BAB VII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Iuran Produksi mineral dan batubara memberikan kontribusi 62% dari

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. mempunyai peranan yang penting terhadap tercapainya target APBN yang

PENGELOLAAN PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK SUMBER DAYA ALAM PERTAMBANGAN UMUM

POKOK-POKOK PERMENDAG NO. 04/M-DAG/PER/1/2014 tentang Ketentuan Ekspor Produk Pertambangan Hasil Pengolahan dan Pemurnian

MONITORING DAN EVALUASI ATAS HASIL KOORDINASI DAN SUPERVISI PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA PROVINSI SULAWESI UTARA, GORONTALO, DAN SULAWESI BARAT

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DIREKTORAT JENDERAL MINERAL DAN BATUBARA KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL SEMARANG, 20 MEI 2015

MONITORING DAN EVALUASI ATAS HASIL KOORDINASI DAN SUPERVISI PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR DAN NUSA TENGGARA BARAT

2012, No

SOSIALISASI DAN SEMINAR EITI PERBAIKAN TATA KELOLA KEGIATAN USAHA PERTAMBANGAN MINERBA

KEBIJAKAN EKSPOR PRODUK PERTAMBANGAN HASIL PENGOLAHAN DAN PEMURNIAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Orga

Mekanisme Investasi Modal Asing Dalam Pertambangan Nasional

TATA KELOLA KEGIATAN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB VII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan pembahasan yang disampaikan pada bagian sebelumnya,

MONITORING DAN EVALUASI ATAS HASIL KOORDINASI DAN SUPERVISI PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA PROVINSI BENGKULU, LAMPUNG, DAN BANTEN

- 5 - LAMPIRAN I KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 1823 K/30/MEM/ K TANGGAL : 7 Mei Maret 2018

PENGELOLAAN PNBP SDA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA. Biro Keuangan Kementerian ESDM

BAB I PENDAHULUAN. Sumber Daya Alam (SDA) yang terkandung dalam wilayah hukum. pertambangan Indonesia merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang

MONITORING DAN EVALUASI ATAS HASIL KOORDINASI DAN SUPERVISI PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA PROVINSI MALUKU, PAPUA, DAN PAPUA BARAT

Oleh : DR. TGH. M. ZAINUL MAJDI GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT

PERATURAN BUPATI TANAH LAUT NOMOR 33 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PENJUALAN DAN/ATAU RENCANA PENGIRIMAN HASIL TAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Menteri Perdagangan Republik Indonesia PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA : 04/M-DAG/PER/1/2007 TENTANG KETENTUAN EKSPOR TIMAH BATANGAN

POKOK-POKOK KETENTUAN EKSPOR BATUBARA

Berikut penataan regulasi yang disederhanakan/dicabut Jilid II oleh Kementerian ESDM (belum termasuk peraturan lain pada SKK Migas):

Inception Report. Pelaporan EITI Indonesia KAP Heliantono & Rekan

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL. Izin Khusus. Pertambangan. Mineral Batu Bara. Tata Cara.

Laporan Hasil Kajian Sistem Pengelolaan PNBP Minerba 2013 PENGANTAR

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap organisasi tidak terkecuali pemerintah memerlukan suatu alat

PENDAPATAN NEGARA BUKAN PAJAK SUB SEKTOR MINERAL DAN BATUBARA. Oleh : Indra Syahputra Lubis

KEBIJAKAN MINERAL DAN BATUBARA

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada tahun 2015 pemerintah pusat dan pemerintah daerah diwajibkan

MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA

4*, 44n0300 MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA

PEMBAGIAN URUSAN PENGELOLAAN MINERAL DAN BATUBARA PASCA UNDANG-UNDANG NO. 23 TAHUN 2014 DAN PERUBAHANNYA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KEBIJAKAN UMUM SEKTOR PERTAMBANGAN

2016, No Peraturan Menteri Perdagangan tentang Ketentuan Ekspor Produk Pertambangan Hasil Pengolahan dan Pemurnian; Mengingat: 1. Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan yang dilaksanakan dalam rangka mewujudkan tujuan negara

BAB V PENUTUP. Berdasarkan seluruh uraian pada bab-bab terdahulu, kiranya dapat. disimpulkan dalam beberapa poin sebagai berikut:

KEBIJAKAN MINERAL DAN BATUBARA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA [LN 2009/4, TLN 4959]

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

MEDAN, 25 MARET 2015 OLEH : GUBERNUR ACEH

2017, No tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 06 Tahun 2017 tentang Tata Cara Dan Persyaratan Pemberia

- 4 - MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL TENTANG PENGUSAHAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA.

KERANGKA ACUAN KERJA GERAKAN NASIONAL PENYELAMATAN SUMBER DAYA ALAM (SDA) INDONESIA SEKTOR PERTAMBANGAN MINERBA

PELAKSANAAN UU 23 TAHUN 2014 DI PROVINSI JAWA TIMUR

Kewenangan Pengelolaan FAKULTAS HUKUM, UNIVERSITAS SRIWIJAYA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

- 3 - BAB I KETENTUAN UMUM

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN LUAR NEGERI NOMOR : 08/DAGLU/PER/7/2008

- 3 - BAB I KETENTUAN UMUM

- 3 - BAB I KETENTUAN UMUM

PEDOMAN PEMBERIAN IZIN BIDANG ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DI JAWA TIMUR

Apabila ada tanggapan terhadap draft ini mohon dikirimkan ke:

PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM MENINGKATKAN PARTISIPASI PEMEGANG IUP DALAM PELAKSANAAN EITI INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1890, 2015 KEMENDAG. Impor. Mesin. Multifungsi. Berwarana. Fotokopi. Berwarana. Printer Berwarna. Pencabutan.

PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK (PNBP)

PROGRES IMPLEMENTASI 5 SASARAN RENCANA AKSI KOORDINASI DAN SUPERVISI MINERAL DAN BATUBARA

2 Mengingat Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2007 tentang Kegiatan Usaha Panas Bumi sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 70 T

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RAPAT KOORDINASI DAN SUPERVISI

MENTERI ENERGI DAN SUMBER DA VA MINERAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 32 TAHUN 2013

DIREKTORAT JENDERAL MINERAL DAN BATUBARA KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBERDAYA MINERAL

2 2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik I

Peraturan Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi Nomor: 104/BAPPEBTI/PER/08/2013

CAPAIAN SUB SEKTOR MINERAL DAN BATUBARA SEMESTER I/2017

Bedah Permen ESDM No. 7 Tahun Tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 40/M-DAG/PER/9/2009 TENTANG VERIFIKASI ATAU PENELUSURAN TEKNIS IMPOR KACA LEMBARAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Impor Besi. Baja. Ketentuan Impor.

MISKINYA RAKYAT KAYANYA HUTAN

TRANSPARANSI USULAN PENYALURAN PNBP SDA (SISI TUGAS, FUNGSI DAN PERAN BIRO KEUANGAN KESDM)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENGELOLAAN PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DAN PENGGUNAAN DANA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA 12/M-DAG/PER/6/2005 TENTANG KETENTUAN EKSPOR ROTAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DAN PENGGUNAAN DANA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA,

Tentang Pemurnian dan Pengolahan Mineral di Dalam Negeri

PROGRES IMPLEMENTASI 5 SASARAN RENCANA AKSI KORSUP PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2015

REPUBLIK INDONESIA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN HILIRISASI INDUSTRI DALAM RANGKA MENCAPAI TARGET PERTUMBUHAN INDUSTRI NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. kepulauan Indonesia dengan jumlah yang sangat besar seperti emas, perak, nikel,

Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang

TRANSPARANSI DAN PENCEGAHAN KORUPSI DI SEKTOR INDUSTRI PERTAMBANGAN

PROSEDUR EKSPOR DALAM MENDUKUNG KEGIATAN MIGAS. Kementerian Keuangan RI Direktorat Jenderal Bea dan Cukai

Informasi Berkala Sekretariat Jenderal Kementerian Energi Dan Sumber Daya Mineral

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI

KEBIJAKAN SUB SEKTOR MINERBA DI KALIMANTAN TENGAH

FAKULTAS HUKUM, UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2017, No Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 85/M-DAG/PER/12/2016 tentang Pelayanan Terpadu Perdagangan (Berita Negara Republik Indonesia

TATA KELOLA INDUSTRI EKSTRAKTIF DI INDONESIA

2018, No Perdagangan Dunia) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3564); 2.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Sosialisasi: Peraturan Menteri ESDM No. 48/2017 tentang Pengawasan Pengusahaan di Sektor ESDM (Revisi atas Permen ESDM No.

(KOP SURAT PERUSAHAAN)

Transkripsi:

BAB VII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 7.4 Kesimpulan Iuran Produksi mineral dan batubara memberikan kontribusi 62% dari PNBP yang ada di Kementerian ESDM dalam kurun waktu 2008 s.d. 2012. Pengawasan atas pembayaran PNBP dari iuran produksi tersebut dinilai masih kurang optimal. BPK-RI masih menemukan piutang iuran produksi yang belum terbayar sebesar Rp938,36 milyar periode 2007 s.d.2013 dan BPKP-RI masih menemukan nilai piutang iuran produksi yang mencapai Rp6,7 triliun periode 2003 s.d. 2010. Oleh sebab itu, penulis mencoba meneliti bagimana pengawasan atas pembayaran iuran produksi mineral dan batubara dilaksanakan oleh pemerintah. Dari hasil wawancara dengan pejabat Ditjen Mineral dan Batubara dan BPKP-RI dan observasi dari beberapa dokumen yang relevan dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Sistem pengawasan atas pembayaran iuran produksi telah dibuat secara komprehensif oleh pemerintah. Salah satunya dengan terbitnya peraturan perundangan-perundangan yang mewajibkan bahwa Menteri, Gubernur, Bupati/Walikota wajib melakukan pengawasan produksi dan penjualan mineral dan batubara serta pengawasaan atas pembayaran iuran produksi mineral dan batubara. Pertama pengawasan produksi dan penjualan mineral dan batubara, peraturan peruu-an tersebut diantaranya UU No.4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara, PP No.55 Tahun 2010 tentang Pembinaan dan 77

Pengawasan Penyelenggaraan Pengelolaan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, Permen ESDM no.17 Tahun 2010 tentang Tatacara Penetapan Harga Patokan Penjualan Mineral dan Batubara, PerMenDag No. 29/M- DAG/PER/5/2012 tentang Ketentuan Ekspor Produk Pertambangan, PerMenDag No. 39/M-DAG/PER/7/2014 tentang Ketentuan Ekspor Produk Batubara dan Produk Batubara, PerMenDag No. 44/M-DAG/PER/7/2014 tentang Ketentuan Ekspor Timah, Perdirjen Minerba No. 481 K/30/DJB/2014 tentang Tatacara Penetapan Surveyor untuk Verifikasi Analisa Kualitas Dan Kuantitas Penjualan Batubara. Kedua pengawasan pembayaran iuran produksi, peraturan peruu-an tersebut diantaranya UU No.4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara, PP No.55 Tahun 2010 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pengelolaan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, PP No.22 Tahun 2005 tentang Pemeriksaan PNBP. 2. Kegiatan pengawasan pembayaran iuran produksi mineral dan batubara dimulai dari pengawasan produksi dan penjualan sampai dengan pengawasan pembayaran iuran produksi mineral dan batubara. a. Pertama, kegiatan pengawasan produksi dan penjualan telah dilakukan setiap bulan. Paramater yang digunakan dalam pelaksanaan pengawasan yaitu menentukan kesesuaian jumlah, kualitas dan harga mineral dan batubara berdasarkan laporan produksi dan penjualan yang disampaikan oleh perusahaan tambang dengan dokumen pendukung sebagaimana dijelaskan pada bab 5 serta berdasarkan hasil inspeksi atau pengamatan dilapangan. Untuk memudahkan dalam pelaksanaan pengawasan, 78

pemerintah menunjuk perusahaan surveyor untuk menguji jumlah dan kualitas mineral dan batubara yang hendak dijual. b. Kedua, pengawasan atas pembayaran iuran produksi mineral dan batubara dilakukan dengan dilakukan melalui rekonsiliasi untuk mencocokkan data pembayaran iuran produksi yang tercatat oleh Ditjen Mineral dan Batubara dengan Ditjen Perbendaharaan Kemenkeu serta verifikasi untuk mencocokkan laporan pembayaran iuran produksi mineral dan batubara dengan dokumen pendukung (laporan penjualan mineral dan batubara dan laporan surveyor). Kegiatan verifikasi juga dilakukan oleh tiga pihak diantaranya Perusahaan Surveyor, Ditjen Mineral dan Batubara dan BPKP- RI. 3. Beberapa risiko yang ditemukan dalam rangka pelaksanaan kegiatan pengawasan pembayaran iuran produksi mineral dan batubara diantaranya : a. Laporan produksi dan penjualan mineral dan batubara khusususnya dari IUP belum disampaikan secara tertib. Hal ini disebabkan belum diterapkannya sanksi yang tegas bagi pemerintah daerah dan IUP yang tidak menyampaikan laporan secara tepat waktu. b. Kegiatan pengawasan produksi mineral dan batubara baru dilakukan sebatas perusahaan kontrak karya tahap operasi produksi (KK tahap OP) dan perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara tahap operasi produksi (PKP2B tahap OP) sedangkan perusahaan IUP tahap OP yang jumlah izinnya mencapai 5.423 belum dilakukan pengawasan secara efektif. 79

c. Belum ditetapkannya Peraturan Menteri ESDM tentang Standar dan Prosedur Pengawasan Produksi dan Penjualan mineral dan batubara yang merupakan amanat PP No.55 Tahun 2010 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pengelolaan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. Hal tersebut membuat Pemerintah Daerah (Provinsi dan Kabupaten/Kota) tidak memahami mekanisme pengawasan produksi dan penjualan mineral dan batubara bagi para pemegang IUP OP. d. Laporan produksi dan LS yang disampaikan oleh perusahaan tambang dan perusahaan surveyor belum dapat ditindaklanjuti dengan pemeriksaan bukti pembayaran iuran produsi oleh Ditjen Minerba. Kegiatan pemeriksaan saat ini masih dilakukan oleh BPKP-RI dengan jumlah rasio yang diaudit baru mencapai 6%. e. Jumlah tenaga dan kompetensi pengawas produksi dan penjualan dan pengawas iuran produksi mineral dan batubara masih terbatas baik di pemerintah pusat maupun di pemerintah daerah. Kegiatan pengawasan oleh pemerintah pusat dilaksanakan oleh 3 Subdit yakni Subdit Pengawasan Operasi Produksi Mineral, Subdit Pengawasan Operasi Produksi Batubara dan Subdit Penerimaan Negara yang jumlah personilnya rata-rata hanya mencapai 15 s.d 20 orang. f. Belum ada sinergitas atau kerjasama yang baik antara Ditjen Mineral dan Batubara, Ditjen Bea Cukai, Syah Bandar, dan Kementerian Perdagangan terkait pengawasasan penjualan dan pembayaran royalti mineral dan batubara. Utamanya, adanya duplikasi kegiatan pengawasan produksi dan 80

penjualan yang dilakukan oleh Perusahaan Surveyor dan Ditjen Mineral dan Batubara c.q. Subdit Pengawasan Operasi Produksi Mineral dan Batubara. g. Pemerintah belum melakukan survey pembanding atas analisa kualitas dan kuantitas mineral dan batubara yang dilakukan oleh perusahaan surveyor. Hal ini berdampak hasil analisa tersebut tidak diyakini keabsahannya secara menyeluruh. Untuk mengatasi hal tersebut, Dirjen Mineral dan Batubara telah menerbitkan peraturan no. 481 K/30/DJB/2014 tanggal 30 Mei 2014 yang menugaskan surveyor witness untuk mendampingi surveyor dalam verifikasi penjualan batubara dalam negeri dan luar negeri. h. Pemerintah belum melakukan penataatan pelabuhan untuk tujuan penjualan ekspor dan penjualan dalam negeri sehingga pengawasan produksi dan penjualan serta pembayaran iuran produksi mineral dan batubara sulit dilakukan. Hal ini membuat KPK-RI curiga bahwa ada unsur kesengajaan perusahaan tambang untuk tidak melaporkan mineral dan batubara yang hendak di jual kepada pemerintah. i. Belum dibangun sistem informasi mineral dan batubara yang menyajikan data produksi dan penjualan mineral dan batubara secara realtime sehingga besarnya kewajiban iuran produksi mineral dan batubara juga tidak bisa disajikan secara realtime. j. Belum ada sinergitas pengawasan produksi dan penjualan yang dilakukan oleh Subdit Pengawasan Operasi Produksi Mineral dan Batubara dan Subdit Penerimaan Negara Mineral dan Batubara. Padahal, output dari pengawasan 81

produksi dan pejualan tersebut dapat dijadikan dasar untuk menetapkan jumlah iuran produksi mineral dan batubara terutang. k. Ada potensi perusahaan tambang akan mengenakan biaya penyesuaian yang ditetapkan dalam PerDirjen Mineral dan Batubara No.644.K/30/DJB/2013 dimana biaya penyesuaian tersebut merupakan biaya tertinggi yang diperbolehkan dalam perhitungan kewajiban iuran produksi. Jika perusahaan menggunakan biaya penyesuaian tertinggi maka iuran produksi akan lebih kecil dibandingkan biaya penyesuaian yang terjadi. l. Kegiatan verifikasi belum dapat dilaksanakan secara optimal. Hal ini disebabkan jumlah tenaga dan kompetensi pengawas baik yang pada Ditjen Mineral dan Batubara maupun BPKP-RI masih sangat terbatas. 7.2 Keterbatasan Penelitian Penelitian ini memiliki keterbatasan dari sisi waktu, lokasi, dan biaya, sehingga hal yang ditekankan dalam penelitian ini terbatas untuk : 1. Memahami mekanisme pengawasan produksi dan penjualan dan pembayaran iuran produksi mineral dan batubara; 2. Memahami permasalahan pengawasan pembayaran iuran produksi mineral dan batubara berdasarkan sumber informasi dari Ditjen Mineral dan Batubara, BPKP-RI dan informasi-informasi lainnya yang diperoleh dari riset dokumen; dan 3. Melakukan penelitian selanjutnya secara lebih komprehensif dengan melibatkan KESDM, Kementerian Keuangan, Kementerian Perdagangan, Asosiasi Pemerintah Daerah, BPKP-RI, dan KPK-RI. 82

7.3 Rekomendasi Berdasarkan hasil penelitian dan keterbatasan penelitian diatas, penulis memberikan saran sebagai berikut : 1. Pemerintah harus mengeluarkan sanksi yang tegas bagi IUP dan pemerinah daerah yang tidak menyampaikan laporan produksi dan penjualan mineral dan batubara secara tertib. Sanksi tersebut dapat berupa peringatan tertulis, penghentian sementara sebagaian atau seluruh kegiatan produksi, dan/atau pencabutan IUP, IPR, atau IUPK. Apabila pemerintah tidak menerapkan sanksi yang tegas perlu dilaksanakan, BPK-RI harus melakukan audit kinerja untuk menilai efektifitas pengawasan produksi mineral dan batubara yang dilakukan pemerintah. 2. Pemerintah harus segera menerbitkan Peraturan Menteri ESDM tentang Standar dan Prosedur Pengawasan Produksi dan Penjualan mineral dan batubara serta tatacara pengenaan dan pemungutan dan penyetoran PNBP sehingga hal ini dapat memperkuat kegiatan pengawasan khususnya yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah. 3. Pemerintah harus memperbanyak dan memperkuat jumlah personil pengawas baik yang ada di pusat maupun yang ada didaerah. Hal ini dapat dilakukan melalui perekrutan PNS baru baik dipusat dan didaerah setelah analisa formasi dan kebutuhan tenaga pengawas dilakukan bersama Biro Kepegawaian dan Organisasi dan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan RB. 4. Pemerintah harus meningkatkan audit coverage ratio atas kepatuhan pembayaran iuran produksi melalui kerjasama dengan KPK-RI, Perusahaan 83

Surveyor, BPK-RI dan Pemerintah Daerah dimana saat ini memiliki kantor perwakilan pada daerah penghasil tambang. 5. Perlu dilakukan koordinasi dan pengawasan yang sinergis antara Ditjen Mineral dan Batubara KESDM, Ditjen Bea Cukai Kemenkeu, Syah Bandar, dan Kementerian Perdagangan agar laporan penjualan setiap periodenya dapat diketahui secara realtime. Hal ini dapat dilakukan dengan membuat nota kesepahaman antara masing-masing pihak yang memuat pelaksanaan kerja sama dalam rangka koordinasi dan pengawasan penjualan dan ekspor produk mineral dan batubara. 6. Perlu dilakukan penataan ulang terkait dengan tugas dan fungsi surveyor melalui penugasan langsung perusahaan surveyor oleh pemerintah agar tidak terjadi benturan kepentingan perusahaan surveyor dengan perusahaan tambang selaku eksportir mineral dan batubara. 7. Pemerintah harus mempercepat penataatan pelabuhan ekspor mineral dan batubara agar pengawasan penjualan dapat dilakukan secara optimal. Disamping itu, pemerintah pusat harus meminta pemerintah daerah dapat melakukan pemetaan jalur distribusi mineral dan batubara dari pemegang IUP yang selama ini dicurigai sebagai pelabuhan ilegal. 8. Untuk pelaksanaan pengawasan pembayaran iuran produksi mineral dan batubara berjalan optimal, Pemerintah harus membangun sistem informasi mineral dan batubara yang menyajikan data produksi dan penjualan mineral dan batubara secara realtime dan terintegrasi dengan sistem pembayaran iuran 84

produksi mineral dan batubara sehingga besarnya kewajiban iuran produksi mineral dan batubara juga dapat disajikan secara realtime. 9. Perlu dilakukan penataan ulang mekanisme pengawasan yang dilakukan oleh Ditjen Mineral dan Batubara agar tugas dan fungsi pada masing-masing direktorat yang menangani pengawasan produksi dan penjualan mineral dan batubara serta pengawasan pembayaran iuran produksi dapat berjalan secara sinergis. 10. Dalam rangka penghitungan biaya penyesuaian, pemerintah meminta kepada perusahaan agar mereka dapat menunjukkan bukti penagihan/pengeluaran terkait biaya penyesuaian atau pemerintah dapat melakukan konfirmasi bukti penagihan biaya penyesuaian kepada perusahan yang melayani jasa bongkar muat, biaya angkut tongkang, surveyor, dan/atau asuransi atau bertanya kepada asosiasi terkait standar biaya penyesuaian yang berlaku di pasar setiap bulannya. 85