TINJAUAN PUSTAKA. Kualitas Tanah. Secara umum kualitas tanah (soil quality) didefenisikan sebagai kapasitas

dokumen-dokumen yang mirip
TINJAUAN PUSTAKA. Kualitas Tanah. dukungnya terhadap tanaman dan hewan, pencegahan erosi dan pengurangan akan

KARAKTERISTIK KUALITAS TANAH PADA BEBERAPA PENGGUNAAN LAHAN DI KAWASAN HULU DAS PADANG KABUPATEN SIMALUNGUN SKRIPSI. Oleh:

TINJAUAN PUSTAKA. yang merupakan kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak sungainya

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Degradasi tanah merupakan isu penting dalam AGENDA 21, hal ini

TINJAUAN PUSTAKA. Bahasan mengenai degradasi dan resiliensi (resilience) merupakan hal

Soal Jawab DIT (dibuat oleh mahasiswa)

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR xiii BAB I PENDAHULUAN... 1

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dimilikinya selain faktor-faktor penentu lain yang berasal dari luar. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kebutuhan manusia akibat dari pertambahan jumlah penduduk maka

I. PENDAHULUAN. Dampak penambangan yang paling serius dan luas adalah degradasi, kualitas

I. PENDAHULUAN. Tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan yang penting

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem

BAB I PENDAHULUAN. yang lebih baik. Menurut Bocco et all. (2005) pengelolaan sumber daya alam

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Daerah Aliran Sungai

BAB I PENDAHULUAN. Dalam siklus hidrologi, jatuhnya air hujan ke permukaan bumi merupakan

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN. perekonomian Indonesia. Berdasarkan luas lahan dan keragaman agroekosistem,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang

sumber daya lahan dengan usaha konservasi tanah dan air. Namun, masih perlu ditingkatkan intensitasnya, terutama pada daerah aliran sungai hulu

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Lahan merupakan sumberdaya yang sangat penting untuk memenuhi

I. PENDAHULUAN. Degradasi lahan atau kerusakan lahan merupakan faktor utama penyebab

BAB I PENDAHULUAN. topografi dibatasi oleh punggung-punggung gunung yang menampung air hujan

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. tidak berkelanjutan. Pertanian dengan olah tanah intensif di lahan kering merusak

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. hidrologi di suatu Daerah Aliran sungai. Menurut peraturan pemerintah No. 37

pertambangan. Seperti contohnya perubahan lahan menjadi lahan pertambangan. Berdasarkan hasil penelitian Hermansyah (1999), tanah bekas tambang emas

I. PENDAHULUAN. Lahan di PT. Great Giant Pineapple berlokasi Kecamatan Terbanggi Besar

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 150 TAHUN 2000 TENTANG PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

II. TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah

TINJAUAN PUSTAKA Manajemen Produksi Tanaman

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB III LANDASAN TEORI. A. Metode MUSLE

Dampak pada Tanah, Lahan dan Ruang Dampak pada Komponen Udara Dampak pada Kualitas Udara Dampak pada Komponen Iklim Dampak pada Fauna dan Flora

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan suatu proses produksi untuk menghasilkan barang

TINJAUAN PUSTAKA. erosi, tanah atau bagian-bagian tanah pada suatu tempat terkikis dan terangkut

BAB I PENDAHULUAN. dalam Siswanto (2006) mendefinisikan sumberdaya lahan (land resource) sebagai

Panduan konservasi tanah dan air untuk penanggulangan degradasi lahan

REKLAMASI LAHAN BEKAS PENAMBANGAN

DASAR-DASAR ILMU TANAH

EROSI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OLEH: MUH. ANSAR SARTIKA LABAN

Oleh : PUSPITAHATI,STP,MP Dosen Fakultas Pertanian UNSRI (2002 s/d sekarang) Mahasiswa S3 PascaSarjana UNSRI (2013 s/d...)

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil analisis mengenai dampak perubahan penggunaan lahan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 150 TAHUN 2000 TENTANG PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. dijadikan sebagai bahan pangan utama (Purwono dan Hartono, 2011). Selain

DASAR-DASAR ILMU TANAH

TINJAUAN PUSTAKA. A. Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.)

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

TUGAS TEKNOLOGI KONSERVASI SUMBER DAYA LAHAN

1267, No Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 49, Tambahan Lem

BAB I PENDAHULUAN. Gabungan antara karakteristik hujan dan karakteristik daerah aliran sungai

I. PENDAHULUAN. Intervensi manusia dalam pemanfaatan sumberdaya alam yang makin

BAB I. PENDAHULUAN. hutan harus dilakukan dengan tetap memelihara kelestarian, keharmonisan, dan

TINJAUAN PUSTAKA. Defenisi lahan kritis atau tanah kritis, adalah : fungsi hidrologis, sosial ekonomi, produksi pertanian ataupun bagi

I. PENDAHULUAN. jenis salak yang terdapat di Indonesia, yakni : salak Jawa Salacca zalacca

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... xiii

BAB I PENDAHULUAN. banyak, bahkan oleh semua mahkluk hidup. Oleh karena itu, sumber daya air

commit to user BAB I PENDAHULUAN

Pemodelan Penyebaran Polutan di DPS Waduk Sutami Dan Penyusunan Sistem Informasi Monitoring Kualitas Air (SIMKUA) Pendahuluan

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERENCANAAN PENGELOLAAN DAS TERPADU. Identifikasi Masalah. Menentukan Sasaran dan Tujuan. Alternatif kegiatan dan implementasi program

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENUTUP. Degradasi Lahan dan Air

II TINJAUAN PUSTAKA. Jagung (Zea mays L.) adalah tanaman semusim dan termasuk dalam jenis

dan penggunaan sumber daya alam secara tidak efisien.

BAB I PENDAHULUAN. dalam mengatur tata air, mengurangi erosi dan banjir. Hutan mempunyai

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

PENERAPAN IPTEKS ANALISIS DAYA DUKUNG LINGKUNGAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DELI. Nurmala Berutu W.Lumbantoruan Anik Juli Dwi Astuti Rohani

BAB I PENDAHULUAN. DAS Serayu, terutama di bagian hulu DAS berkaitan dengan pemanfaatan lahan

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 4. Dinamika Lithosferlatihan soal 4.6

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kedelai (Glycine max L.) merupakan tanaman pangan yang penting sebagai

PENGENDALIAN OVERLAND FLOW SEBAGAI SALAH SATU KOMPONEN PENGELOLAAN DAS. Oleh: Suryana*)

I. PENDAHULUAN. Tanaman kacang hijau (Vigna radiata L.) sampai saat ini masih merupakan

I. PENDAHULUAN. penyedia bahan baku untuk industri kayu nasional dan peningkatan. ketahanan pangan masyarakat di desa sekitar hutan.

TINJAUAN PUSTAKA. Survei Tanah. Untuk dapat melakukan perencanaan secara menyeluruh dalam hal

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem merupakan suatu interaksi antara komponen abiotik dan biotik

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Hujan atau presipitasi merupakan jatuhnya air dari atmosfer ke permukaan

TINJAUAN PUSTAKA. Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan di sektor

dan (3) pemanfaatan berkelanjutan. Keharmonisan spasial mensyaratkan bahwa dalam suatu wilayah pembangunan, hendaknya tidak seluruhnya diperuntukkan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Ekstensifikasi pertanian merupakan salah satu cara untuk meningkatkan produksi

I. PENDAHULUAN. di lahan sawah terus berkurang seiring perkembangan dan pembangunan di

PENDAHULUAN Latar Belakang

2016 EVALUASI LAJU INFILTRASI DI KAWASAN DAS CIBEUREUM BANDUNG

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit

KONSERVASI SUMBERDAYA ALAM DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN OLEH : MOCHAMAD HADI LAB EKOLOGI & BIOSISTEMATIK JURUSAN BIOLOGI FMIPA UNDIP

I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Irian Jaya/Papua. Dari 168 juta hektar lahan

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG LAHAN GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HUMBANG HASUNDUTAN,

TINJAUAN PUSTAKA. sektor pertanian (MAF, 2006). Gas rumah kaca yang dominan di atmosfer adalah

MAKALAH PEMBAHASAN EVALUASI KEBIJAKAN NASIONAL PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP DI DAERAH ALIRAN SUNGAI 1) WIDIATMAKA 2)

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Desa Pandu Senjaya merupakan wilayah dengan potensi pengembangan

BAB I PENDAHULUAN. utama dunia yaitu lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia dan lempeng. Indonesia juga merupakan negara yang kaya akan hasil alam.

Transkripsi:

TINJAUAN PUSTAKA Kualitas Tanah Secara umum kualitas tanah (soil quality) didefenisikan sebagai kapasitas tanah untuk berfungsi dalam suatu ekosistem dalam hubungannya dengan daya dukungnya terhadap tanaman dan hewan, pencegahan erosi dan pengurangan terjadinya pengaruh negatif terhadap sumberdaya air dan udara (Karlen et al., 1997). Kualitas tanah dapat dilihat dari 2 sisi (Seybold et al., 1999) : 1. Sebagai kualitas inherent tanah (inherent soil quality) yang ditentukan oleh lima faktor pembentuk tanah, atau 2. Kualitas tanah yang bersifat dinamis (dynamic soil quality), yakni perubahan fungsi tanah sebagai fungsi dari penggunaan dan pengeloaan tanah oleh manusia. Terdapat konsesus umum bahwa tata ruang lingkup kualitas tanah mencakup tiga komponen pokok yakni (Parr et al., 1992) : 1. Produksi berkelanjutan yakni kemampuan tanah untuk meningkatkan produksi dan tahan terhadap erosi. 2. Mutu lingkungan, yaitu mutu air, tanah dan udara dimana tanah diharapkan mampu mengurangi pencemaran lingkungan, penyakit dan kerusakan di sekitarnya. 3. Kesehatan makhluk hidup, yaitu mutu makanan sebagai produksi yang dihasilkan dari tanah harus memenuhi faktor keamanan (safety) dan komposisi gizi.

Karena bersifat kompleks, kualitas tanah tiidak dapat diukur namun dapat diduga dari sifat-sifat tanah yang dapat diukur dan dapat dijadikan indikator dari kualitas tanah (Acton dan Padbury, 1978 dalam Islam dan Weil, 2000). Indikator Kualitas Tanah Indikator kualitas tanah adalah sifat fisika, kimia dan biologi serta proses dan karakteristik yang dapat diukur untuk memantau berbagai perubahan dalam tanah (USDA, 1996). Secara lebih spesifik Doran dan Parkin (1994) menyatakan bahwa indikator kualitas tanah harus memenuhi kriteria: a. Berkorelasi baik dengan berbagai proses ekosistem dan berorientasi modeling. b. Mengintegrasikan berbagai sifat dan proses kimia, fisika dan biologi tanah. c. Mudah diaplikasikan pada berbagai kondisi lapang dan dapat diakses oleh para pengguna. d. Peka terhadap variasi pengelolaan dan iklim (terutama untuk menilai kualitas tanah yang bersifat dinamis). e. Sedapat mungkin merupakan komponen basis tanah. Selama ini evaluasi terhadap kualitas tanah lebih difokuskan terhadap sifat fisika dan kimia tanah karena metode pengukuran yang sederhana dari parameter tersebut relatif tersedia (Larson and Pierce, 1991). Akhir-akhir ini telah disepakati bahwa sifat-sifat biologi dan biokimia dapat lebih cepat teridentifikasi dan merupakan indikator yang sensitif dari kerusakan agroekosistem atau perubahan produktivitas tanah (Kenedy and Pependick, 1995).

Minimum data set yang berpotensi untuk menjaring kondisi kualitas tanah adalah indikator fisika tanah meliputi : tekstur tanah, ketebalan tanah (lebih ditujukan sebagai kualitas inherent tanah), infiltrasi, berat isi tanah dan kemampuan tanah memegang air. Indikator kimia tanah meliputi : biomass mikroba, C dan N, potensi N dapat dimineralisasi, respirasi tanah, kandungan air dan suhu ( Doran dan Parkin, 1994; Larson dan Pierce, 1994). Meskipun banyak sifat-sifat tanah yang potensial untuk dijadikan indikator kualitas tanah, namun, pemilihan sifat-sifat tanah yang akan digunakan untuk indikator kualitas tanah sangat tergantung pada tujuan dilakukuannya evaluasi. Karlen et al., (1997) menyatakan bahwa untuk mengimplementasikan penilaian kualitas tanah, perlu dilakukan identifikasi indikator-indikator yang sensitif terhadap praktek produksi pertanian. Jangka waktu suatu pengelolaan juga akan berpengaruh terhadap pemilihan parameter yang akan digunakan. Idealnya indicator-indikator tersebut akan dapat dideteksi perubahannya dalam jangka waktu pendek (1 5 tahun) setelah dilakukannya perubahan pengelolaan. Islami dan Weil (2000) menunjukkan klasifikasi sifat-sifat tanah yang berkontribusi terhadap kualitas tanah yang didasarkan kepermanenannya (permanence) dan tingkat kepekaannya (sensivity) terhadap pengelolaan. Beberapa sifat tanah dapat berubah dalam jangka waktu harian (ephemeral) atau mudah berubah dari hari ke hari sebagai hasil dari praktek pengelolaan secara rutin atau adanya pengaruh cuaca, Sifat tanah lainnya adalah sifat-sifat yang permanen yang merupakan sifat bawaan (inherent) tanah atau lokasi (site) dan sedikit terpengaruh oleh pengelolaan. Sifat-sifat atau parameter yang digunakan

untuk penilaian kualitas tanah yang diorentasi pada pengelolaan, merupakn peralihan (intermediate) dari kedua faktor ekstrim tersebut ( tabel 1). Tabel 1. Klasifikasi sifat-sifat tanah yang berkontribusi terhadap kualitas tanah didasarkan atas kepermanenanya dan tingkat kepekaanya terhadap pengelolaan (Islam dan Weil, 2000) Berubah dalam jangka harian atau rutin (ephemeral) Kadar Air Respirasi tanah ph N mineral K mineral P tersedia Kerapatan isi Ditentukan oleh manajemen dari beberapa tahun (intermediate) Agregasi Biomassa mikrobia Respirasi Basal Respirasi Spesifik Karbon aktif Kandungan karbon organik Sifat bawaan (permanen) Kedalaman Tanah Lereng Iklim Restrictive layer Tekstur Batuan Mineralogi Mudah berubah Sulit berubah Tidak berubah Stabilitas agregat tanah dalam air (water-stable aggregate) atau distribusi ukuran agregat direkomendasikan sebagai indikator kualitas tanah lapisan permukaan (surface soil quality). Resistensi agregat untuk terdispersi ketika dibasahi merupakan sifat tanah yang tergolong penting karena faktor ini mempengaruhi banyak fungsi tanah dan juga dapat merefleksikan keterkaitan sifat biologi, kimia dan sifat fisik tanah (Karlen et al., 1999; Islami dan Weil, 2000). Berat isi merupakan quite variable, tetapi harus dimasukkan dalam evaluasi kualitas tanah. Bukan hanya sebagai sifat fisik tanah tetapi juga untuk mengkonversi data konversi ke unit volumetrik yang lebih relevan (Karlen et al., 1999).

Kerusakan, Kapasitas Penyangga dan Pemulihan Tanah Kerusakan Tanah (soil degradation) Kerusakan tanah didefenisikan sebagai proses atau fenomena penurunan kapasitas tanah dalam mendukung kehidupan. Arsyad (2000) menyatakan bahwa kerusakan tanah adalah hilangnya atau menurunnya fungsi tanah, baik fungsinya sebagai sumber unsur hara tumbuhan maupun maupun fungsinya sebagai matrik tempat akar tumbuhan berjangkar dan tempat air tersimpan. Oldeman (1993) mendefinisikan kerusakan tanah sebagai proses atau fenomena penurunan kemampuan tanah dalam mendukung kehidupan pada saat ini atau pada saat yang akan datang yang disebabkan oleh ulah manusia. Penyebab Degradasi Terjadinya degradasi lahan dan rusaknya fungsi hidrologis DAS tersebut kemungkinan disebabkan beberapa faktor: 1. Penggunaan dan peruntukkan lahan menyimpang dari rencana Tata Ruang Wilayah atau Rencana Tata Ruang Daerah. Misalnya, daerah yang diperuntukkan sebagai hutan lindung dialihfungsikan menjadi pertanian, hutan produksi dialihfungsikan menjadi pemukiman, lahan budidaya pertanian dialihfungsikan menjadi pemukiman atau industri. 2. Penggunaan lahan di DAS tidak sesuai dengan kemampuan lahan. Banyak lahan yans semestinya hanya untuk cagar alam, tetapi sudah diolah menjadi pertanian, atau lahan yang hanya cocok untuk hutan dijadikan lahan pertanian bahkan permukiman. Banyak lahan yang kemiringan lerengnya

lebih dari 30 persen bahkan 45 persen masih dijadikan pertanian yang intensif atau pemukiman. 3. Perlakuan terhadap lahan di dalam DAS tersebut tidak memenuhi syaratsyarat yang diperlukan oleh lahan tidak memenuhi kaidah-kaidah konservasi tanah, serta teknik konservasi tanah dan air yang diterapkan tidak memadai. Setiap penggunaan lahan (hutan, pertanian, industri, pemukiman) harus sesuai dengan syarat, yakni menerapkan teknik konservasi tanah dan air yang memadai. Teknik konservasi yang memadai di suatu bidang lahan belum tentu memadai di bidang yang lain. Pemilihan teknik konservasi yang memadai di suatu bidang lahan sangat dipengaruhi oleh faktor bio-fisik (tanah, topografi, penggunaan lahan, hujan/iklim) lahan yang bersangkutan. Jenis teknik konservasi tanah dan air yang tersedia untuk dipilih dan diterapkan mulai dari yang paling ringan sampai berat, antara lain, penggunaan mulsa, penanaman mengikuti kontur, pengolahan mengikuti kontur, pengolahan tanah konservasi (tanpa olah tanah, pengolahan tanah minimum), pengaturan jarak tanam, penanaman dalam strip (strip cropping), dan penanaman berurutan (rotasi). 4. Tidak adanya Undang-undang Konservasi Tanah dan Air yang mengharuskan masyarakat menerapkan konservasi tanah dan air secara mamadai di setiap penggunaan lahan. Dengan tidak adanya UU ini maka masyarakat tidak merasa berkewajiban untuk melaksanakan teknik konservasi tanah dan air, sehingga degradasi lahan terus meningkat. Hal ini terindikasi dari tidak jelasnya program pencegahan degradasi lahan atau penerapan teknik konservasi tanah dan air di setiap tipe penggunaan lahan,

seperti Departemen Pertanian, Departemen PU, dan Departemen Dalam Negeri, kurang memprioritaskan program pencegahan degradasi lahan dan penerapan teknologi konservasi tanah dan air. Kapasitas Penyangga dan Pemulihan Tanah Lal (2000) menyatakan bahwa resiliensi tanah tergantung pada keseimbangan antara restorasi tanah dan degradasi tanah. Proses degradasi di lahan kering antara lain memburuknya struktur tanah, gangguan terhadap siklus air, karbon dan hara, sedangkan restorasinya meliputi pembentukan mikroagregat mantap, mekanisme humifikasi dan biomassa C tanah, meningkatkan cadangan hara dan mekanisme siklus hara, dan keragaman hayati. Beberapa ahli tanah mendefenisikan pemulihan sebagai kapasitas tanah untuk memulihkan fungsi dari kemantapan (integritas) strukturalnya setelah mengalami gangguan. Seybold et al., (1990) mendefenisikan kapasitas penyangga sebagai kapasitas tanah untuk tetap melakukan fungsinya walaupun mengalami gangguan. Dinyatakannya secara langsung terdapat 3 pendekatan untuk mengkaji resiliensi tanah antara lain: 1. Mengukur secara langsung pemulihan (recovery) setelah terjadinya gangguan. 2. Melakukan kuantifikasi terpadu mekanisme pemulihan (recovery) setelah terjadi gangguan. 3. Mengukur sifat-sifat yang mendukung indikator mekanisme pemulihan (recovery) tersebut.

Beberapa ahli tanah mendefinisikan pemulihan sebagai kapasitas tanah untuk memulihkan fungsi dan kemantapan (integritas) strukturalnya setelah mengalami gangguan. Pemulihan tanah dihubungkan dengan kualitas tanah dalam hubungannya dengan pemulihan (recovery) fungsi-fungsi tanah, sedangkan kapasitas penyangga tanah berhubungan dengan ketahanan/kemampuan tanah untuk mempertahankan kualitasnya sebagai akibat adanya gangguan. Kualitas Tanah Fungsi Tanah Mekanisme Penyangga Indikator kapasitas untuk melawan perubahan (soil resistence) Indikator (kapasitas untuk berfungsi) Kapasitas Pemulihan Indikator kapasitas untuk pemulihan (soil resilience) Gambar 1. Illustrasi hubungan antara soil resistance, soil resilience dengan kualitas tanah (Seybold et al.,1999) Secara lebih pasti dinyatakan bahwa selama terjadinya gangguan, kualitas tanah menjadi fungsi dari resistensi tanah (soil resistence), sedangkan sesudah terjadi gangguan, kualitas tanah menjadi fungsi dari soil resilience. Karena gangguan (disturbance) merupakan hal yang umum terjadi di alam (terjadi dimana-mana) maka karakteristik dari soil resilience dan soil resistence menjadi komponen dasar dari kualitas tanah. Gambar 1 mengilustrasikan pengaruh dari adanya gangguan, resistensi tanah dan pemulihan tanah terhadap fungsi-fungsi tanah. Ditunjukkan pula bahwa kapasitas tanah untuk pulih menjadi

dua komponen yaitu pemulihan dan derajat pemulihan. Pemulihan tanah dan kapasitas penyangga tanah dipengaruhi oleh karakteristik bawaan (inherent) tanah maupun karakteristik tanah yang mudah berubah (dynamic soil characteristics) (Seybold et al., 1999). Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Pengertian Daerah Aliran Sungai Daerah aliran sungai adalah daerah yang dibatasi punggung-punggung gunung sehingga air hujan yang jatuh pada daerah tersebut akan ditampung dan dialirkan melalui sungai-sungai kecil ke sungai utama (Asdak, 2002). Daerah aliran sungai didefenisikan sebagai wilayah yang menampung, menyimpan dan mengalirkan air hujan ke sungai, baik dalam bentuk aliran permukaan, aliran bawah permukaan dan aliran bawah tanah. Wilayah ini dipisahkan dengan wilayah lainya oleh pemisah alami topografi yaitu punggung bukit dan keadaan geologi terutama formasi batuan (Wiersum et al., 1979). Sedangkan Lindsey et al., (1980) memberikan batasan bahwa DAS (watershed) atau river basin atau drainage basin atau catchment area adalah seluruh wilayah yang dialiri oleh sebuah system sungai yang saling berhubungan sehingga semua aliran sungai yang berasal dari wilayah ini keluar melalui satu muara (single outlet).