BAB I PENDAHULUAN. Peran aparat pengawasan di daerah yang tidak efektif merupakan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. transparan dan akuntabel, menteri/pimpinan lembaga, gubernur dan

BAB I PENDAHULUAN. dibentuk dengan tugas melaksanakan pengawasan intern (internal audit) di lingkungan

BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP).

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini merupakan pendahuluan dari pembahasan peneliti yang berisi latar

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan tentang pentingnya penelitian dilakukan. Bab ini meliputi

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini akan menjelaskan latar belakang masalah yang menjadi fokus penelitian

BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN

BAB I PENDAHULUAN. Semakin meningkatnya tuntutan masyarakat atas penyelenggaraan

Arahan Presiden RI Rakornas Pengawasan Intern Pemerintah Tahun 2015 Jakarta, 13 Mei 2015

BAB I PENDAHULUAN. Bab pendahuluan ini akan menguraikan mengenai hal-hal yang melatar

BAB I P E N D A H U L U A N

ANGAN Mengingat : 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

LAKIP INSPEKTORAT 2012 BAB I PENDAHULUAN. manajemen, antara lain fungsi-fungsi planning, organizing,

BAB I PENDAHULUAN. karena karena terjadinya krisis ekonomi di Indonesia serta maraknya tingkat

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik, atau biasa disebut good governance. Untuk mencapainya

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian mengenai implementasi kebijakan

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi birokrasi di Indonesia didesain agar bisa menciptakan birokrasi

BAB I PENDAHULUAN. dewasa ini adalah menguatnya tuntutan akuntabilitas atas lembaga-lembaga publik,

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan paradigma administrasi publik dari public administration

LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BPKP NOMOR TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN TEKNIS MONITORING KAPABILITAS APARAT PENGAWASAN INTERN PEMERINTAH

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. tugas dan fungsinya secara efektif dan efisien, serta sesuai dengan rencana,

PEDOMAN TEKNIS PEMANTAUAN PENINGKATAN KAPABILITAS APIP

- 1 - PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 62 TAHUN 2017 TENTANG PIAGAM AUDIT INTERN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt cüéä Çá ]tãt UtÜtà

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya krisis ekonomi di Indonesia ternyata disebabkan oleh buruknya

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Seiring dengan adanya perubahan masa dari orde baru ke era

BERITA DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN

BAB I PENDAHULUAN. penelitian, manfaat penelitian, kontribusi penelitian, ruang lingkup, dan batasan

PERAN INSPEKTORAT UTAMA DALAM MENDUKUNG REFORMASI BIROKRASI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

MENTERI NEGARA RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN. Kantor Pengelolaan Taman Pintar. Pada BAB 1, penelitian ini menjelaskan

BAB I PENDAHULUAN. membawa kepada suatu perubahan adalah reformasi akan perwujudan dan

BAB I PENDAHULUAN. keuangan pemerintah pusat maupun pemerintah daerah tidak dapat dibendung dan

BAB I PENDAHULUAN. strategis APIP tersebut antara lain: (i) mengawal program dan kebijakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Tuntutan pelaksanaan akuntabilitas sektor publik terhadap

KONFERENSI NASIONAL APARAT PENGAWASAN INTERN PEMERINTAH TAHUN 2010 SIMPULAN

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah; 3. Memelihara dan meningkatkan kualitas tata kelola. penyelenggaraan tugas dan fungsi instansi pemerintah.

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Pemerintahan yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan

BAB I PENDAHULUAN. menolak hasil dengan memberikan rekomendasi tentang tindakan-tindakan

BAB I PENDAHULUAN. dan kegagalan pelaksanaan kegiatan-kegiatan sesuai dengan program dan. kebijakan yang ditetapkan. (BPPK Depkeu, 2014 )

Setyanta Nugraha Inspektur Utama Sekretariat Jenderal DPR RI. Irtama

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 60 Tahun 2008 pasal

LAPORAN PENELITIAN INDIVIDU

PERATURAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN BUPATI PENAJAM PASER UTARA NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Auditor merupakan profesi yang mendapat kepercayaan dari publik untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. hidup orang banyak, maka sudah sepantasnya pemerintah dapat memberikan

PIAGAM AUDIT INTERN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI SUMATERA BARAT

2017, No Berencana Nasional tentang Penyelenggaraan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah di Lingkungan Badan Kependudukan dan Keluarga Berenc

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang langsung bertanggungjawab kepada Presiden dalam melaksanakan fungsi

BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN BUPATI PENAJAM PASER UTARA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan sesuai dengan tugas dan fungsinya secara efektif dan efisien

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

PENINGKATAN AKUNTABILITAS KINERJA dan KEUANGAN INSTANSI PEMERINTAH

KEBIJAKAN PENGAWASAN DAN AKUNTABILITAS APARATUR

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan kepemerintahan yang baik (good governance) yang mengarah pada

Pendahuluan. Penguatan Pengawasan. Lemahnya Sistem Pengawasan. Perilaku koruptif ASN dan Pejabat Negara. Penyimpangan Birokrasi

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2008 diatur bahwa pengawasan intern pemerintah dilaksanakan oleh

I. PENDAHULUAN. salah satu upaya yang harus dilakukan untuk meningkatkan efisiensi dan

BAB 1 PENDAHULUAN. isu yang strategis untuk dibahas. Salah satu topiknya adalah menyangkut Tindak

BAB I PENDAHULUAN. menemukan temuan yang memuat permasalahan, yang meliputi

BAB I PENDAHULUAN. Tuntutan pelaksanaan akuntabilitas sektor publik terhadap terwujudnya

BAB VI SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). untuk menjamin bahwa tujuan tercapai secara hemat, efisien, dan efektif.

PERATURAN SEKRETARIS JENDERAL KOMISI YUDISIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PROGRAM KERJA PENGAWASAN INTERNAL

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya tuntutan masyarakat atas terwujudnya good governance di Indonesia

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

- 9 - BAB II PENCAPAIAN DAN ISU STRATEGIS

BERITA NEGARA. No.787, 2011 KEMENTERIAN LUAR NEGERI. Sistem Pengendalian Intern Pemerintah. Penyelenggaraan.

PEMERINTAH KABUPATEN PANDEGLANG I N S P E K T O R A T Jalan Mayor Widagdo No. 2 Telepon (0253) PANDEGLANG PIAGAM AUDIT INTERN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 21 TAHUN 2O16 TENTANG PIAGAM AUDIT INTERN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN PATI

RINGKASAN EKSEKUTIF. Untuk mewujudkan visi, BPKP memiliki tiga misi, yaitu:

BAB I PENDAHULUAN. proses terciptanya akuntabilitas dan transparansi pengelolaan keuangan di daerah.

BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH

JABATAN FUNGSIONAL PENGAWAS PENYELENGGARAAN URUSAN PEMERINTAHAN DI DAERAH (JFP2UPD) DAN JABATAN FUNGSIONAL AUDITOR (JFA)

2016, No Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Indonesia Nomor 3851); 2. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini akan membahas mengenai latar belakang penelitian, rumusan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PENINGKATAN TRANSPARANSI DAN AKUNTABILITAS APARATUR DALAM KERANGKA REFORMASI BIROKRASI

Peran Strategis AAIPI dalam Meningkatkan Kapabilitas APIP

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 30

BAB1 PENDAHULUAN. Salah satu agenda reformasi adalah desentralisasi keuangan dan. otonomi daerah sebagaimana telah diatur dalam Undang-undang (UU) No.

BAB I PENDAHULUAN. good governance dan clean government. Seiring dengan hal tersebut, pemerintah

INFORMASI KINERJA. No Tujuan Capaian Kinerja

BUPATI BENER MERIAH PERATURAN BUPATI BENER MERIAH NOMOR 8 TAHUN 2017 TENTANG PIAGAM AUDIT INTERNAL DI LINGKUNGAN INSPEKTORAT KABUPATEN BENER MERIAH

EVALUASI KURIKULUM DIKLAT BERBASIS KOMPETENSI DALAM MENINGKATKAN SOFT COMPETENCY PELAKSANA KEMENTERIAN KEUANGAN:

Andri Williyanto Prawira Sitorus SE.,Ak

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI

BAB 1 PENDAHULUAN. Meningkatnya kebutuhan audit tidak hanya terjadi pada sektor privat,

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peran aparat pengawasan di daerah yang tidak efektif merupakan salah satu penyebab semakin meratanya kasus korupsi dan buruknya tata kelola pemerintahan daerah. Hal tersebut sebagaimana diungkapkan oleh Koordinator Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan Indonesian Corruption Watch (ICW) Emerson Yuntho. Ia menduga, korupsi di daerah masih terjadi secara masif karena lemahnya pengawasan penegak hukum terhadap para pejabat daerah. "Korupsi masih merata di daerah, otonomi jadi automoney. Sistem pengawasannya tidak cukup optimal sehingga mendorong mereka masif melakukan praktek korupsi, " (kompas.com). Rendahnya independensi dan kapabilitas aparat pengawasan intern pemerintah (APIP) dalam melakukan fungsi pengawasan sekaligus early warning dalam tata kelola pemerintahan di Indonesia menurut banyak pihak turut memberikan andil dalam kondisi tersebut. Tingginya kasus korupsi pada sektor pemerintahan, baik di tingkat pusat maupun daerah di Indonesia, menjadi bukti bahwa fungsi aparatur pengawasan belumlah maksimal. Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Denny Indrayana mengatakan, sekitar 70 persen kepala daerah di Indonesia terjerat kasus korupsi (www.jpnn.com). Berdasarkan data yang dimiliki oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), penanganan kasus tindak pidana korupsi yang melibatkan kepala daerah pada tahun 2011 sedikitnya terdapat 17 gubernur (52%) dan 158 (30%) bupati/walikota se 1

2 indonesia. Bukan hanya pada level kepala daerah, korupsi juga terjadi hampir pada semua level eksekutif dan lembaga legislatif, sehingga banyak pihak mengatakan korupsi sudah menyentuh pada kondisi masif. Berdasarkan hasil survei integritas sektor publik yang dilakukan oleh KPK pada tahun 2013, dengan responden pelaku bisnis di beberapa kota di Indonesia menunjukkan Indeks Integritas layanan sektor publik secara nasional belum memuaskan yaitu sebesar 6,80 dari skala 10. Indeks integritas sektor publik terendah ada pada pemerintahan daerah, yaitu sebesar 6,82 (sumber: KPK.go.id). Pembenahan tata kelola pemerintah daerah menuju tata kelola pemerintahan yang baik (good local governance) agaknya perlu perhatian yang lebih serius dari pemerintah. Hasil survey Transparansi Internasional Indonesia, yang tertuang dalam Indonesia Governance Index (IGI) menunjukkan hasil IGI di 34 Kabupaten/kota dengan menggunakan 126 indikator juga menunjukkan kinerja tata kelola pemerintahan di tingkat kabupaten/kota tergolong buruk yaitu rata-rata 4,92 dari skala 1 sampai 10 (KPK,2014). IGI merupakan alat ukur untuk melihat kinerja tata kelola pemerintahan di daerah. Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MENPAN&RB) Azwar Abubakar dalam konferensi Asosiasi Auditor Intern Pemerintah Indonesia (AAIPI) di Gedung Dhanapala Kementerian Keuangan Jakarta pada hari Kamis, 12 Juni 2014 mengatakan Selain posisi APIP yang belum independen, SDM pengawasan kurang profesional, serta lemahnya bisnis proses pengawasan, kondisi tersebut perlu segera diperbaiki secara mendasar dan komprehensif (http://www.menpan.go.id).

3 Guna memperkuat kapabilitas APIP, pemerintah telah mengeluarkan kebijakan terkait hal tersebut. Kebijakan yang ditetapkan pemerintah dalam pemberdayaan APIP sebetulnya telah lama dilakukan melalui peraturan perundang-undangan pada era setelah reformasi. Dimulai dengan diterbitkannya Undang-undang nomor 28 Tahun 1999 mengenai Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Selanjutnya pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 60 tahun 2008 mengenai Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) yang mempertegas peran APIP dalam melakukan pengawasan intern melalui audit, reviu, evaluasi, pemantauan dan pengawasan lainnya. Kebijakan untuk lebih mengefektifkan peran APIP juga muncul dalam grand design reformasi birokrasi melalui Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 dan road map reformasi birokrasi nasional yang menetapkan area peningkatan pengawasan sebagai sasaran reformasi birokrasi secara nasional. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 disebutkan bahwa pembinaan penyelenggaraan sistem pengendalian intern Pemerintah (SPIP) dilakukan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Disamping itu, BPKP berdasarkan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 19 Tahun 1996, ditetapkan sebagai Instansi Pembina Jabatan Fungsional Auditor (JFA) di lingkungan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP). Dalam rangka mewujudkan peran APIP yang efektif, sebagaimana diamanahkan dalam PP nomor 60 Tahun 2008 tersebut, Kepala BPKP telah menerbitkan Peraturan Kepala BPKP

4 Nomor 1633 Tahun 2011 mengenai Pedoman Teknis Peningkatan Kapabilitas APIP. BPKP juga telah melakukan pemetaan terkait kondisi masing-masing APIP di Indonesia dengan melakukan penilaian level kapabilitas APIP menggunakan pendekatan Internal Audit Capability Model (IA-CM), mengadopsi dari The Institute of Internal Auditor. Hal tersebut untuk menjawab kebutuhan peningkatan kapabilitas seiring dengan tuntutan dan tantangan yang dihadapi APIP di masa mendatang agar lebih berdaya guna dalam peningkatan tata kelola pemerintahan. BPKP telah menargetkan secara nasional sebanyak 60% APIP sampai dengan akhir tahun 2014 telah mencapai level 2 (dua) dalam tahapan leveling APIP berdasarkan model IA-CM. Dengan mencapai level 2 (dua) atau disebut level Infrastruktur, diharapkan APIP mampu mencegah, menangkal, mendeteksi tindakan pelanggaran terhadap ketentuan, prosedur termasuk mendeteksi dan mencegah korupsi, serta meningkatkan ketaatan kepada peraturan, kebijakan, dan prosedur (http://pusbinjfa.bpkp.go.id). Pada level APIP pemerintah daerah, salah satu wilayah dengan jumlah APIP yang 60% nya telah berada pada level 2 pada tahun 2014 adalah APIP di wilayah DIY. APIP di wilayah DIY juga sering menjadi rujukan banyak APIP dari daerah lain untuk melakukan studi banding peningkatan kapabilitas APIP. Hal ini seiring dengan prestasi pemerintah daerah di wilayah DIY yang menempati posisi yang cukup baik dalam berbagai survei jika dibandingkan dengan wilayah lain di Indonesia. Pada tahun 2008 Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Provinsi Yogyakarta menempati ranking pertama dengan IPK sebesar 6,43. Pada tahun 2010 IPK DIY

5 menempati ranking ke 4 dengan IPK sebesar 5,81. Meskipun mengalami penurunan dibandingkan tahun 2008, namun masih termasuk dalam 5 (lima) besar provinsi dengan IPK tertinggi (sumber : http://ti.or.id). Pada tahun 2010 Pemerintah Kota Yogyakarta juga meraih prestasi yang cukup membanggakan dengan meraih Bung Hatta Anti Corruption Award (sumber: bunghattaaward.org). Selanjutnya pada tahun 2013 DIY kembali meraih prestasi terbaik dengan mendapat nilai indeks tertinggi dalam Indonesia Governance Index (IGI) 2012-2013 dengan nilai sebesar 6,8 (www.beritasatu.com). Berdasarkan assessment BPKP, dari 6 (enam) APIP di wilayah DIY, 4(empat) APIP telah dinyatakan level 2 atau disebut level infrastructure dan 2(dua) APIP dinyatakan baru mencapai level 2 dengan catatan perbaikan (sumber: Perwakilan BPKP DIY, 2015). APIP yang dinilai telah berada pada level 2 (infrastucture) adalah Inspektorat DIY, Inspektorat Kota Yogyakarta, Inspektorat Bantul, dan Inspektorat Kulon Progo. Sedangkan APIP yang masih berada pada level 2 dengan catatan perbaikan adalah Inspektorat Sleman dan Inspektorat Gunung Kidul. Dilihat secara nasional, kondisi APIP di Indonesia berdasarkan assessement yang dilakukan BPKP pada akhir tahun 2013 juga menunjukkan kondisi sebagian besar APIP yang masih berada pada lower level (level 1 dan level 2), hal ini bisa dilihat dari gambar berikut :

6 Gambar 1.1 400 HASIL PEMETAAN KAPABILITAS APIP SAMPAI DENGAN TAHUN 2013 362 (91,41%) SECARA NASIONAL 396 APIP 350 300 250 200 150 100 50 0 Level 1 (Initial) level 1 IACM 33 (8,33 %) Level 2 (Infrastucture) level 2 1(0,25 %) Level 3 (Integrated) level 3 sumber data : Hasil Pemetaan Kapabilitas APIP oleh BPKP Tahun 2013 Berdasarkan gambar diatas, baik APIP yang berada pada level pemerintah pusat maupun APIP yang berada pada level pemerintah daerah, 91,43% masih berada pada level 1, sebanyak 8,33% APIP berada pada level 2 dan sebanyak 0,25% APIP berada pada level 3. Jika dibandingkan secara nasional tersebut, maka APIP di wilayah DIY dinilai telah lebih baik dibandingkan APIP di wilayah lain. Dengan latar belakang masalah diatas, penelitian ini ingin melihat bagaimana implementasi kebijakan peningkatan kapabilitas APIP yang telah dijalankan oleh pemerintah di wilayah DIY, agar dapat mengetahui kelemahan implementasi kebijakan yang dijalankan dengan melihat proses implementasi dan meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan peningkatan kapabilitas APIP di wilayah DIY.

7 1.2 Perumusan Masalah Dengan kondisi APIP di wilayah DIY dengan tingkat kapabilitas APIP mencapai 60% telah berada pada level 2 serta kondisi tata pemerintahan berdasar berbagai hasil survei telah lebih baik dibandingkan wilayah lain di Indonesia, peneliti tertarik untuk mengkaji bagaimana implementasi kebijakan peningkatan kapabilitas APIP di wilayah DIY, baik pada kelompok APIP level 2 dengan catatan perbaikan maupun pada kelompok APIP level 2-infrastructure. Disamping itu, dengan keterbatasan sumber daya penelitian, pemilihan Daerah Istimewa Yogyakarta dalam perspektif peneliti, cukup representatif dengan mempertimbangkan kondisi geografis dan wilayah yang tidak terlalu luas. Penelitian ini juga merupakan salah satu upaya untuk mengkaji lebih mendalam mengenai faktor-faktor yang mendukung dan menghambat keberhasilan peningkatan kapabilitas APIP di wilayah DIY serta kebijakan apa yang seharusnya diambil pemerintah dalam menata kelembagaan pengawasan intern yang ada pada pemerintah daerah supaya lebih berdaya guna untuk mewujudkan tata pemerintahan yang baik dan bersih. Dengan demikian rincian pertanyaan penelitian ini adalah sebagai berikut: Bagaimana implementasi kebijakan Peningkatan kapabilitas APIP pada pemerintah daerah di wilayah DIY? apakah terdapat perbedaan proses implementasi antara APIP kelompok level 2-infrastruktur dengan kelompok level 2 dengan catatan perbaikan?

8 Faktor-faktor apa yang menjadi pendukung dan penghambat implementasi kebijakan peningkatan kapabilitas APIP pada pemerintah daerah di wilayah DIY? 1.3 Tujuan Penelitian Dalam penelitian ini, penulis ingin melihat bagaimana implementasi kebijakan peningkatan kapabilitas APIP pada Pemerintah Daerah. Tujuan penelitian ini adalah untuk menggali faktor-faktor yang mempengaruhi (baik mendukung maupun menghambat) pelaksanaan implementasi peningkatan kapabilitas APIP di wilayah DIY. Pada ujungnya diharapkan hasil penelitian ini mampu memberikan feedback terhadap pemerintah daerah dan pengambil kebijakan guna meningkatkan efektifitas fungsi aparat pengawasan intern (APIP) pada pemerintah daerah, dalam mewujudkan pemerintahan daerah yang bersih menuju tata kelola pemerintahan yang baik (good local governance). 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini akan bermanfaat bagi akademisi dan para pengambil kebijakan guna melihat lebih dalam mengenai pengaturan kebijakan terkait dengan peningkatan kapabilitas Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) yang bertujuan untuk peningkatan efektifitas fungsi APIP pada Pemerintah Daerah.