PENGHALANG HAK WARIS (AL-HUJUB)

dokumen-dokumen yang mirip
Standar Kompetensi : 7. Memahami hukum Islam tentang Waris Kompetensi Dasar: 7.1 Menjelaskan ketentuan-ketentuan hukum waris 7.2 Menjelaskan contoh

Pengertian Mawaris. Al-miirats, dalam bahasa Arab adalah bentuk mashdar (infinitif) dari kata waritsa-yaritsuirtsan-miiraatsan.

Sistem Informasi Pengolahan Data Pembagian Harta Warisan Menurut Hukum Islam Pada Pengadilan Agama Kota Palopo

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI. penelitian terutama dari penelitian-penelitian sebelumnya.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAGIAN WARISAN YANG TELAH DI TENTUKAN DALAM AL-QURAN MENURUT FUQAHAK AHLI SUNAH

SEMINAR PENERAPAN WARIS ISLAM

BAB VIII SYARIAT ISLAM TENTANG PEWARISAN

BAB III ANALISA DAN PEMBAHASAN MASALAH

BAB II KAKEK DAN SAUDARA DALAM HUKUM WARIS. kakek sahih dan kakek ghairu sahih. Kakek sahih ialah setiap kakek (leluhur laki -

PEMBAGIAN HARTA WARISAN DALAM PERKAWINAN POLIGAMI PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HIJAB DAN KEDUDUKAN SAUDARA DALAM KEWARISAN ISLAM. Menurut istilah ulama mawa>rith (fara>id}) ialah mencegah dan

SERIAL KAJIAN ULIL ALBAAB No. 22 By : Tri Hidayanda

BAB IV ANALISIS. A. Ahli Waris Pengganti menurut Imam Syafi i dan Hazairin. pengganti menurut Hazairin dan ahli waris menurut Imam Syafi i, yaitu:

BAB II PEMBAGIAN WARISAN DALAM HAL TERJADINYA POLIGAMI MENURUT PERSPEKTIF HUKUM WARIS ISLAM

BAB IV ANALISIS PENDAPAT IMAM AL-SYAFI I TENTANG KEWARISAN KAKEK BERSAMA SAUDARA. A. Analisis Pendapat Imam al-syafi i Tentang Kewarisan Kakek Bersama

BAB III ANALISIS PENGELOMPOKAN AHLI WARIS MENURUT FIQIH JA FARIYAH. A. Pengelompokan Ahli Waris Menurut Fiqih Ja fariyah

BAB I PENDAHULUAN. Islam mengajarkan berbagai macam hukum yang menjadikan aturanaturan

HAK WARIS DZAWIL ARHAM

BAB II TINJAUAN UMUM MUNASAKHAH. A. Munasakhah Dalam Pandangan Hukum Kewarisan Islam (Fiqh Mawaris) Dan Kompilasi Hukum Islam (KHI)

BAB II LANDASAN TEORI. a. Pengertian Hukum Kewarisan Islam.

MAKALAH PESERTA. Hukum Waris dalam Konsep Fiqh. Oleh: Zaenab, Lc, M.E.I

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB IV ANALISIS PENDAPAT PARA HAKIM DI PENGADILAN AGAMA KENDAL DALAM PASAL 177 KOMPILASI HUKUM ISLAM TENTANG BAGIAN WARIS BAGI AYAH

MEMBANGUN KELUARGA YANG ISLAMI BAB 9

BAB III PEMBAGIAN WARISAN DAN WASIAT DALAM PERSPEKTIF CLD KHI

IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN FIQH MAWARITS DI MADRASAH ALIYAH

BAB II PELAKSANAAN PEMBAGIAN WARIS MENURUT HUKUM ISLAM. yang memiliki beberapa arti yakni mengganti, memberi dan mewarisi. 15

Lex et Societatis, Vol. II/No. 8/Sep-Nov/2014. KEDUDUKAN DAN BAGIAN AHLI WARIS PENGGANTI DALAM HUKUM ISLAM 1 Oleh : Alhafiz Limbanadi 2

ABSTRAK. Kata kunci: Sistem Pakar, Kecerdasan buatan, Waris

BAB III KEWARISAN ANAK DALAM KANDUNGAN MENURUT KUH PERDATA 1. A. Hak Waris Anak dalam Kandungan menurut KUH Perdata

PENGETAHUAN ASAS BERKAITAN DENGAN FARAID. 1. SENARAI WARIS YANG BERHAK MENERIMA PUSAKA: Waris lelaki 15 orang:

BAB I PENDAHULUAN. Agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW merupakan agama

APLIKASI SISTEM PAKAR ILMU FARAIDH MENGGUNAKAN METODE FORWARD CHAINING BERBASIS WEB

BAB IV PENUTUP. 1) Penafsiran QS. Al-Nisa :12 Imam Syafi i menafsirkan kata walad dalam

KEDUDUKAN AHLI WARIS PENGGANTI DI TINJAU DARI KOMPILASI HUKUM ISLAM DAN FIQH WARIS. Keywords: substite heir, compilation of Islamic law, zawil arham

Ringkasan Fiqih Islam (5)

BAB IV ANALISIS TERHADAP PENGUASAAN TIRKAH AL-MAYYIT YANG BELUM DIBAGIKAN KEPADA AHLI WARIS

BAB II AHLI WARIS MENURUT HUKUM ISLAM. ditinggalkan oleh orang yang meninggal 1. Sementara menurut definisi

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN. informasi yang diperoleh dari beberapa sumber, yaitu seorang pakar, dan

BAB II KEWARISAN MENURUT HUKUM ISLAM

BAB IV. ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN AGAMA SEMARANG No.684/Pdt.G/2002/PA.Sm DALAM PERSPEKTIF MUHAMMAD SYAH{RU<R

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang sebagai jamak dari lafad farîdloh yang berarti perlu atau wajib 26, menjadi ilmu menerangkan perkara pusaka.

BAB III ANALISA TERHADAP AHLI WARIS PENGGANTI (PLAATSVERVULLING) PASAL 841 KUH PERDATA DENGAN 185 KHI

BAB II WARIS MENURUT HUKUM ISLAM DAN PERATURAN HUKUM MENGENAI PENGANGKATAN ANAK

PEMBUATAN SOFTWARE TATA CARA PEMBAGIAN HARTA WARIS DALAM ISLAM (ILMU FARAID)

HUKUM KEWARISAN ISLAM HUKUM WARIS PROGRAM MAGISTER KENOTARIATAN FHUI

BAB I PENDAHULUAN. Islam telah mengatur setiap aspek kehidupan manusia baik yang. menyangkut segala sesuatu yang langsung berhubungan dengan Allah SWT

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau beberapa orang lain. Intinya adalah peraturan yang mengatur akibat-akibat

BAB IV ANALISIS TERHADAP PRAKTEK PEMBAGIAN WARISAN KEPADA AHLI WARIS PENGGANTI

BAB IV ANALISA HUKUM TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN AGAMA. BANGIL NOMOR 538/Pdt.G/2004/PA.Bgl PERSPEKTIF FIQH INDONESIA

KANDUNGAN ISI HUKUM WARIS ISLAM DALAM KITĀB AL-FARĀIḌ. Oleh: Arintha Ayu Widyaningrum C Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya UNS

Kasus Pembagian Harta Warisan

SIAPAKAH MAHRAMMU? Mahram adalah orang yang haram untuk dinikahi karena hubungan nasab atau hubungan susuan atau karena ada ikatan perkawinan1)

AZAS-AZAS HUKUM WARIS DALAM ISLAM

HUKUM KEWARISAN ISLAM: PENGGOLONGAN AHLI WARIS & KELOMPOK KEUTAMAAN AHLI WARIS

pusaka), namun keduanya tidak jumpa orang yang mampu menyelesaikan perselisihan mereka. Keutamaan Hak harta Simati

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

AZAS-AZAS HUKUM WARIS DALAM ISLAM

LANDASAN TEORI HUKUM WARIS ISLAM. Oleh Muhammad Lili Nuraulia (alumni IEF Usakti)

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARIS DAN ISTIMBATH HUKUM YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMAHAMAN TEKS AL-QUR AN

BAB IV ANALISIS PUTUSAN SENGKETA WARIS SETELAH BERLAKUNYA PASAL 49 HURUF B UU NO. 3 TAHUN 2006 TENTANG PERADILAN AGAMA

BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN. A. Biografi Kakek Ahmad Mubarak (Penyusun Kitab Is āful Rāgibin Fi Ilmil Farāid})

PERANCANGAN APLIKASI SISTEM PAKAR PEMBAGIAN HARTA WARIS MENURUT ISLAM MENGGUNAKAN METODE BACKWARD CHAINING

IMPLEMENTASI TREE PADA SISTEM PAKAR WARIS SKRIPSI. Oleh : AHMAD SON ARIF NIM

BAB IV MAKNA IDEAL AYAT DAN KONTEKSTUALISASINYA

Fiqh dan Pengurusan Harta Warisan: Dengan Fokus kepada Faraid

TINJAUAN YURIDIS AHLI AHLI WARIS AB INTESTATO MENURUT HUKUM PERDATA

Lex Privatum, Vol.I/No.5/November/2013

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan kewajiban orang lain untuk mengurus jenazahnya dan dengan

BAB II PEMBAGIAN WARISAN DAN WASIAT DALAM PERSPEKTIF KHI

Warisan Wanita Digugat!

SISTEM PAKAR BERBASIS WEB UNTUK PEMBAGIAN HARTA WARISAN MENURUT HUKUM ISLAM SKRIPSI. Oleh

BAB II HUKUM KEWARISAN DALAM ISLAM

Relevansi Bagian Warisan Sepertiga untuk Ayah dalam Kompilasi Hukum Islam

I l m u W a r i s Oleh : Abu Suhaib Salim Ali Ganim. Surabaya; 11/11/2013 M.

BAB III PENYELESAIAN PEMBAGIAN HARTA TIRKAH (HARTA PENINGGALAN) MENURUT HUKUM KEWARISAN ISLAM

Membangun Keluarga yang Islam

bismillahirrahmanirrahim

BAB IV PEMBAGIAN WARIS AHLI WARIS PENGGANTI. A. Pembagian waris Ahli Waris Pengganti Menurut Kompilasi Hukum Islam

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HIBAH SEBAGAI PENGGANTI KEWARISAN BAGI ANAK LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN DI DESA PETAONAN

Siapa yang Mengajar Auwloh Berhitung?

ANALISA PASAL 185 KOMPILASI HUKUM ISLAM TENTANG AHLI WARIS PENGGANTI

BAB IV PANDANGAN HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN KEWARISAN TUNGGU TUBANG ADAT SEMENDE DI DESA MUTAR ALAM, SUKANANTI DAN SUKARAJA

Pluraliitas Hukum Waris

BAB II KONSEP PEMBAGIAN WARISAN DENGAN CARA PERDAMAIAN (TASHALUH) MENURUT HUKUM ISLAM

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMBAGIAN HARTA WARIS (FARAIDH) MENURUT HUKUM ISLAM.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM WARIS ISLAM. Hukum kewarisan sering dikenal dengan istilah faraidh. Hal ini karena

HUKUM WARIS ISLAM DAN PERMASALAHANNYA

Lex Administratum, Vol. V/No. 6/Ags/2017. TINJAUAN HUKUM MENGENAI PEMBAGIAN HARTA WARISAN MENURUT KUHPERDATA 1 Oleh: Pratini Salamba 2

ANALISIS KESULITAN MAHASISWA TENTANG PEMBELAJARAN PECAHAN PADA KITAB FAROID

Lex et Societatis, Vol. V/No. 2/Mar-Apr/2017

PERANCANGAN APLIKASI PEMBAGIAN HARTA WARIS DENGAN HUKUM ISLAM BERBASIS MOBILE

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. Aplikasi yang akan dibangun merupakan aplikasi berbasis android yang

BAB IV ANALISIS TERHADAP GUGATAN TIDAK DITERIMA DALAM PERKARA WARIS YANG TERJADI DI PENGADILAN AGAMA GRESIK. (Putusan Nomor : /Pdt.G/ /Pa.

KEDUDUKAN SAUDARA DALAM KEWARISAN ISLAM Studi Komparasi Sistem Kewarisan Jumhur, Hazairin, Kompilasi Hukum Islam, dan Buku II 1

Fiqh Sunnah jilid 14

Spirit Keadilan Dalam Warisan :Dirasah Hadis Edisi 37

KEDUDUKAN ANAK YANG LAHIR DI LUAR PERKAWINAN DALAM HUKUM KEWARISAN ISLAM ( STUDI DI PENGADILAN AGAMA SEMARANG ) T E S I S

Transkripsi:

PENGHALANG HAK WARIS (AL-HUJUB) A. Definisi al-hujub Al-hujub dalam bahasa Arab bermakna 'penghalang' atau 'penggugur'. Dalam Al-Qur'an Allah SWT berfirman: "Sekali-kali tidak sesungguhnya mereka pada hari itu benar-benar terhalang dari (melihat) Tuhan mereka" (al-muthaffifin: 15) Yang dimaksud oleh ayat ini adalah kaum kuffar yang benar-benar akan terhalang, tidak dapat melihat Tuhan mereka di hari kiamat nanti. Selain itu, dalam bahasa Arab juga kita kenal kata hajib yang bermakna 'tukang atau penjaga pintu', disebabkan ia menghalangi orang untuk memasuki tempat tertentu tanpa izin guna menemui para penguasa atau pemimpin. Jadi, bentuk isim fa'il (subjek) untuk kata hajaba adalah hajib dan bentuk isim maf'ul (objek) ialah mahjub. Maka makna al-hajib menurut istilah ialah orang yang menghalangi orang lain untuk mendapatkan warisan, dan al-mahjub berarti orang yang terhalang mendapatkan warisan. Adapun pengertian al-hujub menurut kalangan ulama faraid adalah menggugurkan hak ahli waris untuk menerima waris, baik secara keseluruhannya atau sebagian saja disebabkan adanya orang yang lebih berhak untuk menerimanya. Pembagian Waris Menurut Islam oleh Muhammad Ali ash-shabuni penerjemah A.M.Basamalah Gema Insani Press, 1995 B. Macam-macam al-hujub Al-hujub terbagi dua, yakni al-hujub bil washfi (sifat/julukan), dan al-hujub bi asy-syakhshi (karena orang lain). Al-hujub bil washfi berarti orang yang terkena hujub tersebut terhalang dari mendapatkan hak waris secara keseluruhan, misalnya orang yang membunuh pewarisnya atau murtad. Hak waris mereka menjadi gugur atau terhalang. Sedangkan al-hujub bi asy-syakhshi yaitu gugurnya hak waris seseorang dikarenakan adanya orang lain yang lebih berhak untuk menerimanya. Al-hujub bi asy-syakhshi terbagi dua: hujub hirman dan hujub nuqshan. Hujub hirman yaitu penghalang yang menggugurkan seluruh hak waris seseorang. Misalnya, terhalangnya hak waris seorang kakek karena adanya ayah, terhalangnya hak waris cucu karena adanya anak, terhalangnya hak waris saudara seayah karena adanya saudara kandung, terhalangnya hak waris seorang nenek karena adanya ibu, dan seterusnya.

Adapun hujub nuqshan (pengurangan hak) yaitu penghalangan terhadap hak waris seseorang untuk mendapatkan bagian yang terbanyak. Misalnya, penghalangan terhadap hak waris ibu yang seharusnya mendapatkan sepertiga menjadi seperenam disebabkan pewaris mempunyai keturunan (anak). Demikian juga seperti penghalangan bagian seorang suami yang seharusnya mendapatkan setengah menjadi seperempat, sang istri dari seperempat menjadi seperdelapan karena pewaris mempunyai anak, dan seterusnya. Satu hal yang perlu diketahui di sini, dalam dunia faraid apabila kata al-hujub disebutkan tanpa diikuti kata lainnya, maka yang dimaksud adalah hujub hirman. Ini merupakan hal mutlak dan tidak akan dipakai dalam pengertian hujub nuqshan. Ahli Waris yang Tidak Terkena Hujub Hirman Ada sederetan ahli waris yang tidak mungkin terkena hujub hirman. Mereka terdiri dan enam orang yang akan tetap mendapatkan hak waris. Keenam orang tersebut adalah anak kandung laki-laki, anak kandung perempuan, ayah, ibu, suami, dan istri. Bila orang yang mati meninggalkan salah satu atau bahkan keenamnya, maka semuanya harus mendapatkan warisan. Ahli Waris yang Dapat Terkena Hujub Hirman Sederetan ahli waris yang dapat terkena hujub hirman ada enam belas, sebelas terdiri dari laki-laki dan lima dari wanita. Adapun ahli waris dari laki-laki sebagai berikut: 1. Kakek (bapak dari ayah) akan terhalang oleh adanya ayah, dan juga oleh kakek yang lebih dekat dengan pewaris. 2. Saudara kandung laki-laki akan terhalang oleh adanya ayah, dan keturunan laki-laki (anak, cucu, cicit, dan seterusnya). 3. Saudara laki-laki seayah akan terhalang dengan adanya saudara kandung laki-laki, juga terhalang oleh saudara kandung perempuan yang menjadi 'ashabah ma'al Ghair, dan terhalang dengan adanya ayah serta keturunan laki-laki (anak, cucu, cicit, dan seterusnya). 4. Saudara laki-laki dan perempuan yang seibu akan terhalangi oleh pokok (ayah, kakek, dan seterusnya) dan juga oleh cabang (anak, cucu, cicit, dan seterusnya) baik anak laki-laki maupun anak perempuan. 5. Cucu laki-laki keturunan anak laki-laki, akan terhalangi oleh adanya anak laki-laki. Demikian juga para cucu akan terhalangi oleh cucu yang paling dekat (lebih dekat). 6. Keponakan laki-laki (anak saudara kandung laki-laki) akan terhalangi dengan adanya ayah dan kakek, anak laki-laki, cucu kandung laki-laki, serta oleh saudara laki-laki seayah. 7. Keponakan laki-laki (anak dari saudara laki-laki seayah) akan terhalangi dengan adanya orang-orang yang menghalangi keponakan (dari anak saudara kandung laki-laki), ditambah dengan adanya keponakan (anak laki-laki dari keturunan saudara kandung laki-laki).

8. Paman kandung (saudara laki-laki ayah) akan terhalangi oleh adanya anak laki-laki dari saudara laki-laki, juga terhalangi oleh adanya sosok yang menghalangi keponakan laki-laki dari saudara laki-laki seayah. 9. Paman seayah akan terhalangi dengan adanya sosok yang menghalangi paman kandung, dan juga dengan adanya paman kandung. 10. Sepupu kandung laki-laki (anak paman kandung) akan terhalangi oleh adanya paman seayah, dan juga oleh sosok yang menghalangi paman seayah. 11. Sepupu laki-laki (anak paman seayah) akan terhalangi dengan adanya sepupu laki-laki (anak paman kandung) dan dengan adanya sosok yang menghalangi sepupu laki-laki (anak paman kandung). Sedangkan lima ahli waris dari kelompok wanita adalah: 1. Nenek (baik ibu dari ibu ataupun dari bapak) akan terhalangi dengan adanya sang ibu. 2. Cucu perempuan (keturunan anak laki-laki) akan terhalang oleh adanya anak laki-laki, baik cucu itu hanya seorang ataupun lebih. Selain itu, juga akan terhalangi oleh adanya dua orang anak perempuan atau lebih, kecuali jika ada 'ashabah. 3. Saudara kandung perempuan akan terhalangi oleh adanya ayah, anak, cucu, cicit, dan seterusnya (semuanya laki-laki). 4. Saudara perempuan seayah akan terhalangi dengan adanya saudara kandung perempuan jika ia menjadi 'ashabah ma'al ghair. Selain itu, juga terhalang oleh adanya ayah dan keturunan (anak, cucu, cicit, dan seterusnya, khusus kalangan laki-laki) serta terhalang oleh adanya dua orang saudara kandung perempuan bila keduanya menyempurnakan bagian dua per iga (2/3), kecuali bila adanya 'ashabah. 5. Saudara perempuan seibu akan terhalangi oleh adanya sosok laki-laki (ayah, kakek, dan seterusnya) juga oleh adanya cabang (anak, cucu, cicit, dan seterusnya) baik laki-laki ataupun perempuan. Saudara Laki-laki yang Berkah Apabila anak perempuan telah sempurna mendapat bagian dua per tiga (2/3), gugurlah hak waris cucu perempuan dari keturunan anak laki-laki. Kecuali bila ia mempunyai saudara lakilaki (yakni cucu laki-laki keturunan anak laki-laki) yang sederajat ataupun yang lebih rendah dari derajat cucu perempuan, maka cucu laki-laki dapat menyeret cucu perempuan itu sebagai 'ashabah, yang sebelumnya tidak mendapat fardh. Keadaan seperti ini dalam faraid disebut sebagai kerabat yang berkah atau saudara laki-laki yang berkah. Disebut demikian karena tanpa cucu laki-laki, cucu perempuan tidak akan mendapat warisan. Kemudian, apabila saudara kandung perempuan telah sempurna mendapat bagian dua per tiga (2/3), gugurlah hak waris para saudara perempuan seayah, kecuali bila ada saudara laki-laki seayah. Sebab saudara laki-laki seayah itu akan menggandengnya menjadi 'ashabah. Keadaan seperti ini dinamakan sebagai saudara yang berkah, sebab tanpa keberadaannya para saudara kandung perempuan itu tidak akan menerima hak waris mereka.

Saudara Laki-laki yang Merugikan Kalau sebelumnya saya jelaskan tentang saudara laki-laki yang membawa berkah, maka kini saya akan menjelaskan kebalikannya, yakni saudara laki-laki yang merugikan. Disebut saudara laki-laki yang merugikan karena keberadaannya menyebabkan ahli waris dari kalangan wanita tidak mendapatkan warisan. Padahal, apabila saudara laki-laki itu tidak ada, ahli waris wanita itu akan mendapatkan waris. Agar lebih jelas saya berikan beberapa contoh kasus. Pertama: Seorang wanita meninggal dunia dan meninggalkan suami, ibu, bapak, anak perempuan, dan cucu perempuan dari anak laki-laki. Maka pembagiannya seperti berikut: suami seperempat (1/4) bagian, ibu seperenam (1/6) bagian, ayah juga seperenam (1/6) bagian, anak perempuan setengah, dan cucu perempuan keturunan anak laki-laki mendapat bagian seperenam (1/6) sebagai penyempurna saham dua per tiga (2/3) karena merupakan bagian wanita. Seandainya dalam kasus ini terdapat cucu laki-laki keturunan anak laki-laki, maka gugurlah hak cucu perempuan tersebut. Oleh sebab itu, keberadaan saudara laki-laki dari cucu perempuan keturunan anak laki-laki itu merugikannya. Inilah rahasia mengapa ulama faraid mengistilahkannya sebagai "saudara laki-laki yang merugikan". Kedua: Untuk lebih memperjelas, dalam contoh berikut saya sertakan saudara laki-laki yang merugikan. Seorang wanita meninggal dunia dan meninggalkan suami, ibu, ayah, anak perempuan, serta cucu laki-laki dan perempuan dari keturunan anak laki-laki. Maka pembagiannya seperti berikut: suami memperoleh seperempat (1/4) bagian karena istri mempunyai anak (keturunan), ibu seperenam (1/6) bagian, ayah seperenam (1/6) bagian, sedangkan anak perempuan mendapat setengah (1/2) bagian karena tidak ada pen-ta'shih, sedangkan cucu laki-laki dan perempuan tidak mendapat bagian. Itulah contoh tentang saudara laki-laki yang merugikan. Contoh pertama tidak merugikan karena memang tidak ada cucu laki-laki keturunan anak laki-laki, sehingga cucu perempuan keturunan anak laki-laki mendapat bagian seperenam (1/6) sebagai penyempurna saham dua per tiga (2/3). Sedangkan dalam contoh kedua, cucu perempuan dirugikan --tidak mendapat waris-- karena ia mempunyai saudara laki-laki yang sederajat, yakni adanya cucu laki-laki keturunan dari anak laki-laki. Ilustrasi seperti itu dapat kita ubah susunan ahli warisnya, misalnya posisi cucu perempuan keturunan anak laki-laki diganti dengan saudara perempuan seayah dan posisi cucu laki-laki keturunan anak laki-laki diganti dengan saudara laki-laki seayah. Maka, saudara perempuan seayah akan mendapat waris bila tidak mempunyai saudara laki-laki seayah yang masih hidup. Namun, bila mempunyai saudara laki-laki seayah, maka saudara perempuan seayah tidak mendapat bagian apa-apa. C. Tentang Kasus Kolektif Menurut kaidah yang biasa dikenal dan dipakai ulama faraid, pembagian harta waris dimulai dengan ashhabul furudh, kemudian baru kepada para 'ashabah. Para ulama menyandarkan

Please download full document at www.docfoc.com Thanks