layanan. b. Perlindungan terhadap penggunaan spektrum pada pita frekuensi UHF yang sudah terlebih dahulu ada. c. Batasan penggunaan karena adanya perjanjian internasional untuk penggunaan spektrum di daerah daerah perbatasan (cross border) antar negara. d. Interferensi dengan pengguna spektrum digital dividend lainnya. Tabel 3.1 Persyaratan Potensi Penggunaan Spektrum Digital Dividend [9] Penggunaan Paket Kanal Keterarahan Geografis Keterangan National Digital Multipleks yang Downlink Only Nasional Jumlah kanal 8 MHz Terrestrial diperoleh dari tergantung pada Television beberapa kanal 8 MHz kapasitas dan cakupan Local Digital Terrestrial Television Kanal tunggal 8 MHz Downlink Only Lokal Kanal 1,7 MHz sampai dengan 8 MHz Cellular Kanal paired 5 MHz, diperlukan pemisahan frekuensi secara khusus PMSE Kanal 3,5 MHz sampai dengan 40 MHz Bermacammacam, umunya kanal 200 KHz Downlink Only Nasional Penggunaan beberapa kanal dengan metode MFN dimungkinkan Downlink dan Uplink (membutuhkan pasangan kanal) Downlink dan Uplink (kanal tunggal dengan TDD) Umumnya 1 arah Nasional Nasional Lokal (penggunaan dengan daya rendah) Harus diharmonisasikan secara internasional atau menggunakan frekuensi yang tepisah antara downlink dan uplink Batasan interferensi dengan pengguna spektrum digital dividend lainnya adalah sebagai berikut: a. Co-chanel interference atau interferensi pada kanal yang sama, biasanya terjadi antar penyelenggara pada wilayah geografis yang berbeda. b. Adjacent-channel interference atau interferensi pada kanal yang berdekatan, biasanya terjadi antar penyelenggara pada wilayah geografis yang sama.

28 3.2.1 Proteksi Layanan Digital Terrestrial Television (DTT) pada Kanal yang Sama (co-channel interference) Penggunaan interleaved spectrum untuk layanan-layanan baru dibatasi oleh kebutuhan untuk melindungi multipleks DTT. Salah satu metode yang dapat digunakan adalah dengan pemisahan geografis sebagaimana tercantum pada Tabel 3.2. Secara umum terlihat bahwa pemisahan geografis yang dibutuhkan bervariasi tergantung dari penggunaan spektrum digital dividen yang berbeda- beda. Tabel 3.2 Proteksi layanan DTT dengan Pemisahan Geografis [9] Layanan Layanan Transmitting Receiving Pemisahan Geografis yang Dibutuhkan DTT DTT Umumnya dibutuhkan pemisahan sejauh 130 km antar transmitter untuk meminimalisasi interferensi. Pemisahan sejauh 30 km dibutuhkan untuk transmitter Local DTT dengan daya rendah sampai ke ujung wilayah cakupan muktipleks. DTT Dibutuhkan pemisahan sejauh 18 km antara transmitter dengan ujung wilayah cakupan DTT. DTT Dibutuhkan pemisahan sejauh 18 km antara base stasion dengan ujung wilayah cakupan DTT. Dibutuhkan pemisahan sejauh 650 m antara terminal transmitter pengguna dengan ujung wilayah cakupan DTT. Cellular DTT Dibutuhkan pemisahan sejauh 18 km antara seluler, base station, dan ujung wilayah cakupan DTT. Dibutuhkan pemisahan sejauh 650 m antara terminal transmitter mobile dengan ujung wilayah cakupan DTT. PMSE DTT Dibutuhkan pemisahan sejauh 440 m antara transmitter PMSE dan penerima DTT pada ujung wilayah cakupan DTT Layanan Digital Terrestrial Television (DTT) dipancarluaskan dari stasiun utama dengan menggunakan transmitter yang berdaya tinggi dan stasiun relai yang menggunakan transmitter berdaya rendah. Hal tersebut memberikan dampak yang berbeda sehingga untuk itu diperlukan pemisahan. Tabel 3.3 di bawah ini menjelaskan pemisahan geografis yang dibutuhkan untuk mencegah interferensi yang disebabkan oleh transmisi Digital Terrestrial Television (DTT) pada pengguna spektrum yang baru.

29 Tabel 3.3 Proteksi layanan Lain dari Transmisi DTT dengan Pemisahan Geografis [9] Layanan Layanan Transmiting Receiving Pemisahan Geografis yang Dibutuhkan DTT DTT Umumnya dibutuhkan pemisahan sejauh 130 km antar transmitter untuk meminimalisasi interferensi. Dibutuhkan pemisahan sejauh 80 km antara transmitter DTT berdaya tinggi eksisting dengan ujung wilayah cakupan Local DTT. DTT Umumnya dibutuhkan pemisahan sejauh 35 km antara transmitter DTT berdaya tinggi eksisting dengan terminal mobile multimedia. DTT Umumnya dibutuhkan pemisahan sejauh 180 km antara transmitter DTT berdaya tinggi eksisting dengan base station dan pada umumnya dibutuhkan pemisahan sejauh 70 km dengan terminal penerima pengguna. DTT Cellular Umumnya dibutuhkan pemisahan sejauh 180 km antara transmitter DTT berdaya tinggi eksisting dengan base station seluler dan pada umumnya dibutuhkan pemisahan sejauh 70 km dengan terminal penerima seluler. DTT PMSE Umumnya dibutuhkan pemisahan sejauh 60 km antara transmitter DTT berdaya tinggi eksisting dengan perangkat PMSE. 3.2.2 Proteksi Layanan Digital Terrestrial Television (DTT) pada Kanal yang Berbeda Perangkat penerima DTT (misalnya: Set-Top-Box) sangat rentan terhadap interferensi dari kanal-kanal lain. Gambar 3.1 di bawah ini memperlihatkan sensitivitas penerima DTT dengan sinyal pada kanal yang berdekatan dan kanal lain. Kanal yang berdekatan (n + 1) dan image channel (n + 9) juga mudah terinterferensi pada kanal transmisi.

30 Gambar 3.1 Senstivitas Penerima DTT pada Adjacent Channel dan Image Channel Kerentanan perangkat penerima DTT berarti bahwa jika sebuah lokasi transmitter (untuk layanan DTT atau layanan lainnya) menggunakan kanal yang berdekatan (n + 1) atau image channel (n + 9) maka akan ada area di sekitar lokasi transmitter dimana siaran dari layanan DTT tidak dapat diterima. Kejadian ini dikenal dengan nama hole-punching. Efek hole-punching yang disebabkan karena interferensi image channel lebih banyak dari pada yang disebabkan karena interferensi kanal yang berdekatan. Ilustrasi efek hole-punching terlihat pada Gambar 3.2 dibawah ini.

31 Gambar 3.2 Ilustrasi Efek Hole-Punching Efek Hole-Punching dapat diatasi dengan beberapa metode, antara lain adalah sebagai berikut: 1. Menggunakan pemisahan frekuensi yang mencukupi (guard band) antara interfering transmission yang berbeda. 2. Untuk transmisi DTT yang baru, efek hole-punching tidak akan terjadi jika transmitter DTT yang baru dapat co-located dengan transmitter DTT eksisting, sehingga sinyal pada kanal yang berdekatan (n + 1) atau pada image

32 channel (n + 9) tidak cukup kuat untuk menyebabkan interferensi yang merusak penerimaan sinyal yang diharapkan. 3. Untuk layanan lain dengan lokasi transmitter yang tetap (misalnya base station mobile multimedia), suatu filler station DTT yang diposisikan colocated dengan transmitter penginterferensi dapat mengurangi efek holepunching. 4. Untuk layanan lain dengan transmitter bergerak (misalnya perangkat uplink layanan seluler atau layanan wireless broadband bergerak) solusi dilaksanakan dengan melakukan retransmisi sinyal DTT tidaklah praktis. Pembatasan daya pada transmisi uplink dapat mengurangi kejadian interferensi, tetapi metode pemisahan frekuensi adalah solusi yang kemungkinan dapat meminimalisasi kejadian interferensi pada tingkat yang dapat diterima. 5. Untuk layanan PMSE, sinyal yang ditransmisikan berdaya rendah sehingga tidak akan menyebabkan interferensi. 3.2.3 Interferensi pada Kanal Berdekatan (Adjacent Channel) antara Pengguna Spektrum Digital Dividend yang Berbeda Efek interferensi kanal berdekatan (n + 1) bisa sangat luas terjadi pada setiap penggunaan spektrum digital dividend yang berbeda-beda. Tabel 3.4 di bawah ini menguraikan tentang interferensi kanal berdekatan yang mungkin untuk terjadi. Interferensi yang paling sering terjadi adalah hole-punching yang dihasilkan dari transmitter salah satu pengguna yang berinterferensi dengan pengguna lainnya yang menggunakan kanal berdekatan. Solusi yang mungkin untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan meletakkan transmitter secara co-located. Tetapi solusi tersebut tidak salamanya dapat diterapkan jika melibatkan arsitektur jaringan yang berbeda, misalnya antara jaringan DTT yang berdaya tinggi tetapi tingkat densitasnya rendah dengan jaringan mobile multimedia yang berdensitas tinggi.

33 Tabel 3.4 Interferensi Kanal Berdekatan yang Terjadi Antar Layanan [9] Layanan Layanan Transmiting Receiving Interferensi dan Kemungkinan Solusi DTT DTT Hole-punching pada kanal berdekatan di area sekitar transmitter penyiaran yang berdaya tinggi. Melakukan transmitter co-locating merupakan solusi yang paling memungkinkan untuk diterapkan. DTT Hole-punching pada kanal berdekatan di area sekitar transmitter. Koordinasi lokasi transmitter (misalnya penempatan stasiun filler) akan mengurangi jumlah pengguna yang terkena efek. DTT Transmisi DTT dapat menghalangi penerimaan sinyal wireless broadband yang lemah, yang akan mereduksi cakupan wilayah base station wireless broadband. DTT Cellular Transmisi DTT dapat menghalangi penerimaan sinyal seluler yang lemah, yang akan mereduksi cakupan wilayah base station seluler. DTT PMSE Interferensi dari transmitter DTT pada kanal berdekatan mengakibatkan ada beberapa area yang berada di sekitar transmitter DTT dimana PMSE tidak dapat digunakan. DTT Cellular Hole-punching pada kanal berdekatan di area sekitar transmitter. Koordinasi lokasi transmitter (misalnya penempatan stasiun filler) akan mengurangi jumlah pengguna yang terkena efek. Hole-punching pada kanal berdekatan di area sekitar transmitter. Koordinasi lokasi transmitter akan mengurangi jumlah pengguna yang terkena efek. Transmisi mobile multimedia dapat menghalangi penerimaan sinyal wireless broadband yang lemah, yang akan mereduksi cakupan wilayah base station wireless broadband. Transmisi mobile multimedia dapat menghalangi penerimaan sinyal seluler yang lemah, yang akan mereduksi cakupan wilayah base station seluler. PMSE Interferensi dari transmitter mobile multimedia pada kanal berdekatan mengakibatkan ada beberapa area yang berada di sekitar transmitter mobile multimedia dimana PMSE tidak dapat digunakan. DTT Transmisi dari terminal wireless broadband dapat menimbulkan interferensi dengan penerima DTT yang disetel pada kanal berdekatan. Solusinya adalah dengan pemisahan frekuensi. Cellular Transmisi dari terminal wireless broadband dapat menimbulkan interferensi dengan handset penerima yang berada di sekitar terminal wireless broadband. Solusinya adalah dengan pemisahan frekuensi. Inteferensi yang terjadi adalah antara base station yang ditempatkan secara berdekatan. Jika menggunakan teknologi TDD, 1 base station dapat melakukan transmisi dan pada saat yang bersamaan base station yang lain melakukan penerimaan. Sehingga dalam permasalahan ini memerlukan koordinasi yang intersif (misalnya sinkronisasi siklus transmit/receive dari suatu base station). Inteferensi yang terjadi adalah antara base station yang ditempatkan secara berdekatan. Misalnya jika layanan

34 Layanan Transmiting Layanan Receiving PMSE Interferensi dan Kemungkinan Solusi wireless broadband menggunakan teknologi TDD, base station wireless broadband dapat melakukan transmisi pada saat yang bersamaan dengan base station seluler melakukan penerimaan sinyal yang lemah dari mobile handset. Solusi yang paling memungkinkan adalah dengan pemisahan frekuensi. Interferensi dari transmitter wireless broadband pada kanal berdekatan mengakibatkan ada beberapa area yang berada di sekitar transmitter BWA dimana PMSE tidak dapat digunakan. Cellular DTT Transmisi terminal seluler atau base station dapat menimbulkan interferensi dengan penerima DTT yang disetel pada kanal berdekatan di area sekitar terminal atau base station seluler. Solusinya adalah dengan menggunakan pemisahan frekuensi. Cellular Cellular Transmisi terminal seluler dapat menimbulkan interferensi dengan handset penerima pada kanal berdekatan dan berada di area sekitar terminal seluler. Solusinya adalah dengan menggunakan pemisahan frekuensi. Interferensi yang terjadi antara base station yang ditempatkan berdekatan. Misalnya base station seluler dapat melakukan transmisi pada saat yang bersamaan dengan saat base station wireless broadband melakukan penerimaan sinyal lemah dari terminal pengguna. Solusinya adalah dengan pemisahan frekuensi. Cellular Cellular Disediakan kanal berdekatan baik untuk uplink maupun downlink, sehingga seharusnya tidak terjadi interferensi yang signifikan. Cellular PMSE Interferensi dari base station seluler pada kanal berdekatan mengakibatkan ada beberapa area yang berada di sekitar transmitter seluler dimana PMSE tidak dapat digunakan. PMSE DTT Interferensi dari transmitter DTT pada kanal berdekatan mengakibatkan ada beberapa area yang berada di sekitar transmitter DTT dimana PMSE tidak dapat digunakan. Jika PMSE digunakan di area ini akan mengakibatkan interferensi pada penerimaan sinyal DTT. PMSE PMSE Interferensi dari transmitter mobile multimedia pada kanal berdekatan mengakibatkan ada beberapa area yang berada di sekitar transmitter mobile multimedia dimana PMSE tidak dapat digunakan. Jika PMSE digunakan di area ini akan mengakibatkan interferensi pada penerimaan sinyal mobile multimedia. Interferensi dari transmitter wireless broadband pada kanal berdekatan mengakibatkan ada beberapa area yang berada di sekitar transmitter wireless broadband dimana PMSE tidak dapat digunakan. Jika PMSE digunakan di area ini akan mengakibatkan interferensi pada penerimaan sinyal wireless broadband. PMSE Cellular Interferensi dari base station seluler pada kanal berdekatan mengakibatkan ada beberapa area yang berada di sekitar transmitter seluler dimana PMSE tidak dapat digunakan. Jika PMSE digunakan di area ini akan mengakibatkan interferensi pada penerimaan sinyal seluler.

35 Layanan Layanan Transmiting Receiving Interferensi dan Kemungkinan Solusi PMSE PMSE Tidak ada permasalahan interferensi karena penggunaan lokal dengan daya kecil.