BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tercapainya suatu tujuan yang terlebih dahulu ditentukan. Menurut Sondang

dokumen-dokumen yang mirip
Jurnal Kalibrasi Sekolah Tinggi Teknologi Garut Jl. Mayor Syamsu No. 1 Jayaraga Garut Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. komponen lalu lintas yang sangat penting terutama di perkotaan.

EFEKTIFITAS PENGGUNAAN JEMBATAN PENYEBERANGAN ORANG (JPO) DAN VARIABEL-VARIABEL YANG MEMPENGARUHI PENYEBERANG JALAN DALAM MENGGUNAKANNYA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Lalu lintas dan angkutan jalan mempunyai peranan yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. Bertambahnya penduduk seiring dengan berjalannya waktu, berdampak

I. PENDAHULUAN. Lalu lintas jalan merupakan sarana masyarakat yang memegang peranan penting

I. PENDAHULUAN. Berbagai aktivitas perkotaan terutama di kota-kota besar dimana mobilitas. lintas dan pergerakan manusia didaerah tersebut.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

BAB V PENUTUP. Dari hasil analisis dan perhitungan yang telah dilakukan pada bab. sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN. lemahnya perencanaan dan kontrol membuat permasalahan transportasi menjadi

II. TINJAUAN PUSTAKA. berupa jalan aspal hotmix dengan panjang 1490 m. Dengan pangkal ruas

No Angkutan Jalan nasional, rencana induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan provinsi, dan rencana induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkuta

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terbaru (2008), Evaluasi adalah penilaian. pelayanan adalah kemampuan ruas jalan dan/atau persimpangan untuk

PERENCANAAN WILAYAH KOMERSIAL STUDI KASUS RUAS JALAN MARGONDA DEPOK

Perlindungan Hukum Sesuai Dengan Undang-undang No.8 BAB V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan B. Saran BAB I PENDAHULUAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

BAB I PENDAHULUAN. nasional. Kendaraan bermotor dalam perkembangannya setiap hari

BAB I PENDAHULUAN. tentang kecelakaan lalu lintas, bahkan pemberitaan tentang kecelakaan lalu lintas

WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG KETERTIBAN LALU LINTAS DI KOTA TEGAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. perkotaan ditunjukan dengan adanya peningkatan jumlah pemakaian

PRIORITAS PENANGANAN PERMASALAHAN TRANSPORTASI PADA JALAN ARTERI PRIMER DI KOTA PEKALONGAN TUGAS AKHIR. Oleh : TRI AJI PEFRIDIYONO L2D

I. PENDAHULUAN. Transportasi juga diharapkan memiliki fungsi untuk memindahkan obyek sampai tujuan dengan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kendaraan berperan sebagai sektor penunjang pembangunan (the promoting

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN 2010 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 21 TAHUN 2012 TENTANG

BAB IV TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

Alternatif Pemecahan Masalah Transportasi Perkotaan

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS

I. PENDAHULUAN. mempengaruhi tumbuh dan kembangnya pembangunan suatu kota, disamping faktor-faktor lain. Jumlah penduduk yang cenderung hidup di

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 79 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi bertambah banyaknya kebutuhan akan sarana dan prasarana

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kendaraan dengan pejalan kaki (Abubakar I, 1995).

INPRES 3/2004, KOORDINASI PENYELENGGARAAN ANGKUTAN LEBARAN TERPADU *52350 INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA (INPRES) NOMOR 3 TAHUN 2004 (3/2004)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menjatuhkan sanksi. Sanksi hanya dijatuhkan pada warga yang benar-benar

Garis Sempadan Jalan.

I. PENDAHULUAN. menjembatani kesenjangan dan mendorong pemerataan hasil-hasil pembangunan antar wilayah,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Hasil Penelitian Yang Pernah Dilakukan

di kota. Persimpangan ini memiliki ketinggian atau elevasi yang sama.

PROVINSI LAMPUNG PERATURAN DAERAH KOTA METRO NOMOR 07 TAHUN 2014 TENTANG ANALISIS DAMPAK LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan, didapatkan kesimpulan sebagai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Indonesia sebagai negara berkembang saat ini sedang giat melaksanakan

BAB II PENGATURAN KESELAMATAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN RAYA. A. Pengertian Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya

II. TINJAUAN PUSTAKA. suatu keadaan tidak bergerak dari suatu kendaraan yang tidak bersifat

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Studi beberapa..., Annisa Putri Handayani, FKM UI, 2009

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Lalu lintas dan angkutan jalan mempunyai peran strategis dalam

BUPATI KAPUAS HULU PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS HULU NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGIS DAN KEBIJAKAN

Studi Pemilihan Jenis dan Sebaran Fasilitas Penyeberangan di Koridor Urip Sumiharjo Kota Makassar

BAB I PENDAHULUAN. Penjelasan umum Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Berdasarkan pertimbangan Undang-undang nomor 22 tahun 2009

BAB 1 PENDAHULUAN. Setiap individu menginginkan sebuah pemenuhan dan kecukupan atas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Contoh penyeberangan sebidang :Zebra cross dan Pelican crossing. b. Penyeberangan tidak sebidang (segregated crossing)

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 62 TAHUN 1993 T E N T A N G ALAT PEMBERI ISYARAT LALU LINTAS MENTERI PERHUBUNGAN,

BUPATI KAPUAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG JALAN DAN PENGATURAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II KERANGKA TEORITIS. NO.: 011/T/Bt/1995 Jalur Pejalan Kaki yang terdiri dari :

Iin Irawati 1 dan Supoyo 2. Program Studi Teknik Sipil, Universitas Semarang, Jl. Soekarno Hatta Tlogosari Semarang

BAB I PENDAHULUAN. memiliki wilayah yang sangat luas dan beraneka ragam budaya. Selain itu Indonesia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perhubungan Darat : SK.43/AJ 007/DRJD/97).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tersebut. Pejalan kaki yang tertabrak kendaraan pada kecepatan 60 km/jam hampir

I. PENDAHULUAN. meningkatnya berbagai aktivitas pemenuhan kebutuhan, salah satunya adalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN

PERATURAN BUPATI MUSI RAWAS NOMOR 61 TAHUN 2008 T E N T A N G

IDENTIFIKASI KINERJA JARINGAN JALAN ARTERI PRIMER DI KOTA SRAGEN TUGAS AKHIR. Oleh : S u y a d i L2D

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kata evaluasi berasal dari bahasa Inggris evaluation yang berarti penilaian atau

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan transportasi pun juga semakin bertambah. Kendaraan bermotor

BUPATI PURWAKARTA PERATURAN BUPATI PURWAKARTA NOMOR 45 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN KETERTIBAN JALAN, FASILITAS UMUM DAN JALUR HIJAU

BAB I PENDAHULUAN I - 1 BAB I PENDAHULUAN TINJAUAN UMUM

D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG BAB V PENUTUP

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Jalan raya merupakan prasarana transportasi yang besar pengaruhnya

BAB 3 STRATEGI DASAR MANAJEMEN LALU LINTAS

Manajemen Fasilitas Pejalan Kaki dan Penyeberang Jalan. 1. Pejalan kaki itu sendiri (berjalan dari tempat asal ke tujuan)

1) Sub Bagian umum Sub Bagian Umum mempunyai tugas : a) melaksanakan kegiatan ketatausahaan dan ketatalaksanaan. b) melaksanakan pengelolaan urusan su

BAB I PENDAHULUAN. strategis dalam memperlancar roda perekonomian, memperkukuh persatuan dan

BAB I PENDAHULUAN. berpenduduk di atas 1-2 juta jiwa sehingga permasalahan transportasi tidak bisa

BAB 1 PENDAHULUAN. Kehidupan bangsa Indonesia tidak bisa luput dari masalah hukum yang

TINGKAT PEMANFAATAN DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMAKAIAN JEMBATAN PENYEBERANGAN ORANG DI DEPAN MEGA MALL JALAN A.YANI KOTA PONTIANAK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sistem transportasi adalah suatu hal yang penting bagi suatu kota,

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan akan tranportasi darat saat ini khususnya di jalan raya, dirasakan

PROVINSI BANTEN PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 58 TAHUN 2016 TENTANG

DINAS PERHUBUNGAN DAN LLAJ PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI LUMAJANG PROVINSI JAWA TIMUR

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang. Transportasi memainkan peranan penting dalam membantu perkembangan

I. PENDAHULUAN. Persentasi Jumlah Kendaraan Bermotor di DKI Jakarta Tahun Bus 8% Gambar 1. Pembagian Moda (Dinas Perhubungan DKI Jakarta, 2004)

BAB I PENDAHULUAN. di sisi jalan. hal ini seringkali mengakibatkan terjadinya penumpukan kendaraan

IV.B.16. Urusan Wajib Perhubungan

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR: KM 14 TAHUN 2006 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS DI JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB. 2 TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Efektivitas Pengertian efektifitas secara umum menunjukan sampai seberapa jauh tercapainya suatu tujuan yang terlebih dahulu ditentukan. Menurut Sondang P. Siagian (2001:24) memberikan definisi sebagai berikut : Efektifitas adalah pemanfaatan sumber daya, sarana dan prasarana dalam jumlah tertentu yang secara sadar di tetepkan sebelumnya untuk menghasilkan barang atas jasa kegiatan yang dijalankannya. Efektifitas menunjaukkan keberhasilan dari segi tercapi tidaknya sasaran yang telah ditetapkan. Penelitian ini ingin mengetahui bagaimana efektifitas kegunaan JPO di kota Bandar Lampung. Oleh karena itu, efektivitas yang dimaksud disini adalah mengkaji bagaimana pemanfaatan JPO oleh masyarakat dan bagaimana strategisitas penempatan JPO kota Bandar Lampung tersebut. Dalam ukuran penulis, dikatakan efektif apabila JPO lebih dipilih oleh sebagian besar masyarakat sebagai tempat untuk menyeberang, walau mereka harus mengambil resiko lebih capek dan lebih lama sampai dari pada menyebrang langsung dijalanan dengan tingkat keselamatan yang rendah. Di samping itu, efektivitas juga terletak pada indikator pemanfaatan JPO sebagai sarana

penyebrangan bukan sarana iklan, pencopetan dan tindak criminal lainnya atau tempat berpacaran B. Tinjauan Tentang Strategisitas Strategisitas dalam istilah bahasa Indonesia biasa diterjemahkan dengan kata strategis. Sedangkan kata strategis dalam kamus besar bahasa Indonesia diartikan berhubungan atau berasalkan strategi. berikut ini pengertian beberapa ahli tentang strategi. Efendi Arianto dalam artikel berjudul Pengertian Strategi (mengutip dari Henry Mintzberg, James Brian Quinn, dan John Voyer, 1995, dalam buku The Strategy Process) mendefinisikan strategi sebagai berikut: Strategi didefinisikan sebagai 5P, yaitu: strategi sebagai perspectif, strategi sebagai posisi, strategi sebagai perencanaan, strategi sebagai pola kegiatan, dan strategi sebagai penipuan (Ploy) yaitu muslihat rahasia. Sebagai Perspektif, di mana strategi dalam membentuk misi, misi menggambarkan perspektif kepada semua aktivitas. Sebagai Posisi, di mana dicari pilihan untuk bersaing. Sebagai Perencanaan, dalam hal strategi menentukan tujuan performansi perusahaan. Sebagai Pola kegiatan, di mana dalam strategi dibentuk suatu pola, yaitu umpan balik dan penyesuaian. Efendi Arianto dalam artikel berjudul Pengertian Strategi (mengutip dari Igor Ansoff, 1990, dalam bukunya Implanting Strategic Management) mendefinisikan strategi sebagai proses manajemen, hubungan antara perusahaan dengan lingkungan, terdiri dari perencanaan strategik, perencanaan kapabilitas, dan manajemen perubahan.

Efendi Arianto dalam artikel berjudul Pengertian Strategi (mengutip dari Arnoldo C. Hax dan Nicholas S. Manjluk, 1991, dalam bukunya The Strategy Process And Concept: A Pragmatic Approach) Strategi didefinisikan sebagai cara menuntun perusahaan pada sasaran utama pengembangan nilai korporasi, kapabilitas manajerial, tanggungjawab organisasi, dan sistem administrasi yang menghubungkan pengambilan keputusan strategik dan operasional pada seluruh tingkat hirarki, dan melewati seluruh lini bisnis dan fungsi otoritas perusahaan. Efendi Arianto dalam artikel berjudul Pengertian Strategi (mengutip dari John A. Pearce II dan Richard B. Robinson Jr., 2003, dalam bukunya Strategic Management, Formulation, Implementation And Control) mendefinisikan strategi sebagai seperangkat keputusan dan tindakan yang menghasilkan formulasi dan implementasi dari rencana yang didesain untuk mencapai tujuan. Dari beberapa pengertian para ahli tentang strategi, maka penulis merangkai pengertian strategisitas sebagai suatu keputusan yang disesuaikan dengan kebutuhan dari formulasi rencana yang telah ditentukan oleh suatu instansi atau lembaga tertentu. Kaitannya dengan startegisitas dalam penelitian ini adalah melihat apakah keberadaan JPO di jalan RA Kartini memiliki trategisitas dalam hal penempatan dan pemnafaatan fasilitas JPO tersebut.

C. Tinjauan Tentang Jembatan Penyeberangan Orang (JPO) Departemen Pekerjaan Umum: 1995 dalam Tata Cara Perencanaan Fasilitas Pejalan Kaki di Kawasan Perkotaan. Jembatan adalah bangunan pelengkap jalan yang berfungsi melewatkan lalu lintas yang terputus pada kedua ujung jalan akibat adanya hambatan berupa sungai, saluran, kanal, selat, lembah serta jalan dan jalan kereta api yang menyilang. Sedangkan Jembatan Penyeberangan Orang (JPO) adalah jembatan yang letaknya bersilangan dengan jalan raya atau jalur kereta api, letaknya berada di atas kedua objek tersebut, dan hanya diperuntukkan bagi pejalan kaki yang melintas (menyeberang) jalan raya atau jalur kereta api Jembatan Penyeberangan Orang juga dapat diartikan sebagai fasilitas pejalan kaki untuk menyeberang jalan yang ramai dan lebar, menyeberang jalan tol, atau jalur kereta api dengan menggunakan jembatan tersebut, sehingga alur sirkulasi orang dan lalu lintas kendaraan dipisah secara fisik dan kemungkinan terjadi kecelakaan dapat dikurangi. Ketentuan pembangunan jembatan penyeberangan orang (JPO) Pembangunan jembatan penyeberangan oleh Departemen Pekerjaan Umum tahun 1995 disarankan memenuhi ketentuan sebagai berikut: 1. Bila fasilitas penyeberangan dengan menggunakan zebra cross dan Pelikan Cross sudah mengganggu lalu lintas yang ada. 2. Pada ruas jalan dimana frekuensi terjadinya kecelakaan yang melibatkan pejalan kaki cukup tinggi. 3. Pada ruas jalan yang mempunyai arus lalu lintas dan arus pejalan kaki yang tinggi, serta arus kendaraan memiliki kecepatan tinggi. Jembatan penyeberangan orang disingkat JPO adalah fasilitas pejalan kaki untuk menyeberang jalan yang ramai dan lebar atau menyeberang jalan tol dengan menggunakan jembatan, sehingga orang dan lalu lintas kendaraan

dipisahsecarafisik.(http://id.wikipedia.org/wiki/jembatan_penyeberangan_or ang). Keberadaan fasilitas jembatan penyeberangan orang di suatu daerah yang di bangun akan menimbulkan dampak untuk memulainya sebuah pembangunan kesadaran masyarakat untuk mau menggunakan dan meningkatkan kesadaran masyarakat untuk menggunakan fasilitas tersebut. Apabila setiap masyarakat dan para pengguna fasilitas mempunyai kesadaran yang tinggi, maka kehidupan masyarakatpun akan menjadi sejahtera dan angka kecelakaan serta kemacetan lalulintas akan dapat dikuranagi. Pergerakan pejalan kaki meliputi pergerakan-pergerakan menyusuri jalan, memotong jalan dan persimpangan. Sebagaimana yang lazim terjadi di berbagai kota besar, karena tuntutan perkembangan ekonomi, perdagangan dan kemudahan jangkauan pelayanan bagi masyarakat, maka fasilitas-fasilitas umum seperti hotel, pertokoan dan lain sebagainya biasanya mengelompok pada suatu daerah tertentu, karena letak gedung satu dengan gedung yang lain menyebar ke seluruh kawasan, maka suatu ketika pajalan kaki harus menyeberangi lalu lintas kendaraan untuk sampai ke tempat tujuan. Namun sering kali keberadaan penyeberang jalan tersebut pada tingkat tertentu akan mengakibatkan konflik yang tajam dengan arus kendaraan yang berakibat pada tundaan lalu lintas dan tingginya tingkat kecelakaan. Oleh karena itu keberadaan fasilitas jembatan penyeberangan orang di jalan RA. Kartini yang diharapkan oleh masyarakat dan pemerintah dapat memberikan kesadaran

serta disiplin berlalu lintas sehingga mampu mengurangi tingkat kecelakaan dan kemacetan lalulintas. D. Tinjauan Tentang Pejalan Kaki Undang-undang No 22 tahun 2009 tentang lalu lintas, angkutan darat dan jalan, menegaskan peruntukkan trotoar hanya untuk para pejalan kaki. Dalam pasal 131 ayat (1) ditegaskan, pejalan kaki berhak atas ketersediaan fasilitas pendukung yang berupa trotoar, tempat penyeberangan dan fasilitas lain. Pejalan kaki adalah istilah dalam transportasi yang digunakan untuk menjelaskan orang yang berjalan di lintasan pejalan kaki baik dipinggir jalan, trotoar, lintasan khusus bagi pejalan kaki ataupun menyeberang jalan. Untuk melindungi pejalan kaki dalam ber lalu lintas, pejalan kaki wajib berjalan pada bagian jalan dan menyeberang pada tempat penyeberangan yang telah disediakan bagi pejalan kaki.(http://id.wikipedia.org/wiki/pejalan_kaki) Seperti yang tertulis pada artikel pada sebuah situs internet www.pelangi.or.id pada tanggal 22 Oktober, 2007 yang menyebutkan bahwa kurangnya fasilitas pejalan kaki yang memadai di Bandar Lampung, terutama Jembatan Penyeberangan Orang, sangat berdampak pada keselamatan jiwa pejalan kaki. Terbukti bahwa 65% kecelakaan di jalan raya melibatkan kematian pejalan kaki, dimana 35% nya adalah anak-anak. Seperti halnya di Kota Jakarta dengan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi, penyediaan

sarana tranportasi bagi pejalan kaki seperti jembatan penyeberangan sudah mulai disediakan dimana-mana. Penyediaan Jembatan Penyeberangan Orang (JPO) dimaksudkan untuk mempermudah pejalan kaki untuk menyeberang jalan dengan aman. Namun kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa penggunaan JPO tersebut dirasakan kurang efektif dalam memecahkan permasalahan sirkulasi antara pejalan kaki dalam menyeberang jalan dengan kendaraan bermotor. Hal ini bisa dilihat pada kenyataannya bahwa jembatan penyeberangan sebagai salah satu fasilitas penyeberangan jarang dipakai dan terkadang sering disalah fungsikan untuk duduk-duduk, tempat mangkal gelandangan serta rawan kejahatan. E. Tinjauan Tentang UU.LLUAJ No 22 Tahun 2009 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan ditetapkan pada tanggal 26 Mei 2009 dalam Rapat Paripurna DPR RI. UU ini disahkan oleh Presiden RI pada tanggal 22 Juni 2009. Undang- Undang ini merupakan kelanjutan dari Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992. Dalam um\ndang- undang baru ini terdapat banyak penambahan pasal dar yang awalnya hanya16 bab dan 74 pasal, menjadi 22 bab dan 326 pasal. Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 melihat bahwa lalu lintas dan angkutan jalan mempunyai peran strategis dalam mendukung pembangunan dan integrasi nasional sebagai bagian dari upaya memajukan kesejahteraan

umum. Selanjutnya di dalam batang tubuh di jelaskan bahwa tujuan yang hendak dicapai oleh Undang-Undang ini adalah : a. Terwujudnya pelayanan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang aman, selamat, tertib, lancar, dan terpadu dengan roda angkutan lain untuk mendorong perekonomian nasional, memajukan kesejahteraan umum, memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa, serta mampu menjunjung tinggi martabat bangsa; b. Terwujudnya etika berlalu lintas dan budaya bangsa; dan c. Terwujudnya penegakan hukum dan kepastian hukum bagi masyarakat. Undang- undang No 22 tahun 2009 salah satunya menjelaskan bahwa adanya harapan untuk mewujudkan etika berlalu lintas dan budaya bangsa. Dalam hal ini tentunya juga mengarh pada atika bagi pejalan kaki. Dalam uu ini juga mengatur tentang hak dan kewajiban pejalan kaki. Pasal 131 ayat 1 sudah menjelaskan bahwa pejalan kaki berhak atas fasilitas penyeberangan. Untuk memenuhi aturan tersebut, maka pemerintah menyediakan berbagai sarana, di antaranya zebra cross, trotoar dan jembatan penyeberangan orang (JPO). Namun dalam prakteknya, UU ini justru dirasakan tidak efektif, karena masyarakat cenderung tidak menggunakan sarana yang ada, terlebih JPO. F. Kerangka Pikir Berdasarkan kajian pustaka, dapat ditarik suatu kerangka pikir bahwa kesadaran dalam menggunakan Fasilitas Jembatan Penyeberangan Orang sangatlah penting bagi kehidupan sosial masyarakat. Terutama kesadaran para

pejalan kaki dan masyarakat. Ketika menyeberangi jalan pejalan kaki seharusnya menggunakan Fasilitas Jembatan Penyeberangan Orang yang telah disediakan oleh pemerintah untuk kenyamanan dan keselamatan dalam menyeberangi jalan, sehingga konflik yang terjadi antara pejalan kaki yang akan menyeberangi jalan dengan para pengguna kendaraan bermotor yang melintas tidak akan terjadi lagi. Dalam teori Struktural Fungsional berasumsi bahwa anggota-anggota kelompok akan mendapatkan kepuasan apabila kelompok berproses menuju tujuannya. Lebih lanjut Talcoot Parsons mengemukakan empat hal penting yang perlu diperhatikan untuk mencapai suatu tujuan bersama, yaitu: 1. Adaptation adalah sebuah sistem harus menanggulangi situasi eksternal yang gawat. Sistem harus menyesuaikan diri dengan lingkungan dan menyesuaikan lingkungan dengan kebutuhannya. Dalam kerangka pikir penelitian ini, penggunaan fasilitas jembatan penyeberangan orang diperlukan berbagai proses penyesuaian dalam hal pejalan kaki dengan fasilitas jembatan penyeberangan orang, kemudian tidak terjadi lagi konflik antara para pengguna kendaraan bermotor yang melintas dengan pejalan kaki. Efektifitas penggunaan JPO terletak pada penggunaan JPO sesuai dengan kebutuhan dasarnya yaitu sarana penyeberangan. Efektivitas JPO adalah ketika JPO dipakai sebagai sarana menyeberang bagi pejalan kaki. Untuk itu, penelitian ini bermaksud untuk mengkaji bagaimana kesesuaian keberadaan JPO dengan kebutuhan masyarakat.

2. Goal Attaintmen (Pencapaian tujuan), suatu pencapaian tujuan ketika hambatan muncul sebelum tujuan tercapai. Dalam penggunaan fasilitas jembatan penyeberangan orang pejalan kaki harus sadar dengan keselamatan jiwanya dalam menyeberangi jalan agar tujuan untuk menciptakan ketertiban dalam berlalu lintas dapat tercapai. Tujuan pembuatan JPO adalah untuk mempermudah pejalan kaki dalam menyeberang juga sebagai pilihan penyeberangan yang aman dari bahaya lalu lintas. Dengan adanya JPO, masyarakat seharusnya terbantu ketika akan menyeberang. Untuk itu, penelitian ini akanmelihat sejauh mana pemnafaatan tujuan pembuatan JPO di kota Bandar Lampung. 3. Integration (Integrasi), sebuah sistem harus mengatur antar hubungan bagian-bagian yang menjadi komponennya. Kelompok harus dapat mengkoordinasikan serta menjembatani perbedaan-perbedaan yang ada. Oleh sebab itu pejalan kaki yang menyeberangi jalan dan tidak mau menggunakan fasilitas jembatan penyeberangan orang biasanya ditertibkan oleh kebijakan pemerintah melalui sanksi-sanksi yang tegas bagi pelanggarnya. UU No 22 tahun 2009 telah mengatur tentang tata tertib pejalan kaki. Namun pada kenyataannya, masih banyak pelangaran- pelanggaran yang terjadi. Baik yang dilakukan oleh pejalan kaki itu sendiri (misalnya: tidak berjalan di koridor yang telah di tentukan seperti trotoar, zebra cross, dan JPO) atau karena pengguna lalu lintas yang telah mengambil hak- hak pejalan kaki. Sebagaimana tujuan peraturan dibuat, idealnya ada integrasi

antara peraturan yang ada dengan kepatuhan masyarakat. Oleh karena itu, penelitian ini hendak mengkaji apakah aturan yang telah dibuat oleh pemerintah dipatuhi oleh masyarakat. Apa yang mendasari kepatuhan atau ketidakpatuhan tersebut. 4. Latency (Pemeliharaan Pola), mempertahankan pola-pola di dalam menghadapi tekanan-tekanan yang berlawanan, kelompok harus dapat mempertahankan prosedur-prosedur yang menguatkan hubungan anggotanya (Soekanto, 1993). Seperti yang telah diberitakan di beberapa media, bahwa JPO juga digunakan untuk hal- hal di luar tujuannya, seperti sarana memasanga iklan dan juga tempat berpacaran, hal ini tentunya berlawanan dengan tujuan pembuatan JPO. Untuk itu peneliti hendak melakukan penelitian tentang efektivitas penggunaan JPO dilihat dari maksimalisasi penggunaannya serta strategisitas penempatannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui strategisitas beberapa JPO di kota Bandar Lampung ditinjau dari indikator penggunaan atau pemanfaatan masyarakat terhdap JPO tersebut sebagai sarana pilihan untuk menyeberang dan indikator tentang strategisitas lokasi beberapa JPO di kota Bandar Lampung. Secara sederhana, penelitian ini dapat digambarkan dengan kerangka pikir sebagai berikut:

Efektifitas Penggunaan Fasilitas Jembatan Penyeberangan Orang 1. Penggunaan Fasilitas Jembatan Penyeberangan Orang 2. Strategisitas Fasilitas Jembatan Penyeberangan Orang Gambar 1. Bagan Kerangka Pikir Efektifitas Penggunaan Fasilitas Beberapa Jembatan Penyeberangan Orang (JPO) di Kota Bandar Lampung