KABUT ASAP DAN DAMPAKNYA TERHADAP PEREKONOMIAN SEKTOR RIIL PROVINSI JAMBI

dokumen-dokumen yang mirip
PENDAHULUAN Latar Belakang

Ketika Negara Gagal Mengatasi Asap. Oleh: Adinda Tenriangke Muchtar

Boks 2. Kesuksesan Sektor Jasa Angkutan Udara di Provinsi Jambi

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA JAKARTA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Novita Fauzi, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. rongga telingga tengah, dan pleura (Kepmenkes, 2002). ISPA merupakan

PERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI SUMATERA SELATAN AGUSTUS 2015

PERKEMBANGAN TRANSPORTASI SUMATERA SELATAN MARET 2016

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Perbedaan pada karakteristik desa dapat dilihat dari tipologi desa.

PERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI SUMATERA SELATAN OKTOBER 2016

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

PERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI SUMATERA SELATAN SEPTEMBER 2016

PERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI SUMATERA SELATAN JUNI 2015

BAB I PENDAHULUAN. daerah di Indonesia, Pemerintah Pusat maupun Daerah pun memiliki database

PERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI SUMATERA SELATAN JULI 2015

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1

Perkembangan Pariwisata dan Transportasi Sumatera Selatan Agustus 2017

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perekonomian dapat berfungsi dengan baik. Sulivan, Arthur, dan Steven M.

BAB I PENDAHULUAN. Maret hingga Agustus. Kondisi ini didukung oleh suhu rata-rata 21 0 C 36 0 C dan

PERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI SUMATERA SELATAN MARET 2017

PENGARUH ELNINO PADA KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

DUKUNGAN PERLINDUNGAN PERKEBUNAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Sektor unggulan di Kota Dumai diidentifikasi dengan menggunakan

BAB II LANDASAN TEORI

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERKEMBANGAN TINGKAT PENGHUNIAN KAMAR HOTEL BINTANG DAN STATISTIK TRANSPORTASI PROVINSI BENGKULU

LESTARI BRIEF KETERPADUAN DALAM PENANGANAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN USAID LESTARI PENGANTAR. Penulis: Suhardi Suryadi Editor: Erlinda Ekaputri

PAPER KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN

I. PENDAHULUAN. Dalam dekade terakhir kebakaran hutan sudah menjadi masalah global.

BAHAN MENTERI DALAM NEGERI PADA ACARA MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN (MUSRENBANG) REGIONAL KALIMANTAN TAHUN 2015

Pengantar Presiden RI pada Ratas Penanggulangan Asap, di Kanpres, tgl. 24 Juni 2014 Senin, 24 Juni 2013

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PERKEMBANGAN TINGKAT PENGHUNIAN KAMAR HOTEL BERBINTANG DAN STATISTIK TRANSPORTASI PROVINSI BENGKULU, NOVEMBER 2016

PERKEMBANGAN TINGKAT PENGHUNIAN KAMAR HOTEL BINTANG DAN STATISTIK TRANSPORTASI PROVINSI BENGKULU

Perkembangan Pariwisata dan Transportasi Sumatera Selatan September 2017

. Tabel 1.2 Pertumbuhan Ekonomi Sisi Penawaran SEKTOR PERTANIAN

STATISTIK PERHUBUNGAN KABUPATEN MAMUJU 2014

PERKEMBANGAN TINGKAT PENGHUNIAN KAMAR HOTEL BERBINTANG DAN STATISTIK TRANSPORTASI PROVINSI BENGKULU, JULI 2016

Pengamatan kebakaran dan penyebaran asapnya dari angkasa: Sebuah catatan kejadian kebakaran hutan/lahan di Sumatera Selatan tahun 2014

Tanggung Jawab Pengangkut di Beberapa Moda Transportasi

BAB I PENDAHULUAN. yang dalam keadaan tertentu dapat menghambat pembangunan nasional.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

GUBERNUR SUMATERA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh virus atau bakteri dan berlangsung selama 14 hari.penyakit

PERKEMBANGAN TINGKAT PENGHUNIAN KAMAR HOTEL BINTANG DAN STATISTIK TRANSPORTASI PROVINSI BENGKULU

REKOMENDASI SEMINAR STRATEGI DAN TANTANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI JANGKA MENENGAH PROVINSI JAMBI 22 DESEMBER 2005

PENGEMBANGAN TERMINAL BANDAR UDARA SULTAN ISKANDAR MUDA NANGGROE ACEH DARUSSALAM (PENEKANAN DESAIN ARSITEKTUR RENZO PIANO)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. memperlancar perekonomian sebagai pendorong, penggerak kemajuan suatu wilayah.

DINAS PERHUBUNGAN KABUPATEN KUPANG. Bagian Pertama. Dinas. Pasal 123

MITIGASI BENCANA ALAM I. Tujuan Pembelajaran

TRANSPORTASI SULAWESI TENGAH

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Hutan sebagai salah satu penentu penyangga kehidupan dan sumber

PERKEMBANGAN TRANSPORTASI SEPTEMBER 2017 PROVINSI LAMPUNG

LAPORAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN (KARHUTLA) KALIMANTAN

TRANSPORTASI SULAWESI TENGAH

PERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI SUMATERA SELATAN MEI 2017

PENDAHULUAN Latar Belakang

TRANSPORTASI SULAWESI TENGAH

Perkembangan Jumlah Penelitian Tahun

Kata Kunci : Transposrtasi, Bandara, Terminal Penumpang Bandara Pusako Anak Nagari, Ikon Daerah

PERKEMBANGAN TINGKAT PENGHUNIAN KAMAR HOTEL BINTANG DAN STATISTIK TRANSPORTASI PROVINSI BENGKULU

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan masyarakat. Sektor pertanian di Indonesia terdiri dari beberapa sub

PERKEMBANGAN BONGKAR BARANG

KEBERLANGSUNGAN FUNGSI EKONOMI, SOSIAL, DAN LINGKUNGAN MELALUI PENANAMAN KELAPA SAWIT/ HTI BERKELANJUTAN DI LAHAN GAMBUT

KATA PENGANTAR. Atas dukungan dari semua pihak, khususnya Bappeda Kabupaten Serdang Bedagai kami sampaikan terima kasih. Sei Rampah, Desember 2006

300 Hektar Hutan Terbakar di Batam

DAN TRANSPORTASI SULAWESI TENGAH

KATA PENGANTAR DAFTAR ISI. Kata Pengantar... i Daftar Isi... ii

BAB V KESIMPULAN. Indonesia dibalik penundaan ratifikasi ini. Kesimpulan yang penulis sampaikan

DAN TRANSPORTASI SULAWESI TENGAH

DAN TRANSPORTASI SULAWESI TENGAH

BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL

BAB I PENDAHULUAN. Kecamatan Mego, Kecamatan Lela, Kecamatan Nita, Kecamatan Maumere,

SAMBUTAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PADA ACARA RAPAT KOORDINASI PENANGANAN GANGGUAN USAHA PERKEBUNAN SERTA PENGENDALIAN KEBAKARAN KEBUN DAN LAHAN Hari

PASAL DEMI PASAL. Pasal 1. Cukup jelas. Pasal 2. Cukup jelas. Pasal 3. Cukup jelas. Pasal 4. Cukup jelas. Pasal 5. Cukup jelas. Pasal 6.

DAN TRANSPORTASI SULAWESI TENGAH

TRANSPORTASI SULAWESI TENGAH

MP3EI Pertanian : Realisasi dan Tantangan

I. PENDAHULUAN. hidup. Selain berfungsi sebagai paru-paru dunia, hutan dianggap rumah bagi

PERTUMBUHAN EKONOMI ACEH 2016

Policy Brief. Anggaran Karhutla FORUM INDONESIA UNTUK TRANSPARANSI ANGGARAN PROVINSI RIAU. FITRA Provinsi Riau

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2001 TENTANG PAJAK DAERAH

TRANSPORTASI SULAWESI TENGAH

Udara yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal;

LAPORAN HARIAN PUSAT DATA DAN INFORMASI SEKRETARIAT BPBD PROVINSI JAMBI Pertanggal, 5 September 2015, Pukul : 18:00 WIB

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Sumatera Selatan. Jembatan Ampera

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kesehatan adalah elemen terpenting dalam kehidupan manusia, yang

I. PENDAHULUAN. adanya ketimpangan dan ketidakmerataan. Salah satu penyebabnya adalah

DAN TRANSPORTASI SULAWESI TENGAH

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER

DAFTAR ISI. Tabel SD-1 Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama Tabel SD-2 Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi/Status... 1

Transkripsi:

BOKS 1 KABUT ASAP DAN DAMPAKNYA TERHADAP PEREKONOMIAN SEKTOR RIIL PROVINSI JAMBI A. KEBAKARAN LAHAN DAN PENYEBABNYA Setiap tahun pembakaran dan terbakarnya lahan mengakibatkan munculnya masalah asap di sebagian besar provinsi di Sumatera dan Kalimantan. Data statistik menunjukkan bahwa dalam satu dasawarsa terakhir telah terjadi dua kali kebakaran hutan dan lahan dengan skala yang relatif besar sehingga menimbulkan masalah asap yaitu pada tahun 1997 dan 2001. Masalah asap pada tahun 2006 ini kembali muncul, bahkan menjadi bencana nasional yang menyita banyak perhatian dan energi pemerintah. Disamping besarnya alokasi dana yang dibutuhkan untuk mengatasi masalah tersebut, besaran dampak yang ditimbulkan terhadap kondisi sosioekonomi masyarakat dan perekonomian juga cukup tinggi. Bahkan dampak asap tidak hanya dirasakan di Indonesia saja, namun juga dikeluhkan dan dirasakan oleh negara tetangga, seperti Malaysia dan Singapura. Kondisi ini mempengaruhi harmonisnya hubungan Indonesia dengan ke dua negara tetangga tersebut. Provinsi Jambi sebagai salah satu dari daerah yang memiliki lahan yang dibakar dan terbakar dengan cakupan areal yang relatif luas, juga mengalami dampak asap ini. Data Pusat Pengendalian Kebakaran Lahan dan Hutan (Pusdakarlahut) Dinas Kehutanan Provinsi Jambi pada bulan September 2006 menunjukkan bahwa di Provinsi Jambi terdapat 1.218 titik panas (hot spot). Dibandingkan dengan dua bulan sebelumnya maka pada Juli 2006 terjadi kenaikan titik panas sebesar 600% atau hampir tujuh kali lipat terhadap bulan Agustus 2006 dan 200% atau lebih dua kali lipat terhadap bulan September 2006. Sedangkan dari bulan Agustus 2006 terjadi penurunan jumlah titik api sebesar 300% atau tiga kali lipat sampai dengan bulan September 2006. Tabel 1. Jumlah Titik Panas (Hot Spot) JuliSeptember 2006 Variabel Titik panas (hot spot) 560 titik 3.565 titik 1.218 titik Sumber: Pusdakarlahut, Dinas Kehutanan Provinsi Jambi, Oktober 2006 Komposisi luas lahan yang dibakar dan terbakar terdiri dari kawasan hutan, areal perkebunan besar dan lahan masyarakat. Sampai dengan pengamatan tanggal 20 0ktober 2006 luas lahan yang dibakar dan terbakar mencapai ± 4.797 ha. Dari tiga pengamatan yang dilakukan selama 3 bulan terakhir, data Dinas Kehutanan Provinsi Jambi memperlihatkan masih luasnya lahan yang terbakar dan dibakar. Kawasan hutan memiliki porsi kebakaran lahan yang paling tinggi yaitu mencapai ± 2.375 ha. Areal perkebunan besar juga memiliki kontribusi yang besar memunculkan kabut asap, dengan luas lahan yang terbakar mencapai ± 1.280 ha. Kebakaran lahan di areal perusahaan perkebunan besar terjadi karena perusahaan perkebunan

memanfaatkan kondisi musim kemarau yang cukup panjang untuk melakukan pembersihan lahan (land clearing) yang dipersiapkan untuk penanaman perkebunan di awal musim hujan. Disamping itu masyarakat juga memanfaatkan musim kemarau untuk membuka dan membersihkan lahan untuk keperluan yang sama, dimana luas lahan masyarakat yang terbakar dan dibakar mencapai ± 1.142 ha. Data Dinas Kehutanan Provinsi Jambi mengindikasikan bahwa masyarakat juga melakukan pembakaran lahan eks HPH yang ditinggalkan/ditelantarkan oleh pemilik HPH, dimana lahan eks HPH ini dimanfaatkan oleh masyarakat juga untuk kepentingan pembukaan lahan pertanian/perkebunan. Sementara itu, sampai dengan 20 Oktober 2006 data dari Pusat Pengendalian Kebakaran Lahan dan Hutan (Pusdakarlahut) Dinas Kehutanan Provinsi Jambi memperkirakan masih ada sekitar ± 900 ha lahan yang terbakar dan dibakar belum padam dan masih menimbulkan asap, sedangkan lahan yang telah berhasil dipadamkan atau padam sendiri sebanyak ± 3.897 ha. Tabel 2. Komposisi Kebakaran dan Pembakaran Lahan di Provinsi Jambi Komposisi Lahan Periode Pengamatan Terbakar 25/08/2006 25/09/2006 20/10/2006 1. Luas lahan terbakar a. Kawasan hutan b. Areal perkebunan besar c. Lahan masyarakat 2. Dipadamkan/padam sendiri 3. Belum padam 1.858,5 ha 1.374 ha 484,5 ha 2.758 ha 1.035,5 ha 1.215,5 ha 518 ha 2.644 ha 114 ha 4.797 ha 2.375 ha 1.280 ha 1.142 ha 3.897 ha 900 ha Sumber: Pusdakarlahut, Dinas Kehutanan Provinsi Jambi, Oktober 2006 Disamping kabut asap yang dihasilkan oleh pembakaran dan terbakarnya lahan di Provinsi Jambi, kabut asap yang terjadi dalam wilayah Provinsi Jambi diindikasikan merupakan kiriman dari provinsi tetangga yang mengalami pembakaran lahan. Data ini dapat dilihat melalui pengamatan titik panas dari Satelit NOAA di wilayah Sumatera. Hasil pengamatan tersebut memperlihatkan bahwa titiktitik api yang terjadi di Provinsi Riau, Sumatera Barat dan Sumatera Selatan berada sangat dekat dengan perbatasan Provinsi Jambi. B. DAMPAK TERHADAP SEKTOR PERHUBUNGAN DAN SOSIAL MASYARAKAT Akumulasi pembakaran lahan, terbakarnya lahan dan kiriman asap akibat pembakaran dan terbakarnya lahan provinsi tetangga, menimbulkan kabut asap yang relatif sangat pekat. Dampak kabut asap ini dirasakan oleh sektor ekonomi dan sosial masyarakat secara langsung, yaitu : a. Sektor Perhubungan khususnya aktivitas transportasi (air dan udara) Data pada Dinas Perhubungan Provinsi Jambi dan Bandara Sultan Thaha Syaifuddin Jambi menunjukkan bahwa terjadi penurunan jumlah penumpang yang tiba dan berangkat. Dari tabel 3, terlihat bahwa terjadi penurunan jumlah penumpang yang signifikan selama 3 bulan terakhir, dimana pada bulan Juli 2006

penumpang yang tiba dan berangkat di Bandara Sultan Thaha sebanyak 68.106 orang dengan jumlah bagasi/kargo penumpang sebanyak 662.496 kg, turun menjadi 62.938 orang denagn bagasi 551.963 kg. Data ini menunjukkan bahwa terjadi penurunan sebesar 7,58% dalam pengangkutan penumpang dan barang selama 3 bulan terakhir saja. Penurunan ini disebabkan sering ditutupnya bandara secara sementara dan permanen (1926 Oktober 2006) karena kabut asap yang tidak memungkinkan pesawat mendarat. Tabel 3. Aktivitas Penerbangan di Barang Bandara Sultan Thaha (JuliSept 2006) Variabel dan Satuan 1. Jumlah penerbangan (tiba dan berangkat)/satuan kali penerbangan 2. Penumpang/satuan orang 3. Barang (kargo)/satuan kilogram 643 kali 68.106 org 298.867 kg 734 kali 67.239 org 315.046 kg Sumber: Bandara Sultan Thaha, Dinas Perhubungan Provinsi Jambi, Oktober 2006 662 kali 62.938 org 325.910 kg Dari tabel 3 juga terlihat bahwa terjadi penumpukan barang yang belum terkirim selama periode JuliSeptember 2006 di gudang kargo Bandara Sultan Thaha akibat tidak adanya pesawat yang dapat mengangkut kargo dari perusahaan jasa pengiriman barang di Provinsi jambi. Kondisi ini berdampak terhadap aktivitas pelaku ekonomi seperti pada bulan oktober, terjadi penundaan pengangkutan kargo yang memuat hampir 20.000 ekor udang Ketak atau udang Ronggeng dari nelayan di Kuala Tungkal. Akibat sulitnya pengiriman mengakibatkan turunnya harga udang sampai 50% pada tingkat nelayan. Pada sisi lain, dikarenakan adanya pengalihan pengiriman melalui Palembang mengakibatkan naiknya ongkos kirim dari Kuala Tungkal ke Palembang, yang disertai dengan risiko tinggi. Sementara itu, untuk aktivitas masuknya barang dari daerah lain ke Provinsi Jambi diperkirakan juga mengalami kondisi yang sama khususnya untuk barangbarang yang didatangkan dari Pelabuhan Kuala Tungkal. Meskipun dampak terganggunya transportasi tersebut bersifat sesaat, namun di beberapa lokasi pasar juga ditemui kelangkaan beberapa komoditas barang yang didatangkan dari daerah lain. Kondisi tersebut juga memberikan kontribusi terhadap kenaikan harga barang yang didatangkan dari daerah lain, meskipun dampak yang dirasakan bersifat sesaat dan jangka pendek. b. Dampak Sosial Masyarakat Meningkatnya pengeluaran masyarakat pada sektor kesehatan dalam bentuk biaya kesehatan sebagai efek samping menurunnya kesehatan masyarakat. Hal ini timbul karena banyaknya masyarakat yang menderita penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA). Data dari Dinas Kesehatan Provinsi Jambi menunjukkan bahwa sampai dengan September 2006 penderita ISPA tercatat sebanyak 14.939 penderita. Jika diamati data dari bulan JanuariSeptember 2006 pada tabel 4 di

bawah ini, terjadi peningkatan penderita ISPA terutama dalam tiga bulan terakhir sebesar 17,71%. Dalam tataran teoritis, kabut asap merupakan bentuk ekternalitas negatif dari pembakaran dan terbakarnya lahan. Eksternalitas negatif ini memiliki keterkaitan secara langsung terhadap naiknya pengeluaran tambahan untuk mengatasi dampak yang ditimbulkan dalam bentuk biaya. Secara tidak langsung, efek eksternalitas negatif akan mempengaruhi aktivitas ekonomi masyarakat. Dampak lanjutan adalah penurunan pendapatan masyarakat sebagai akibat naiknya pengeluaran rumah tangga atas biaya kesehatan dan penurunan pendapatan sektor perhubungan khususnya jasa transportasi akibat terganggunya kegiatan usaha (business circle). Meskipun dampak eksternalitas negatif asap terjadi hanya pada satu periode waktu tertentu (musim kemarau), namun intensitas pengulangan dampak tersebut terjadi setiap tahun. Bila secara agregat diakumulasikan untuk periode waktu yang panjang, maka dampak eksternalitas negatif asap akan menimbulkan pengaruh yang sangat besar terhadap perekonomian nasional. Tabel 4. Jumlah Penderita ISPA Umum di Provinsi Jambi (JuliSept. 2006) Variabel Jumlah penderita ISPA 12.691 kasus 13.822 kasus 14.939 kasus Sumber: P3M, Dinas Kesehatan Provinsi Jambi, Oktober 2006 3. REKOMENDASI Dari paparan tersebut di atas, beberapa hal yang dapat direkomedasikan untuk mengatasi permasalahan asap yang disebabkan oleh pembakaran dan terbakarnya lahan adalah: a. Aspek Penegakan Hukum Pemerintah baik pusat maupun daerah harus mempunyai komitmen yang kuat dalam menjalankan perangkat hukum yang mampu menjerat pelaku pembakaran lahan dengan mengenakan biaya kompensasi kerusakan/kerugian yang diakibatkan oleh dampak eksternalitas negatif yang dihasilkan oleh perusahaan perkebunan dan masyarakat yang membakar lahan. Tidak adanya law enforcement dan kontrol dari penegak hukum meskipun dari sisi regulasi telah diatur dalam UU No.41/1999 tentang Kehutanan dan PP No. 4/2001 tentang Pengendalian Kerusakan Lingkungan, dan atau polusi yang disertai oleh Kebakaran Hutan dan Lahan menjadi penyebab masih berlangsungnya pembakaran hutan secara terusmenerus baik yang dilakukan oleh perusahaan maupun masyarakat. b. Koordinasi antar Lembaga Pemerintah Permasalahan lainnya adalah tidak adanya koordinasi antar lembaga dalam menyelesaikan permasalahan lahan hutan seperti kantor menteri Kehutanan, Menteri lingkungan, kementrian pertanian, Pemerintah provinsi, dsb., lambatnya respon

terhadap kasus kebakaran hutan adalah akibat keterbatasan SDM, peralatan, mesin dan anggaran yang dialokasikan sehingga tidak adanya sistem yang mencukupi untuk melakukan pencegahan dan penanggulangan karena adanya insiden kebakaran hutan. Pemerintah juga harus mengalokasikan dana yang cukup dalam bentuk anggaran baik di tingkat pusat maupun daerah untuk menyediakan fasilitas dan tenaga kesehatan khusus untuk menanggulangi penyakit yang disebabkan kabut asap secara terpadu, peralatan dan tenaga inti dan sukarela untuk mengantisipasi kebakaran lahan. Di sektor perhubungan terutama aktivitas transpotasi udara, masalah asap telah mengakibatkan tertundanya pendaratan dan lepas landasnya pesawat di pelabuhan udara. Hal ini disebabkan terbatasnya jarak pandang normal/minimal yang disebabkan pekatnya asap, yang sangat dibutuhkan untuk melakukan pendaratan dan penerbangan secara aman. Lebih jauh lagi, jika kepekatan asap menjadi semakin tinggi dan jarak pandang menjadi semakin pendek, penutupan bandara dapat terjadi. Kondisi ini berakibat tidak terangkutnya penumpang dan barang dari dan keluar Provinsi Jambi. Penurunan Pendapatan Masyarakat di Sub Jasa Penunjang Perhubungan Dampak ikutan lainnya terkait dengan sektor perhubungan khususnya aktivitas transportasi udara adalah menurunnya pendapatan masyarakat yang bekerja di sektor jasa yang berhubungan dengan aktivitas transportasi udara. Penurunan pendapatan dialami agen/biro perjalanan reguler dan wisata, agen/biro pengiriman barang, penyedia jasa angkutan barang dan penumpang (maskapai penerbangan, kapal laut, speed boat, travel, taksi, angkutan kota dan lainnya), hotel dan restoran, pekerja sektor informal yang terlibat disektor perhubungan (seperti buruh angkut), dan penyedia layanan pendukung aktifitas lainnya.