KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS MAHASISWA CALON GURU MATEMATIKA: APA dan BAGAIMANA MENGEMBANGKANNYA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. ditetapkan. Proses pembelajaran di dalam kelas harus dapat menyiapkan siswa

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran berbasis masalah (Problem-based Learning), adalah model

ANALISIS KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MAHASISWA PENDIDIKAN MATEMATIKA PADA MATERI REGULA FALSI

PENGARUH PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS MAHASISWA UNIVERSITAS AL ASYARIAH MANDAR

PROBLEM-BASED LEARNING

MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS MAHASISWA CALON GURU MATEMATIKA MELALUI STRATEGI PERKULIAHAN KOLABORATIF BERBASIS MASALAH.

MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS MAHASISWA CALON GURU MATEMATIKA MELALUI STRATEGI PERKULIAHAN KOLABORATIF BERBASIS MASALAH.

ANALISIS KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH BERDASARKAN AKTIVITAS BELAJAR PADA MODEL PEMBELAJARAN PBL

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. logis, konsisten, dan dapat bekerjasama serta tidak mudah putus asa.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika merupakan salah satu unsur utama dalam. mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hakikatnya matematika

BAB II KAJIAN TEORITIK. sebagai proses dimana pelajar menemukan kombinasi aturan-aturan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. dahulu kita harus mengetahui definisi dari masalah itu sendiri. Prayitno (1985)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

Alamat Korespondensi: Jl. Ir. Sutami No. 36A Kentingan Surakarta, , 2)

MENGEMBANGKAN KEYAKINAN (BELIEF) SISWA TERHADAP MATEMATIKA MELALUI PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH

BAB II KAJIAN TEORITIK. menyelesaikan permasalahan yang diberikan. Menurut NCTM (2000) pemecahan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dedi Abdurozak, 2013

IMPLEMENTASI LESSON STUDY MELALUI PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATAN PEMECAHAN MASALAH PADA MATERI APLIKASI TRIGONOMETRI.

KEMAMPUAN PENYELESAIAN MASALAH MATEMATIS SISWA DALAM MATERI KUBUS DI KELAS IX SEKOLAH MENENGAH PERTAMA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk mata

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan seseorang, karena

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan sehari-hari. Masalah yang muncul pada kehidupan setiap

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PEMBELAJARAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA DI SEKOLAH DASAR DENGAN MODEL PEMBELAJARAN OSCAR

PENERAPAN STRATEGI PEMECAHAN MASALAH UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 7 PADANG

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Pentingnya pengembangan kemampuan berpikir kristis serta

MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN, KONEKSI DAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SEKOLAH DASAR (SD) MELALUI RECIPROCAL TEACHING

PROFIL KEMAMPUAN SISWA SMP DALAM MEMECAHKAN MASALAH MATEMATIKA OPEN-ENDED MATERI PECAHAN BERDASARKAN TINGKAT KEMAMPUAN MATEMATIKA

PEMAHAMAN KONSEP DAN KOMUNIKASI MATEMATIK DENGAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF CO-OP CO-OP

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dianggap sebagai pelajaran yang sulit dan kenyataannya sampai saat ini mutu pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan manusia sehari-hari. Beberapa diantaranya sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan daya pikir manusia. Perkembangan teknologi dan informasi

BAB I PENDAHULUAN. Untuk menghadapi tantangan zaman yang dinamis, berkembang dan

BAB I PENDAHULUAN. National Cauncil of Teacher of Mathematics (NCTM, 2000) menyebutkan. masalah (problem solving), penalaran (reasoning), komunikasi

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah AgusPrasetyo, 2015

ANALISIS KESALAHAN SISWA DALAM MENYELESAIKAN SOAL CERITA SPLDV BERDASARKAN LANGKAH PENYELESAIAN POLYA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

MENINGKATKAN DAYA MATEMATIK SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP)DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE GROUP INVESTIGATION

BAB I PENDAHULUAN. dalam proses belajar sehingga mereka dapat mencapai tujuan pendidikan.

MENGEMBANGKAN KECAKAPAN MATEMATIS MAHASISWA CALON GURU MATEMATIKA MELALUI STRATEGI PERKULIAHAN KOLABORATIF BERBASIS MASALAH.

BAB I PENDAHULUAN. Matematika memiliki peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan.

ANALISIS KESALAHAN MAHASISWA CALON GURU MATEMATIKA DALAM MEMECAHKAN MASALAH PROGRAM LINIER

PENDEKATAN PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan salah satu pengetahuan mendasar yang dapat

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MELALUI MODEL PEMBELAJARAN IDEAL PROBLEM SOLVING BERBASIS PROJECT BASED LEARNING

BAB II. Tinjauan Pustaka

Pembelajaran Matematika dengan Metode Penemuan Terbimbing untuk Meningkatkan Kemampuan Representasi Matematis Siswa SMA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. serta bertanggung jawab. Salah satu cara memperoleh sumber daya manusia yang

BAB I PENDAHULUAN (1982:1-2):

Komunikasi dalam Pembelajaran Matematika

BAB I PENDAHULUAN. mulai dari Sekolah Dasar sampai dengan Perguruan Tinggi. Matematika telah

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu upaya untuk memberikan pengetahuan, wawasan,

BAB I PENDAHULUAN. teknologi tidak dapat kita hindari. Pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan

PENGEMBANGAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI SEKOLAH DASAR

I. PENDAHULUAN. membantu proses pembangunan di semua aspek kehidupan bangsa salah satunya

Perkuliahan Kolaboratif Berbasis Masalah Untuk Mahasiswa Calon Guru Matematika: Sebuah Ilustrasi

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN. pesat terutama dalam bidang telekomunikasi dan informasi. Sebagai akibat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah.

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan Sekolah Menengah Atas (SMA). Matematika perlu. diberikan kepada semua siswa mulai dari sekolah dasar untuk

KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIS MENYELESAIKAN SOAL OPEN-ENDED MENURUT TINGKAT KEMAMPUAN DASAR MATERI SEGIEMPAT DI SMP

Pengembangan Kemampuan Komunikasi Matematika Siswa. Melalui Pembelajaran Matematika

BAB I PENDAHULUAN. Matematika adalah salah satu ilmu dasar, yang sangat berperan penting

Jurnal Saintech Vol No.04-Desember 2014 ISSN No

II. TINJAUAN PUSTAKA. Secara umum belief diartikan sebagai keyakinan atau kepercayaan diri terhadap

BAB I PENDAHULUAN. ini banyak pakar matematika, baik pendidik maupun peneliti yang. (1997) yang menyatakan bahwa much discucion and concern have been

KAJIAN RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA (HASIL TAHAPAN PLAN SUATU KEGIATAN LESSON STUDY MGMP SMA)

BAB 1 PENDAHULUAN. Hal tersebut merupakan sesuatu yang sangat penting untuk menentukan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. sebagian besar siswa kita. Padahal matematika sumber dari segala disiplin ilmu

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang konsep, kaidah,

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebudayaan telah berusaha untuk memperbaiki kemampuan siswa yang

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) secara global semakin

PENERAPAN STRATEGI METAKOGNITIF DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA SISWA KELAS X SMA NEGERI 2 PADANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nurningsih, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tujuan pembelajaran matematika diantaranya adalah mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ilmu matematika sampai saat ini, seperti Pythagoras, Plato,

BAB I PENDAHULUAN. rendahnya kualitas atau mutu pendidikan matematika. Laporan Badan Standar

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA SMP MELALUI PENDEKATAN PROBLEM POSING

PENDAHULUAN. Leli Nurlathifah, 2015

KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan. Matematika juga berfungsi dalam ilmu pengetahuan, artinya selain

EFEKTIVITAS MODEL PROBLEM BASED LEARNING DITINJAU DARI KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang berkualitas, berkarakter dan mampu berkompetensi dalam

KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIKA PADA PEMBELAJARAN KALKULUS MELALUI PENDEKATAN KONSTEKSTUAL

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas sumber daya manusia bagi suatu bangsa. Dengan adanya

BAB II KAJIAN TEORITIK. spesifik (Solso, 2008). Menurut Suherman (2001) pemecahan masalah merupakan

BAB II KAJIAN TEORI. A. Masalah Matematika. Masalah merupakan kesenjangan antara kenyataan dengan tujuan yang

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia merupakan faktor penting dalam membangun suatu

Transkripsi:

KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS MAHASISWA CALON GURU MATEMATIKA: APA dan BAGAIMANA MENGEMBANGKANNYA P-25 Oleh Djamilah Bondan Widjajanti Jurusan Pendidikan Matematika, FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta E-mail: dj_bondan@yahoo.com Abstrak Suatu soal atau pertanyaan merupakan suatu masalah apabila soal atau pertanyaan tersebut menantang untuk diselesaikan atau dijawab, dan prosedur untuk menyelesaikannya atau menjawabannya tidak dapat dilakukan secara rutin. Pemecahan masalah adalah proses yang digunakan untuk menyelesaikan masalah. Selain empat langkah pemecahan masalah matematika yang terkenal yang dikemukakan oleh G. Polya, dalam bukunya How to Solve It, terdapat juga model pemecahan masalah yang disebut dengan Bransford s IDEAL model dan Gick model. Mahasiswa calon guru matematika harus cukup mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan kemampuannya dalam pemecahan masalah, mengingat termasuk di dalam tugasnya nanti ketika menjadi guru adalah membimbing siswa belajar memecahkan masalah matematika. Mengajarkan bagaimana menyelesaikan masalah merupakan kegiatan guru untuk memberikan tantangan atau motivasi kepada para siswa agar mereka mampu memahami masalah tersebut, tertarik untuk memecahkannya, mampu menggunakan semua pengetahuannya untuk merumuskan strategi dalam memecahkan masalah tersebut, melaksanakan strategi itu, dan menilai apakah jawabannya benar. Melalui perkuliahan berbasis masalah (PBL), mahasiswa calon guru matematika dapat dikembangkan kemampuannya dalam pemecahan masalah. Ada banyak mata kuliah di Program Studi Pendidikan Matematika yang cocok diberikan menggunakan pendekatan PBL. Salah satu diantaranya adalah Matematika Diskret. Di dalam makalah ini diberikan contoh implementasi PBL dalam mata kuliah Matematika Diskret. Untuk dapat menjadi wahana pengembangan kemampuan pemecahan masalah, maka bahan ajar untuk mata kuliah Matematika Diskret dirancang secara khusus sedemikian hingga mahasiswa dapat belajar konsep tertentu melalui masalah yang diselesaikannya, sekaligus akan menjadi trampil menyelesaikan masalah matematis yang beragam. Kata Kunci: pemecahan masalah, mahasiswa Pendahuluan Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UNY, 5 Desember 2009 402

Salah satu tujuan belajar matematika bagi siswa/mahasiswa adalah agar ia mempunyai kemampuan atau ketrampilan dalam memecahkan masalah atau soal-soal matematika, sebagai sarana baginya untuk mengasah penalaran yang cermat, logis, kritis, dan kreatif. Oleh karena itu, kemampuan pemecahan masalah menjadi fokus pembelajaran matematika di semua jenjang. Lebih-lebih bagi seorang mahasiswa calon guru matematika, tentu tidaklah cukup jika ia hanya mempunyai kemampuan tersebut untuk dirinya sendiri, sebab kelak jika ia telah menjadi guru, ia akan mempunyai tugas yang berat yaitu menjadikan siswanya memiliki kemampuan untuk memecahkan masalah matematika. Memperhatikan pentingnya seorang mahasiswa calon guru matematika mempunyai kemampuan pemecahan masalah, maka perkuliahan di Program Studi Pendidikan Matematika sudah seyogyanya difungsikan sebagai wahana bagi mahasiswa untuk meningkatkan kemampuannya. Makalah ini akan membahas apa dan bagaimana mengembangkan kemampuan komunikasi matematis mahasiswa calon guru matematika. Pembahasan a. Masalah Dalam belajar matematika, pada umumnya yang dianggap masalah bukanlah soal yang biasa dijumpai siswa. Hudoyo (1988) menyatakan bahwa soal/pertanyaan disebut masalah tergantung kepada pengetahuan yang dimiliki penjawab. Dapat terjadi bagi seseorang, pertanyaan itu dapat dijawab dengan menggunakan prosedur rutin baginya, namun bagi orang lain untuk menjawab pertanyaan tersebut memerlukan pengorganisasian pengetahuan yang telah dimiliki secara tidak rutin. Senada dengan pendapat Hudoyo, Suherman, dkk. (2003) menyatakan bahwa suatu masalah biasanya memuat suatu situasi yang mendorong seseorang untuk menyelesaikannya akan tetapi tidak tahu secara langsung apa yang harus dikerjakan untuk menyelesaikannya. Jika suatu masalah diberikan kepada seorang anak dan anak tersebut langsung mengetahui cara menyelesaikannya dengan benar, maka soal tersebut tidak dapat dikatakan sebagai masalah bagi anak tersebut. Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UNY, 5 Desember 2009 403

Memperhatikan pendapat-pendapat tentang masalah seperti tersebut di atas, dapatlah disimpulkan bahwa suatu soal atau pertanyaan merupakan suatu masalah apabila soal atau pertanyaan tersebut menantang untuk diselesaikan atau dijawab, dan prosedur untuk menyelesaikannya atau menjawabannya tidak dapat dilakukan secara rutin, sebagaimana Bell (1978) menyatakan bahwa a situation is a problem for a person if he or she is aware of its existence, recognizes that it requires action, wants or needs to act and does so, and is not immediately able to resolve the situation. b. Pemecahan Masalah Pemecahan masalah adalah proses yang digunakan untuk menyelesaikan masalah. Pada tahun 1983, Mayer mendefinisikan pemecahan masalah sebagai suatu proses banyak langkah dengan si pemecah masalah harus menemukan hubungan antara pengalaman (skema) masa lalunya dengan masalah yang sekarang dihadapinya dan kemudian bertindak untuk menyelesaikannya (Kirkley, 2003). Pentingnya belajar pemecahan masalah dalam matematika, banyak ahli yang mengatakannya. Menurut Bell (1978) hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa strategi-strategi pemecahan masalah yang umumnya dipelajari dalam pelajaran matematika, dalam hal-hal tertentu, dapat ditransfer dan diaplikasikan dalam situasi pemecahan masalah yang lain. Penyelesaian masalah secara matematis dapat membantu para siswa meningkatkan daya analitis mereka dan dapat menolong mereka dalam menerapkan daya tersebut pada bermacam-macam situasi. Conney (dikutip Hudoyo, 1988) juga menyatakan bahwa mengajarkan penyelesaian masalah kepada peserta didik, memungkinkan peserta didik itu menjadi lebih analitis di dalam mengambil keputusan di dalam hidupnya. Dengan perkataan lain, bila peserta didik dilatih menyelesaikan masalah, maka peserta didik itu akan mampu mengambil keputusan, sebab peserta didik itu telah menjadi trampil tentang bagaimana mengumpulkan informasi yang relevan, menganalisis informasi, dan menyadari betapa perlunya meneliti kembali hasil yang telah diperolehnya. Memperhatikan apa yang akan diperoleh siswa dengan belajar memecahkan masalah, maka wajarlah jika pemecahan masalah adalah bagian yang sangat penting, bahkan paling penting dalam belajar matematika. Hal ini karena pada dasarnya salah Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UNY, 5 Desember 2009 404

satu tujuan belajar matematika bagi siswa adalah agar ia mempunyai kemampuan atau ketrampilan dalam memecahkan masalah atau soal-soal matematika, sebagai sarana baginya untuk mengasah penalaran yang cermat, logis, kritis, analitis, dan kreatif. Romberg (dalam Schoenfeld, 1994) menyebutkan 5 tujuan belajar matematika bagi siswa, yaitu: (1) belajar nilai tentang matematika, (2) menjadi percaya diri dengan kemampuannya sendiri, (3) menjadi pemecah masalah matematika, (4) belajar untuk berkomunikasi secara matematis, dan (5) belajar untuk bernalar secara matematis. NCTM (2000) menyebutkan bahwa memecahkan masalah bukan saja merupakan suatu sasaran belajar matematika, tetapi sekaligus merupakan alat utama untuk melakukan belajar itu. Oleh karena itu, kemampuan pemecahan masalah menjadi fokus pembelajaran matematika di semua jenjang, dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Dengan mempelajari pemecahan masalah di dalam matematika, para siswa akan mendapatkan cara-cara berfikir, kebiasaan tekun, dan keingintahuan, serta kepercayaan diri di dalam situasi-situasi tidak biasa, sebagaimana situasi yang akan mereka hadapi di luar ruang kelas matematika. Di kehidupan sehari-hari dan dunia kerja, menjadi seorang pemecah masalah yang baik bisa membawa manfaat-manfaat besar. Karena menyelesaikan masalah bagi siswa itu dapat bermakna proses untuk menerima tantangan, sebagaimana dikatakan Hudoyo (1988), maka mengajarkan bagaimana menyelesaikan masalah merupakan kegiatan guru untuk memberikan tantangan atau motivasi kepada para siswa agar mereka mampu memahami masalah tersebut, tertarik untuk memecahkannya, mampu menggunakan semua pengetahuannya untuk merumuskan strategi dalam memecahkan masalah tersebut, melaksanakan strategi itu, dan menilai apakah jawabannya benar. Untuk dapat memotivasi para siswa secara demikian, maka setiap guru matematika harus mengetahui dan memahami langkah-langkah dan strategi dalam penyelesaian masalah matematika. Langkah pemecahan masalah matematika yang terkenal dikemukakan oleh G. Polya, dalam bukunya How to Solve It. Empat langkah pemecahan masalah matematika menurut G. Polya tersebut adalah: (1) Understanding the problem, (2) Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UNY, 5 Desember 2009 405

Devising plan, (3) Carrying out the plan, (4) Looking Back (Alfeld, 1996). Hall (2000) juga membuat iktisar dari buku G Polya tersebut, dan merinci bahwa: (1) Memahami masalah, meliputi memberi label atau _able_ dan mengidentifikasi apa yang ditanyakan, syarat-syarat, apa yang diketahui (datanya), dan menentukan solubility masalahnya, (2) Membuat sebuah rencana, yang berarti menggambarkan pengetahuan sebelumnya untuk kerangka teknik penyelesaian yang sesuai, dan menuliskannya kembali masalahnya jika perlu, (3) Menyelesaikan masalah tersebut, menggunakan teknik penyelesaian yang sudah dipilih, dan (4) Mengecek kebenaran dari penyelesaiannya yang diperoleh dan memasukkan masalah dan penyelesaian tersebut kedalam memori untuk kelak digunakan dalam menyelesaikan masalah dikemudian hari. Hampir sama dengan Polya, Dominowski (2002) menyatakan ada 3 tahapan umum untuk menyelesaikan suatu masalah, yaitu: interpretasi, produksi, dan evaluasi. Interpretasi merujuk pada bagaimana seorang pemecah masalah memahami atau menyajikan secara mental suatu masalah. Produksi menyangkut pemilihan jawaban atau langkah yang mungkin untuk membuat penyelesaian. Evaluasi adalah proses dari penilaian kecukupan dari jawaban yang mungkin, atau langkah lanjutan yang telah dilakukan selama mencoba atau berusaha menyelesaikan suatu masalah. Kirkley (2003) menyebutkan bahwa model pemecahan masalah yang umum pada tahun 60-an, adalah Bransford s IDEAL model, yaitu: (1) Identify the problem, (2) Define the problem through thinking about it and sorting out the relevant information, (3) Explore solutions through looking at alternatives, brainstorming, and checking out different points of view, (4) Act on the strategies, and (5) Look back and evaluate the effects of your activity. Sedangkan model pemecahan masalah yang lain, yang akhir-akhir sering digunakan adalah model dari Gick (Kirkley, 2003). Dalam model ini urutan dasar dari tiga kegiatan kognitif dalam pemecahan masalah, yaitu: (1) Menyajikan masalah, termasuk memanggil kembali konteks pengetahuan yang sesuai, dan mengidentifikasi tujuan dan kondisi awal yang relevan dari masalah tersebut, (2) Mencari penyelesaian, termasuk memperhalus tujuan dan mengembangkan suatu rencana untuk bertindak Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UNY, 5 Desember 2009 406

guna mencapai tujuan, dan (3) Menerapkan penyelesaian, termasuk melaksanakan rencana dan menilai hasilnya. Menyangkut strategi untuk menyelesaikan masalah, Suherman, dkk. (2003) antara lain menyebutkan beberapa strategi pemecahan masalah, yaitu: (1) Act it Out (menggunakan gerakan fisik atau menggerakkan benda kongkrit), (2) Membuat gambar dan diagram, (3) Menemukan pola, (4) Membuat tabel, (5) Memperhatikan semua kemungkinan secara sistematis, (6) Tebak dan periksa, (7) Kerja mundur, (8) Menentukan apa yang diketahui, apa yang ditanyakan, dan informasi yang diperlukan, (9) Menggunakan kalimat terbuka, (10) Menyelesaikan masalah yang mirip atau yang lebih mudah, dan (11) Mengubah sudut pandang. Para guru dapat memberikan masalah yang beragam cara penyelesaiannya, sehingga para siswa berkesempatan untuk mencoba beberapa strategi untuk mendapatkan berbagai pengalaman belajar. Jika ditinjau dari jenis masalah yang diselesaikannya, Kirkley (2003) menyebutkan ada 3 jenis masalah, yaitu: (1) Masalahmasalah yang terstruktur dengan baik (well structured problems), (2) Masalah-masalah yang terstruktur secara cukup (moderately structured problems), dan (3) Masalahmasalah yang strukturnya jelek (ill structured problems). Masalah yang terstuktur dengan baik, strategi untuk menyelesaikannya biasanya dapat diduga, mempunyai satu jawaban yang benar, dan semua informasi awal biasanya bagian dari pernyataan masalahnya. Masalah yang terstruktur secara cukup, sering mempunyai lebih dari satu strategi penyelesaian yang cocok, mempunyai satu jawaban yang benar, dan masih memerlukan informasi tambahan untuk menyelesaikannya. Masalah-masalah yang strukturnya jelek, penyelesaiannya tidak terdefinisi dengan baik dan tidak terduga, mempunyai banyak perspekif, banyak tujuan, dan banyak penyelesaian, serta masih memerlukan informasi tambahan untuk menyelesaikannya. Berbagai jenis masalah perlu diberikan kepada siswa secara bertahap. Adalah penting bagi seorang guru matematika untuk memahami bahwasanya orientasi di dalam pendidikan adalah peserta didik. Menurut Hudoyo (1988) peserta didik harus dibekali bagaimana belajar itu sebenarnya. Karena itu peserta didik harus dilatih menyelesaikan berbagai jenis masalah. Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UNY, 5 Desember 2009 407

Demikian pentingnya aspek pemecahan masalah ini dalam belajar matematika, sehingga NCTM (2000) menyebutkan bahwa program-program pembelajaran dari pra TK hingga kelas 12 seharusnya memungkinkan semua siswa untuk mampu: (1) Membangun pengetahuan matematis yang baru melalui pemecahan masalah, (2) Memecahkan permasalahan yang muncul di dalam matematika dan di dalam kontekskonteks lain, (3) Menerapkan dan mengadaptasi beragam strategi yang sesuai untuk memecahkan permasalahan, dan (4) Memonitor dan merefleksi pada proses pemecahan masalah matematis. c. Kemampuan Pemecahan Masalah Memperhatikan pengertian masalah, pentingnya siswa belajar pemecahan masalah, langkah-langkah dan strategi pemecahan masalah, seperti tersebut di atas, maka memiliki kemampuan pemecahan masalah tidak hanya penting untuk siswa, tetapi juga penting untuk mahasiswa, khususnya mahasiswa calon guru matematika. Pentingnya kemampuan pemecahan masalah bagi seorang calon guru matematika, seperti halnya kemampuan yang lain, yaitu penalaran dan pembuktian, komunikasi, koneksi, maupun representasi matematik, terbukti dari ditentukannya standar untuk kemampuan-kemampuan tersebut dalam NCTM (National Council of Teachers of Mathematics, 2003). Seorang calon guru matematika haruslah mengetahui, memahami, dan dapat menerapkan proses dari pemecahan masalah matematika. Lebih-lebih bagi seorang calon guru matematika, tidaklah cukup hanya mempunyai kemampuan pemecahan masalah untuk dirinya sendiri, sebab kelak jika ia telah menjadi guru, ia akan mempunyai tugas yang berat, yaitu membimbing siswanya agar memiliki kemampuan untuk memecahkan masalah matematika. Indikator yang dapat menunjukkan apakah seorang calon guru matematika telah mempunyai kemampuan pemecahan masalah, menurut NCTM (2003) adalah: (1) Menerapkan dan mengadaptasi berbagai pendekatan dan strategi untuk menyelesaikan masalah, (2) Menyelesaikan masalah yang muncul di dalam matematika atau di dalam konteks lain yang melibatkan matematika, (3) Membangun Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UNY, 5 Desember 2009 408

pengetahuan matematis yang baru lewat pemecahan masalah, dan (4) Memonitor dan merefleksi pada proses pemecahan masalah matematis. Terkait dengan indikator pertama, yaitu mampu menerapkan dan mengadaptasi berbagai pendekatan dan strategi untuk menyelesaikan masalah ini sangat penting bagi seorang calon guru terkait dengan tugasnya nanti dalam membimbing siswa menyelesaikan masalah. Kemampuan untuk menyelesaikan masalah yang muncul di dalam matematika atau di dalam konteks lain yang melibatkan matematika, penting bagi seorang calon guru matematika agar ia mempunyai cukup ketrampilan yang akan digunakannya untuk membimbing siswa belajar matematika nantinya, apalagi jika dikaitkan dengan perlunya siswa belajar matematika dalam konteks yang beragam, sebagaimana disarankan dalam pendekatan kontekstual. Indikator ketiga, yaitu mampu membangun pengetahuan matematis yang baru lewat pemecahan masalah, terutama terkait dengan perlunya seorang calon guru matematika mampu memilih dan mengembangkan masalah dan penyelesaiannya, agar nanti iapun kelak jika telah menjadi guru akan dapat mengarahkan para siswanya belajar berbagai ketrampilan matematis, dan membangun gagasan-gagasan matematis yang penting. Memonitor dan merefleksi pada proses pemecahan masalah matematis, bermakna bahwa untuk menjadi seorang pemecah masalah yang baik, seorang calon guru matematika haruslah mampu secara kritis meninjau sendiri apa strategi penyelesaian yang sudah dipilihnya. Bransford (dalam NCTM, 2000) menyatakan bahwa para pemecah masalah yang baik menyadari apa yang sedang mereka lakukan dan seringkali memonitor, atau meninjau sendiri, kemajuan diri mereka sendiri, atau menyesuaikan strategi-strategi mereka saat menghadapi dan memecahkan permasalahan. Memperhatikan uraian standar dan indikator kemampuan pemecahan masalah seperti tersebut di atas, dapatlah disimpulkan bahwa seorang calon guru matematika dikatakan telah mempunyai kemampuan pemecahan masalah matematis yang baik jika ia telah mampu: (1) Memahami masalah, (2) Memilih strategi yang tepat untuk Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UNY, 5 Desember 2009 409

menyelesaikan masalah, (3) Menyelesaikan masalah dengan benar dan sistematis, dan (4) Memeriksa sendiri ketepatan strategi yang dipilihnya dan kebenaran penyelesaian masalah yang didapatkannya. Meskipun sudah terdapat panduan yang menyangkut langkah-langkah dan strategi-strategi umum untuk menyelesaikan suatu masalah seperti tersebut di atas, namun tidak berarti seseorang tidak menemui kendala dalam mempraktekkannya. Beberapa kendala yang mungkin ditemui seseorang dalam menyelesaikan masalah antara lain menyangkut salah interpretasi, ukuran masalah, dan motivasi (Dominowski, 2002). Terkait dengan kendala salah interpretasi, besar kemungkinan hal ini dikarenakan ketidakjelasan deskripsi masalahnya, kerancuan bahasa yang digunakan, atau kekurangtepatan penggunaan istilah, notasi, gambar, tabel atau grafik yang digunakan untuk merepresentasikan masalah tersebut. Dengan demikian, kemampuan untuk memecahkan masalah juga terkait erat dengan kemampuan komunikasi matematis. d. Mengembangkan Kemampuan Pemecahan Masalah: sebuah contoh Mengembangkan kemampuan pemecahan masalah mahasiswa calon guru matematika dapat dilakukan melalui perkuliahan dengan pendekatan berbasis masalah (Problem Based Learning, PBL). Pendekatan perkuliahan berbasis masalah yang mempunyai karakteristik: (1) Pembelajaran dipandu oleh masalah yang menantang, (2) Para mahasiswa bekerja dalam kelompok kecil, dan (3) Dosen mengambil peran sebagai fasilitator dalam perkuliahan; diyakini cukup menjanjikan kemungkinan untuk dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah mahasiswa. PBL menampilkan perkuliahan sebagai kegiatan pemecahan masalah bagi mahasiswa. Dalam rangka untuk menyelesaikan masalah tersebut para mahasiswa akan belajar dalam kelompok kecil, saling mengajukan ide kreatif mereka, berdiskusi, dan berfikir secara kritis (Roh, 2003). Juga, mahasiswa-mahasiswa yang mengikuti perkuliahan dengan pendekatan PBL mempunyai kesempatan yang lebih besar untuk belajar proses matematika yang berkaitan dengan komunikasi, representasi, pemodelan, dan penalaran. Dibandingkan pendekatan pembelajaran tradisional, PBL Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UNY, 5 Desember 2009 410

membantu para mahasiswa dalam mengonstruksi pengetahuan dan ketrampilan penalaran (Tan, 2004). Untuk memberi gambaran bagaimana cara mengembangkan kemampuan pemecahan masalah matematis mahasiswa melalui PBL, berikut ini diberikan sebuah contoh implementasi PBL dalam perkuliahan Matematika Diskret untuk mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika di FMIPA UNY. Perkuliahan Matematika Diskret, 3 sks, untuk mahasiswa semester V, secara khusus dirancang untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis mahasiswa calon guru matematika.. Pada prinsipnya, mata kuliah Matematika Diskret berisi bahasan konsepkonsep, prinsip-prinsip, prosedur atau algoritma tentang dasar-dasar kaidah pencacahan, permutasi, kombinasi, relasi rekurensi, fungsi pembangkit, dan graf, serta penerapannya dalam berbagai bidang. Menguasai dengan baik mata kuliah ini akan sangat membantu mahasiswa calon guru matematika dalam mempelajari penerapan matematika dalam berbagai bidang, seperti dalam teori peluang, hitung keuangan, masalah transpotasi, riset operasi, dan ilmu komputer. Mata kuliah Matematika Diskret dipandang tepat disampaikan menggunakan pendekatan berbasis masalah mengingat karakteristik topik-topik yang dibahas memuat banyak terapan dalam berbagai bidang. Buku Discrete Mathematics and Its Applications karangan Rosen, H. K terbitan McGraw-Hill tahun 1999 menyajikan banyak sekali contoh-contoh dan soal-soal Matematika Diskret yang beragam. Oleh karena itu, selalu tersedia banyak dan beragam pilihan masalah yang dapat digunakan dosen untuk memandu perkuliahan. Meskipun buku teks Matematika Diskret banyak yang menyajikan contoh dan soal yang beragam, namun masih diperlukan handout atau bahan ajar yang harus dirancang secara khusus, disesuaikan dengan pendekatan perkulihan yang dipilih, yaitu PBL. Dimulai dengan pemberian masalah, dengan tingkat kesulitan yang beragam, mulai dari yang lebih mudah ke yang lebih sukar, mahasiswa belajar memahami masalah, memilih strategi penyelesaian, menyelesaikan masalahnya, dan mengecek penyelesaian yang diperolehnya. Pada menit-menit awal perkuliahan mahasiswa diberi kesempatan untuk memahami masalah dan memikirkan strategi penyelesaiannya Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UNY, 5 Desember 2009 411

secara mandiri/individual, kemudian baru diberikan kesempatan diskusi dalam kelompok untuk mengklarifikasi pemahaman dan strategi yang dipilihnya untuk menyelesaikan masalah tersebut. Adanya topik-topik yang berkaitan dalam Matematika Diskret, misalnya Kombinatorika, Relasi Rekurensi, dan Fungsi Pembangit, menjadikan masalah yang harus diselesaikan mahasiswa dapat dipilih yang open-ended (multi strategi), sehingga sangat memungkinkan terjadinya diskusi, sebagaimana dianjurkan dalam PBL. Penutup Kendala yang dihadapi seorang dosen dalam mengembangkan kemampuan pemecahan masalah matematis mahasiswa calon guru matematika antara lain adalah dalam pemilihan masalah yang dimaksudkan untuk memandu perkuliahan. Kendala ini muncul mengingat keragamam mahasiswa dalam satu kelas pada umumnya. Pertanyaan atau soal yang menjadi masalah bagi seseorang atau sekelompok mahasiswa, belum tentu merupakan masalah bagi mahasiswa atau kelompok lain. Sharing pengetahuan, wawasan, dan pengalaman antar dosen mata kuliah yang sama dapat menjadi solusi untuk kendala ini. Daftar Pustaka Alfeld, Peter. (1996). Understanding Mathemathics.[online]. Tersedia: http://www.math. utah.edu/~pa/math/polya.html. [ 10 Juli 2007]. Bell, F. H. (1978). Teaching and Learning Mathematics. USA: Wm.C. Brown Company Publishers. Dominowski, R.L. (2002). Teaching Undergraduates. New Jersey: Lawrence Erlbaum Assosiates Publishers. Hall, A. (2000) Math Forum: Learning and Mathematics: Common Sense Questions Polya. [Online]. Tersedia: http://mathforum.org/~sarah/discussion.sessions/ Polya.html. [15 Juli 2007]. Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UNY, 5 Desember 2009 412

Hudoyo, Herman. (1988). Mengajar Belajar Matematika. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kirkley, Jamie. (2003). Principles for Teaching Problem Solving. Plato Learning, Inc. National Council of Teachers of Mathematics. (2000). Prinsiples and Standards for School Mathematics. Reston: NCTM. National Council of Teachers of Mathematics. (2003). NCTM Program Standards. Programs for Initial Preparation of Mathematics Teachers. Standards for Secondary Mathematics Teachers. [Online]. Tersedia: http://www.nctm.org/ uploadedfiles/math_standards/ [ 10 Maret 2008]. Roh, Kyeong Ha. (2003). Problem-Based Learning in Mathematics. Dalam ERIC Digest. ERIC Identifier: EDO-SE-03-07. [Online]. Tersedia: http://www.ericdigest.org/. [4 Desember 2007]. Rosen, H. K. (1999). Discrete Mathematics and Its Applications. Singapore: McGraw- Hill. Schoenfeld, H.A. (1994). Mathematical Thinking and Problem Solving. New Jersey: Lawrence Erlbaum Assosiates Publishers. Suherman, Erman, dkk. (2003). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: UPI dan IMSTEP JICA. Tan, Oon-Seng. (2004). Cognition, Metacognition, and Problem-Based Learning, in Enhancing Thinking through Problem-based Learning Approaches. Singapore: Thomson Learning. Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UNY, 5 Desember 2009 413