BAB VII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 7.4 Kesimpulan Iuran Produksi mineral dan batubara memberikan kontribusi 62% dari PNBP yang ada di Kementerian ESDM dalam kurun waktu 2008 s.d. 2012. Pengawasan atas pembayaran PNBP dari iuran produksi tersebut dinilai masih kurang optimal. BPK-RI masih menemukan piutang iuran produksi yang belum terbayar sebesar Rp938,36 milyar periode 2007 s.d.2013 dan BPKP-RI masih menemukan nilai piutang iuran produksi yang mencapai Rp6,7 triliun periode 2003 s.d. 2010. Oleh sebab itu, penulis mencoba meneliti bagimana pengawasan atas pembayaran iuran produksi mineral dan batubara dilaksanakan oleh pemerintah. Dari hasil wawancara dengan pejabat Ditjen Mineral dan Batubara dan BPKP-RI dan observasi dari beberapa dokumen yang relevan dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Sistem pengawasan atas pembayaran iuran produksi telah dibuat secara komprehensif oleh pemerintah. Salah satunya dengan terbitnya peraturan perundangan-perundangan yang mewajibkan bahwa Menteri, Gubernur, Bupati/Walikota wajib melakukan pengawasan produksi dan penjualan mineral dan batubara serta pengawasaan atas pembayaran iuran produksi mineral dan batubara. Pertama pengawasan produksi dan penjualan mineral dan batubara, peraturan peruu-an tersebut diantaranya UU No.4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara, PP No.55 Tahun 2010 tentang Pembinaan dan 77
Pengawasan Penyelenggaraan Pengelolaan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, Permen ESDM no.17 Tahun 2010 tentang Tatacara Penetapan Harga Patokan Penjualan Mineral dan Batubara, PerMenDag No. 29/M- DAG/PER/5/2012 tentang Ketentuan Ekspor Produk Pertambangan, PerMenDag No. 39/M-DAG/PER/7/2014 tentang Ketentuan Ekspor Produk Batubara dan Produk Batubara, PerMenDag No. 44/M-DAG/PER/7/2014 tentang Ketentuan Ekspor Timah, Perdirjen Minerba No. 481 K/30/DJB/2014 tentang Tatacara Penetapan Surveyor untuk Verifikasi Analisa Kualitas Dan Kuantitas Penjualan Batubara. Kedua pengawasan pembayaran iuran produksi, peraturan peruu-an tersebut diantaranya UU No.4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara, PP No.55 Tahun 2010 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pengelolaan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, PP No.22 Tahun 2005 tentang Pemeriksaan PNBP. 2. Kegiatan pengawasan pembayaran iuran produksi mineral dan batubara dimulai dari pengawasan produksi dan penjualan sampai dengan pengawasan pembayaran iuran produksi mineral dan batubara. a. Pertama, kegiatan pengawasan produksi dan penjualan telah dilakukan setiap bulan. Paramater yang digunakan dalam pelaksanaan pengawasan yaitu menentukan kesesuaian jumlah, kualitas dan harga mineral dan batubara berdasarkan laporan produksi dan penjualan yang disampaikan oleh perusahaan tambang dengan dokumen pendukung sebagaimana dijelaskan pada bab 5 serta berdasarkan hasil inspeksi atau pengamatan dilapangan. Untuk memudahkan dalam pelaksanaan pengawasan, 78
pemerintah menunjuk perusahaan surveyor untuk menguji jumlah dan kualitas mineral dan batubara yang hendak dijual. b. Kedua, pengawasan atas pembayaran iuran produksi mineral dan batubara dilakukan dengan dilakukan melalui rekonsiliasi untuk mencocokkan data pembayaran iuran produksi yang tercatat oleh Ditjen Mineral dan Batubara dengan Ditjen Perbendaharaan Kemenkeu serta verifikasi untuk mencocokkan laporan pembayaran iuran produksi mineral dan batubara dengan dokumen pendukung (laporan penjualan mineral dan batubara dan laporan surveyor). Kegiatan verifikasi juga dilakukan oleh tiga pihak diantaranya Perusahaan Surveyor, Ditjen Mineral dan Batubara dan BPKP- RI. 3. Beberapa risiko yang ditemukan dalam rangka pelaksanaan kegiatan pengawasan pembayaran iuran produksi mineral dan batubara diantaranya : a. Laporan produksi dan penjualan mineral dan batubara khusususnya dari IUP belum disampaikan secara tertib. Hal ini disebabkan belum diterapkannya sanksi yang tegas bagi pemerintah daerah dan IUP yang tidak menyampaikan laporan secara tepat waktu. b. Kegiatan pengawasan produksi mineral dan batubara baru dilakukan sebatas perusahaan kontrak karya tahap operasi produksi (KK tahap OP) dan perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara tahap operasi produksi (PKP2B tahap OP) sedangkan perusahaan IUP tahap OP yang jumlah izinnya mencapai 5.423 belum dilakukan pengawasan secara efektif. 79
c. Belum ditetapkannya Peraturan Menteri ESDM tentang Standar dan Prosedur Pengawasan Produksi dan Penjualan mineral dan batubara yang merupakan amanat PP No.55 Tahun 2010 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pengelolaan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. Hal tersebut membuat Pemerintah Daerah (Provinsi dan Kabupaten/Kota) tidak memahami mekanisme pengawasan produksi dan penjualan mineral dan batubara bagi para pemegang IUP OP. d. Laporan produksi dan LS yang disampaikan oleh perusahaan tambang dan perusahaan surveyor belum dapat ditindaklanjuti dengan pemeriksaan bukti pembayaran iuran produsi oleh Ditjen Minerba. Kegiatan pemeriksaan saat ini masih dilakukan oleh BPKP-RI dengan jumlah rasio yang diaudit baru mencapai 6%. e. Jumlah tenaga dan kompetensi pengawas produksi dan penjualan dan pengawas iuran produksi mineral dan batubara masih terbatas baik di pemerintah pusat maupun di pemerintah daerah. Kegiatan pengawasan oleh pemerintah pusat dilaksanakan oleh 3 Subdit yakni Subdit Pengawasan Operasi Produksi Mineral, Subdit Pengawasan Operasi Produksi Batubara dan Subdit Penerimaan Negara yang jumlah personilnya rata-rata hanya mencapai 15 s.d 20 orang. f. Belum ada sinergitas atau kerjasama yang baik antara Ditjen Mineral dan Batubara, Ditjen Bea Cukai, Syah Bandar, dan Kementerian Perdagangan terkait pengawasasan penjualan dan pembayaran royalti mineral dan batubara. Utamanya, adanya duplikasi kegiatan pengawasan produksi dan 80
penjualan yang dilakukan oleh Perusahaan Surveyor dan Ditjen Mineral dan Batubara c.q. Subdit Pengawasan Operasi Produksi Mineral dan Batubara. g. Pemerintah belum melakukan survey pembanding atas analisa kualitas dan kuantitas mineral dan batubara yang dilakukan oleh perusahaan surveyor. Hal ini berdampak hasil analisa tersebut tidak diyakini keabsahannya secara menyeluruh. Untuk mengatasi hal tersebut, Dirjen Mineral dan Batubara telah menerbitkan peraturan no. 481 K/30/DJB/2014 tanggal 30 Mei 2014 yang menugaskan surveyor witness untuk mendampingi surveyor dalam verifikasi penjualan batubara dalam negeri dan luar negeri. h. Pemerintah belum melakukan penataatan pelabuhan untuk tujuan penjualan ekspor dan penjualan dalam negeri sehingga pengawasan produksi dan penjualan serta pembayaran iuran produksi mineral dan batubara sulit dilakukan. Hal ini membuat KPK-RI curiga bahwa ada unsur kesengajaan perusahaan tambang untuk tidak melaporkan mineral dan batubara yang hendak di jual kepada pemerintah. i. Belum dibangun sistem informasi mineral dan batubara yang menyajikan data produksi dan penjualan mineral dan batubara secara realtime sehingga besarnya kewajiban iuran produksi mineral dan batubara juga tidak bisa disajikan secara realtime. j. Belum ada sinergitas pengawasan produksi dan penjualan yang dilakukan oleh Subdit Pengawasan Operasi Produksi Mineral dan Batubara dan Subdit Penerimaan Negara Mineral dan Batubara. Padahal, output dari pengawasan 81
produksi dan pejualan tersebut dapat dijadikan dasar untuk menetapkan jumlah iuran produksi mineral dan batubara terutang. k. Ada potensi perusahaan tambang akan mengenakan biaya penyesuaian yang ditetapkan dalam PerDirjen Mineral dan Batubara No.644.K/30/DJB/2013 dimana biaya penyesuaian tersebut merupakan biaya tertinggi yang diperbolehkan dalam perhitungan kewajiban iuran produksi. Jika perusahaan menggunakan biaya penyesuaian tertinggi maka iuran produksi akan lebih kecil dibandingkan biaya penyesuaian yang terjadi. l. Kegiatan verifikasi belum dapat dilaksanakan secara optimal. Hal ini disebabkan jumlah tenaga dan kompetensi pengawas baik yang pada Ditjen Mineral dan Batubara maupun BPKP-RI masih sangat terbatas. 7.2 Keterbatasan Penelitian Penelitian ini memiliki keterbatasan dari sisi waktu, lokasi, dan biaya, sehingga hal yang ditekankan dalam penelitian ini terbatas untuk : 1. Memahami mekanisme pengawasan produksi dan penjualan dan pembayaran iuran produksi mineral dan batubara; 2. Memahami permasalahan pengawasan pembayaran iuran produksi mineral dan batubara berdasarkan sumber informasi dari Ditjen Mineral dan Batubara, BPKP-RI dan informasi-informasi lainnya yang diperoleh dari riset dokumen; dan 3. Melakukan penelitian selanjutnya secara lebih komprehensif dengan melibatkan KESDM, Kementerian Keuangan, Kementerian Perdagangan, Asosiasi Pemerintah Daerah, BPKP-RI, dan KPK-RI. 82
7.3 Rekomendasi Berdasarkan hasil penelitian dan keterbatasan penelitian diatas, penulis memberikan saran sebagai berikut : 1. Pemerintah harus mengeluarkan sanksi yang tegas bagi IUP dan pemerinah daerah yang tidak menyampaikan laporan produksi dan penjualan mineral dan batubara secara tertib. Sanksi tersebut dapat berupa peringatan tertulis, penghentian sementara sebagaian atau seluruh kegiatan produksi, dan/atau pencabutan IUP, IPR, atau IUPK. Apabila pemerintah tidak menerapkan sanksi yang tegas perlu dilaksanakan, BPK-RI harus melakukan audit kinerja untuk menilai efektifitas pengawasan produksi mineral dan batubara yang dilakukan pemerintah. 2. Pemerintah harus segera menerbitkan Peraturan Menteri ESDM tentang Standar dan Prosedur Pengawasan Produksi dan Penjualan mineral dan batubara serta tatacara pengenaan dan pemungutan dan penyetoran PNBP sehingga hal ini dapat memperkuat kegiatan pengawasan khususnya yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah. 3. Pemerintah harus memperbanyak dan memperkuat jumlah personil pengawas baik yang ada di pusat maupun yang ada didaerah. Hal ini dapat dilakukan melalui perekrutan PNS baru baik dipusat dan didaerah setelah analisa formasi dan kebutuhan tenaga pengawas dilakukan bersama Biro Kepegawaian dan Organisasi dan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan RB. 4. Pemerintah harus meningkatkan audit coverage ratio atas kepatuhan pembayaran iuran produksi melalui kerjasama dengan KPK-RI, Perusahaan 83
Surveyor, BPK-RI dan Pemerintah Daerah dimana saat ini memiliki kantor perwakilan pada daerah penghasil tambang. 5. Perlu dilakukan koordinasi dan pengawasan yang sinergis antara Ditjen Mineral dan Batubara KESDM, Ditjen Bea Cukai Kemenkeu, Syah Bandar, dan Kementerian Perdagangan agar laporan penjualan setiap periodenya dapat diketahui secara realtime. Hal ini dapat dilakukan dengan membuat nota kesepahaman antara masing-masing pihak yang memuat pelaksanaan kerja sama dalam rangka koordinasi dan pengawasan penjualan dan ekspor produk mineral dan batubara. 6. Perlu dilakukan penataan ulang terkait dengan tugas dan fungsi surveyor melalui penugasan langsung perusahaan surveyor oleh pemerintah agar tidak terjadi benturan kepentingan perusahaan surveyor dengan perusahaan tambang selaku eksportir mineral dan batubara. 7. Pemerintah harus mempercepat penataatan pelabuhan ekspor mineral dan batubara agar pengawasan penjualan dapat dilakukan secara optimal. Disamping itu, pemerintah pusat harus meminta pemerintah daerah dapat melakukan pemetaan jalur distribusi mineral dan batubara dari pemegang IUP yang selama ini dicurigai sebagai pelabuhan ilegal. 8. Untuk pelaksanaan pengawasan pembayaran iuran produksi mineral dan batubara berjalan optimal, Pemerintah harus membangun sistem informasi mineral dan batubara yang menyajikan data produksi dan penjualan mineral dan batubara secara realtime dan terintegrasi dengan sistem pembayaran iuran 84
produksi mineral dan batubara sehingga besarnya kewajiban iuran produksi mineral dan batubara juga dapat disajikan secara realtime. 9. Perlu dilakukan penataan ulang mekanisme pengawasan yang dilakukan oleh Ditjen Mineral dan Batubara agar tugas dan fungsi pada masing-masing direktorat yang menangani pengawasan produksi dan penjualan mineral dan batubara serta pengawasan pembayaran iuran produksi dapat berjalan secara sinergis. 10. Dalam rangka penghitungan biaya penyesuaian, pemerintah meminta kepada perusahaan agar mereka dapat menunjukkan bukti penagihan/pengeluaran terkait biaya penyesuaian atau pemerintah dapat melakukan konfirmasi bukti penagihan biaya penyesuaian kepada perusahan yang melayani jasa bongkar muat, biaya angkut tongkang, surveyor, dan/atau asuransi atau bertanya kepada asosiasi terkait standar biaya penyesuaian yang berlaku di pasar setiap bulannya. 85