Universitas Lampung ABSTRAK

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. cukup besar di Indonesia. Hal ini ditandai dengan bergesernya pola penyakit

ABSTRAK PREVALENSI DIABETES MELITUS TIPE 2 DENGAN HIPERTENSI DI RSUP SANGLAH DENPASAR TAHUN 2015

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian analitis kategorik-numerik tidak

BAB I PENDAHULUAN UKDW. masyarakat. Menurut hasil laporan dari International Diabetes Federation (IDF),

BAB I PENDAHULUAN UKDW. kasus terbanyak yaitu 91% dari seluruh kasus DM di dunia, meliputi individu

ABSTRAK. Gea Nathali Halim, 2017, Pembimbing 1: Penny Setyawati M, Dr, SpPK, MKes Pembimbing 2: Yenni Limyati, Dr, SSn,SpKFR,MKes

KORELASI LAMA DIABETES MELITUS TERHADAP KEJADIAN NEFROPATI DIABETIK : STUDI KASUS DI RUMAH SAKIT DOKTER KARIADI SEMARANG JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA

ABSTRAK. Hubungan Penurunan Pendengaran Sensorineural dengan Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Terkontrol dan Tidak Terkontrol di RSUP Sanglah

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Diabetes melitus (DM) merupakan suatu penyakit yang banyak dialami oleh

ABSTRAK HUBUNGAN STATUS NUTRISI DENGAN DERAJAT PROTEINURIA PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 DENGAN KOMPLIKASI NEFROPATI DIABETIK DI RSUP SANGLAH

BAB I PENDAHULUAN. Nefropati diabetik merupakan komplikasi mikrovaskular diabetes melitus

Hubungan Kadar Gula Darah dengan Glukosuria pada Pasien Diabetes Mellitus di RSUD Al-Ihsan Periode Januari Desember 2014

HUBUNGAN ANTARA HBA1C DENGAN KADAR HDL PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

PROPORSI ANGKA KEJADIAN NEFROPATI DIABETIK PADA LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN PENDERITA DIABETES MELITUS TAHUN 2009 DI RSUD DR.MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian analitis kategorik-numerik tidak berpasangan

PREVALENSI RETINOPATI DIABETIKA PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 DI POLIKLINIK PENYAKIT DALAM RSUP SANGLAH DENPASAR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

GAMBARAN PENGENDALIAN KADAR GULA DARAH DAN HbA1C PADA PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE 2 YANG DIRAWAT DI RSUP SANGLAH PERIODE JANUARI-MEI 2014 ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. insulin yang tidak efektif. Hal ini ditandai dengan tingginya kadar gula dalam

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 6. Distribusi subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin

DAFTAR ISI. Sampul Dalam... i. Lembar Persetujuan... ii. Penetapan Panitia Penguji... iii. Kata Pengantar... iv. Pernyataan Keaslian Penelitian...

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kreatinin serum pada pasien diabetes melitus tipe 2 telah dilakukan di RS

BAB 1 PENDAHULUAN. yang saat ini makin bertambah jumlahnya di Indonesia (FKUI, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus menurut American Diabetes Association (ADA) 2005 adalah

ABSTRAK TINGKAT PENGETAHUAN DIET PADA PENDERITA DIABETES MELITUS DENGAN KOMPLIKASI CHRONIC KIDNEY DISEASE DI RSUP SANGLAH DENPASAR

Diabetes Mellitus Type II

Pola Komplikasi Kronis Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 Rawat Inap di Bagian Penyakit Dalam RS. Dr. M. Djamil Padang Januari Desember 2012

BAB I PENDAHULUAN. secara efektif. Diabetes Melitus diklasifikasikan menjadi DM tipe 1 yang terjadi

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Menurut Global Report On Diabetes yang dikeluarkan WHO pada tahun

I. PENDAHULUAN. Diabetes Melitus disebut juga the silent killer merupakan penyakit yang akan

BAB I PENDAHULUAN UKDW. insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya. DM merupakan penyakit degeneratif

ABSTRAK GAMBARAN KADAR ASAM URAT SERUM PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2

A.A Sagung Ika Nuriska 1, Made Ratna Saraswati 2

BAB I PENDAHULUAN. karbohidrat, lemak dan protein kronik yang disebabkan karena kerusakan atau

HUBUNGAN KADAR KREATININ SERUM DENGAN KADAR GULA DARAH PUASA PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RSUD DR. SAYIDIMAN KABUPATEN MAGETAN

ABSTRAK GAMBARAN PROFIL LIPID PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 YANG DIRAWAT DI RS IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI - DESEMBER 2005

Jl.Cerme No.24 Sidanegara Cilacap * Kata Kunci : Terapi Steam Sauna, Penurunan Kadar Gula Darah, DM tipe 2

*Dosen Program Studi Keperawatan STIKES Muhamamdiyah Klaten

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Diabetes melitus (DM) adalah penyakit kronis yang mengacu pada

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini termasuk penelitian Ilmu Penyakit Dalam.

KEPATUHAN PERAWATAN PADA PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE 2

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

ABSTRAK PERBANDINGAN KADAR GLUKOSA DARAH KAPILER DENGAN KADAR GLUKOSA DARAH VENA MENGGUNAKAN GLUKOMETER PADA PENDERITA DIABETES MELITUS

BAB I PENDAHULUAN. hiperglikemi yang berkaitan dengan ketidakseimbangan metabolisme

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Truly Dian Anggraini, Ervin Awanda I Akademi Farmasi Nasional Surakarta Abstrak

ABSTRAK. Wulan Yuwita, 2007, Pembimbing I : Onkie Kusnadi, dr., Sp.PD. Pembimbing II : Lusiana Darsono, dr., M.Kes.

DAFTAR ISI Halaman SAMPUL DALAM... i LEMBAR PENGESAHAN... ii PENETAPAN PANITIA PENGUJI... iii KATA PENGANTAR... iv PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS

BAB I PENDAHULUAN. dicapai dalam kemajuan di semua bidang riset DM maupun penatalaksanaan

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Ginjal merupakan salah satu organ utama dalam tubuh manusia yang

Kata kunci: diabetes melitus, diabetic kidney disease, end stage renal disease

DIABETES MELLITUS I. DEFINISI DIABETES MELLITUS Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen

BEBERAPA FAKTOR RISIKO PENYAKIT GINJAL KRONIK DI RSUD W.Z. YOHANNES KUPANG PERIODE LAPORAN HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH

PREVALENSI NEFROPATI PADA PENDERITA DIABETES MELLITUS TIPE II YANG DIRAWAT INAP DAN RAWAT JALAN DI SUB BAGIAN ENDOKRINOLOGI PENYAKIT DALAM, RSUP H

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat berpengaruh terhadap kualitas hidup dari pasien DM sendiri.

PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang Penelitian. Diabetes mellitus (DM) adalah suatu penyakit metabolik yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Gagal ginjal kronik (Chronic Kidney Disease) merupakan salah satu penyakit

UPAYA PENCEGAHAN DIABETIK NEFROPATI PADA PENDERITA DIABETES MELITUS. Di puskesmas Pandanwangi Malang Tahun 2015 KARYA TULIS ILMIAH

Nidya A. Rinto; Sunarto; Ika Fidianingsih. Abstrak. Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN UKDW. sekian banyak penyakit degeneratif kronis (Sitompul, 2011).

KECENDERUNGAN PENDERITA RETINOPATI DIABETIK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DETEKSI DINI DAN PENCEGAHAN PENYAKIT GAGAL GINJAL KRONIK. Oleh: Yuyun Rindiastuti Mahasiswa Fakultas Kedokteran UNS BAB I PENDAHULUAN

BAB 1 PENDAHULUAN. akibat PTM mengalami peningkatan dari 42% menjadi 60%. 1

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan insulin yang diproduksi dengan efektif ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan perolehan data Internatonal Diabetes Federatiaon (IDF) tingkat

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang American Diabetes Association (ADA) menyatakan bahwa Diabetes melitus

BAB 1 PENDAHULUAN. menggunakan insulin yang telah diproduksi secara efektif. Insulin merupakan

ABSTRAK PERBANDINGAN PROSENTASE FRAGMENTOSIT ANTARA PENDERITA DM TIPE 2 DENGAN ORANG NON-DM DI PUSKESMAS CIMAHI TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. utama bagi kesehatan manusia pada abad 21. World Health. Organization (WHO) memprediksi adanya kenaikan jumlah pasien

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Diabetes Melitus (DM) adalah suatu sindrom klinis kelainan metabolik

FAKTOR RISIKO GAGAL GINJAL PADA DIABETES MELITUS. Enny Probosari ABSTRAK

HUBUNGAN KARAKTERISKTIK PASIEN DENGAN TINGKAT KEPATUHAN DALAM MENJALANI TERAPI DIABETES MELITUS DI PUSKESMAS TEMBUKU 1 KABUPATEN BANGLI BALI 2015

AZIMA AMINA BINTI AYOB

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 2009). Prevalensi penyakit diabetes mellitus terus meningkat tiap tahunnya.

ABSTRAK. Fenny Mariady, Pembimbing I : dr. Christine Sugiarto, SpPK Pembimbing II : dr. Lisawati Sadeli, M.Kes

Kedokteran Universitas Lampung

PENELITIAN PENGARUH HEMODIALISIS TERHADAP KADAR GLUKOSA DARAH PADA PASIEN DM. Elya Hartini *, Idawati Manurung **, Purwati **

I. PENDAHULUAN. masalah utama dalam dunia kesehatan di Indonesia. Menurut American. Diabetes Association (ADA) 2010, diabetes melitus merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

ABSTRAK HUBUNGAN ANTARA INDEKS MASSA TUBUH DENGAN KADAR GLUKOSA DARAH PUASA DI PUSKESMAS JAGASATRU CIREBON

HUBUNGAN KADAR GLUKOSA DARAH DENGAN BETA HIDROKSI BUTIRAT PADA PENDERITA DIABETES MELITUS

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes mellitus (DM) adalah sekelompok gangguan metabolik. dari metabolisme karbohidrat dimana glukosa overproduksi dan kurang

Sari N, 1 Hisyam B. 2 ABSTRAK

BAB 1 : PENDAHULUAN. pergeseran pola penyakit. Faktor infeksi yang lebih dominan sebagai penyebab

GAMBARAN GLUKOSA DALAM DARAH DAN KADAR HbA1c PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 1 DAN TIPE 2 YANG RAWAT INAP DI RSUP.H.

PREVALENSI KOMPLIKASI AKUT DAN KRONIS PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 DI POLIKLINIK PENYAKIT DALAM RSUP SANGLAH PERIODE JANUARI MEI 2012

THE RELATION OF OBESITY WITH LDL AND HDL LEVEL AT PRECLINIC STUDENT OF MEDICAL FACULTY LAMPUNG UNIVERSITY 2013

Pengaruh Tingkat Kadar Low Density Lipoprotein (LDL) Pada Kejadian Ulkus Diabetik di Rs.Roemani Semarang

HUBUNGAN KADAR TROMBOSIT DAN KEJADIAN KAKI DIABETIK PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. (glukosa) akibat kekurangan atau resistensi insulin (Bustan, 2007). World

BAB.I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Diabetes Melitus adalah penyakit kelainan metabolik yang memiliki

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini adalah penelitian di bidang Ilmu Penyakit Dalam.

Hubungan Hipertensi dan Diabetes Melitus terhadap Gagal Ginjal Kronik

BAB I PENDAHULUAN. Pola penyakit yang diderita masyarakat telah bergeser ke arah. penyakit tidak menular seperti penyakit jantung dan pembuluh darah,

Transkripsi:

Perbedaan Kadar Kreatinin Serum Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Terkontrol Dengan Yang Tidak Terkontrol Di Rsud Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung Tahun 2012 Salman Alfarisi 1) Wiranto Basuki 2) Tiwuk Susantiningsih 2) Email: mr.alfarisi09@yahoo.co.id 1) Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Lampung, 2) Staf Pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Lampung ABSTRAK Diabetes melitus adalah suatu penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemi yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kelainan kerja insulin atau keduanya. Diabetes melitus yang tidak terkontrol akan meningkatkan progresivitas terjadinya berbagai komplikasi kronik, baik mikroangiopati maupun makroangiopati. Pada saat ini diabetes melitus telah menjadi salah satu penyakit yang paling banyak menyebabkan penyakit ginjal kronik. Pemeriksaan kadar kreatinin dalam darah merupakan salah satu parameter yang digunakan untuk menilai fungsi ginjal, karena konsentrasi dalam plasma dan ekskresinya di urin dalam 24 jam relatif konstan. Kadar kreatinin serum yang lebih besar dari nilai normal mengisyaratkan adanya gangguan fungsi ginjal. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan kadar kreatinin serum pasien diabetes melitus tipe 2 yang terkontrol dengan yang tidak terkontrol. Penelitian yang dilakukan adalah penelitian analitis kategorik-numerik tidak berpasangan dengan pendekatan cross sectional. Hasil penelitian menunjukkan dari 72 pasien DM tipe 2 (36 terkontrol dan 36 tidak terkontrol), rerata kadar kreatinin serum pasien diabetes melitus tipe 2 yang tidak terkontrol (0,967±0,265) lebih tinggi dibandingkan dengan pasien diabetes melitus tipe 2 yang terkontrol (0,819±0,182). Kesimpulan, terdapat perbedaan kadar kreatinin serum yang bermakna (p= 0,002) antara pasien diabetes melitus tipe 2 yang terkontrol dengan yang tidak terkontrol. Kata kunci: Diabetes Melitus Tipe 2, Kreatinin Serum Differences in Serum Creatinine Levels of Type 2 Diabetes Mellitus Patient That Controlled With Not Controlled in Dr. H. Abdul Moeloek Hospital Bandar Lampung In 2012 Salman Alfarisi 1) Wiranto Basuki 2) Tiwuk Susantiningsih 2) 1) Students Of Faculty Of Medicine, University Of Lampung, 2) Lecturer Faculty Of Medicine, University Of Lampung ABSTRACT Diabetes mellitus is a metabolic disease with characteristic hyperglycemia that occurs due to abnormal insulin secretion, insulin action or both disorders. Uncontrolled diabetes mellitus will increase the progressivity of the occurrence of various chronic complications, either mikroangiopati nor makroangiopati. At this time, diabetes mellitus has become one of the most disease causing chronic kidney disease. The level of creatinine in blood is one of the parameters used to assess renal function, as in the plasma concentration and excretion in the urine within 24 hours relatively constant. Serum creatinine levels greater than the normal value suggests an impaired renal function. The purpose of this study was to determine whether there are differences in serum creatinine levels of patients type 2 diabetes mellitus controlled with uncontrolled. Research is categorical analytical-numerical study is not paired with cross sectional approach. Results showed from 72 patients with type 2 diabetes (36 controlled and 36 uncontrolled), the mean serum creatinine levels of patients with type 2 diabetes mellitus uncontrolled (0.967 ± 0.265) higher than the patients with type 2 diabetes mellitus controlled (0.819 ± 0.182 ). Conclusion, there are significant differences in serum creatinine levels (p = 0.002) among patients with type 2 diabetes mellitus controlled with uncontrolled. Keywords : Serum Creatinine, Type 2 Diabetes Mellitus 129

Pendahuluan Diabetes melitus (DM) adalah suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemi yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kelainan kerja insulin atau keduanya (PB PERKENI, 2006). Gambaran patologik DM sebagian besar dapat dihubungkan dengan salah satu efek utama akibat kurangnya insulin yaitu berkurangnya pemakaian glukosa oleh sel-sel tubuh dan peningkatan metabolisme lemak, serta berkurangnya protein dalam jaringan tubuh (Guyton and Hall, 2007). Diabetes melitus yang tidak terkontrol akan menyebabkan terjadinya berbagai komplikasi kronik, baik mikroangiopati maupun makroangiopati. Penyakit akibat komplikasi mikrovaskular yang dapat terjadi pada pasien diabetes yaitu retinopati dan nefropati diabetik (Waspadji, 2009). Pada saat ini diabetes melitus telah menjadi salah satu penyakit yang paling banyak menyebabkan penyakit ginjal kronik (Sunaryanto, 2010). Nefropati Diabetik adalah komplikasi diabetes melitus pada ginjal yang dapat berakhir sebagai gagal ginjal. Penyakit ginjal (nefropati) merupakan penyebab utama kematian dan kecacatan pada DM. Sekitar 50% gagal ginjal tahap akhir di AS disebabkan nefropati diabetik (Mogensen, 2000). Hampir 60% dari penderita hipertensi dan diabetes di Asia menderita Nefropati diabetik (American Diabetes Association, 2004). Pemeriksaan kadar kreatinin dalam darah merupakan salah satu parameter yang digunakan untuk menilai fungsi ginjal, karena konsentrasi dalam plasma dan ekskresinya di urin dalam 24 jam relatif konstan (Sodeman, 1995). Kreatinin adalah produk protein otot yang merupakan hasil akhir metabolisme otot yang dilepaskan dari otot dengan kecepatan yang hampir konstan dan diekskresi dalam urin dengan kecepatan yang sama. Kreatinin diekskresikan oleh ginjal melalui kombinasi filtrasi dan sekresi, konsentrasinya relatif konstan dalam plasma dari hari ke hari, kadar yang lebih besar dari nilai normal mengisyaratkan adanya gangguan fungsi ginjal (Corwin, 2001). Hiperglikemia yang persisten dan pembentukan protein yang terglikasi (termasuk HbA1c) menyebabkan dinding pembuluh darah menjadi makin lemah 130

dan rapuh dan terjadi penyumbatan pada pembuluh-pembuluh darah kecil. Hal inilah yang mendorong timbulnya komplikasi-komplikasi mikrovaskuler, antara lain retinopati, nefropati, dan neuropati. Disamping karena kondisi hiperglikemia, ketiga komplikasi ini juga dipengaruhi oleh faktor genetik. Oleh sebab itu dapat terjadi dua orang yang memiliki kondisi hiperglikemia yang sama, berbeda risiko komplikasi mikrovaskularnya. Namun demikian prediktor terkuat untuk perkembangan komplikasi mikrovaskular tetap lama (durasi) dan tingkat keparahan diabetes. Satu-satunya cara yang signifikan untuk mencegah atau memperlambat jalan perkembangan komplikasi mikrovaskular adalah dengan pengendalian kadar gula darah yang ketat. Pengendalian intensif yang disertai dengan monitoring kadar gula darah mandiri dapat menurunkan risiko timbulnya komplikasi mikrovaskular sampai 60% (Ditjen Bina Farmasi dan Alkes, 2005). Metode Penelitian ini merupakan penelitian analitis kategorik-numerik tidak berpasangan yang menggambarkan perbedaan kadar kreatinin serum pasien diabetes melitus tipe 2 yang terkontrol dengan yang tidak terkontrol di RSUD dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung pada tahun 2012 dengan pendekatan potong lintang/cross sectional (Dahlan, 2010). Penelitian dilakukan di laboratorium Patologi Klinik dan ruang rekam medik RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung. Waktu penelitian adalah bulan Januari sampai dengan Februari 2013. Populasi terjangkau dari penelitian ini adalah seluruh pasien diabetes melitus tipe 2 di RSUD Dr. H. Abdoel Moeloek Bandar Lampung tahun 2012. Untuk pengambilan sampel digunakan nonprobability sampling dengan metode consecutive sampling. Hasil Dari hasil pengumpulan data pasien diabetes melitus tipe 2 di RSUD dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung pada tahun 2012, didapatkan sampel yang memenuhi kriteria sebanyak 72 orang (masing-masing kelompok 36 orang). 131

Sampel yang digunakan adalah hanya pasien diabetes melitus tipe 2 yang berjenis kelamin laki-laki. Pada kelompok DM tipe 2 yang terkontrol, terdapat 34 orang (94,4%) sampel yang kadar kreatinin serumnya berada pada kisaran normal, sedangkan 2 orang (5,6%) sampel kadar kreatinin serumnya berada diatas kisaran normal. Pada kelompok DM tipe 2 yang tidak terkontrol, sampel yang kadar kreatinin serumnya berada dikisaran normal berjumlah 31 orang (86,1%), dan yang kadar kreatinin serumnnya berada diatas kisaran normal terdapat sebanyak 5 orang (13,9%) sampel. Karena sebaran data tidak normal, dan setelah dilakukan transformasi data sebaran data tetap tidak normal, maka uji parametrik t-independent tidak dapat digunakan, sehingga digunakan uji alternatifnya yaitu uji nonparametrik Mann- Whitney. Hasil uji statistik nonparametrik Mann-Whitney didapatkan nilai p adalah 0,002, sedangkan rerata yang didapat pada masing-masing kelompok adalah 0,819±0,182 untuk DM tipe 2 yang terkontrol dan 0,967±0,265 untuk kelompok DM tipe 2 yang tidak terkontrol. Karena Nilai p<0,05, maka dapat disimpulkan bahwa secara statistik terdapat perbedaan bermakna antara rerata kadar kreatinin serum pasien diabetes melitus tipe 2 yang terkontrol dengan yang tidak terkontrol. Tabel 1. Hasil uji Mann-Whitney N Median (Minimum- Maksimum) Rerata±SD P DM Tipe 2 yang terkontrol 36 0,8 (0,6 1,5) 0,819±0,182 DM Tipe 2 yang tidak terkontrol 36 0,9 (0,7 1,9) 0,967±0,265 0,002 132

Nilai rerata kadar kreatinin serum pasien DM Tipe 2 di RSAM ISSN 2337-3776 1.4 1.2 Grafik Perbandingan Rerata Kadar Kreatinin Serum Pasien DM Tipe 2 yang Terkontrol Dengan yang Tidak Terkontrol 1 0.8 0.6 0.4 0.2 0 0,819 0,967 DM Tipe 2 terkontrol DM Tipe 2 tidak terkontrol Rerata kreatinin Standar Deviasi : Terkontrol: 0,182 Tidak Terkontrol: 0,265 Gambar 1. Perbandingan rerata kadar kreatinin serum pasien DM tipe 2 yang terkontrol dengan yang tidak terkontrol Pembahasan Diabetes melitus merupakan salah satu penyebab utama penyakit ginjal kronik. Sekitar 44% penyakit ginjal kronik diakibatkan oleh diabetes melitus, dimana pembagian presentasenya adalah 7% diakibatkan diabetes melitus tipe 1 dan 37% diakibatkan oleh diabetes melitus tipe 2 (Suwitra, 2009). Pada pasien DM, berbagai gangguan pada ginjal dapat terjadi, seperti terjadinya batu saluran kemih, infeksi saluran kemih, pielonefritis akuta maupun kronik, dan juga berbagai bentuk glomerulonefritis, yang selalu disebut sebagai penyakit ginjal non diabetic pada pasien diabetes. Akan tetapi yang terbanyak dan terkait secara pathogenesis dengan diabetesnya adalah penyakit ginjal diabetik atau nefropati diabetik (Rasyid, 2009). Kelainan yang terjadi pada ginjal penyandang DM dimulai dengan adanya mikroalbuminuria, dan kemudian berkembang menjadi proteinuria secara klinis, berlanjut dengan penurunan fungsi laju filtrasi glomerolus dan berakhir dengan keadaan gagal ginjal yang memerlukan pengelolaan dengan pengobatan substitusi (Waspadji, 2009). 133

Hiperfiltrasi masih dianggap sebagai awal dari mekanisme patogenik dalam laju kerusakan ginjal. Pada penelitian yang telah dilakukan pada hewan menunjukkan bahwa saat jumlah nefron mengalami pengurangan berkelanjutan, filtrasi glomerolus dari nefron yang masih sehat akan meningkat sebagai bentuk kompensasi. Hiperfiltrasi yang terjadi pada sisa nefron yang sehat lambat laun akan menyebabkan sklerois dari nefron tersebut. Hipertensi yang timbul bersama dengan bertambahnya kerusakan ginjal, juga akan mendorong sklerosis pada ginjal pasien diabetes. Diperkirakan bahwa hipertensi pada diabetes terutama disebabkan oleh spasme arteriol eferen intrarenal atau intraglomerolus (Hendromartono, 2009). Beberapa studi telah mengidentifikasi adanya beberapa faktor-faktor resiko yang berhubungan dengan resiko utama dari nefropati diabetik. Faktor-faktor resiko tersebut antara lain: hipertensi, glikosilasi hemoglobin, kolesterol, merokok, peningkatan usia, resistensi insulin, jenis kelamin, ras (kulit hitam), dan diet tinggi protein (Arsono, 2005). Pada penelitian yang dilakukan oleh Arsono pada tahun 2005, dilaporkan terjadi peningkatan resiko terjadinya gagal ginjal terminal pada penderita DM dengan hipertensi diastolik yang mencapai 15 kali dibandingkan dengan tekanan darah diastolik yang normal dan pada penderita DM yang memiliki kadar kolesterol 200 mg/dl resiko terjadinya gagal ginjal terminal mencapai 11 kali dibandingkan dengan penderita dengan kadar kolesterol normal (Arsono, 2005). Beberapa penelitian melaporkan bahwa komplikasi diabetes jangka panjang, seperti retinopati diabetik, neuropati, dan nefropati, dapat dicegah atau diperlambat dengan mengendalikan kadar gukosa darah dan hipertensi secara ketat disertai dengan pembatasan protein dalam makanan (Price and Wilson, 2005). Dari uji hipotesis pada penelitian ini didapatkan nilai p=0,002. Dengan demikian secara statistik didapatkan perbedaan yang bermakna antara rerata kadar kreatinin serum pasien diabetes melitus tipe 2 yang terkontrol dengan kadar kreatinin serum pasien diabetes melitus tipe 2 yang tidak terkontrol. Dengan nilai 134

rerata kadar kreatinin serum pasien diabetes melitus tipe 2 yang terkontrol lebih rendah dibandingkan yang tidak terkontrol. Rerata kadar kreatinin serum pasien diabetes melitus tipe 2 yang terkontrol 0,819±0,182, sedangkan rerata kadar kreatinin serum yang tidak terkontrol 0,967±0,265. Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Naveen,p dkk. Pada tahun 2010. Didapatkan hal yang serupa yaitu terjadi peningkatan kadar kreatinin serum yang bermakna pada pasien diabetes melitus tipe 2 yang tidak terkontrol (Naveen dkk, 2010). Masih terdapat beberapa kelemahan lain dalam penelitian ini. Diantaranya masih ada variabel luar yang tidak dapat dikendalikan, seperti hipertensi, lamanya menderita DM (tidak dapat ditentukan dari rekam medis), obat-obatan (hanya mengacu pada data di rekam medis), asupan nutrisi, merokok, aktivitas seharihari. Selain itu, sulitnya menentukan subjek pada kelompok diabetes melitus tipe 2 karena penggunaan data sekunder serta adanya keterbatasan waktu dan dana juga masih menjadi kendala dalam penelitian ini. Simpulan Terdapat perbedaan kadar kreatinin serum yang bermakna pada pasien diabetes melitus tipe 2 yang terkontrol dibandingkan dengan yang tidak terkontrol. Daftar Pustaka American Diabetes Association. 2004. Global Prevalence Of Diabetes Estimates For The Year 2000 And Projection For 2020. Diabetes Care. Arsono, S. 2005. Diabetes Melitus Sebagai Faktor Resiko Kejadian Gagal Ginjal Terminal. Universitas Diponegoro. Semarang. Corwin E. J. 2001. Buku Saku Patofisiologi. EGC, Jakarta. Dahlan, S. 2010. Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel. Edisi Ke-3. Salemba Medika, Jakarta. Ditjen Bina Farmasi dan Alkes. 2005. Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Diabetes Mellitus. Departemen Kesehatan RI, Jakarta. Guyton and Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran; alih bahasa, Irawati [et al]; editor bahasa Indonesia, Luqman Yanuar Rachman [et al]. Edisi 11. EGC, Jakarta. Hendromartono. 2009. Nefropati Diabetik. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Balai Penerbit FKUI, Jakarta. Hlm. 1942-1946 135

Mogensen, C.E. 2000. Microalbuminuria, blood pressure and diabetic renal disease: origin and development of ideas. In: Mogensen CE, ed. The kidney and hypertension in diabetes mellitus. 5th ed. Boston Kluwer. Pp 655-706. Naveen. P, Kannan. N, Vamseedhar Annam, Bhanu Prakash. G, Aravind Kumar. R. 2012. Evaluation of Glycated hemoglobin and Microalbuminuria as early risk markers of Nephropathy in Type 2 Diabetes Mellitus. Int J Biol Med Res. 2012; 3(2): 1724-1726 PB PERKENI. 2006. Konsensus Pengelolaan Diabetes Melitus Di Indonesia 2006. PB PERKENI. Jakarta. Price, S.A., Wilson, L.M. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Ed.6. EGC. Jakarta. Rasyid, Harun. 2009. Penyakit Ginjal Diabetik. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. Hlm. 979-982 Sodeman. 1995. Patofisiologi sodeman: mekanisme penyakit, editor, joko suyono, hipocrates. Jakarta. Sunaryanto, A. 2010. Penatalaksanaan Penderita Dengan Diabetic Nefropathy. Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUP Sanglah. Denpasar. Suwitra, K. 2009. Penyakit Ginjal Kronik. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. Hlm. 1035-1040 Waspadji, S. 2009. Komplikasi Kronik DM: Mekanisme Terjadinya, Diagnosis dan Strategi Pengelolaan. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid III. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. Hlm. 1922-1929 136