Kajian. Pengembangan Alternatif Lembaga Keuangan yang Memiliki Fungsi Pemberdayaan Masyarakat di Sekitar Area Kegiatan Migas

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. langsung persoalan-persoalan fungsional yang berkenaan dengan tingkat regional.

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

STATISTIK DAERAH KECAMATAN AIR DIKIT.

BOKS 2. A. Latar Belakang

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PROFIL KECAMATAN TOMONI 1. KEADAAN GEOGRAFIS

Perkembangan Ekonomi Makro

TABEL - VII.1 PERKEMBANGAN NILAI INVESTASI MENURUT SKALA USAHA ATAS DASAR HARGA KONSTAN 1993 TAHUN

4.1. Letak dan Luas Wilayah

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Lampung Selatan adalah salah satu dari 14 kabupaten/kota yang terdapat di Provinsi

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN. 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar

GEOGRAFI DAN IKLIM Curah hujan yang cukup, potensial untuk pertanian

Magrobis Journal 41 EVALUASI PEMBANGUNAN BIDANG PERTANIAN DI KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA TAHUN 2013 ABSTRAK BAB I. PENDAHULUAN

Katalog BPS :

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. DIY. Secara geografis, Kabupaten Bantul terletak antara 07 44' 04" ' 27"

5 GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

TABEL - IV.1 PERKEMBANGAN NILAI PRODUK DOMESTIK BRUTO (PDB) MENURUT SKALA USAHA ATAS DASAR HARGA KONSTAN 1993 TAHUN

- 2 - II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 1 Cukup jelas.

Katalog BPS:

GAMBARAN UMUM PROVINSI LAMPUNG dan SUBSIDI PUPUK ORGANIK

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

KATA PENGANTAR. Lubuklinggau, September 2014 WALIKOTA LUBUKLINGGAU H. SN. PRANA PUTRA SOHE

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. bujur timur. Wilayahnya sangat strategis karena dilewati Jalur Pantai Utara yang

REKOMENDASI SEMINAR STRATEGI DAN TANTANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI JANGKA MENENGAH PROVINSI JAMBI 22 DESEMBER 2005

Ringkasan. Kebijakan Pembangunan Industri Nasional

BAB IV GAMBARAN UMUM

4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR

ANALISIS PERKEMBANGAN BISNIS SEKTOR PERTANIAN. Biro Riset LMFEUI

BAB IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang

KL 4099 Tugas Akhir. Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari. Bab 2 GAMBARAN UMUM LOKASI STUDI

V. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA BARAT. Provinsi Jawa Barat, secara geografis, terletak pada posisi 5 o 50-7 o 50

BAB IV GAMBARAN UMUM DESA

BERITA RESMI STATISTIK

Hasil analisis produk unggulan daerah kota Bima dilakukan berdasarkan 10 kriteria seperti pada tabel berikut ini:

IV. KEADAAN UMUM KABUPATEN SLEMAN. Berdasarkan kondisi geografisnya wilayah Kabupaten Sleman terbentang

STATISTIK DAERAH KECAMATAN AIR MANJUNTO

III KERANGKA PEMIKIRAN

BERITA RESMI STATISTIK

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tabel 1

BAB I PENDAHULUAN. 48 Tahun 2008, juga tengah giat membangun daerahnya. Sebagai daerah yang masih

Bupati Murung Raya. Kata Pengantar

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang


II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN. 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional

5.1. Analisa Produk Unggulan Daerah (PUD) Analisis Location Quotient (LQ) Sub Sektor Pertanian, Perkebunan, Peternakan, Perikanan, dan Kehutanan

Perekonomian Daerah. 1. KEGIATAN PRODUKSI 1.1. Pertanian

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BOKS 2 PENELITIAN POLA PEMBIAYAAN (LENDING MODEL) USAHA MIKRO KECIL INDUSTRI KECIL BATU BATA DI SULAWESI TENGGARA

IDENTIFIKASI POTENSI EKONOMI DI PEDESAAN

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013

PENELITIAN PENGEMBANGAN KOMODITAS/PRODUK/JENIS USAHA UNGGULAN UMKM KOTA PROBOLINGGO LAPORAN HASIL PENELITIAN KERJASAMA DAN

RUMUSAN RAPAT KOORDINASI PANGAN TERPADU SE KALTIM TAHUN 2015

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2013

BAB 1 PENDAHULUAN. dikaitkan dengan proses industrialisasi. Industrialisasi di era globalisasi

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya perekonomian nasional yang optimal. Inti dari tujuan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. sektor pertanian merupakan sektor yang mendasari kehidupan setiap

Statistik Daerah. Kecamatan Andam Dewi. Katalog BPS : Sopo Godang Raja U

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan suatu tindakan untuk mengubah kondisi

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya melimpah

BAB 4 ANALISIS HASIL PENELITIAN

KEADAAN UMUM LOKASI. Tabel 7. Banyaknya Desa/Kelurahan, RW, RT, dan KK di Kabupaten Jepara Tahun Desa/ Kelurahan

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Selayang Pandang Kabupaten Musi Rawas Utara 1

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

I. PENDAHULUAN. perkembangan suatu perekonomian dari suatu periode ke periode. berikutnya. Dari satu periode ke periode lainnya kemampuan suatu negara

Analisis keterkaitan sektor tanaman bahan makanan terhadap sektor perekonomian lain di kabupaten Sragen dengan pendekatan analisis input output Oleh :

8.1. Keuangan Daerah APBD

ANALISIS FINANSIAL USAHA PUPUK ORGANIK KELOMPOK TANI DI KABUPATEN BANTUL I. PENDAHULUAN

PROFIL KECAMATAN. 1. Nama : KECAMATAN KARERA 2. Ibu Kota Kecamatan : NGGONGI 3. Tahun Berdiri : 4. Batas Wilayah : a) Adminitrasi Pemerintahan :

KATA PENGANTAR. Ir. M. Tassim Billah, M.Sc.

Profil Kabupaten Aceh Tamiang

Bab I. Pendahuluan. memberikan bantuan permodalan dengan menyalurkan kredit pertanian. Studi ini

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

PELUANG PENINGKATAN PERANAN HUTAN PRODUKSI KPH RANDUBLATUNG TERHADAP PENINGKATAN KONDISI SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT SEKITAR

ANALISIS SEKTOR UNGGULAN PEREKONOMIAN KABUPATEN MANDAILING NATAL PROVINSI SUMATERA UTARA

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan. Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105.

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

SURVEI KEGIATAN DUNIA USAHA

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi

DIIA IPRODUKlJ P GEMBANGA. _~ -"-l~ ~/ Herla sama \ 1Pf _.: Unlvershas Neuerl Malanu denuan Bank Indonesia ~~.1

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PERTANIAN, KEHUTANAN, KELAUTAN, PERIKANAN, PETERNAKAN & PERKEBUNAN. Tabel 1.1.1C

STATISTIK DAERAH KECAMATAN KOTA MUKOMUKO

V. SIMPULAN DAN SARAN. 1. Hasil analisis Tipologi Klassen menunjukkan bahwa:

Kinerja ekspor mengalami pertumbuhan negatif dibanding triwulan sebelumnya terutama pada komoditas batubara

Statistik KATA PENGANTAR

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah berorientasi pada proses. Suatu proses yang

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010

LOKASI PENELITIAN. Desa Negera Ratu dan Negeri Ratu merupakan salah dua Desa yang berada

Transkripsi:

Kajian Pengembangan Alternatif Lembaga Keuangan yang Memiliki Fungsi Pemberdayaan Masyarakat di Sekitar Area Kegiatan Migas i

ii Halaman ini sengaja dikosongkan

Kata Pengantar Kata Pengantar Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT yang senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayah Nya kepada kita, sehingga kajian Pengembangan Alternatif Lembaga Keuangan yang Memiliki Fungsi Pemberdayaan Masyarakat di Sekitar Area Kegiatan Migas untuk tahun 2014 dapat diselesaikan dengan baik. Bank Indonesia melakukan kajian ini dalam rangka mengungkap potensi ekonomi masyarakat kurang mampu dan alternatif pemberdayaannya dalam hal terdapat dana bantuan pada kelompok masyarakat tersebut. Kajian mengambil studi kasus pada masyarakat di sekitar area migas Blok Cepu, Bojonegoro, Jawa Timur yang terkena dampak pengalihan lahan. Dari pengalihan lahan ini, perusahaan migas memberikan dana pengganti yang berpotensi kontraproduktif bila tidak disertai pemberdayaan masyarakat. Untuk itu, diperlukan kajian pemanfaatan dan pengelolaan dana bantuan untuk menciptakan dan meningkatkan usaha yang produktif dan berkelanjutan bagi masyarakat sekitar. Hasil kajian menunjukkan bahwa perlu adanya alternatif lembaga keuangan yang dapat mengakomodir kebutuhan masyarakat kecil dalam memperoleh pembiayaan dan juga memiliki fungsi pemberdayaan masyarakat antara lain membantu masyarakat dalam melakukan pemetaan potensi dan pengembangan usaha. Berdasarkan hasil kajian, lembaga keuangan yang direkomendasikan adalah lembaga keuangan yang berbentuk koperasi sekunder yang merupakan gabungan dari beberapa koperasi primer, dan memiliki fungsi pemberdayaan masyarakat. Ke depan, hasil kajian ini diharapkan dapat dimanfaatkan oleh Kementerian Teknis, Pemerintah Daerah (Pemda) khususnya Pemda Jawa Timur, perusahaan yang memiliki program pemberdayaan masyarakat, koperasi, akademisi, serta Lembaga Swadaya Masyarakat sebagai referensi bentuk pengembangan lembaga keuangan yang memiliki fungsi pemberdayaan. Dengan adanya referensi kajian ini diharapkan dapat meningkatkan akses masyarakat terhadap sumber pembiayaan formal sekaligus meningkatkan kegiatan usaha masyarakat. Kami mengucapkan terima kasih kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Bojonegoro dan Dewan Koperasi Indonesia Kabupaten Bojonegoro, serta berbagai pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu, yang telah memberikan berbagai informasi untuk kelancaran penyusunan kajian ini. Akhir kata, semoga Allah SWT memberkati semua niat baik kita dan memberikan jalan yang terbaik bagi kita semua. Jakarta, April 2015 Halim Alamsyah Deputi Gubernur Bank Indonesia iii

iv Halaman ini sengaja dikosongkan

Kata Pengantar Menuju Bank Sosial Islam Kata Pengantar Menuju Bank Sosial Islam Kira-kira tiga tahun yang lalu, Deputi Gubernur Bank Indonesia, Dr. Halim Alamsyah memberikan paparan di depan forum terbatas di lingkungan akademisi ekonomi di Yogyakarta, tentang masalah financial inclusion di sektor industri perbankan di Indonesia. Topik diskusi tersebut sesungguhnya bukan merupakan issue baru di kalangan masyarakat maupun lembaga keuangan, namun baru disadari pentingnya ketika dikaitkan dengan masalah kemiskinan dan kesenjangan tingkat pendapatan masyarakat. Dalam rangka mengatasi masalah kemiskinan, Bank Dunia mengembangkan pemikiran bahwa lembaga keuangan perbankan merupakan lembaga yang paling efektif dalam pemberantasan kemiskinan antara lain melalui program kredit lunak. Ragnar Nurkse (1907-1959), yang merupakan Ekonom Swedia sekaligus penerima Nobel di bidang ekonomi juga menyatakan bahwa ketersediaan modal finansial berperan penting bagi negara-negara miskin. Financial inclusion dapat didefinisikan sebagai akses masyarakat, terutama masyarakat miskin terhadap lembaga keuangan khususnya perbankan, serta keterjangkauan pelayanan perbankan terhadap masyarakat, baik dalam bentuk pinjaman maupun mobilisasi dana. Berdasarkan definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa masyarakat miskin umumnya masih mengalami hambatan dalam memperoleh akses perbankan. Masyarakat miskin tidak terbiasa untuk menyimpan uang maupun aset lainnya seperti tanah, bangunan, emas atau perak, yang dapat digunakan sebagai jaminan pinjaman di bank. Keterbatasan simpanan maupun aset tetap tersebut menyebabkan kredibilitas masyarakat miskin sebagai peminjam menjadi sangat terbatas, sehingga masyarakat miskin sulit memperoleh kredit perbankan. Di sisi lain, bank juga memiliki keterbatasan dalam menjangkau masyarakat agar dapat memanfaatkan jasa keuangan perbankan khususnya pembiayaan/kredit. Bank pada dasarnya melakukan seleksi terhadap calon debiturnya dengan penerapan prinsip 5C (Character, Capacity, Capital, Condition, Collateral), 5P (Personality, Purpose, Prospect, Payment, Party), atau 3R (Return, Repayment, Risk Bearing Activity). Prinsip kehati-hatian tersebut tidak boleh dilanggar, baik berdasarkan kepentingan investor pemilik dana yang disimpan di bank, maupun atas ketentuan otoritas finansial yang melindungi industri perbankan. Hal ini menyebabkan masyarakat miskin sulit mengakses kredit perbankan. Menanggapi rendahnya akses masyarakat miskin terhadap lembaga keuangan tersebut, maka Energy Center UP 45 memiliki gagasan untuk membentuk Bank Sosial Islam. Karakteristik Bank Sosial Islam yaitu pertama, mengubah lembaga dari perusahaan yang berorientasi pada investor (investor oriented firm) menjadi perusahaan yang berorientasi pada pengguna (user oriented firm) sebagaimana tampak dalam lembaga keuangan koperasi; kedua, lembaga keuangan yang inklusif harus bertujuan untuk menciptakan dampak sosial dan lingkungan hidup (social and environmental impact); serta ketiga, sumber dananya harus bersifat sosial, seperti tabungan simpanan koperasi, Corporate Sosial Responsibility (CSR), anggaran kesejahteraan sosial pemerintah, atau Zakat, Infaq, Sodaqah dan Wakaf Tunai (Cash Waqf). v

Kata Pengantar Menuju Bank Sosial Islam Untuk dapat melihat dampak atau kebutuhan terhadap Bank Sosial Islam lebih jauh maka perlu dilakukan kajian di suatu daerah/kabupaten. Berdasarkan hal tersebut, Bank Indonesia bekerja sama dengan Energy Center UP 45 melakukan kajian yang bertujuan untuk menganalisis bentuk lembaga keuangan yang diperlukan oleh masyarakat desa, yang mampu menciptakan usaha atau pengusaha baru, sekaligus mampu membantu pemberantasan kemiskinan sebagai dampak sosial yang harus bisa diciptakan oleh lembaga keuangan. Lokasi kajian yang dipilih yaitu daerah di sekitar area pengelolaan migas wilayah Blok Cepu, Bojonegoro, Jawa Timur di mana terdapat masyarakat yang lahan pertaniannya akan diambil alih untuk kegiatan migas dengan memperoleh dana pengganti. Berdasarkan hasil kajian tersebut, disimpulkan bahwa lembaga keuangan yang tepat yaitu lembaga keuangan yang berbentuk koperasi sekunder. Koperasi sekunder merupakan koperasi yang terdiri dari minimal 3 koperasi primer yang dapat berbentuk Koperasi Simpan Pinjam (KSP), Koperasi Jasa, Koperasi Produsen, Koperasi Konsumen, maupun Koperasi Pemasaran. Jakarta, April 2015 Prof. Dr. M. Dawam Rahardjo Rektor UP45 Yogyakarta vi

Ringkasan Eksekutif Ringkasan Eksekutif Penelitian tentang Kajian Pengembangan Alternatif Lembaga Keuangan yang Memiliki Fungsi Pemberdayaan Masyarakat di Sekitar Area Kegiatan Migas Blok Cepu, Kab. Bojonegoro, Provinsi Jawa Timur, dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan Oktober 2014 meliputi 14 Desa di 5 Kecamatan di Kabupaten Bojonegoro di sekitar Proyek Migas Blok Cepu. Tujuan penelitian ini adalah (1) Menyiapkan konsep pemberdayaan masyarakat agar memiliki usaha produktif dan layak dibiayai oleh lembaga keuangan; (2) Menyiapkan konsep pembentukan lembaga keuangan alternatif yang tepat untuk masyarakat disekitar area migas yang juga memiliki fungsi pemberdayaan masyarakat (community development); (3) Konsep pemberdayaan masyarakat dan konsep pembentukan lembaga keuangan alternatif sebagaimana disebutkan pada butir 1 dan 2 di atas nantinya diharapkan dapat menjadi pegangan dalam melakukan pemberdayaan masyarakat dan pembentukan lembaga keuangan alternatif di daerah-daerah yang memiliki permasalahan yang sejenis dengan daerah yang diteliti. Pengambilan data dilakukan dengan kuesioner, wawancara, observasi dan dokumentasi. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan, diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. Masyarakat terdampak sekitar area industri migas Blok Cepu di Kabupaten Bojonegoro secara ekonomi belum ikut menikmati manfaat dari kekayaan yang ada di wilayahnya. 2. Masyarakat terdampak sekitar area industri migas Blok Cepu di Kabupaten Bojonegoro umumnya masih kurang produktif dan mandiri, namun secara berkelompok mereka telah memiliki koperasikoperasi primer walaupun belum tumbuh sebagaimana yang diharapkan dengan alasan keterbatasan permodalan. 3. Guna mendukung permodalan maka perlu dibentuk Lembaga Keuangan Mikro berupa Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Sekunder yang mewadahi koperasi-koperasi primer yang sudah ada dalam rangka memfasilitasi penambahan modal melalui kerja sama dengan perusahaan-perusahaan terutama yang memiliki kegiatan produksi di Kabupaten Bojonegoro dengan program CSR-nya. 4. Lembaga keuangan yang terbentuk nantinya, selain mengelola simpan pinjam juga melakuan kegiatan pemberdayaan bagi anggotanya. Adapun pola pemberdayaannya secara teknis dikerjasamakan dengan stakeholders dan pole expert sesuai dengan kapabilitas masing-masing. Sebagai contoh dalam pemberdayaan bidang peternakan, dapat bekerja sama dengan kelompok peternak kambing Griyo Rojo Koyo. Pemberdayaan bidang pertanian dengan Kelompok Tani Toga Sido Makmur dan lain-lain. Pemberdayaan bidang Usaha dan Koperasi dengan Dinas Koperasi, Dekopin, LDP (Lembaga Diklat Profesi) Koperasi, Perguruan Tinggi dan LSM sesuai kompetensinya. vii

Ringkasan Eksekutif Halaman ini sengaja dikosongkan viii

Daftar Isi Daftar Isi Kata Pengantar... iii Kata Pengantar Menuju Bank Sosial Islam... v Ringkasan Eksekutif... vii Daftar Isi... ix Daftar Tabel... xi Daftar Gambar... xiii Bab I Pendahuluan... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Tujuan Penelitian... 2 1.3. Ruang Lingkup Penelitian... 2 1.4. Metodologi Penelitian... 5 BAB II Potensi Ekonomi Wilayah Blok Cepu, Bojonegoro... 7 2.1. Potensi UMKM Non Pertanian... 9 2.2. Sentra-Sentra Ekonomi... 11 2.3. Potensi Sumber Daya Alam... 14 2.4. Aspek Sosial dan Budaya Masyarakat Setempat... 19 BAB III Konsep Pemberdayaan Masyarakat di Sekitar Area Migas... 23 3.1. Konsep Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat... 23 3.2. Modul Pelatihan untuk Penyiapan Individu atau Kelompok... 32 BAB IV Konsep Pembentukan Lembaga Keuangan Alternatif... 33 4.1. Kriteria Lembaga Keuangan yang Sesuai dengan Kondisi Masyarakat di Sekitar Area Migas... 33 4.2. Rekomendasi Langkah-Langkah Pembentukan Lembaga Keuangan... 39 4.3. Modul Pelatihan untuk SDM Lembaga Keuangan... 41 4.4. Petunjuk Teknis (Juknis) Pengelolaan Koperasi Simpan Pinjam Sekunder... 43 BAB V Kendala dan Permasalahan... 45 5.1. Kendala terhadap Implementasi dengan Model PRA... 45 5.2. Kendala Lembaga Keuangan... 45 BAB VI Kesimpulan dan Saran... 47 6.1. Kesimpulan... 47 6.2. Saran... 47 Daftar Pustaka... 49 Daftar Website... 51 ix

Daftar Isi Halaman ini sengaja dikosongkan x

Daftar Tabel Daftar Tabel Tabel 1.1. Wilayah Penelitian... 3 Tabel 2.1. Jumlah Penduduk berdasar Jenis Kelamin... 7 Tabel 2.2. Jumlah Penduduk berdasar Kelompok Umur... 7 Tabel 2.3. Jumlah Penduduk berdasar Lapangan Usaha... 8 Tabel 2.4. PDRB Sektor (Migas dan Non Migas)... 8 Tabel 2.5. Jumlah UMKM Non Pertanian Kabupaten Bojonegoro... 9 Tabel 2.6. Jumlah UMKM Non Pertanian di Empat Kecamatan Terpilih... 10 Tabel 2.7. Usaha Sektor Perdagangan... 10 Tabel 2.8. Jumlah Industri Berdasarkan Klasifikasi Industri... 11 Tabel 2.9. Jumlah Tenaga Kerja berdasarkan Klasifikasi Industri... 12 Tabel 2.10. Sentra Industri Berdasarkan Kecamatan... 12 Tabel 2.11. Potensi Unggulan Sektor Non Pertanian... 13 Tabel 2.12. Jumlah Izin Usaha Perdagangan... 14 Tabel 2.13. Penggunaan Tanah di Bojonegoro 2011-2013... 15 Tabel 2.14. Jenis Lahan Pertanian... 15 Tabel 2.15. Potensi Unggulan Sektor Pertanian... 16 Tabel 2.16. Luasan Panen Komoditas Pertanian Tanaman Pangan (ha)... 16 Tabel 2.17. Produksi Panen Komoditas Pertanian Tanaman Pangan (ton)... 17 Tabel 2.18. Jumlah Ternak... 17 Tabel 2.19. Populasi Ternak... 18 Tabel 2.20. Jumlah Produksi Ikan (ton)... 18 Tabel 2.21. Penguasaan Hutan... 19 Tabel 2.22. Jumlah Tempat Ibadah... 19 Tabel 2.23. Jumlah Organisasi Karangtaruna... 20 Tabel 2.24 Jenis Lahan yang Dibebaskan... 21 Tabel 2.25. Manfaat yang Diterima Masyarakat... 21 Tabel 2.26. Penggunaan Uang Ganti Rugi... 21 Tabel 4.1. Jumlah Koperasi di Blok Cepu... 35 xi

Daftar Tabel Halaman ini sengaja dikosongkan xii

Daftar Gambar Daftar Gambar Gambar 1.1. Peta Lokasi Penelitian... 3 Gambar 2.1. Peranan Sektor Migas pada PDRB... 9 Gambar 2.2. Proses Pengeringan Tembakau... 11 Gambar 2.3. Penggunaan Tanah Bojonegoro 2013... 15 Gambar 3.1. Skema Proses Pemberdayaan... 29 Gambar 3.2. Fase Proses Pemberdayaan... 32 Gambar 4.1. Sumber Pembiayaan Ekonomi Masyarakat... 36 Gambar 4.2. Kriteria Lembaga Keuangan yang Diharapkan Masyarakat... 36 Gambar 4.3. Skema Posisi Koperasi Sekunder... 37 Gambar 4.4. Langkah Pembentukan KSP Sekunder... 39 Gambar 4.5. Koperasi Sekunder... 40 Gambar 4.6. Prosedur Pembentukan KSP Sekunder... 40 xiii

Daftar Gambar Halaman ini sengaja dikosongkan xiv

Pendahuluan Bab I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Kemudahan memperoleh akses keuangan merupakan salah satu persyaratan yang dapat membantu pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dalam mengembangkan usahanya. Namun, fakta di lapangan menunjukkan bahwa masih banyak pelaku UMKM yang kesulitan dalam memperoleh akses keuangan terutama kepada lembaga keuangan perbankan. Kesulitan memperoleh akses keuangan disebabkan oleh 2 (dua) hal yaitu (1) dari sisi lembaga keuangan baik perbankan maupun non bank dan (2) dari sisi individu masyarakat (pelaku UMKM) yang akan memanfaatkan jasa lembaga keuangan terutama dalam bentuk pinjaman usaha. Dari sisi lembaga keuangan, pelaku UMKM kesulitan memperoleh akses keuangan karena lembaga keuangan umumnya menerapkan persyaratan yang ketat dalam memberikan pinjaman. Persyaratan tersebut mencakup: - Persyaratan kapasitas, ditunjukkan dengan catatan usaha yang sudah berjalan selama durasi tertentu; - Persyaratan jaminan, baik jaminan pokok, dan khususnya jaminan tambahan; - Persyaratan penyertaan modal sendiri. Lembaga keuangan, khususnya perbankan, menerapkan persyaratan yang ketat dan berhati-hati mengingat dana yang disalurkan untuk kredit adalah dana yang berasal dari pihak ketiga (deposan). Salah satu bentuk kehati-hatian bank dalam penyaluran kredit adalah penggunaan kriteria 5C yaitu character, capacity, capital, collateral, dan condition dalam proses pengambilan keputusan pemberian kredit. Dari sisi individu masyarakat (pelaku UMKM), kesulitan dalam memperoleh akses keuangan karena pelaku UMKM pada umumnya kesulitan untuk memenuhi persyaratan yang diberikan oleh lembaga keuangan (bank) antara lain belum memiliki usaha yang berkesinambungan, belum memiliki laporan keuangan yang standar, serta tidak memiliki agunan yang mencukupi. Salah satu contoh kelompok masyarakat yang berpotensi mengalami kesulitan dalam memperoleh akses keuangan adalah masyarakat di sekitar area pengelolaan industri strategis antara lain industri minyak dan gas bumi (migas). Masyarakat di sekitar area pengelolaan migas tersebut merupakan masyarakat yang diperkirakan akan terkena dampak negatif karena lahan mereka diambil alih oleh perusahaan migas. Industri migas merupakan usaha padat modal dan teknologi, sehingga penempatan SDM di industri tersebut berbasis kompetensi. Harapan bahwa usaha tersebut menyerap tenaga kerja lokal sulit dipenuhi karena kompetensi SDM lokal yang ada. Sehingga masyarakat yang tergusur oleh proyek 1

Pendahuluan Migas tersebut harus mencari alternatif lain untuk mendapatkan penghasilan (nafkah). Walaupun pengambilalihan lahan dimaksud disertai dengan pemberian dana pengganti, namun karena profesi masyarakat tersebut pada umumnya adalah petani, maka jika tidak dilakukan pendampingan secara intensif diperkirakan tidak akan dapat memanfaatkan dana pengganti lahan yang diperoleh untuk kegiatan produktif di luar sektor pertanian. Karena sudah tidak memiliki lahan pertanian sebagai sumber penghasilan, maka masyarakat tersebut berpotensi akan menghabiskan dana pengganti lahan untuk memenuhi kegiatan sehari-hari dan untuk membeli barang konsumtif. Kondisi ini dikhawatirkan akan menciptakan masyarakat miskin baru di sekitar area usaha migas. Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka perlu dilakukan penelitian mengenai penyiapan masyarakat agar mampu memiliki usaha produktif yang dapat dibiayai oleh lembaga keuangan dan penelitian mengenai lembaga keuangan yang tepat dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang lahannya diambil alih untuk keperluan industri strategis, khususnya industri migas. 1.2. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian adalah sebagai berikut: 1. Menyiapkan konsep pemberdayaan masyarakat agar memiliki usaha produktif dan layak dibiayai oleh lembaga keuangan. 2. Menyiapkan konsep pembentukan Lembaga Keuangan alternatif yang tepat untuk masyarakat disekitar area migas yang juga memiliki fungsi pemberdayaan masyarakat (community development). Lembaga keuangan tersebut dapat berupa pembentukan Lembaga Keuangan baru atau pemberdayaan lembaga keuangan yang sudah ada (Koperasi, BMT, maupun kelompok). 3. Konsep pemberdayaan masyarakat dan konsep pembentukan lembaga keuangan alternatif sebagaimana disebutkan pada butir 1 dan 2 di atas nantinya diharapkan dapat menjadi pegangan dalam melakukan pemberdayaan masyarakat dan pembentukan lembaga keuangan alternatif di daerah-daerah yang memiliki permasalahan yang sejenis dengan daerah yang diteliti. 1.3. Ruang Lingkup Penelitian 1.3.1. Responden Penelitian Penelitian ini dilakukan pada masyarakat pedesaan yang berada di 14 desa di 5 kecamatan yang ada di sekitar area pengelolaan migas wilayah Blok Cepu, Bojonegoro, Jawa Timur. Penelitian difokuskan kepada masyarakat yang lahan pertaniannya akan diambil alih untuk kegiatan migas dengan memperoleh dana pengganti. Alasan pemilihan wilayah studi di Bojonegoro, mempertimbangkan bahwa Blok Cepu merupakan salah satu blok migas terbesar saat ini, yang tentunya mempengaruhi kondisi sosial ekonomi dalam skala yang signifikan. Studi ini juga bisa dianggap sebagai tindak lanjut dari studi dan pemetaan sosial ekonomi yang sebelumnya telah dilaksanakan oleh Universitas Proklamasi 45 di wilayah tersebut, dengan salah satu aspek pentingnya untuk didalami yaitu aspek finansial dan integrasinya dengan kegiatan-kegiatan pemberdayaan masyarakat. Sedangkan yang menjadi responden penelitian adalah: 2

Pendahuluan a. Masyarakat pedesaan yang mewakili masing-masing sektor, strata ekonomi di sekitar area kegiatan migas Blok Cepu, di Bojonegoro, Jawa Timur. Unsur masyarakat yang menjadi reponden tersebar di 5 kecamatan dan 14 desa sebagai berikut: Tabel 1.1. Wilayah Penelitian No Kecamatan Desa 1 Gayam Ringin Tunggal Katur Bonorejo Mojodelik 2 Kalitidu Sumengko 3 Ngasem Bandungrejo 4 Purwosari Purwosari Gapluk Kaliombo Kuniran 5 Tambakrejo Tambakrejo Kalisumber Dologede Malingmati Jumlah 5 14 Peta lokasi penelitian tersaji dalam peta berikut ini: Gambar 1.1. Peta Lokasi Penelitian b. Perusahaan migas yang ada di Blok Cepu, Bojonegoro, Jawa Timur yang menggunakan lahan tempat tinggal masyarakat pedesaan disekitarnya untuk kegiatan produksi, yaitu MCL, Exxon Mobile, dan Pertamina; c. Pemerintah daerah/dinas setempat (tingkat kabupaten, kecamatan, kelurahan) yang membawahi daerah yang terkena dampak kegiatan migas; d. Perhutani, asosiasi pengusaha dan petani umbi-umbian yang dinilai memiliki prospek usaha yang cocok bagi masyarakat pedesaan dan kondisi wilayah Blok Cepu, Bojonegoro, Jawa Timur; e. Perbankan/lembaga keuangan di sekitar area migas. 3

Pendahuluan 1.3.2. Tahapan Penelitian Tahapan pelaksanaan penelitian adalah sebagai berikut: 1. Menyiapkan konsep pemberdayaan masyarakat agar memiliki usaha produktif dan layak dibiayai oleh lembaga keuangan. Tahapan: 1) Mengidentifikasi potensi ekonomi wilayah setempat yang meliputi: potensi UMKM (potensi usaha, tabungan, keuangan) sentra-sentra ekonomi (pasar, pertanian, perikanan, industri rumah tangga, dan lainlain) potensi sumber daya alam (lahan, hutan, dan lain-lain) 2) Mengidentifikasi aspek sosial budaya masyarakat di sekitar area migas. 3) Menyiapkan konsep pemberdayaan masyarakat di sekitar area migas mencakup: Konsep pendampingan antara lain pendekatan/persiapan sosial, pembentukan dan penguatan kelompok, pendampingan kelompok (anggota dan kelembagaan); Konsep pengembangan usaha masyarakat di sekitar area migas beserta rantai nilai (value chain) mulai dari produksi, pengolahan, distribusi/ pemasaran, dan keuangan; Modul pelatihan untuk penyiapan individu atau kelompok masyarakat di sekitar area migas agar layak memperoleh pembiayaan dari lembaga keuangan (aspek motivasi, pengelolaan keuangan rumah tangga, manajemen usaha, laporan keuangan, legalitas, dan lain-lain); 2. Menyiapkan konsep pembentukan lembaga keuangan alternatif yang tepat untuk masyarakat di sekitar area migas yang juga memiliki fungsi pemberdayaan masyarakat (community development). Lembaga keuangan tersebut dapat berupa pembentukan lembaga keuangan baru atau pemberdayaan lembaga keuangan yang sudah ada (koperasi, BMT, maupun kelompok). Tahapan: 1) Identifikasi persyaratan ataupun kriteria lembaga keuangan yang sesuai dengan kondisi masyarakat di sekitar area migas (contoh: tidak mewajibkan agunan, persyaratan administratif yang mudah, suku bunga rendah, proses permohonan kredit cepat, dan lain-lain); 2) Penyusunan konsep lembaga keuangan yang sesuai dengan kondisi masyarakat di sekitar area migas, termasuk sistem interaksi berbagai stakeholders terkait seperti Pemda, perusahaan pelaksana kegiatan migas, lembaga keuangan lain, asuransi, calon sumber dana dan penerima pembiayaan. (contoh: konsep pembiayaan oleh bank, koperasi, BMT, dan LKM beserta pro/kons); 3) Pemilihan alternatif model lembaga keuangan yang sesuai dengan kondisi masyarakat di sekitar area migas (seperti bank, koperasi, unit perantara layanan keuangan/uplk, dan lain-lain); 4

Pendahuluan 4) Identifikasi tugas dan tanggung jawab masing-masing stakeholders (Pemda, perusahaan pelaksana kegiatan migas, lembaga keuangan, asuransi, calon sumber dana, dan penerima keuangan) sehingga model lembaga keuangan yang dipilih dapat berjalan dengan baik; 5) Rekomendasi langkah-langkah pembentukan lembaga keuangan yang juga memiliki fungsi pemberdayaan masyarakat (community development), (struktur organisasi, legalitas, dan lain-lain); 6) Penyusunan modul pelatihan untuk SDM lembaga keuangan (untuk memastikan bahwa dana dapat diperoleh dan dikelola/ disalurkan secara profesional, meliputi pencairan, penagihan, pengawasan, pembinaan, dan sebagainya); 7) Penyusunan petunjuk teknis (juknis) yang akan digunakan oleh lembaga keuangan untuk penyiapan calon debitur dan pengelolaan/pendampingan debitur (pendekatan budaya dan tradisi, konsep pelatihan dan penyuluhan, dan sebagainya). 1.3.3. Manfaat Penelitian Hal yang penting dalam penelitian ini yaitu komitmen Pemerintah Daerah Kabupaten Bojonegoro dalam upaya memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi masyarakat dengan kehadiran operasi migas di daerahnya. Dengan adanya studi ini, diharapkan hubungan kerja antara pemerintah, pelaku operasi migas, dan masyarakat Bojonegoro dapat berlangsung semakin efektif untuk mengelola sumber daya lokal dengan dukungan finansial yang berasal dari operasi migas. Dengan adanya studi ini, dana yang dialokasikan untuk kegiatan pengembangan ekonomi masyarakat lokal dapat berlangsung baik dan lestari (sustainable), dari tahun ke tahun akan semakin bertambah nilainya, dan semakin mampu mendanai kegiatan ekonomi masyarakat yang juga semakin berkembang. Dengan diperkuat oleh latar belakang beberapa studi sebelumnya, dan utamanya komitmen dan dorongan kuat dari Pemerintah Daerah Kabupaten Bojonegoro untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya, diharapkan outcome dari studi ini dapat didorong sampai tingkat pelaksanaan (implementable). Jika di kemudian hari terbukti berhasil, akan lebih mudah untuk direplikasi di wilayah-wilayah operasi migas lainnya. Manfaatnya secara nasional, tentunya menambah pendapatan rakyat, dan secara tidak langsung mengamankan target produksi minyak nasional. Ini dapat terwujud dengan situasi kondusif yang tercipta dari dukungan masyarakat sekitar, jika mereka benar-benar dapat merasakan manfaat kehadiran operasi migas. 1.4. Metodologi Penelitian 1.4.1 Pengumpulan Data 1. Data Primer Data primer diperoleh dari lapangan melalui kegiatan survei langsung kepada responden yang ditetapkan, dengan instrumen kuesioner tertutup, kuesioner terbuka, wawancara dan FGD (Focus Group Discussion). 2. Data sekunder Data sekunder adalah data yang diperoleh dari hasil penelitian sebelumnya yang relevan dengan penelitian ini, dan data dokumentasi baik dari pemerintah, perusahaan, maupun lembaga keuangan yang ada di lokasi penelitian. 5

Pendahuluan 1.4.2 Analisis Data Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi analisis deskriptif, kuantitatif dan kualitatif antara lain analisis komparatif dan optimasi. 6

Potensi Ekonomi Wilayah Blok Cepu, Bojonegoro Bab II Potensi Ekonomi Wilayah Blok Cepu, Bojonegoro Kabupaten Bojonegoro secara administratif adalah bagian dari Provinsi Jawa Timur yang berbatasan dengan Provinsi Jawa Tengah di sebelah barat. Kabupaten Bojonegoro memiliki luas sejumlah 230.706 ha, dengan jumlah penduduk sebesar 1.176.386 jiwa merupakan bagian dari wilayah Provinsi Jawa Timur dengan jarak ± 110 km dari ibukota Provinsi Jawa Timur dan terletak pada posisi 6 59 sampai dengan 7 37 Lintang Selatan dan 111 25 sampai dengan 112 09 Bujur Timur. Pemerintahan Kabupaten Bojonegoro memiliki 28 kecamatan dan 430 desa. Wilayah administratif di sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Tuban, sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Lamongan, sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Madiun, Nganjuk dan Jombang, serta sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Ngawi dan Blora (Jawa Tengah). Tabel 2.1. Jumlah Penduduk berdasar Jenis Kelamin Tahun Laki-laki Perempuan Jumlah 2000 582.118 583.283 1.165.401 2010 1.165.401 598.365 1.763.766 2013 729.989 720.900 1.450.889 Sumber: Bojonegoro dalam Angka 2014, diolah Perkembangan penduduk Bojonegoro mengalami peningkatan 33,9% dalam kurun waktu 10 tahun. Ini menunjukkan bahwa penduduk Bojonegoro mengalami pertumbuhan yang sangat pesat. Tabel 2.2. Jumlah Penduduk berdasar Kelompok Umur No Kelompok Umur Jumlah Persentase 1 0-16 th 324.447 22% 3 16-55 th 1.030.172 71% 3 > 55 th 96.270 7% Jumlah 1.450.889 100% Sumber: Bojonegoro dalam Angka 2014 Data tersebut menunjukkan bahwa mayoritas penduduk Bojonegoro (71%) berada dalam usia produktif, yaitu pada rentang usia 16 55 tahun. 7

Potensi Ekonomi Wilayah Blok Cepu, Bojonegoro Tabel 2.3. Jumlah Penduduk berdasar Lapangan Usaha No Lapangan Usaha 2011 2012 2013 1 Pertanian 332.505 318.648 319.875 2 Pertambangan 15.180 19.090 19.425 3 Industri 46.252 55.337 58.421 4 Listrik 9.830 6.365 6.412 5 Bangunan 56.510 46.390 52.610 6 Perdagangan 132.576 124.216 129.415 7 Perhubungan 13.738 12.533 13.224 8 Keuangan 9.721 11.725 12.560 9 Jasa lainnya 115.880 137.589 139.883 Jumlah 732.192 731.893 751.825 Sumber: Bojonegoro dalam angka 2014 Berdasarkan tabel 2.3. jumlah penduduk berdasarkan lapangan usaha industri, pertambangan dan jasa mengalami peningkatan dari tahun 2011 sampai tahun 2013. Pertanian dan perdagangan sempat mengalami penurunan pada tahun 2012 dan kembali meningkat tahun 2013. Data tersebut menunjukkan bahwa masyarakat Bojonegoro mayoritas berusaha di bidang pertanian. Tabel 2.4. PDRB Sektor (Migas dan Non Migas) Sektor 2009 2010 2011 2012 2013 Primer (Agriculture) 1. Pertanian 6,98 5,61 3,05 4,52 2,94 2. Pertambangan dan Penggalian 24,63 28,14 15,59 1,61 0,98 Sekunder (Manufactur) 3. Industri Pengolahan 5,55 10,53 10,5 8,77 7,72 4. Listrik, Gas dan Air Bersih 5,85 4,72 6,73 6,09 7,01 5. Bangunan 8,3 10,76 11,36 9,38 11,76 Tersier (Service) 6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 5,32 7,64 10,09 11,22 10,84 7. Pengangkutan dan Komunikasi 6,96 4,17 6,48 8,98 9,61 8. Keuangan, persewaaan dan Jasa Perusahaan 4,81 5,41 9,13 8,98 9,48 9. Jasa-Jasa 4,3 3,87 4,94 5,59 6,48 PDRB dengan Migas 10,1 11,84 9,19 5,68 5,3 PDRB tanpa Migas 6,01 6,45 6,6 7,4 7,02 Sumber: Statistik Daerah Kab. Bojonegoro 2014 Sektor migas dan pertanian menempati posisi sebagai sektor primer yang merupakan penyumbang PDRB terbesar di Bojonegoro. Sektor primer adalah sektor utama yang dominan memberi kontribusi pada PDRB. Mengenai peranan sektor migas pada PDRB dapat digambarkan dalam grafik sebagai berikut: 8

Potensi Ekonomi Wilayah Blok Cepu, Bojonegoro Gambar 2.1. Peranan Sektor Migas pada PDRB Peranan sektor migas pada PDRB cukup besar pada kurun 2009 sampai 2011 dan mengalami penurunan pada 2012 dan 2013, ketika sektor lain di luar sektor migas mengalami pertumbuhan. Hal ini menunjukkan bahwa sektor migas ternyata mampu mendorong pertumbuhan sektor lain di luar migas. Oleh karena itu penelitian ini memilih Blok Cepu sebagai wilayah penelitian. 2.1. Potensi UMKM Non Pertanian Data UMKM tahun 2013 Kabupaten Bojonegoro digambarkan dalam tabel berikut ini: Tabel 2.5. Jumlah UMKM Non Pertanian Kabupaten Bojonegoro Sektor Jumlah (unit) Pertambangan dan Penggalian 838 Industri Pengolahan 9.852 Konstruksi 525 Perdagangan, Hotel dan Restoran 50.293 Transportasi 3.655 Keuangan 303 Jasa-jasa 9.262 Jumlah 74.728 Sumber: Bojonegoro dalam Angka Tahun 2013 Potensi UMKM non pertanian Kabupaten Bojonegoro cukup besar, secara keseluruhan terdapat 74.728 unit UMKM non pertanian. Sektor terbesar adalah perdangangan, hotel, dan restoran yang mencapai 50.293 unit UMKM. Diikuti oleh UMKM industri pengolahan dengan jumlah 9.825 unit dan UMKM sektor jasa dengan jumlah 9.262 unit UMKM. Sedangkan yang paling kecil adalah UMKM pada sektor keuangan dengan jumlah 303 unit UMKM. UMKM non pertanian di lokasi penelitian ditunjukkan dalam tabel berikut ini: 9

Potensi Ekonomi Wilayah Blok Cepu, Bojonegoro Tabel 2.6. Jumlah UMKM Non Pertanian di Empat Kecamatan Terpilih Sektor Kecamatan Tambakrejo Ngasem Kalitidu Purwosari Pertambangan dan Penggalian 222 14 47 2 Industri Pengolahan 521 279 633 154 Konstruksi 13 31 17 1 Perdagangan, Hotel dan Restoran 2.691 1.670 2.845 1.105 Transportasi 112 99 218 81 Keuangan 21 8 17 7 Jasa-jasa 368 287 545 158 Jumlah 3.876 2.388 4.322 1.508 Sumber: Bojonegoro dalam Angka Tahun 2013 Kecamatan Kalitidu adalah kecamatan dengan jumlah UMKM non pertanian terbesar dengan jumlah 4.322 unit UMKM, diikuti oleh Kecamatan Tambakrejo dengan jumlah 3.876 unit UMKM, kemudian Kecamatan Ngasem dengan jumlah 2.388 unit UMKM dan terakhir adalah Kecamatan Purwosari dengan jumlah 1.508 unit UMKM. Sama halnya di tingkat kabupaten, sektor UMKM yang mendominasi di tingkat kecamatan wilayah penelitian adalah sektor perdagangan, hotel, dan restoran. Di Kecamatan Kalitidu tiga UMKM terbesar adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran dengan jumlah 2.845 unit UMKM, kemudian sektor industri pengolahan dengan jumlah 633, dan sektor jasa dengan jumlah 545 unit UMKM. Potensi yang sama juga ditemukan di Kecamatan Tambakrejo, yaitu dengan tiga UMKM terbesar adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran dengan jumlah 2.691 unit UMKM, kemudian sektor industri pengolahan dengan jumlah 521 unit, dan sektor jasa dengan jumlah 368 unit UMKM. Untuk Kecamatan Ngasem jumlah UMKM terbesar adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran dengan jumlah 1.670 unit UMKM, kemudian sektor jasa dengan jumlah 287 unit UMKM dan sektor industri pengolahan dengan jumlah 279 unit. Hal yang sama juga ditemui di Kecamatan Purwosari, di mana sektor perdagangan, hotel dan restoran dengan jumlah memiliki jumlah terbesar 1.105 unit UMKM, kemudian sektor jasa dengan jumlah 158 unit UMKM dan sektor industri pengolahan dengan jumlah 154 unit UMKM. Potensi sektor perdagangan di lokasi penelitian ditunjukkan dalam tabel berikut ini: Tabel 2.7. Usaha Sektor Perdagangan No Kecamatan 2011 2012 2013 1 Tambakrejo 77 99 113 2 Ngasem 161 192 206 3 Kalitidu 469 508 544 4 Purwosari 105 122 140 5 Gayam - 15 57 Sumber: Bojonegoro dalam Angka Tahun 2014 10

Potensi Ekonomi Wilayah Blok Cepu, Bojonegoro Data tersebut menunjukkan bahwa di sekitar area Migas Blok Cepu, sektor perdagangan mengalami pertumbuhan. Paling tinggi adalah di Kecamatan Kalitidu yang berada pada jalur lintas tengah, sedangkan Kecamatan Tambakrejo yang paling kecil, karena masih didominasi sektor pertanian. 2.2. Sentra-Sentra Ekonomi Sentra-sentra ekonomi Kabupaten Bojonegoro tersebar di hampir seluruh kecamatan yang ada. Klasifikasi industri tersebut didominasi oleh industri mamin tembakau dengan jumlah 12.188 industri di tahun 2012. Meskipun industri ini mendominasi, tetapi secara keseluruhan porsinya mengalami penurunan jika dilihat perkembangannya dari tahun 2010. Industri selanjutnya yang memiliki porsi besar adalah industri barang lainnya dengan jumlah 6.984 industri. Diikuti oleh industri barang dari kayu dan hasil hutan dengan jumlah 1.461 industri di tahun 2012. Kedua industri terakhir mengalami peningkatan dari sisi jumlah jika dibandingkan dengan jumlah dari tahun 2010 hingga 2012. Tabel 2.8. Jumlah Industri Berdasarkan Klasifikasi Industri Industri 2010 2011 2012 Mamin Tembakau 13.189 12.368 12.188 Tekstil, Kulit, dan Alas Kaki 779 1.080 1.198 Barang dari Kayu dan Hasil Hutan 955 1.268 1.461 Kertas dan barang Cetakan 7 13 14 Pupuk Kimia, dan Barang dari Karet 72 72 74 Semen dan Barang Galian Bukan Logam 1.284 1.391 1.428 Alat Angkutan, Mesin, dan Logam Elektro 624 688 708 Barang Lainnya 6.417 6.823 6.984 Sumber: Bojonegoro dalam Angka Tahun 2013 Gambar 2.2. Proses Pengeringan Tembakau Sumber: Bojonegoro.go.id Banyaknya jumlah industri berdasarkan klasifikasi di atas berdampak pada besaran jumlah tenaga kerja yang berhasil diserap. 11

Potensi Ekonomi Wilayah Blok Cepu, Bojonegoro Tabel 2.9. Jumlah Tenaga Kerja berdasarkan Klasifikasi Industri Industri 2010 2011 2012 Mamin Tembakau 51.688 50.017 50.425 Tekstil, Kulit, dan Alas Kaki 1.713 2.205 2.292 Barang dari Kayu dan Hasil Hutan 3.374 3.516 3.924 Kertas dan Barang Cetakan 22 35 41 Pupuk Kimia, dan Barang dari Karet 151 152 152 Semen dan Barang Galian Bukan Logam 4.422 4.957 5.089 Alat Angkutan, Mesin, dan Logam Elektro 1.159 1.232 1.262 Barang Lainnya 7.203 8.413 8.611 Sumber: Bojonegoro dalam Angka Tahun 2013 Adapun urutan terbesar adalah industri mamin tembakau dengan 50.425 orang tenaga kerja. Industri barang lainnya dengan jumlah tenaga kerja 8.611 orang dan selanjutnya adalah industri semen dan galian bukan logam dengan jumlah tenaga kerja 5.089 orang. Ketiga sektor tersebut memiliki porsi yang besar, mengingat industri-industri tersebut bersifat padat karya. Industri mamin tembakau memang menyerap tenaga kerja terbesar meskipun jumlahnya berkurang jika dibandingkan tahun 2010, hal tersebut berbanding lurus dengan penurunan jumlah industrinya di tahun yang sama. Sedangan untuk lokasi sentra industri berdasarkan kecamatan dapat dilihat pada Tabel 2.10. di bawah ini. Sentra tersebut merupakan 3 kecamatan terbesar untuk masing-masing klasifikasi industri. Tabel 2.10. Sentra Industri Berdasarkan Kecamatan Industri Mamin Tembakau Tekstil, Kulit, dan Alas Kaki Barang dari Kayu dan Hasil Hutan Kertas dan Barang Cetakan Pupuk Kimia, dan Barang dari Karet Semen dan Barang Galian Bukan Logam Alat Angkutan, Mesin, dan Logam Elektro Barang Lainnya Sumber: Bojonegoro dalam Angka Tahun 2013 Kecamatan Sugihwaras, Sumberejo, Sukosewu Ngraho, Baureno, Kanor Kasiman, Bojonegoro, Margomulyo Bojonegoro, Kapas Bojonegoro, Balen, Sumberejo Kalitidu, Malo, Padangan Kapas, Sumberejo, Baureno Baureno, Kedungadem, Kanor Sentra industri yang ada cukup beragam dan tersebar di seluruh wilayah Bojonegoro. Sedangkan potensi unggulan di sektor non pertanian adalah sebagai berikut: 12

Potensi Ekonomi Wilayah Blok Cepu, Bojonegoro Tabel 2.11. Potensi Unggulan Sektor Non Pertanian Sektor Gayam Kalitidu Ngasem Purwosari Tambakrejo Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Perdagangan Angkutan Jasa Kerupuk Padi dan Palawija Eceran sayuran Pasir Penggilingan padi Penggilingan padi Pengeringan dan pengolahan tembakau Induatri batu bata Kerupuk Penggilingan padi Sirtu Pasir Tikar pandan Anyaman rotan dan bambu Pengolahan sari buah Roti dan kue Roti dan kue Industri pakaian Kerupuk Kerupuk Perdagangan beras besar Eceran padi dan palawija Eceran beras Perdagangan pasar Ederan beras Eceran buah Toko Kelontong Eceran padi dan palawija Eceran beras Eceran buah Eceran sayuran Eceran sayuran Eceran pupuk PKL pakaian Padi dan palawija Eceran buah PKL sepatu Dept. store Ojek motor Warung makan Makanan keliling Ojek motor Angkutan sewa Ojek motor Ojek motor Angkutan sewa Ojek motor Angkutan umum penumbang Angkutan penumbang tidak bermotor Angkutan penumpang tidak bermotor Angkutan sewa Warung makan Warung makan Reog Warung makan Kedai makan Kedai makan Kedeai makan Reog MI Swasta Hotel bintang satu Kesehatan tradisional MTS swasta MTs Swasta MI swasta MI swasta Dokter umum Sumber: Hasil Kajian KPJU Unggulan Sektoral, Bank Indonesia, 2014 Unggulan sektor pertambangan dan penggalian pasir ada di Kecamatan Kalitidu dan Kecamatan Tambakrejo. Sedangkan sirtu (pasir batu) ada di Kecamatan Tambakrejo. Industri pengolahan yang ada di Kecamatan Gayam adalah industri kerupuk. Di Kecamatan Kalitidu industri pengolahan unggulan adalah penggilingan padi, industri batu bata, pengolahan sari buah, industri pakaian dan kerupuk. Kecamatan Ngasem memiliki industri unggulan penggilingan padi dan kerupuk. Kecamatan Purwosari dengan industri unggulan cukup beragam, antara lain pengeringan dan pengolahan tembakau, penggilingan padi, roti dan kue, dan kerupuk. Sedangkan Kecamatan Tambakrejo memiliki industri unggulan tikar pandan, anyaman rotan dan bambu, serta industri roti dan kue. Unggulan sektor perdagangan di Kecamatan Gayam antara lain perdagangan padi dan palawija, eceran sayuran, eceran beras, PKL pakaian dan PKL sepatu. Kecamatan Kalitidu dengan unggulan perdagangan beras besar, perdagangan pasar, eceran buah, padi dan palawija, serta dept. store. Kecamatan Ngasem dengan unggulan perdagangan eceran padi dan palawija, eceran beras, eceran sayuran, dan eceran buah. Kecamatan Purwosari dengan unggulan perdagangan eceran beras, eceran sayuran, dan eceran buah. Sedangkan Kecamatan Tambakrejo dengan unggulan perdagangan toko kelontong, eceran padi dan palawija, dan eceran pupuk. 13

Potensi Ekonomi Wilayah Blok Cepu, Bojonegoro Pertumbuhan usaha perdagangan berdasarkan data izin usaha perdagangan adalah sebagai berikut: Tabel 2.12. Jumlah Izin Usaha Perdagangan No Kecamatan 2011 2012 2013 1 Tambakrejo 77 99 113 2 Ngasem 161 192 206 3 Kalitidu 469 508 544 4 Purwosari 105 122 140 5 Gayam - 15 57 Jumlah 2.823 2.948 3.073 Sumber: Bojonegoro dalam angka 2014 Usaha perdagangan di sekitar area Blok Cepu mengalami perkembangan dari tahun ke tahun di semua kecamatan yang ada. Dari 2.823 unit pada tahun 2011 meningkat menjadi 2.948 unit pada tahun 2012 dan 3.073 unit pada tahun 2013. Unggulan pada sektor angkutan di Kecamatan Gayam adalah ojek motor. Kecamatan Kalitidu dengan ojek motor dan angkutan sewa. Kecamatan Ngasem dengan angkutan sewa, ojek motor dan angkutan umum penumpang. Kecamatan Purwosari dengan unggulan ojek motor dan angkutan penumpang tidak bermotor. Kecamatan Tambakrejo dengan unggulan angkutan ojek motor, angkutan penumpang tidak bermotor dan angkutan sewa. Usaha jasa yang menjadi unggulan antara lain warung makan di semua kecamatan, kedai makan, dan sekolah swasta. Sementara di Kecamatan Kalitudu berkembang sektor unggulan jasa hotel, karena Kecamatan Kalitudu berada di jalan poros tengah sebagai jalur utama lintas Bojonegoro menuju Cepu dan Ngawi. 2.3. Potensi Sumber Daya Alam Tujuan pengelolaan sumber daya alam adalah kesejahteraan masyarakat (social welfare) yang memiliki fungsi sebagai sumber devisa, pemenuhan kebutuhan manusia, pelestarian lingkungan, pembangunan daerah atau masyarakat dan pemerataan (Reksohadiprodjo, 1998). Sumber daya alam dan energi merupakan kekayaan alam yang memiliki fungsi sosial dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat (Daldjoeni, N. 1998). Potensi sumber daya alam di sekitar area Migas Cepu meliputi pertanian, peternakan dan perikanan, akan diuraikan sebagai berikut: a. Pertanian Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang menggerakkan perekonomian Kabupaten Bojonegoro. Dilihat dari luas tanah Kabupaten Bojonegoro sebanyak 230.706 ha, perincian penggunaannya adalah sebagai berikut: 14

Potensi Ekonomi Wilayah Blok Cepu, Bojonegoro Tabel 2.13. Penggunaan Tanah di Bojonegoro 2011-2013 No Penggunaan Tahun 2011 Tahun 2012 Tahun 2013 Luas (Ha) % Luas (Ha) % Luas (Ha) % 1 Tanah sawah 82.085 35,58 82.085 35,58 76.848 33,31 2 Tanah kering 44.803 19,42 44.803 19,42 44.803 19,42 3 Hutan negara 92.628 40,15 92.628 40,15 92.628 40,15 4 Perkebunan 600 0,26 600 0,26 600 0,26 5 Lain-lain 10.589 4,59 10.589 4,59 15.826 6,86 Jumlah 230.706 100 230.706 4,59 230.706 6,86 Sumber: Bojonegoro dalam angka 2014 Gambar 2.3. Penggunaan Tanah Bojonegoro 2013 Berdasarkan data tersebut, diketahui bahwa mayoritas tanah yang ada di Bojonegoro merupakan hutan negara yang dikelola oleh Perhutani. Sedangkan perubahan penggunaan tanah terjadi pada tanah sawah pada tahun 2013 yang beralih fungsi menjadi pemukiman ataupun penggunaan lainnya non pertanian. Luas tanah yang digunakan untuk sektor pertanian tergambar dalam tabel berikut ini: Tabel 2.14. Jenis Lahan Pertanian No Kecamatan Luas sawah (ha) Luas ladang (ha) 1 Tambakrejo 3.305 4.405 2 Ngasem 4.6 5.284 3 Kalitidu 5.221 1.342 4 Purwosari 2.255 1.115 Jumlah 10.781 12.146 Sumber: Bojonegoro dalam angka 2014 Sawah paling luas di Kecamatan Kalitidu disusul Kecamatan Tambakrejo dan Kecamatan Purwosari. Sedangkan ladang paling luas di Kecamatan Ngasem dan Kecamatan Tambakrejo. Mengenai potensi unggulan di sektor pertanian masing-masing kecamatan di sekitar area Migas tersaji pada tabel berikut ini: 15

Potensi Ekonomi Wilayah Blok Cepu, Bojonegoro Sektor Tanaman Pangan Perkebunan Tebu Peternakan Perikanan Tabel 2.15. Potensi Unggulan Sektor Pertanian Kecamatan Gayam Kalitidu Ngasem Purwosari Tambakrejo Tanaman padi Tanaman padi Tanaman padi Tanaman padi Tanaman jagung Tanaman jagung Belimbing Tanaman jagung Tanaman jagung Tanam umbi-umbian Kacang hijau Tanaman kedelai Tanaman kacang tanah Jambu biji Tanaman jagung Semangka Tanaman kacang hijau Tanaman kacang tanah Tanaman kacang hijau Tanaman padi Tanaman kedalai Tembakau Buah-buahan tropis Buah-buahan tropis Cabe Tebu Tebu Tembakau Tembakau Ayam buras Sapi potong Ayam buras Sapi potong Sapi potong Sapi potong Ayam buras Sapi potong Ayam buras Ayam buras Ayam Ras pedaging Kambing potong Kambing potong Domba Kambing potong Budidaya ikan air tawar di kolam Kehutanan Hutan jati Sumber: Hasil Kajian KPJU Unggulan Sektoral, Bank Indonesia, 2014 Budidaya ikan air tawar di kolam Hutan jati Bambu Hutan jati Mahoni Jenis komoditas tanaman pangan unggulan di semua kecamatan antara lain padi, jagung, kedelai, kacang tanah, kacang kedelai, dan umbi-umbian. Ini juga sesuai dengan lapangan usaha masyarakat yang mayoritas bergerak di sektor pertanian. Dari sisi komoditas, padi adalah komoditas terbesar yang dihasilkan pertanian tanaman pangan. No Tabel 2.16. Luasan Panen Komoditas Pertanian Tanaman Pangan (ha) Komoditas Kecamatan Tambakrejo Ngasem Kalitidu Purwosari 1 Padi 4.082 5.993 11.792 2.494 2 Jagung 4.376 1.037 514 2.028 3 Ubi kayu 770 447 35 10 4 Uji jalar 9 - - - 5 Kedelai 1.356 110 105 200 6 Kacang tanah 95 74-12 7 Kacang hijau - 590 131 241 Sumber: Bojonegoro dalam Angka Tahun 2013 Dari data tersebut, padi masih mendominasi luasan panen komoditas pertanian tanaman pangan, diikuti jagung dan kedelai. 16

Potensi Ekonomi Wilayah Blok Cepu, Bojonegoro Tabel 2.17. Produksi Panen Komoditas Pertanian Tanaman Pangan (ton) No Komoditas Kecamatan Tambakrejo Ngasem Kalitidu Purwosari 1 Padi 21.982,56 25.070,84 58.462,09 13.551,32 2 Jagung 22.707,67 4.343,61 1.655,06 6.791,82 3 Ubi kayu 9.625,00 8.359,00 1.068,00 112,00 4 Uji jalar 81,00 - - - 5 Kedelai 2.042,15 157,30 99,27 283,16 6 Kacang tanah 95,00 33,44-15,22 7 Kacang hijau - 477,90 98,25 195,21 Sumber: Bojonegoro dalam Angka Tahun 2013 Dari data tersebut, padi masih mendominasi produksi panen komoditas pertanian tanaman pangan, diikuti jagung, ubi kayu dan kedelai. b. Perkebunan Jenis tanaman perkebunan sebagai unggulan yang berkembang di sekitar Blok Cepu adalah: tebu, tembakau, dan buah tropis. Buah tropis yang paling potensial adalah pisang, mangga, jeruk, belimbing dan sawo. c. Peternakan Berdasarkan jumlah jenis ternak, hanya babi yang paling sedikit terdapat di Kabupaten Bojonegoro. Sedangkan untuk jenis ternak lainnya relatif mengalami fluktuasi dalam hal jumlah. Kerbau adalah jenis ternak yang paling banyak diusahakan oleh masyarakat Bojonegoro, diikuti oleh sapi dan domba diurutan selanjutnya. Tabel 2.18. Jumlah Ternak Jenis Ternak Tahun 2010 2011 2012 Sapi Perah 156 193 145 Sapi 512 975 578 Kerbau 1.208 966 1.191 Kuda 173 182 190 Kambing 105 115 120 Domba 752 812 444 Babi 7 - - Sumber: Bojonegoro dalam Angka Tahun 2013 Sektor peternakan sapi dan ayam buras merata di semua kecamatan, sedangkan domba dan kambing potong ada di Kecamatan Kalitidu, Kecamatan Purwosari dan Kecamatan Tambakrejo. Populasi ternak tahun 2013 berdasarkan data adalah sebagai berikut: 17

Potensi Ekonomi Wilayah Blok Cepu, Bojonegoro Tabel 2.19. Populasi Ternak No Kecamatan Jenis Ternak Sapi Kerbau Kambing Domba 1 Tambakrejo 14.784 51 10.036 10.269 2 Ngasem 10.926 50 3.101 3.980 3 Kalitidu 7.171-1.674 3.125 4 Purwosari 6.218 55 1.345 5.561 Sumber: Bojonegoro dalam angka 2014 Dari data tersebut terlihat bahwa sapi, kambing dan domba masih mendominasi jenis ternak yang menjadi lapangan usaha masyarakat. d. Perikanan Potensi sumber daya perikanan memang tidak terlalu menonjol di Kabupaten Bojonegoro. Tetapi secara keseluruhan memiliki peningkatan hasil produksi dari tahun 2010 hingga tahun 2012. Sumber produksi ikan dari budidaya kolam adalah yang paling banyak, diikuti dengan sumber penangkapan perairan umum dan sawah tambak, dan yang menarik adalah mulai difungsikannya sawah padi sebagai tempat budidaya ikan melalui metode mina padi. Tabel 2.20. Jumlah Produksi Ikan (ton) Sumber Tahun 2010 2011 2012 Penangkapan Perairan Umum 706,8 740,6 781,5 Kolam 638,5 1.053,6 1.607,7 Sawah Tambak 327,2 328,6 334,1 Mina Padi - 2 2,5 Sumber: Bojonegoro dalam Angka Tahun 2013 Budidaya ikan air tawar terdapat di Kecamatan Kalitidu dan Kecamatan Purwosari. Jenis ikan yang dibudidayakan antara lain nila, lele, patin dan gurami. Kendala umum yang ada adalah masalah ketersediaan air yang tidak konstan sepanjang tahun, terutama pada musim kemarau. e. Kehutanan Sektor kehutanan dengan jenis tanaman jati merupakan unggulan di Kecamatan Ngasem, Kecamatan Tambakrejo dan Kecamatan Purwosari. Sedangkan jenis mahoni merupakan unggulan di Kecamatan Tambakrejo. Jenis lain adalah bambu yang ada di Kecamatan Purwosari. Mengenai luasan hutan yang ada di lokasi sekitar area Migas, tersaji dalam tabel berikut ini: 18

Potensi Ekonomi Wilayah Blok Cepu, Bojonegoro Tabel 2.21. Penguasaan Hutan No Kecamatan Hutan rakyat (ha) Hutan negara (ha) 1 Tambakrejo 1.243 11.462 2 Ngasem 2.626 6.552 3 Kalitidu 1.150 210 4 Purwosari 1.083 - Jumlah 6.102 18.224 Persentase 25,1% 74,9% Sumber: Bojonegoro dalam Angka Tahun 2014 Data tersebut menunjukkan bahwa 74,9% hutan yang ada merupakan hutan negara yang dikelola oleh Perhutani, sedangkan sebanyak 25,1% merupakan hutan rakyat. Kecamatan Tambakrejo dan Kecamatan Ngasem merupakan dua kecamatan yang memiliki jumlah hutan yang cukup luas dibandingkan dengan Kecamatan Kalitidu dan Kecamatan Purwosari. 2.4. Aspek Sosial dan Budaya Masyarakat Setempat Aspek sosial budaya menyangkut pola kehidupan masyarakat dan perubahannya yang mempunyai arti yang luas, yang dapat diartikan sebagai perubahan dalam arti positif maupun negatif sebagai dampak dari adanya industri Migas. Arti perubahan sosial adalah proses di mana terjadi perubahan struktur masyarakat yang selalu berjalan sejajar dengan perubahan kebudayaan dan fungsi suatu sistem sosial. Hal ini dinamakan perubahan sosial hubungan fungsional, karena tiap-tiap struktur mendapat dukungan dari nilai-nilai dan norma-norma kebudayaan (Jacobus Ranjabar, 2010). Masyarakat sekitar Blok Cepu adalah masyarakat agraris, sehingga perkembangan tradisi sosial budaya juga merupakan tradisi masyarakat agraris. Adat dan tradisi yang berkembang dipengaruhi oleh sistem religi (kepercayaan) dan sistem ekonomi (mata pencaharian) yang merupakan unsur universal dari kebudayaan (Koentjaraningrat, 1974). Berdasarkan data yang ada, masyarakat sekitar Blok Cepu mayoritas beragama Islam. Berikut ini disajikan jumlah masjid dan mushola yang ada di sekitar Blok Cepu adalah sebagai berikut: Tabel 2.22. Jumlah Tempat Ibadah No Kecamatan Mesjid Mushola 1 Tambakrejo 51 215 2 Ngasem 60 378 3 Kalitidu 67 384 4 Purwosari 22 144 Jumlah 200 1.121 Sumber: Bojonegoro dalam Angka Tahun 2014 Hasil survei dan wawancara dari berbagai sumber di lapangan, diperoleh informasi bahwa masyarakat di sekitar Blok Cepu masih memiliki tradisi kehidupan sosial budaya antara lain: sedekah bumi sebagai wujud rasa syukur masyarakat kepada Tuhan Yang Maha Kuasa yang dilakukan dengan mengumpulkan hasil bumi dan disedekahkan. Tradisi lain adalah gotong royong, kerja bakti, dan rewang dalam kegiatan hajatan, kematian dan kelahiran bayi (Wawancara, 2014). Selain itu, masyarakat sekitar Blok 19

Potensi Ekonomi Wilayah Blok Cepu, Bojonegoro Cepu juga banyak memiliki kegiatan bersama yang terorganisasi, antara lain kegiatan PKK, Posyandu, Dasawisma, arisan, pengajian, dan lain-lain yang banyak dilakukan oleh ibu-ibu dan remaja putri. Selain itu juga berkembang kegiatan organisasi kemasyarakatan baik dalam bentuk pranata sosial maupun organisasi yang berbadan hukum ataupun organisasi yang berafiliasi pada struktur organisasi yang lebih tinggi, seperti kelompok kesenian, organisasi masyarakat, organisasi keagamaan, organisasi pemuda (Karang Taruna), organisasi wanita, kelompok tani, kelompok ternak dan sebagainya. Berdasarkan data yang ada, jumlah organisasi Karang Taruna disekitar Blok Cepu adalah sebagai berikut: Tabel 2.23. Jumlah Organisasi Karangtaruna No Kecamatan Jumlah organisasi Jumlah anggota 1 Tambakrejo 18 1.165 2 Ngasem 17 919 3 Kalitidu 18 1.128 4 Purwosari 12 753 5 Gayam 12 698 Jumlah 77 4.663 Sumber: Bojonegoro dalam Angka Tahun 2014 Data tersebut mengisyaratkan adanya potensi dari para pemuda yang ada di sekiar Blok Cepu yang terorganisir. Fakta tersebut menunjukkan bahwa masyarakat di sekitar Blok Cepu memiliki modal sosial untuk bekerja sama, bergotong royong dan berorganisasi. Dengan adanya proyek Migas, ternyata tradisi gotong royong dan berorganisasi tidak berubah. Namun berkaitan dengan adanya ganti rugi yang diterima masyarakat, maka ada perubahan perilaku konsumtif masyarakat, dan konflik karena kecemburuan antara masyarakat yang menerima ganti rugi dengan tetangganya yang tidak mendapat ganti rugi. Selain itu keinginan masyarakat untuk bekerja di perusahaan Migas yang tidak kesampaian, menyebabkan adanya potensi konflik antara masyarakat dengan perusahaan Migas. Bantuan dari perusahaan dalam bentuk bantuan langsung kepada masyarakat menyebabkan terjadinya ketergantungan masyarakat terhadap perusahaan Migas. Namun bantuan dari perusahaan Migas dalam bentuk pembangunan fasilitas umum (jalan, sekolah, lapangan olah raga dan tempat ibadah) dan kegiatan pengembangan SDM (pelatihan siswa, bidan, guru, dan pemuda) tidak menyebabkan ketergantungan pada masyarakat. Di lokasi penelitian memang belum semua masyarakat yang terkena dampak Blok Cepu mendapat ganti rugi. Masyarakat yang berada di Ring I (lokasi pengeboran) yaitu masyarakat yang ada di Banyu Urip, Kecamatan Gayam, Sumur A, Sumur B, dan Sumur C di Kecamatan Tambakrejo telah mendapat ganti rugi. Sedangkan yang ada di Ring II dan Ring III, masih dalam proses sosialisasi. Kehadiran proyek Migas di Blok Cepu memberikan dampak langsung dan tidak langsung kepada kehidupan sosial dan budaya masyarakat setempat. Hal ini terkait dengan pembebasan lahan yang dilakukan oleh perusahaan. Jenis lahan milik masyarakat yang dibebaskan terdiri dari: 20

Potensi Ekonomi Wilayah Blok Cepu, Bojonegoro Tabel 2.24 Jenis Lahan yang Dibebaskan No Jenis lahan Frekuensi Persentase 1 Pekarangan 12 31,6% 2 Sawah/kebun 23 60,5% 3 Lainnya 3 7,9% Jumlah 38 100% Sumber: Data primer Penelitian tahun 2014, diolah (N=38) Jenis lahan yang dibebaskan 60,5 % adalah jenis sawah/kebun yang merupakan sumber mata pencaharian utama masyarakat. Sehingga kehadiran proyek Migas Blok Cepu memberikan dampak langsung pada mata pencaharian masyarakat yang kehilangan kepemilikan lahan garapan. Dalam praktiknya walaupun telah dibebaskan, sepanjang belum digunakan oleh perusahaan, masyarakat dapat memanfaatkan lahan tersebut. Mengenai tanggapan masyarakat akan kehadiran proyek Migas, secara umum ditanggapi positif oleh masyarakat. Sedangkan mengenai manfaat yang dirasakan masyarakat adalah: Tabel 2.25. Manfaat yang Diterima Masyarakat No Manfaat yang diterima masyarakat Frekuensi Persentase 1 Bekerja di perusahaan 2 5,26% 2 Uang ganti rugi 24 63,16% 3 Dapat memanfaatkan lahan 6 15,79% 4 Bantuan bagi masyarakat 4 10,53% Jumlah 38 100% Sumber: Data primer Penelitian tahun 2014, diolah (N=38) Pada survei yang dilakukan terhadap 38 responden penelitian, 14 orang (36,8%) telah mendapat ganti rugi dan 24 orang (63,2%) belum mendapat ganti rugi. Pemanfaatan uang ganti rugi oleh warga masyarakat yang telah menerima dan akan menerima ganti rugi adalah sebagai berikut: Tabel 2.26. Penggunaan Uang Ganti Rugi No Penggunaan uang ganti rugi Frekuensi Persentase 1 Ditabung 6 15,79% 2 Konsumsi 1 2,63% 3 Modal usaha 3 7,89% 4 Beli lahan 5 13,16% 5 Beli lahan + ditabung 18 47,37% 6 Beli lahan + konsumsi 5 13,16% Jumlah 38 100% Sumber: Data primer Penelitian tahun 2014, diolah (N=38) Masyarakat di Kecamatan Tambakrejo yang telah menerima ganti rugi dan yang belum menerima ganti rugi nampaknya belajar dari kesalahan sebagian masyarakat Kecamatan Gayam (yang terlebih dahulu menerima ganti rugi) dalam menggunakan uang ganti rugi. Mereka yang hanya menggunakan uang ganti rugi untuk konsumtif, ternyata dalam waktu singkat (beberapa bulan) kemudian menjadi 21

Potensi Ekonomi Wilayah Blok Cepu, Bojonegoro orang miskin baru. Sehingga masyarakat yang belakangan mendapat ganti rugi ternyata lebih bijak menggunakan uang ganti ruginya untuk beli lahan dan ditabung. Berdasarkan kondisi tersebut, maka ada potensi positif dari masyarakat sekitar Blok Cepu untuk mengembangkan potensi sosial yang ada menjadi potensi ekonomi. Tradisi gotong royong dalam kegiatan sosial dapat ditingkatkan menjadi tradisi gotong royong dalam kegiatan ekonomi. Data potensi tersebut di atas menunjukkan bahwa daerah di sekitar wilayah penelitian (area Migas Blok Cepu di Kabupaten Bojonegoro) memiliki potensi yang cukup baik bagi masyarakat untuk mengembangkan usaha. Adapun jenis usaha yang dinilai memiliki potensi untuk dikembangkan di wilayah penelitian tersebut yaitu budidaya kambing dan sapi. Budidaya kambing dan sapi memiliki peluang dan potensi pasar yang baik karena: (1) Permintaan akan daging kambing dan sapi (lokal, domestik, ekspor) saat ini masih sangat tinggi khususnya karena cita rasa daging kambing dan sapi sangat spesifik; (2) Ketersediaan pakan sangat memadai yang dapat diperoleh dari hasil pertanian seperti jagung dan pelepah daun pisang. Adapun potensi pengembangan yang lain adalah budidaya jahe sebagai alternatif tanaman selain padi, karena jahe merupakan tanaman empon-empon sebagai tanaman tumpang sari pada lahan tegakan (dibawah pepohonan) maupun pada lahan produktif. Berdasarkan data lapangan, daerah disekitar area Migas Blok Cepu di Kabupaten Bojonegoro memiliki 2 (dua) bentuk lahan pertanian, yakni lahan produktif yang selama ini ditanami padi atau jagung dan lahan tumpang sari pada lahan tegakan (di bawah pepohonan) dalam hal ini pohon jati. Kedua-duanya dapat dijadikan lahan untuk budidaya jahe, bahkan jahe juga dapat ditanam dengan media polybag atau karung. Selain itu, permintaan untuk tanaman jahe juga cukup tinggi, terutama untuk tanaman jahe yang akan diolah dalam bentuk obat-obatan kemasan. 22

Konsep Pemberdayaan Masyarakat di Sekitar Area Migas Bab III Konsep Pemberdayaan Masyarakat di Sekitar Area Migas 3.1. Konsep Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pembangunan masyarakat adalah gerakan untuk menciptakan kehidupan yang lebih baik bagi seluruh masyarakat dengan partisipasi aktif dan apabila mungkin didasarkan atas inisiatif masyarakat. Akan tetapi apabila inisiatif ini tidak datang maka diperlukan teknik-teknik untuk menumbuhkan dan mendorongnya (Hatta, 1997). Ahli sosiologi, Todaro mendefinisikan pembangunan sebagai proses multidimensi yang mencakup perubahan-perubahan penting dalam struktur sosial, sikap masyarakat dan lembaga-lembaga nasional dan akselerasi pertumbuhan ekonomi, pengurangan kesenjangan dan penanggulangan kemiskinan. Pengertian pembangunan masyarakat selama ini dipahami sebagai usaha untuk memajukan kehidupan masyarakat dan warganya. Pembangunan masyarakat yang dilaksanakan akhir-akhir ini melahirkan kesadaran baru yang lebih kuat dalam bentuk perhatian terhadap aspirasi masyarakat dalam pembangunan (Arif Budiman, 2000). Lebih lanjut Nasikun menekankan akan arti pembangunan yang berbasis pada masyarakat dengan istilah people centered development yang kemudian dikenal dengan PBR (Pendekatan Berpusat pada Rakyat) atau kemudian dikenal dengan istilah pemberdayaan masyarakat (Nasikun, 2001). Rakyat semestinya menjadi fokus pemberdayaan dalam proses pembangunan (Nani Sudarsono, 2002). Pemberdayaan masyarakat akan menempatkan masyarakat sebagai subyek. Paradigma ini mencerminkan konsep baru pembangunan yaitu: people centered, participatory, empowering and sustainable (Kartasasmita, 1996). Sementara orientasi dari pemberdayaan tersebut bermuara pada kemandirian masyarakat (Gunawan, 1999). Implementasinya juga harus memperhatikan kendala yang menjadi penghambat aktualisasi pemberdayaan tersebut (Pranarka, 1996). Dari beberapa pendapat tersebut dapat dipahami bahwa fokus pembangunan adalah masyarakat melalui proses pemberdayaan. Implementasinya juga harus memperhatikan kendala yang menjadi penghambat aktualisasi pemberdayaan. Dengan demikian maka dalam proses pemberdayaan, identifikasi kendala menjadi keharusan sebelum pemberdayaan dilakukan. Partisipasi aktif menjadi keharusan dalam proses pemberdayaan tersebut. Akan tetapi apabila inisiatif ini tidak datang maka diperlukan teknik-teknik untuk menumbuhkan dan mendorongnya. Pengembangan masyarakat kawasan industri Migas oleh BUMN/S bersifat wajib sesuai ketentuan dalam Bab VIII Pasal 40 Ayat 3, 4, 5 dan 6, dari Undang-Undang Migas No.22/2001 di mana ditegaskan bahwa: Badan Usaha dan Bentuk Usaha Tetap yang melaksanakan kegiatan usaha minyak dan gas bumi ikut bertanggung jawab dalam mengembangkan lingkungan dan masyarakat setempat. Sejalan dengan otonomi daerah, disadari betul bahwa operasionalisasi tambang Migas dan termasuk pula tambang 23

Konsep Pemberdayaan Masyarakat di Sekitar Area Migas mineral lainnya tidak bisa dipisahkan dari lingkungan dan masyarakat sekitar lokasi tambang. Hal ini menunjukkan bahwa Industri Migas memiliki tanggung jawab untuk mengembangkan masyarakat setempat. Terkait dengan pemberdayaan masyarakat (Community Develompment/CD), BPMIGAS mengeluarkan Pedoman Tata Kerja No: 017/PTK/III/2005 tentang Pengembangan Masyarakat. Pedoman tersebut ditujukan kepada Kontraktor Kontrak Kerja Sama (Kontraktor KKS) dalam melaksanakan program CD guna memperlancar kegiatan operasi di lapangan. Bidang program CD meliputi: Bidang Ekonomi, Bidang Pendidikan dan Kebudayaan, Bidang Kesehatan, Bidang Fasilitas Sosial dan Fasilitas Umum, dan Bidang Lingkungan. Pola pelaksanaan program dapat dilakukan oleh sendiri oleh Kontraktor KKS melalui fungsi organisasi yang ada atau bermitra dengan pihak lain, seperti pemerintah daerah setempat, perguruan tinggi, lembaga penelitian, kelompok swadaya masyarakat dan/atau institusi lainnya. Berdasarkan ketentuan tersebut, perusahaan migas memiliki landasan untuk aktif melakukan kegiatan pemberdayaan masyarakat. Berkaitan dengan pengembangan LKM yang memiliki fungsi pemberdayaan, Perusahaan Migas memiliki dasar hukum yang kuat, karena pemberdayaan yang diatur oleh BP MIGAS juga mencakup pemberdayaan sektor ekonomi. Model pemberdayaan yang banyak diimplementasikan untuk meningkatkan partisipasi masyarakat adalah model Participatory Rural Appraisal atau PRA, yaitu pendekatan dan metode yang memungkinkan masyarakat secara bersama-sama menganalisis masalah kehidupan dalam rangka merumuskan perencanaan dan kebijakan secara nyata. Tujuan kegiatan PRA yang utama ialah untuk menghasilkan rancangan program yang memihak hasrat dan keadaan masyarakat. Terlebih daripada itu, tujuan pendidikannya adalah untuk mengembangkan kemampuan masyarakat dalam menganalisa keadaan mereka sendiri dan melakukan perencanaan melalui kegiatan aksi. Beberapa hal prinsip yang ditekankan dalam PRA ialah: 1) Saling belajar dari kesalahan dan berbagi pengalaman dengan masyarakat Prinsip dasar PRA bahwa PRA adalah dari, oleh, dan untuk masyarakat. Ini berarti bahwa PRA dibangun dari pengakuan serta kepercayaan masyarakat yang meliputi pengetahuan tradisional dan kemampuan masyarakat untuk memecahkan persoalannya sendiri. Prinsip ini merupakan pembalikan dari metode pembelajaran konvensional yang bersifat mengajari masyarakat. Kenyataan membuktikan bahwa dalam perkembangannya pengalaman dan pengetahuan tradisional masyarakat tidak sempat mengejar perubahan yang terjadi, sementara itu pengetahuan modern yang diperkenalkan orang luar tidak juga selalu memecahkan masalah. Oleh karenanya diperlukan ajang dialog antara keduanya untuk melahirkan sesuatu program yang lebih baik. PRA bukanlah suatu perangkat teknik tunggal yang telah selesai, sempurna, dan pasti benar. Akan tetapi, metode ini selalu harus dikembangkan dan disesuaikan dengan kebutuhan setempat. Kesalahan yang dianggap tidak wajar, bisa saja menjadi wajar dalam proses pengembangan PRA. Bukan kesempurnaan penerapan yang ingin dicapai, namun penerapan sebaik-baiknya sesuai dengan kemampuan yang ada dan mempelajari kekurangan yang terjadi agar berikutnya menjadi lebih baik. Meski demikian, PRA bukan kegiatan coba-coba (trial and error) yang tanpa perhitungan kritis untuk meminimalkan kesalahan. 24

Konsep Pemberdayaan Masyarakat di Sekitar Area Migas 2) Keterlibatan semua anggota kelompok, menghargai perbedaan, dan informal Masyarakat bukan kumpulan orang yang homogen, namun terdiri dari berbagai individu yang mempunyai masalah dan kepentingan sendiri. Oleh karenanya keterlibatan semua golongan masyarakat adalah sangat penting. Golongan yang paling diperhatikan justru yang paling sedikit memiliki akses dalam kehidupan sosial komunitasnya (miskin, perempuan, anak-anak, dan lain lain). Masyarakat heterogen memiliki pandangan pribadi dan golongan yang berbeda. Oleh karenanya semangat untuk saling menghargai perbedaan tersebut adalah penting artinya. Yang terpenting adalah pengorganisasian masalah dan penyusunan prioritas masalah yang akan diputuskan sendiri oleh masyarakat sebagai pemiliknya. Kegiatan PRA dilaksanakan dalam suasana yang luwes, terbuka, tidak memaksa, dan informal. Situasi santai tersebut akan mendorong tumbuhnya hubungan akrab, karena orang luar akan berproses masuk sebagai anggota bukan sebagai tamu asing yang harus disambut secara protokoler. Dengan demikian suasana kekeluargaan akan dapat mendorong kegiatan PRA berjalan dengan baik. 3) Orang luar sebagai fasilitator dan masyarakat sebagai pelaku Konsekuensi dari prinsip pertama, peran orang luar hanya sebagai fasilitator, bukan sebagai pelaku, guru, penyuluh, instruktur, dan lain-lain. Perlu bersikap rendah hati untuk belajar dari masyarakat dan menempatkan masyarakat sebagai narasumber utama. Bahkan dalam penerapannya, masyarakat dibiarkan mendominasi kegiatan. Secara ideal sebaiknya penentuan dan penggunaan teknik dan materi hendaknya dikaji bersama, dan seharusnya banyak ditentukan oleh masyarakat. 4) Konsep triangulasi Untuk bisa mendapatkan informasi yang kedalamannya dapat diandalkan, dapat digunakan konsep triangulasi yang merupakan bentuk pemeriksaan dan pemeriksaan ulang (check and recheck). Triangulasi dilakukan melalui penganekaragaman keanggotaan tim (disiplin ilmu), sumber informasi (latar belakang golongan masyarakat dan tempat), dan variasi teknik. a) Penggunaan variasi dan kombinasi berbagai teknik PRA, yaitu bersama masyarakat bisa diputuskan variasi dan kombinasi teknik PRA yang paling tepat sesuai dengan proses belajar yang diinginkan dan cakupan informasi yang dibutuhkan dalam pengembangan program. b) Menggali berbagai jenis dan sumber informasi, dengan mengusahakan kebenaran data dan informasi (terutama data sekunder) yang harus dikaji ulang dan diperiksa sumbernya dengan menggunakan teknik lain. c) Tim PRA yang multidisipliner, dengan maksud sudut pandang yang berbeda dari anggota tim akan memberi gambaran yang lebih menyeluruh terhadap penggalian informasi dan memberi pengamatan mendalam dari berbagai sisi. 5) Optimalisasi hasil Pelaksanaan PRA memerlukan waktu, tenaga narasumber, pelaksana yang terampil, dan partisipasi masyarakat yang semuanya terkait dengan dana. Untuk itu optimalisasi hasil dengan pilihan yang menguntungkan mutlak harus dipertimbangkan. Oleh karenanya kuantitas dan akurasi informasi 25

Konsep Pemberdayaan Masyarakat di Sekitar Area Migas sangat diperlukan agar jangan sampai kegiatan berskala besar namun biaya yang tersedia tidak mencukupi. 6) Berorientasi praktis Orientasi PRA adalah pemecahan masalah dan pengembangan program. Dengan demikian dibutuhkan penggalian informasi yang tepat dan benar agar perkiraan yang tepat akan lebih baik daripada kesimpulan yang pasti tetapi salah. 7) Keberlanjutan program Masalah dan kepentingan masyarakat selalu berkembang sesuai dengan perkembangan masyarakat itu sendiri. Karenanya, pengenalan masyarakat bukan usaha yang sekali kemudian selesai, namun merupakan usaha yang berlanjut. Bagaimanapun juga program yang mereka kembangkan dapat dipenuhi dari prinsip dasar PRA yang digerakkan dari potensi masyarakat. 8) Mengutamakan yang terabaikan Prinsip ini dimaksudkan agar masyarakat yang terabaikan dapat memperoleh kesempatan untuk berperan dan mendapat manfaat dalam kegiatan program pembangunan. Keberpihakan pada pihak atau golongan masyarakat yang terabaikan bukan berarti bahwa golongan masyarakat lainnya (elite masyarakat) perlu mendapat giliran untuk diabaikan atau tidak diikutsertakan. Keberpihakan ini lebih pada upaya untuk mencapai keseimbangan perlakuan terhadap berbagai golongan dan lapisan yang ada di masyarakat, dengan mengutamakan golongan paling miskin agar kehidupannya dapat meningkat. 9) Pemberdayaan (penguatan) masyarakat Kemampuan masyarakat ditingkatkan melalui proses pengkajian keadaan, pengambilan keputusan, penentuan kebijakan, penilaian dan koreksi terhadap kegiatan yang dilakukan. Dengan demikian masyarakat memiliki akses (peluang dan kesempatan) serta memiliki kemampuan memberikan keputusan dan memilih berbagai keadaan yang terjadi. Dengan demikian mereka dapat mengurangi ketergantungan terhadap bantuan orang luar. 10) Santai dan informal Penyelenggaraan kegiatan PRA bersifat luwes, tidak memaksa, dan informal sehingga antara orang luar dan masyarakat setempat terjalin hubungan yang akrab, orang luar akan berproses masuk sebagai anggota masyarakat. Dengan demikian kedatangan orang luar tidak perlu disambut atau dijamu secara adat oleh masyarakat dan tokohnya maupun oleh pemerintah setempat. Orang luar yang masuk harus memperhatikan jadwal atau waktu kegiatan masyarakat, sehingga penerapan PRA tidak mengganggu kegiatan rutin masyarakat. 11) Keterbukaan PRA sebagai metode dan perangkat teknik pendekatan kepada masyarakat masih belum sempurna, dan belum selesai. Berbagai teknik penerapannya di dalam praktik masih terus dikembangkan dan disesuaikan dengan keadaan dan kebutuhan masyarakat setempat. Oleh karena itu berbagai 26

Konsep Pemberdayaan Masyarakat di Sekitar Area Migas pengalaman penerapan tersebut diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran untuk memperbaiki konsep dan pemikiran serta dalam merancang teknik-teknik baru sehingga sangat berguna dalam memperkaya metode ini. Prinsip dasar dari pemberdayaan masyarakat yang akan dikembangkan adalah mengharuskan adanya partisipasi, nilai tambah dan kemandirian. Partisipasi adalah keterlibatan masyarakat secara penuh sejak perencanaan, pelaksanaan, pemanfaatan sumber daya, evaluasi monitoring, pelaporan dan keberlangsungan program. Nilai tambah dalam arti bahwa masyarakat yang terlibat dalam program akan memiliki nilai tambah secara ekonomi, berupa peningkatan pendapatan dan kesejahteraan. Kemandirian dalam arti bahwa program yang dilaksanakan berorientasi pada kemandirian kelompok maupun individu. Mentalitas (pola pikir) masyarakat diarahkan pada mental mandiri, artinya tidak tergantung selamanya pada bantuan pihak lain. Berdasarkan hasil riset, di sekitar Blok Cepu ternyata telah banyak program kegiatan pemberdayaan yang telah dilakukan, antara lain: 1) Program Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH). LMDH merupakan implementasi dari Sistem Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) yang dicanangkan oleh Perum Perhutani pada tahun 2001, dengan membuka kesempatan bagi masyarakat desa hutan untuk terlibat aktif dalam pengelolaan hutan. Keterlibatan aktif ini dimulai dari terjalinnya kerja sama pengelolaan hutan antara Perhutani dengan Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH). Dalam sistem PHBM ini dilakukan proses pemberdayaan kepada masyarakat desa hutan yang bertujuan untuk mencapai pengelolaan sumber daya hutan yang lestari dan peningkatan kesejahteraan masyarakat desa hutan. Pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan hutan ini dapat dimaknai sebagai proses untuk berbagi peran, berbagi ruang dan waktu, serta berbagi hasil. Dengan melibatkan masyarakat desa hutan dalam setiap tahapan pengelolaan hutan mulai dari perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi akan memberi makna yang dalam bagi mereka. Motivasi dan tanggung jawab bersama dalam pengelolaan hutan akan muncul dari proses-proses yang dilalui dalam pemberdayaan masyarakat. Salah satu contoh LMDH yang berhasil adalah LMDH Jati Bersemi Desa Kalisumber, Kecamatan Tambakrejo. Selain mendapat manfaat dari pengelolaan hutan bersama perhutani, kelompok ini juga telah berhasil membentuk Koperasi Simpan Pinjam (KSP) berbadan hukum. KSP ini memberikan pinjaman modal usaha bagi anggotanya untuk meningkatkan ekonomi. 2) Bantuan Penguatan modal koperasi dan pelatihan oleh Exxon Mobile Bentuk program pemberdayaan masyarakat dari Exxon Mobile kepada masyarakat dilakukan secara tidak langsung, yaitu melalui penyaluran bantuan modal kepada Koperasi Jasa Keuangan Syariah Dompet Dhuafa (KJKS DD) dan penyaluran dana untuk pendampingan masyarakat khususnya pembentukan koperasi pemuda melalui LSM Mercy Corp. Modal yang diberikan oleh Exxon Mobile kepada KJKS DD sebesar Rp 900 juta rupiah. Menurut pengurus KJKS DD, pemberian penguatan modal ini sangat bermanfaat bagi pengembangan ekonomi anggota koperasi. Penyalurannya dilakukan pada anggota yang memiliki kegiatan ekonomi produktif. KJKS DD juga memberikan bantuan pendampingan bagi anggota yang memerlukan dalam menjalankan usahanya. 27

Konsep Pemberdayaan Masyarakat di Sekitar Area Migas Di samping itu, kegiatan yang dilakukan oleh LSM Mercy Corp. adalah melakukan pelatihan dan pendampingan bagi para pemuda untuk melakukan kegiatan ekonomi produktif melalui wadah koperasi. Saat ini LSM Mercy Corp. sedang merintis pembentukan 10 koperasi pemuda. 3) Bantuan modal koperasi dari Provinsi Jatim kepada Koperasi Wanita Pemerintah Provinsi Jawa Timur secara rutin memberikan bantuan penguatan modal bagi Koperasi Wanita di setiap desa yang ada di Jawa Timur, termasuk Koperasi Wanita yang ada di sekitar Blok Cepu. Besarnya dana yang diberikan sebanyak Rp 25 juta tiap tahun. 4) Pembinaan, bantuan modal dan penguatan SDM (pelatihan) oleh Dinas Koperasi Dinas Koperasi dan UKM Kabupaten Bojonegoro secara rutin memberikan pelatihan penguatan SDM dan manajemen koperasi. Memang pelatihan ini tidak dikhususkan kepada koperasi di sekitar Blok Cepu, tetapi ditujukan kepada seluruh koperasi di Bojonegoro. Salah satu koperasi yang telah menerima pelatihan yaitu KSP Jati Bersemi. Pemerintah Kabupaten Bojonegoro juga secara rutin memberikan bantuan modal lunak kepada koperasi yang operasionalnya ditangani Dinas Koperasi dan UKM. Modal ini ditujukan kepada Koperasi dan UKM yang membutuhkan penguatan modal dengan persyaratan tertentu. 5) Pembinaan oleh Dekopin Bojonegoro Kegiatan pemberdayaan lain yang telah dilakukan adalah pemberdayaan koperasi oleh Dekopin Bojonegoro. Selain melakukan pelatihan, pembinaan, dan pengawasan, Dekopin juga secara rutin melakukan penilaian kesehatan koperasi dan pemeringkatan koperasi. Kedua kegiatan ini sangat bermanfaat bagi perkembangan koperasi. Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa proses pemberdayaan masyarakat yang telah berlangsung belum menunjukkan adanya kegiatan yang terintegrasi dan berkesinambungan. Berbagai stakeholders yang melakukan pemberdayaan belum memiliki visi bersama mengenai bagaimana masyaralat Blok Cepu akan diberdayakan. Oleh karena itu maka perlu dilakukan integrasi pola pemberdayaan dari berbagai stakeholders yang ada tersebut, dengan pendekatan PRA. Pada proses integrasi ini, yang terpenting perlu dirumuskan adalah mengenai goal (tujuan) akhir dari proses pemberdayaan. Pemberdayaan juga mensyaratkan adanya keberlangsungan program dalam jangka waku yang lama. Jangan sampai program yang dilakukan hanya secara parsial dan temporal, tetapi harus simultan dan longitudinal. Dalam proses pemberdayaan masyarakat juga perlu melibatkan masyarakat secara aktif dan adanya keterlibatan stakeholders (pemangku kepentingan). Masing-masing pihak dapat mengambil peran sesuai dengan potensi dan orientasi dari lembaga masing-masing. Seperti pemerintah dapat mengambil peran sebagai regulator, pembina, pengawas, dan pemberian modal stimulan. Perusahaan juga dapat memberikan bantuan modal stimulan, biaya pelatihan dan pendampingan serta modal kerja. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dapat mengambil peran sebagai pendamping dalam proses pemberdayaan, maupun sebagai fasilitator dalam pelatihan-pelatihan yang dilakukan. LSM juga dapat 28

Konsep Pemberdayaan Masyarakat di Sekitar Area Migas mengambil peran sebagai konsultan yang setiap saat dapat menjadi teman diskusi bagi masyarakat dan kelompok masyarakat yang ada. Konsep model pemberdayaan yang ditawarkan mensyaratkan adanya: orientasi yang jelas yaitu peningkatan kesejahteraan masyarakat secara ekonomi, partisipasi aktif masyarakat, keterlibatan stakeholders, dan proses yang berkelanjutan. Kosep pemberdayaan yang ditawarkan menggunakan model pendekatan PRA (Participatory Rural Appraisal) dengan langkah sebagai berikut: Langkah-1 Seleksi masyarakat Langkah-2 Pengenalan Participatory Rural Apparsial Langkah-3 Membangun visi bersama Langkah-4 Identifikasi potensi dan penggunaan sumber daya Langkah-5 Merumuskan Program Kegiatan Ekonomi Produktif Langkah-6 Perumusan Aturan Main (AD/ART) Langkah-7 Penataan administrasi lembaga (Badan Hukum, SOM dan SOP) Langkah-8 Seleksi dan Pelatihan Pengelola (Diklat, Studi Banding dan Magang) Langkah-9 Operasionalisasi Lembaga Gambar 3.1. Skema Proses Pemberdayaan Pada fase awal, proses pemberdayaan dilakukan dengan langkah sebagai berikut: Langkah-1 Seleksi Masyarakat Kegiatan ini bertujuan untuk menyeleksi masyarakat sebagai perintis. Seleksi dilakukan secara informal oleh fasilitator yang ditugaskan untuk itu. Kegiatan dilakukan dengan pendekatan, dialog dan seleksi secara sosiologis. Jumlah warga masyarakat yang terpilih sekitar 10 sampai 20 orang yang nanti akan berperan sebagai perintis, pendiri lembaga, dan pengelola lembaga. Kriteria yang digunakan adalah mau dan bersedia memberikan waktunya untuk terlibat dalam kegiatan. 29

Konsep Pemberdayaan Masyarakat di Sekitar Area Migas Waktu: sekitar 2 minggu sampai 1 bulan. Stakeholder yang terlibat: perguruan tinggi dan LSM sebagai fasilitator, perusahaan sebagai penyedia dana, pemerintah sebagai motivator. Langkah-2 Pengenalan Participatory Rural Apparsial (PRA) Kegiatan ditujukan pada masyarakat terpilih. Kegiatan ini bertujuan untuk mengenalkan metode PRA agar menjadi model yang akan digunakan dalam kegiatan pemberdayaan selanjutnya. Bentuk kegiatan adalah pelatihan dengan pendekatan andragogy (pendidikan untuk orang dewasa dan bersifat informal). Waktu: sekitar 1 sampai 3 hari, tergantung kondisi dan ketersediaan waktu masyarakat. Stakeholder yang terlibat: perguruan tinggi dan LSM sebagai fasilitator, perusahaan sebagai penyedia dana, pemerintah sebagai motivator. Langkah-3 Membangun Visi Bersama Kegiatan ditujukan pada masyarakat terpilih. Kegiatan ini bertujuan untuk merumuskan apa yang menjadi impian mereka sampai merumuskannya dalam bentuk visi bersama. Bentuk kegiatan adalah pelatihan dengan pendekatan andragogi, diselingi dengan outbound. Waktu: sekitar 1 sampai 2 hari, tergantung kondisi dan ketersediaan waktu masyarakat. Stakeholder yang terlibat: perguruan tinggi dan LSM sebagai fasilitator, perusahaan sebagai penyedia dana, pemerintah sebagai motivator. Langkah-4 Identifikasi Potensi dan Penggunaan Sumber Daya Kegiatan ditujukan pada masyarakat terpilih. Kegiatan ini bertujuan untuk mengidentifikasi semua potensi yang ada yang dapat dimanfaatkan untuk mewujudkan visi. Bentuk kegiatan adalah pelatihan dengan pendekatan andragogi, case study, dan praktik langsung. Waktu: sekitar 1 sampai 3 hari, tergantung kondisi dan ketersediaan waktu masyarakat. Stakeholder yang terlibat: perguruan tinggi dan LSM sebagai fasilitator, perusahaan sebagai penyedia dana, pemerintah sebagai motivator. Langkah-5 Merumuskan Program Kegiatan Ekonomi Produktif Kegiatan ditujukan pada masyarakat terpilih. Kegiatan ini bertujuan merumuskan kegiatan ekonomi berdasarkan visi dan potensi yang telah diidentifikasi. Bentuk kegiatan adalah pelatihan dengan pendekatan andragogi, analysis learning, dan case study. Waktu: sekitar 1 sampai 2 hari, tergantung kondisi dan ketersediaan waktu masyarakat. Stakeholder yang terlibat: perguruan tinggi dan LSM sebagai fasilitator, perusahaan sebagai penyedia dana, pemerintah sebagai motivator. 30

Konsep Pemberdayaan Masyarakat di Sekitar Area Migas Langkah-6 Merumuskan Aturan Main Kegiatan ditujukan pada masyarakat terpilih. Kegiatan ini bertujuan merumuskan aturan main yang akan digunakan dalam mengelola lembaga dalam bentuk Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART) lembaga. Aturan main yang dibuat sebagai acuan pengaturan tata kerja lembaga. Bentuk kegiatan adalah pelatihan dengan pendekatan andragogi, diselingi dengan outbound. Waktu: sekitar 1 sampai 2 hari, tergantung kondisi dan ketersediaan waktu masyarakat. Stakeholder yang terlibat: perguruan tinggi dan LSM sebagai fasilitator, perusahaan sebagai penyedia dana, pemerintah sebagai motivator dan katalisator. Langkah-7 Penataan Administrasi Lembaga Kegiatan ditujukan pada masyarakat terpilih. Kegiatan ini bertujuan untuk mengoperasionalkan secara teknis aturan main yang ada dalam bentuk SOP (Standar Operasional Prosedur) dan SOM (Standar Operasional Manajemen). Bentuk kegiatan adalah perumusan oleh team work. Waktu: sekitar 1 bulan. Stakeholder yang terlibat: perguruan tinggi dan LSM sebagai fasilitator dan konseptor, perusahaan sebagai penyedia dana, pemerintah sebagai motivator. Langkah-8 Seleksi dan Pelatihan Pengelola Kegiatan ditujukan pada masyarakat terpilih. Kegiatan ini bertujuan menyeleksi calon pengelola lembaga yang memiliki kapabilitas dan integritas untuk mengelola lembaga. Bentuk kegiatan adalah seleksi personal oleh team work, diklat, studi banding, dan magang. Setelah personalia terpilih, dilakukan diklat (3 hari), studi banding (2 hari) dan magang (1 bulan). Waktu: 5 minggu. Stakeholder yang terlibat: perguruan tinggi dan LSM sebagai fasilitator dan evaluator, perusahaan sebagai penyedia dana, pemerintah sebagai motivator. Langkah-9 Operasionalisasi Lembaga Kegiatan oleh pengelola lembaga. Kegiatan ini bertujuan melaksanakan kegiatan lembaga sesuai dengan visi dan menggunakan aturan main serta SOM dan SOP yang telah dibuat. 31

Konsep Pemberdayaan Masyarakat di Sekitar Area Migas Fase Awal (1 2 tahun) Fase Peralihan (1 2 tahun) Fase Kemandirian (1 2 tahun) Gambar 3.2. Fase Proses Pemberdayaan Berkaitan dengan kesiapan masyarakat dan kesinambungan program, maka fase yang harus dilewati meliputi: (1) fase awal; (2) fase paralihan; dan (3) Fase kemandirian. 1) Fase awal, merupakan fase pertama dengan uraian penjelasan seperti pada langkah-1 sampai langkah-9, tersebut di atas. Fase ini merupakan kegiatan awal dalam proses pemberdayaan ekonomi masyarakat. Kegiatan ini berlangsung 1 sampai 2 tahun, dengan orientasi menyiapkan masyarakat untuk melakukan kegiatan ekonomi produktif secara bersama-sama. Pada fase ini, pendampingan dilakukan secara penuh oleh fasilitator. 2) Fase peralihan, merupakan fase transisi antara fase awal dengan fase kemandirian. Fase ini berlangsung sekitar 1 sampai 2 tahun setelah melalui fase awal. Keterlibatan fasilitator dalam pendampingan mulai dikurangi, dan partisipasi masyarakat makin ditingkatkan dan dikuatkan. 3) Fase kemandirian, merupakan fase akhir sesuai dengan tujuan pemberdayaan, yaitu kemandirian ekonomi masyarakat. Fase ini berlangsung sekitar 1 sampai 2 tahun setelah melalui fase peralihan. Keterlibatan fasilitator dalam pendampingan makin dikurangi, dan lebih sebagai mitra konsultasi. Partisipasi masyarakat makin ditingkatkan dan dikuatkan. 3.2. Modul Pelatihan untuk Penyiapan Individu atau Kelompok Guna keperluan pelaksanaan pemberdayaan, maka dibuat modul-modul pelatihan untuk individu maupun kelompok. Modul ini sebagai acuan dalam pelaksanaan pelatihan yang diselengarakan dalam rangka proses pemberdayaan masyarakat. Modul pelatihan dimaksud terlampir. 32

Konsep Pembentukan Lembaga Keuangan Alternatif Bab IV Konsep Pembentukan Lembaga Keuangan Alternatif 4.1. Kriteria Lembaga Keuangan yang Sesuai dengan Kondisi Masyarakat di Sekitar Area Migas Kriteria lembaga keuangan yang dipilih, disesuaikan dengan konsep dan kondisi lapangan. Lembaga keuangan sebagai instrumen ekonomi kerakyatan, menempatkan masyarakat sebagai subyek. Sebagaimana dikemukakan oleh Dawam Rahardjo, bahwa ekonomi kerakyatan sebagai suatu konsep strategi pembangunan dalam konteks Indonesia, intinya adalah pembangunan pedesaan dan industrialisasi pedesaan dalam arti luas, yang mencakup mekanisasi pertanian dalam rangka pemberantasan kemiskinan, melalui penciptaan lapangan kerja, dan peningkatan pendapatan rakyat kecil dalam pengertian petit people atau wong cilik. Namun rakyat kecil ini bukan hanya sasaran atau pelengkap penderita dalam pembangunan, melainkan juga pelaku ekonomi aktif. Selain itu, menurut Kartasasmita (1996), konsep pembangunan ekonomi harus merepresentasikan dan merangkum nilai-nilai sosial. Ini juga sejalan dengan konsepsi ekonomi dari Moh. Hatta dan prinsip dan falsafah Lembaga Keuangan Mikro Grameen Bank yang diimplementasikan oleh Koperasi Abdi Kerta Raharja Tangerang. Berkaitan dengan pilihan lembaga keuangan, tiga karakteristik dasar yang harus dimiliki adalah: 1) Partisipasi 2) Ada nilai tambah 3) Kemandirian Lembaga keuangan yang dibentuk harus memberikan akses yang luas bagi masyarakat untuk berpartisipasi. Partisipasi dalam konteks ini melibatkan masyarakat sejak dini sejak dari ide pembentukan lembaga, penyusunan tujuan dan visi lembaga dan pilihan bentuk lembaga. Masyarakat juga aktif sejak proses pembentukan, pengelolaan, pemanfaatan dan pengawasan. Sedangkan aspek adanya nilai tambah dalam arti, masyarakat yang memanfaatkan lembaga keuangan tersebut harus mendapatkan nilai tambah secara ekonomi, khususnya peningkatan pendapatan. Dalam hal ini, selain lembaga memberikan akses pada permodalan, juga membantu pendampingan dalam proses produksi, akses pasar, dan pengembangan SDM dan manajemen. Lembaga tidak hanya memberikan pinjaman modal, tetapi juga memberikan pendampingan. Sehingga masyarakat dapat melakukan usaha dengan lebih produktif yang goal akhirnya adalah peningkatan pendapatan. Dengan meningkatnya pendapatan maka masyarakat akan meningkat kesejahteraannya dan masyarakat akan memiliki kemampuan untuk melakukan saving pada lembaga keuangan sebagai upaya penguatan modal. 33

Konsep Pembentukan Lembaga Keuangan Alternatif Aspek kemandirian secara individu mengandung arti bahwa proses pemberian modal dan pendampingan diorientasikan pada kemandirian masyarakat. Pemberian bantuan yang lebih bersifat sebagai hadiah menimbulkan ketergantungan. Hal ini menjadikan masyarakat selalu berharap dan kurang termotivasi untuk mengembangkan usaha produktif menuju kemandirian. Berkaitan dengan potensi yang ada di sekitar Blok Cepu, di mana telah berdiri banyak koperasi, maka Lembaga Keuangan Mikro (LKM) merupakan pilihan bentuk lembaga keuangan yang akan didirikan. Menurut Pasal 3, UU No 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro, LKM memiliki tujuan: a) Meningkatkan akses pendanaan skala mikro bagi masyarakat; b) Membantu peningkatan pemberdayaan ekonomi dan produktivitas masyarakat; dan c) Membantu peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat, terutama masyarakat miskin dan/atau berpenghasilan rendah. Beberapa keunggulan LKM sangat penting dalam pengembangan usaha kecil di antaranya adalah: 1) Tumbuh dan berkembang di masyarakat serta melayani usaha mikro dan kecil (UKM); 2) Diterima sebagai sumber pembiayaan anggotanya (UKM); 3) Mandiri dan mengakar di masyarakat; 4) Jumlah cukup banyak dan penyebarannya meluas; 5) Berada dekat dengan masyarakat, dapat menjangkau (melayani) anggota dan masyarakat; 6) Memiliki prosedur dan persyaratan peminjaman dana yang dapat dipenuhi anggotanya (tanpa agunan); 7) Membantu memecahkan masalah kebutuhan dana yang selama ini tidak bisa dijangkau oleh kelompok miskin; 8) Mengurangi berkembangnya pelepas uang (money lenders); 9) Membantu menggerakkan usaha produktif masyarakat dan; 10) LKM dimiliki sendiri oleh masyarakat sehingga setiap surplus yang dihasilkan oleh LKM bukan bank dapat kembali dinikmati oleh para nasabah sebagai pemilik. Beberapa nilai dasar sebagai misi yang digunakan dalam mewujudkan lembaga keuangan mikro antara lain: 1) Koperasi memiliki tujuan menyejahterakan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya yang mampu menggerakkan ekonomi kerakyatan dengan berlandaskan pada azas kekeluargaan (UU Koperasi No. 25 Th. 1992 Pasal 1 dan 3). 2) Prinsip dan falsafah Lembaga Keuangan Mikro Grameen Bank yang diimplementasikan oleh Koperasi Abdi Kerta Raharja Tangerang membuktikan bahwa semakin miskin masyarakat, semakin bankable (layak mendapat kredit), maksudnya bahwa teori yang selama ini ada menyatakan bahwa yang bankable adalah mereka yang memiliki kemampuan secara finansial dan memiliki agunan, sehingga hipotesis yang dikembangkan oleh Koperasi Abdi Kerta Raharja Tangerang melawan arus teori yang selama ini dipakai oleh dunia perbankan pada khususnya dan lembaga keuangan pada umumnya. 3) Teori saja tidak cukup untuk mengentaskan kemiskinan tanpa tindakan yang nyata dan berkelanjutan, artinya bahwa selama ini orang kecenderungannya hanya mampu berteori saja, 34

Konsep Pembentukan Lembaga Keuangan Alternatif namun pada kenyataannya kurang mampu melakukan tindakan nyata, sehingga yang digulirkan selalu wacana bukan tindakan dan pada akhirnya kemiskinan tidak semakin terkurangi tetapi justru semakin bertambah. 4) Pemberian bantuan pada orang miskin yang didasari pada belas kasihan dan juga cuma-cuma, tidak akan membantu orang miskin tersebut untuk lepas dari kemiskinannya. Sebaliknya justru akan menjerumuskan mereka ke dalam jurang kemiskinan. 5) Setiap pemberian bantuan pinjaman kepada orang miskin harus didasarkan pada keikhlasan dan juga pendampingan yang terus menerus. 6) Kredit hanya sebagai entry point saja dari serangkaian kegiatan yang ditujukan untuk penguatan kepada orang miskin. 7) Kredit tanpa penerapan disiplin kredit bukan apa-apa tetapi sumbangan, dan bila sumbangan dengan mengatasnamakan kredit tidak akan membantu orang miskin tetapi akan menghancurkan mereka. 8) Pembiayaan permodalan merupakan salah satu alat perubahan sosial yang murah, cepat dan efisien yang memberikan kesempatan kepada masyarakat miskin mengembangkan usahanya sendiri untuk meningkatkan kesejahteraannya, memberi kesempatan mengasah kewirusahaannya dan keterampilan ke arah peningkatan pendapatan dan taraf hidup, memberi kesempatan menikmati segala hak asasi lain. Karena dengan kemampuan permodalan harus memiliki keyakinan bahwa modal sendiri akan menjamin peningkatan pendapatannya, sehingga dalam sistem ini, modal sebagai hak asasi terpenting bagi masyarakat miskin/mikro. 9) Disiplin harus dibangun sejak awal kegiatan dimulai. 10) Disiplin hanya bisa ditumbuhkan dengan proses yang panjang (tidak mendadak). 11) Dengan disiplin maka kegiatan sukses, dan sebagai bukti kinerja Koperasi didapatkan teori baru: bahwa ORANG MISKIN ADALAH PEMINJAM TERBAIK. Pengalaman dari Dompet Dhuafa dan Mercy Corp. dalam mengelola dana CSR Exxon Mobile yang diberikan dalam bentuk penguatan modal, pelatihan dan pendampingan, membuktikan bahwa ternyata masyarakat Blok Cepu dapat diberdayakan melalui penguatan modal ekonomi produktif dalam wadah koperasi. Berdasarkan hasil riset, jumlah koperasi yang ada di sekitar Blok Cepu adalah sebagai berikut: Tabel 4.1. Jumlah Koperasi di Blok Cepu No Kecamatan Koperasi Primer Anggota Pengurus Rata-rata Volume usaha (Juta rupiah) 1 Tambakrejo 36 4.768 142 132.317 2 Ngasem 27 3.334 107 20.125 3 Kalitidu 43 5.589 120 36.452 4 Purwosari 23 3.975 96 43.501 5 Gayam 27 3.334 107 20.125 Jumlah 156 21.000 572 252.520 Sumber: Bojonegoro dalam Angka 2014 Data tersebut menunjukkan bahwa di sekitar Blok Cepu telah berdiri banyak koperasi dengan jumlah anggota yang cukup besar, yang telah menjalankan usahanya. Potensi ini dapat dimanfaatkan sebagai instrumen pemberdayaan ekonomi masyarakat. 35

Konsep Pembentukan Lembaga Keuangan Alternatif Mengenai perilaku masyarakat berkaitan dengan sumber pembiayaan kegiatan ekonominya, berdasarkan hasil riset diperoleh fakta bahwa masyarakat menggunakan beberapa sumber pembiayaan, sebagaimana digambarkan dalam grafik berikut ini: Gambar 4.1. Sumber Pembiayaan Ekonomi Masyarakat Sumber: Data Primer Penelitian tahun 2014, diolah (N=38) Data tersebut menunjukkan bahwa dalam hal pembiayaan ekonomi, masyarakat masih belum optimal memanfaatkan lembaga keuangan yang ada (19% koperasi dan 21% bank). Dari 47% responden yang menjawab lainnya, sebagian besar masih memanfaatkan jasa rentenir. Mengenai karakteristik lembaga keuangan yang diinginkan masyarakat, berdasarkan hasil riset adalah sebagai berikut: Gambar 4.2. Kriteria Lembaga Keuangan yang Diharapkan Masyarakat Sumber: Data Primer Penelitian tahun 2014, diolah (N=38) Masyarakat sekitar area Blok Cepu, menginginkan lembaga keuangan yang memberikan pelayanan: (1) Tanpa agunan; (2) Syarat ringan; (3) Bunga/bagi hasil rendah; (4) Jemput bola; (5) Lokasi dekat; dan (6) Prosedur mudah. Berkait dengan lembaga keuangan yang ada, 42,1% berpendapat bahwa lembaga keuangan tersebut masih kurang memadai. Berkaitan dengan potensi yang ada di sekitar Blok Cepu, di mana telah berdiri banyak koperasi primer, baik koperasi simpan pinjam maupun koperasi lainnya, maka Lembaga Keuangan Mikro (LKM) Sekunder merupakan pilihan bentuk lembaga keuangan yang akan didirikan. Mengenai bentuk badan hukum yang tepat sesuai dengan kondisi sosial ekonomi masyarakat dan karakteristik lembaga adalah Koperasi Simpan Pinjam Sekunder. 36

Konsep Pembentukan Lembaga Keuangan Alternatif Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Sekunder ini dapat dibentuk oleh minimal 3 koperasi primer. KSP Sekunder ini memenuhi syarat sebagai lembaga keuangan yang memberikan kesempatan seluasluasnya bagi masyarakat untuk berpartisipasi, sesuai dengan nilai dasar koperasi yaitu gotong royong dan kekeluargaan. KSP Sekunder ini merupakan koperasi simpan pinjam yang akan memberikan penguatan modal bagi koperasi primer (anggota koperasi sekunder) yang ada di sekitar Blok Cepu. Koperasi primer dapat berasal dari berbagai bentuk koperasi primer yang berbeda, seperti Koperasi Simpan Pinjam, Koperasi Produksi, Koperasi Konsumsi, Koperasi Jasa dan Koparasi Pemasaran. KSP Sekunder ini dalam praktik nantinya akan menyalurkan dana pihak ketiga (CSR dan lainnya) kepada koperasi-koperasi primer yang menjadi anggotanya. Persyaratan keanggotaan koperasi sekunder ini menggunakan parameter tertentu, antara lain: 1) Penilaian kesehatan minimal kategori sehat; 2) Pemeringkatan minimal berkualitas; dan 3) SDM pengelola telah memenuhi syarat kompetensi sesuai dengan SKKNI (Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia) minimal dengan skor 75. Sedangkan mengenai bentuk izin usaha masih ada dua pilihan sebagai alernatif, yaitu Izin Usaha Simpan Pinjam atau Izin Usaha Jasa Keuangan. Jika bentuk izin usahanya adalah Simpan Pinjam, maka proses perizinan, pengawasan dan pembinaan akan dilakukan oleh Kementerian Koperasi melalui Dinas Koperasi. Sedangkan jika bentuk izin usahanya adalah Jasa Keuangan maka perizinan, pengawasan dan pembinaan akan dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). KSP Sekunder yang dibentuk juga diorientasikan memiliki fungsi pemberdayaan masyarakat. Skema posisi lembaga koperasi sekunder tersebut adalah sebagai berikut: PERUSAHAAN MIGAS (Exxon, Pertamina, dll) Kerjasama EXPERT POOL (LSM, PT, LDP, Poktan, Poknak) KOPERASI SEKUNDER STAKEHOLDER (Pemerintah, Dekopin, dan Stakeholder lain) KOPERASI PRIMER (SP, Jasa, Produsen, Konsumen, Pemasaran) KOPERASI PRIMER (SP, Jasa, Produsen, Konsumen, Pemasaran) KOPERASI PRIMER (SP, Jasa, Produsen, Konsumen, Pemasaran) Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Gambar 4.3. Skema Posisi Koperasi Sekunder 37

Konsep Pembentukan Lembaga Keuangan Alternatif Berdasarkan Skema 4.3. tersebut, maka dapat dijelaskan sebagai berikut: Anggota KSP Sekunder adalah koperasi-koperasi primer dengan persyaratan tertentu yaitu: (1) Penilaian kesehatan minimal kategori sehat; (2) Pemeringkatan minimal berkualitas; dan (3) SDM pengelola telah memenuhi syarat kompetensi sesuai dengan SKKNI (Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia) minimal dengan skor 75. KSP Sekunder dibentuk oleh paling sedikit 3 koperasi primer. Jenis koperasi primer yang membentuk KSP Sekunder, dapat dalam bentuk Koperasi Simpan Pinjam (KSP), Koperasi Jasa, Koperasi Produsen, Koperasi Konsumen, maupun Koperasi Pemasaran. Agar KSP Sekunder yang dibentuk kuat, tangguh, dan kredibel, maka koperasi primer yang akan menjadi anggotanya perlu dilakukan pemeringkatan dari sisi kelembagaannya, penilaian kesehatan dari sisi keuangannya, dan penilaian kopetensi dari sisi SDM pengelolanya. Proses penilaian kesehatan, pemeringkatan dan penilaian kompetensi SDM tersebut dilakukan oleh Dinas Koperasi bekerja sama dengan Dekopinda, dengan biaya berkisar Rp5 juta sampai Rp10 juta tiap koperasi. Pembiayaan dapat diambilkan dari dana CSR Perusahaan Migas. Modal awal KSP Sekunder berasal dari Simpanan Pokok dan Simpanan Wajib anggota. Selain modal awal, Koperasi dapat menghimpun modal lain seperti modal pinjaman baik dari perbankan maupun lembaga keuangan lainnya seperti Lembaga Pengelola Dana Bergulir (LPDB). Koperasi juga dapat membangun kerja sama dengan perusahaan-perusahaan yang ada di Bojonegoro seperti perusahaan migas dalam kaitan pemupukan modal berupa kerja sama modal penyertaan, yang dananya dapat diambilkan dari dana Corporate Social Responsibility (CSR). Dalam kaitan ini karena CSR memiliki aturan khusus, sehingga penempatannya berupa modal penyertaan, yakni modal yang pemiliknya punya hak untuk senantiasa terlibat dalam pengelolaannya, yakni berupa pengawasan. Masing-masing stakeholders memiliki tugas dan tanggung jawab dalam proses perintisan, pembentukan dan operasionalisasi KSP Sekunder yang dibentuk. Tugas masing-masing stakeholders tersebut adalah sebagai berikut: 1) Pemerintah Melakukan inisiasi pembentukan Koperasi Simpan Pinjam Sekunder, melakukan seleksi awal koperasi primer dengan melakukan penilaian kesehatan, pemeringkatan, dan penilaian kompetensi SDM pengelola, memberikan motivasi, asistensi pengawasan dan pembinaan dalam proses pembentukan dan berjalannya lembaga. 2) Perusahaan Migas Memberikan bantuan pembiayaan dalam proses seleksi awal koperasi primer yang akan mendirikan koperasi sekunder. Setelah KSP Sekunder terbentuk, Perusahaan Migas juga memberikan bantuan modal penyertaan bagi KSP Sekunder dan memberikan bantuan pendanaan bagi kegiatan pemberdayaan masyarakat. 3) Dekopin (Dewan Koperasi Indonesia) Membantu Dinas Koperasi dalam proses seleksi koperasi primer, memberikan asistensi, motivator, dan pendampingan dalam proses dan operasionalisasi koperasi sekunder. 4) Perguruan Tinggi Sebagai salah satu komponen expert pool, memberikan bantuan tim perumus dan asistensi serta fasilitator dalam proses pemberdayaan masyarakat. 38

Konsep Pembentukan Lembaga Keuangan Alternatif 5) LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) Sebagai salah satu komponen expert pool, memberikan bantuan tim asistensi serta fasilitator dalam proses pemberdayaan masyarakat. 6) Lembaga Diklat Profesi (LDP) dan Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) Sebagai salah satu komponen expert pool, memberikan bantuan tim fasilitator dalam proses pelatihan pengelola dan proses pemberdayaan masyarakat. Tugas expert pool adalah membantu Pengurus KSP Sekunder dalam pemberdayaan koperasi primer secara kelembagaan maupun pemberdayaan anggota koperasi primer secara perorangan. 4.2. Rekomendasi Langkah-Langkah Pembentukan Lembaga Keuangan Langkah pembentukan Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Sekunder yang memiliki fungsi pemberdayaan di Kabupaten Bojonegoro, adalah sebagai berikut: Langkah-1 Menyeleksi Koperasi Primer Langkah-2 Melakukan Penilaian Kesehatan dan Pemeringkatan Koperasi terpilih Langkah-3 Koperasi Primer terpilih Melakukan Pertemuan Pembentukan Langkah-4 Mengurus Legalitas dan Menyusun Aturan Main Gambar 4.4. Langkah Pembentukan KSP Sekunder Langkah-1 Menyeleksi Koperasi Primer Tujuannya adalah mendapatkan koperasi primer yang sehat dan memiliki reputasi baik. Cara yang dilakukan dengan mengambil sampel Koperasi Primer di 5 (lima) kecamatan terdampak kegiatan industri migas Blok Cepu, masing-masing 3 (tiga) Koperasi Primer sehingga sampel seluruhnya 15 (lima belas) Koperasi Primer. Prosesnya melibatkan Dinas Koperasi, Dekopin dan expert pool (perguruan tinggi dan LSM). Langkah-2 Melakukan Penilaian Kesehatan dan Pemeringkatan Koperasi Terpilih Melakukan penilaian kesehatan, pemeringkatan, dan penilaian terhadap SDM pengelolanya terhadap 15 (lima belas) Koperasi Primer tersebut. Penilaian dilakukan oleh Tim Seleksi dari Dinas Koperasi dan Dekopinda. Lama waktu untuk melakukan ketiga kegiatan tersebut diperkirakan 45 hari kerja dengan asumsi setiap koperasi membutuhkan 3 hari kerja, dengan biaya dari 39

Konsep Pembentukan Lembaga Keuangan Alternatif Perusahaan Migas. Biaya yang dibutuhkan sekitar Rp5 juta sampai Rp10 juta per koperasi, untuk proses penilaian kesehatan koperasi, pemeringkatan koperasi, dan penilaian kompetensi SDM pengelola koperasi. Koperasi primer yang terpilih adalah koperasi primer yang memenuhi persyaratan: (1) penilaian kesehatan minimal kategori sehat, (2) pemeringkatan minimal berkualitas dan (3) SDM pengelola telah memenuhi syarat kompetensi sesuai dengan SKKNI (Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia) minimal dengan skor 75. Langkah-3 Koperasi Terpilih Melakukan Pertemuan Pembentukan Dari 15 (lima belas) koperasi primer tersebut yang hasilnya dinyatakan sehat, dengan peringkat baik, serta SDM pengelolanya memiliki standar kompetensi, selanjutnya diarahkan untuk menjadi pendiri Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Sekunder. Gambar 4.5. Koperasi Sekunder Langkah-4 Mengurus Legalitas dan Menyusun Aturan Main Legalitas sebagai koperasi sekunder diurus, dengan prosedur sebagai berikut: 40 Gambar 4.6. Prosedur Pembentukan KSP Sekunder