Berpuasa Dan Berhari Raya Bersama Orang Banyak

dokumen-dokumen yang mirip
Penetapan Awal Bulan Ramadhan dan Syawal

Penetapan Awal Ramadhan dan Syawal

E٤٨٤ J٤٧٧ W F : :

: :

Sujud Sahwi. Syaikh Muhammad Shalih Al-Utsaimin. 16 Mei Didownload dari:

Alhamdulillah Was Shalaatu Was Salaamu Alaa Rasuulillah, adapun setelah ini:

Membaca Sebagian Al-Quran Dalam Khutbah Jum'at

Ternyata Hari Jum at itu Istimewa

Khutbah Jum'at. Keutamaan Bulan Sya'ban. Bersama Dakwah 1

SUJUD SAHWI Syaikh Muhammad bin Shalih Al- Utsaimin

HUKUM MENGENAKAN SANDAL DI PEKUBURAN

Memaksimalkan Waktu-Waktu Mustajab Untuk Berdoa

BENARKAH KHUTBAH SHOLAT DUA HARI RAYA DUA KALI

Memperbaiki Kesalahan dalam Bulan Ramadhan

Dosa Bersumpah Dengan Menyebut Selain Allah

MACAM-MACAM AMALAN YANG DISYARIATKAN

Jangan Taati Ulama Dalam Hal Dosa dan Maksiat

Seribu Satu Sebab Kematian Manusia

Dan beribadahlah kepada Rabbmu sampai datang kepadamu yang diyakini (kematian). (Al-Hijr : 99)

Hukum Mengqadha' Puasa Ramadhan

Selain itu hukum wajib atas Khutbah Jum'at, dikarenakan Nabi tidak pernah meninggalkannya. Hal ini termasuk dalam keumuman hadits:

Di antaranya pemahaman tersebut adalah:

Beberapa Kekeliruan Kaum Muslimin Seputar Lailatul Qadar

Wa ba'du: penetapan awal bulan Ramadhan adalah dengan melihat hilal menurut semua ulama, berdasarkan sabda Nabi r:

{??????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????},

Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku`lah beserta orangorang yang ruku (Al Baqarah : 43)

Hadits yang Sangat Lemah Tentang Larangan Berpuasa Ketika Safar

Keutamaan 10 Hari Pertama Dzulhijjah

Puasa Sunah Asyura: Waktu dan Keutamaannya

SHOLAT WITIR (Bagian Tiga : Macam-Macam Sholat Sunnah)

E٤٢ J٣٣ W F : :

Khitan. 1. Sejarah Khitan

Kewajiban Seorang Muslim Terhadap Alquran

Asas Kebangkitan Dunia Islam

Mujasyi bin Mas'ud radhiyallahu 'anhu mengabarkan bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.

Menyambut Idul Adh-ha

Hukum Puasa 6 Hari di Bulan Syawal


MAJLIS TAFSIR AL-QUR AN

UCAPAN SELAMAT HARI RAYA

Definisi, hukum dan tata cara berqurban

Membatalkan Shalat Witir

$! " # %& ' ( ) * &+, -. /0 1 & ! "#$

Kelemahan Hadits-Hadits Tentang Mengusap Muka Dengan Kedua Tangan Sesudah Selesai Berdo'a

Umrah dan Haji Sebagai Penebus Dosa

Cemburu, Bagian Hidup Wanita

: The Prostration of Forgetfulness : Syaikh Muhammad bin Shalih al-utsaimin

Keistimewaan Hari Jumat

Para wanita di bulan ramadhan

Sunah Yang Hilang di Bulan Dzulhijjah

Kekeliruan Sebagian Umat Islam di Bulan Rajab

BAB IV ANALISIS PENDAPAT IMAM MALIK DAN IMAM SHAFI I TERHADAP. A. Komparasi Pendapat Imam Malik dan Imam Shafi i terhadap Ucapan

Tafsir, Keutamaan dan Macam-macamnya

Fidyah. "Dan orang-orang yang tidak mampu berpuasa hendaknya membayar fidyah, dengan memberi makanan seorang miskin." (Al Baqarah : 184)

Keutamaan Bulan Dzulhijjah

ISTILAH-ISTILAH DALAM ILMU HADITS

AL-MAHDI AKHIR ZAMAN

Bantal dan Kasur Yang Melalaikan Shalat Subuh

BEBERAPA MASALAH YANG BERKAITAN DENGAN PUASA RAMADHAN

Nasehat Nan Penuh Kenangan NASEHAT NAN PENUH KENANGAN

ISTRI-ISTRI PENGHUNI SURGA

Fatwa Tentang Tata Cara Shalat Witir. Pertanyaan: Bagaimana tatacara mengerjakan shalat witir yang paling utama? Jawaban: Segala puji bagi Allah I.

Berani Berdusta Atas Nama Nabi? Anda Memesan Sendiri Tempat di Neraka

Waktu, Bilangan dan Cara Pelaksanaan

SEBAB-SEBAB PARA ULAMA BERBEDA PENDAPAT. (Dirangkum dari kitab Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah Raf ul Malaam an Aimatil A laam )

Rasulullah SAW suri teladan yang baik (ke-86)

Hadits Palsu Tentang Keutamaan Memakai Pakaian WOL

Penulis : Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal, M.Sc Dipublikasikan ulang dari

Kekeliruan-Kekeliruan Umat Islam di Hari Jumat

Engkau Bersama Orang Yang Kau Cintai

MENGGAPAI BERKAH IBADAH HAJI DAN IBADAH QURBAN 1438 H/ 2017 M

Isilah 10 Hari Awal Dzul Hijjah dengan Ketaatan

Derajat Hadits Puasa TARWIYAH

[ Indonesia Indonesian

KUMPULAN FATWA. Hukum Membagi Agama Kepada Isi dan Kulit. Penyusun : Syekh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin. Terjemah : Muh. Iqbal Ahmad Gazali

Keutamaan Puasa Enam Hari dibulan Syawal

Hukum-hukum Seputar Tahiyatul Masjid

HUKUM SEPUTAR MAKMUM MASBUQ DAN KEKELIRUAN YANG BERKAITAN DENGANNYA

: :

Surat Untuk Kaum Muslimin

Definisi Khutbah Jumat

INTENSIFIKASI PELAKSANAAN ZAKAT FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA TENTANG

Bab 26 Mengadakan Perjalanan Tentang Masalah Yang Terjadi dan Mengajarkan kepada Keluarganya

Doa Setelah Khatam al-qur`an

Kekhususan Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam Yang Tidak Dimiliki Oleh Umatnya

HADITS SUMBER AJARAN ISLAM KEDUA. Oleh Drs. H. Aceng Kosasih, M. Ag

E٧٦ J٧٣ W F : :

Bukti Cinta Kepada Nabi

MATAN. Karya Syaikh Al Imam Muhammad bin Abdul Wahhab

TAFSIR AL QUR AN UL KARIM

Demikian pula keterangan asy-syaikh Ibnu Baz (Majmu Fatawa Ibnu Baz 13/20).

SHALAT-SHALAT SUNNAH (Ustzh. Dian, S.Ag, M.Ag, Dosen STAI Bina Madani, Tangerang)

Keutamaan Bulan Dzul Hijjah

Ceramah Ramadhan 1433 H/2012 M Orang-orang yang Berhalangan Puasa

Perjalanan Meraih Ridha Ar-Rahman

992. Abdullah bin Umar r.a. berkata, "Rasulullah biasa melakukan i'tikaf pada sepuluh hari yang terakhir dari bulan Ramadhan."

Bismillahirrahmanirrahim

Ramadhan dan Taubat Kepada Allah

Faktor-faktor Pendorong Mengingat Kematian dan Zuhud Terhadap Dunia Kematian bagi setiap manusia adalah sebuah kepastian yang tak mungkin dihindarkan.

PENYULUHAN HUKUM: FIQH QURBAN: KETENTUAN HUKUM TENTANG IBADAH QURBAN. Oleh : Nasrullah, SH., S.Ag., MCL KAMIS, 17 AGUSTUS 2017 JAM

Transkripsi:

Didownload dari http://www.vbaitullah.or.id Berpuasa Dan Berhari Raya Bersama Orang Banyak Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani 24 September 2004 Sehubungan dengan hadirnya bulan suci Ramadhan, bulan penuh barakah yang ditunggu-tunggu segenap umat Islam, dan juga sehubungan dengan akan datangnya Idul Fitri, maka dalam rubrik hadits kali ini kami angkat hadits yang berkaitan dengan masalah puasa Ramadhan dan hari raya Fitri. Untuk kali inipun kami masih mengangkat hadits dari Silsilah al-ahadits aeh-shahihah, karya al-'allamah Syaikh Muhammad Nashiruddin al-albani, juz I no. 224. "(Hari) berpuasa ialah hari ketika kalian semua berpuasa, sedangkan (hari) berbuka puasa ialah hari ketika kalian semua berbuka puasa, dan (hari) ber`idul Adha ialah hari ketika kalian semua berhari raya Adha (melakukan penyembelihan binatang qurban)." 1 Takhrij hadits Hadits ini dikeluarkan oleh Tirmidzi. 1 Beliau (Tirmidzi) mengatakan, "Ini adalah hadits gharib hasan." Saya (Al-Albani) katakan, "Isnadnya jayyid (bagus) semua perawinya tsiqah (terpercaya). 2 Disalin dari majalah As-Sunnah 07/III/1419H hal 7-10. 1 Tihfatil Ahwadzi II/37. 2 Untuk meringkas pembahasan ini, kami (red. vbaitullah) cukupkan sampai di sini. Penjelasan Al- Albani selanjutnya bisa dibaca di kitab beliau, "Silsilah al-ahadits ash-shahihah" no. 224. 1

Seungguhnya ada sebuah hadits yang diriwayatkan secara mauquf (sanadnya terhenti pada) 'Aisyah yang dikeluarkan oleh Al-Baihaqi melalui jalan Abu Hanifah, ia mengatakan, "Ali bin Al-Aqmar telah menceritakan sebuah hadits kepadaku, dari Masruq, ia mengatakan, Saya datang menemui 'Aisyah pada hari Arafah, lalu ia mengatakan: "Buatlah adonan gandum untuk Masruq dan perbanyaklah rasa manisnya". Masruq mengatakan lagi: Saya kemudian berkata (kepada Aisyah): "Sesungguhnya tidak ada yang menghalangiku untuk berpuasa hari ini melainkan kekhawatiranku bahwa hari ini adalah hari nahr (hari raya penyembelihan binatang qurban)". Maka Aisyah berkata: "Hari nahr adalah hari ketika orang-orang merayakan nahr (hari raya penyembelihan bina tang qurban/idul Adha), dan hari berbuka puasa adalah hari ketika orang-orang berbuka puasa". Saya (al-albani) katakan bahwa: riwayat sebelumnya. Riwayat ini sanadnya bagus dengan dukungan 2 Fiqih Hadits Imam Tirmidzi, sesudah (memaparkan) hadits di atas (hadits pada judul pembahasan di atas, pen), mengatakan: "Sebagian ahli ilmu (Ulama) mengatakan dalam menafsirkan hadits ini (bahwa): Yang dimaksud dengan berpuasa dan berbuka puasa (dalam hadits) ini hanyalah (dilakukan) bersamasama dengan jama'ah (kelompok umat) dan bersama-sama dengan mayoritas manusia". Di sisi lain, Imam Shana'ani mengatakan : "Di dalam hadits itu terdapat dalil bahwa teranggapnya ketetapan hari led (hari raya) adalah jika beresuaian dengan kesepakatan orang (banyak). Bahwa orang yang sendirian saja mengatahui hari 'led berdasarkan ru'yah (melihat hilal bulan Syawal), wajib baginya untuk menyesuai kan diri dengan orang lain. 2

Ketentuan hukum orang banyak dalam hal (kapan) melakukan shalat 'led, berbuka puasa (berhari raya) dan ber-'iedul Adha, mengharuskan orang yang sendirian ini untuk mengikutinya." 3 Ibnul Qoyim juga menyebutkan perkataan yang maknanya senada dengan perkataan di atas. Beliau mengatakan: Ada (sementara kalangan Ulama) yang mengatakan bahwa dalam hadits itu terdapat bantahan terhadap orang yang menyatakan bahwa: "Sesungguhnya orang yang mengetahui terbitnya bulan berdasarkan perkiraan hisab, boleh baginya untuk berpuasa dan untuk berbuka puasa (berhari raya), tetapi tidak boleh bagi yang tidak mange tahuinya." Ada pula yang mengatakan: "Sesungguhnya apabila ada satu orang saksi yang melihat hilal (bulan) sedangkan Qadhi tidak memutuskan hukum (untuk mulai berpuasa) berdasarkan kesaksiannya, maka tidak ada ketetapan baginya untuk berpuasa, sebagaimana tidak pula ada ketetapan bagi manusia banyak untuk berpuasa". 4 Abu al-hasan as-sindi dalam Hasyiyah (syarah/penjelasan ringan)nya terhadap (kitab) Ibnu Majah, sesudah menyebutkan hadits Abu Hurairah yang terdapat dalam riwayat Tirmidzi mengatakan: "Yang tampak nyata tentang makna hadits itu ialah bahwa orang-perorangan secara individual tidak boleh campur tangan dalam (memutuskan) persoalanpersoalan (kapan mulai berpuasa dan kapan mulai berbuka puasa) ini, tidak boleh pula bagi orang-perorangan untuk menyendiri dalam (pelaksanaan) perkara-perkara ini. Tetapi persoalannya harus diserahkan kepada Imam (pemimpin negara) dan jama'ah. Kemudian bagi masing-masing individu wajib mengikuti (keputusan) Imam serta jama'ah (dalam hal berpuasa ini). 3 Subul as-salam II/72. 4 Tahdzib as-sunan III/214. 3

Dengan demikian, apabila seseorang melihat hilal (permulaan bulan Ramadhan / syawal), namun Imam menolak kesaksian nya, maka seyogyanya tidak ada ketetapan lagi baginya untuk melakukan sesuatu berkaitan dengan persoalan-persoalan (seperti) ini, dan wajib baginya untuk mengikuti jama'ah (orang banyak) dalam hal ini." Saya (al-albani) katakan: "Makna (di atas) itulah makna yang langsung dapat difahami dari hadits. Ini didukung oleh pernyataan 'Aisyah yang berhujjah dengan hadits (yang senada dengan) itu terhadap Masruq ketika ia tidak mau berpuasa pada hari Arafah lantaran khawatir (sebab ia menduga) jika hari itu adalah hari raya Qurban. Maka pada saat itu 'Aisyah menjelaskan bahwa pendapat pribadinya tidak terpakai dan ia harus mengikuti orang banyak. (Ketika itu) Aisyah berkata : "Hari nahr (hari raya penyembelihan binatang qurban/adha) ialah hari ketika orang-orang (banyak) merayakan nahr (hari raya penyembelihan binatang qurban), dan hari berbuka puasa ('Iedul Fitri) ialah hari ketika orang-orang berbuka puasa". Saya (al-albani) katakan (lagi): "Inilah dia yang selaras dengan syari'at (Islam) yang samhah (lapang dan luwes), yang di antara tujuannya adalah menghimpun dan menyatukan barisan umat Islam, serta menjuhkannya dari segala pendapat pribadi yang dapat memecah belah kesatuan mereka. Karenanya, syari'at tidak mempedulikan pendapat pribadi (sekalipun menurut pribadi itu pendapatnya benar) dalam kaitannya dengan ibadah jama'iyah (ibadah yang dilakukan secara bersama-sama), semisal puasa (Ramadhan), penentuan hari Ied (hari raya) dan shalat jama'ah. Tidakkah anda memperhatikan bahwa para sahabat (tetap) melaksanakan shalat berjama'ah, sebagiannya bermakmum kepada sebagian yang lain, padahal di antara mereka ada yang berpendapat bahwa menyentuh perempuan, menyentuh anggota badan tertentu, dan keluar darah (dari anggota badan)nya termasuk pembatal-pembatal wudhu', sementara sebagian di antaranya tidak berpendapat demikian. Sebagian sahabat juga ada yang tetap melaksanakan shalat sempurna dalam safar(bepergian), sedangkan sebagian lainnya menqashar shalatnya?. 4

Ternyata perselisihan pendapat mereka tentang hal di atas dan perselisihanperselisihan pendapat dalam hal-hal lainnya tidak menghalangi mereka untuk bersatu dalam shalat di belakang satu orang Imam dan mengaggap hal itu (sebagai suatu keharusan). Ini semua karena mereka memahami bahwa perpecahan dalam agama lebih buruk daripada perselisihan dalam pendapat. Bahkan sebagian sahabat ada yang sampai tidak mau menganggap sama sekali pendapat yang menyelisihi kebijaksanaan Imam besar dalam suatu perkumpulan (shalat) yang akbar seperti (perkumpulan shalat) di Mina. Bahkan sampai pada tingkat tidak sudi sama sekali melaksanakan pendapat pribadi (yang menyelisihi Imam besar) seperti dalam event (shalat jama'ah) terbesar tersebut, sebagai upaya untuk lari dari natijah (hasil) buruk yang dimungkinkan akibat melak sanakan pendapat (pribadi). Abu Dawud meriwayatkan 1/307, bahwa Utsman melakukan shalat empat raka'at (maksudnya shalat Dhuhur/ Asar, pen) di Mina. Abdullah bin Mas'ud mengingkari apa yang dilakukan Utsman seraya mengatakan: "Saya shalat bersama Nabi dua raka'at (maksudnya, shalat empat raka'at diqashar menjadi dua raka'at. -pen.), bersama Abu Bakar juga dua raka'at, bersama Umar juga dua raka'at, dan kemudian bersama Utsman di pertengahan masa keamirannya, ia menyempurnakan shalatnya (menjadi empat raka'at), setelah itu pelbagai jalan (manhaj) telah memecah belah kamu semua. Sungguh saya ingin jika saya melakukan shalat empat raka'at, itu terdiri dari dua raka'at - dua raka'at (jama' - gashar)". Namun ternyata kemudian (Abdullah) bin Mas'ud melaksanakan shalat (di Mina) empat raka'at (seperti dilakukan Utsman). Karena itulah, maka kemudian ada orang yang berkata kepadanya, "Engkau mencela (tidak suka) tindakan Utsman, tetapi engkau sendiri melakukan shalat empa raka'at?!" Ibnu Mas'ud menjawab, "Berselisih itu buruk" (Sanad riwayat ini shahih). Imam Ahmad juga meriwayatkan hal yang senada V/155 dari Abu Dzar Radhiyallahu Anhum Ajma'in. Akhirnya, orang-orang yang masih berselisih dalam persoalan shalatnya, dan tidak mau mengikuti (shalat) bersama sebagian Imam Masjid, terutama pada saat shalat witir di bulan Ramadhan dengan alasan imam-imam itu berbeda madzhab dengannya, hendaknya mau merenungkan hadits serta atsar di atas. 5

Begitu pula orang-orang yang mengaku tahu ilmu falak yang kemudian (memulai) berpuasa dan (memulai) berhari raya secara sendirian saja dengan mendahului atau membelakangi ketetapan (mayoritas) jama'ah kaum Muslimin (pemerintah -red. vbaitullah), karena bersandar kepada pendapat dan pengetahuan pribadinya, tanpa peduli bahwa mereka (dalam hal ini) sebenarnya telah keluar dari jama'ah kaum Muslimin. Sekali lagi, hendaknya mereka semua merenungkan ilmu yang telah kami sebutkan di atas. Semoga dengan demikan mereka mendapatkan obat (yang bisa menyembuhkan) kebodohan dan ketidak sadaran mereka, sehingga karenanya mereka menjadi satu barisan kembali dengan saudara-saudaranya kaum Muslimin yang lain. (Sesungguhnya tangan Allah ad di atas jama'ah. -Red). 6