Bab V. Kesimpulan. dalam mengelola industri gula di Mangkunegaran khususnya, dan di Jawa

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II LANDASAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. dan mengacu pada bab pertama serta hasil analisis pada bab empat. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. kapur barus dan rempah-rempah, jauh sebelum bangsa Barat datang ke Indonesia

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. di Pulau Jawa. Sementara pabrik gula rafinasi 1 yang ada (8 pabrik) belum

BAB I PENDAHULUAN. cenderung ditulis sebagai fenomena yang tidak penting dengan alasan

BAB V PENUTUP. di Cilacap untuk mempertahankan pengaruhnya di kota tersebut. Pembangunan

Materi 7 Bisnis, Politik dan Perekonomian. Marheni Eka Saputri ST., MBA

PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO

BAB VI PENUTUP. hasil analisis yang telah dibahas dalam bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang yang sedang membangun, membutuhkan dana yang cukup besar untuk membiayai pembangunan.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Sebuah Pendekatan dalam Mempelajari Pembangunan di Negara Berkembang. By Dewi Triwahyuni

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian Indonesia mengalami perkembangan yang sangat pesat yang pada

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. berbagai sektor-sektor yang dapat memperlihatkan tingkat pertumbuhan

BAB V KESIMPULAN. ini terjadi dan meningkatnya kebutuhan suatu negara akibat berkembangnya

Kewirausahaan. Persaingan Dalam Pasar Bebas. Reddy Anggara, S.Ikom., M.Ikom. Modul ke: Fakultas Fakultas Teknik. Program Studi Arsitektur

BAB I PENDAHULUAN. dana jangka panjang. Pasar modal juga dapat didefinisikan sebagai pasar ekuitas

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Karesidenan Semarang di sebelah Barat berbatasan dengan Karesidenan

Hubungan Buruh, Modal, dan Negara By: Dini Aprilia, Eko Galih, Istiarni

menjadi katalisator berbagai agenda ekonomi Cina dengan negara kawasan Indocina yang semuanya masuk dalam agenda kerja sama Cina-ASEAN.

-2- Mengingat : Pasal 20 dan Pasal 21 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REP

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah

Usaha Kecil dan Menengah (UKM) mempunyai peran yang strategis dalam

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan sejarah suatu kota maupun negara. Melalui peninggalan sejarah

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLORA NOMOR 17 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL

2. SEJARAH INVESTASI. Page9 POKOK POKOK HUKUM INVESTASI INDONESIA

BAHAN KULIAH 10 SOSIOLOGI PEMBANGUNAN

I. PENDAHULUAN. bekerja di sektor pertanian. Di sektor tersebut dikembangkan sebagai sumber mata

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan yang berlangsung secara terus-menerus yang sifatnya memperbaiki dan

BAB I PENDAHULUAN. Transportasi merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan

ekonomi Kelas X KONSEP ILMU EKONOMI KTSP & K-13 A. KEBUTUHAN MANUSIA Tujuan Pembelajaran

BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAH KOTA SEMARANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2002 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

VII. TATA LETAK PABRIK

BAB I PENDAHULUAN. tanah juga mengandung nilai ekonomi bagi manusia, bisa digunakan sebagai

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PENDEKATAN STUDI DAN HIPOTESIS

D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Tingkat perekonomian yang terjadi di Indonesia sekarang ini

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Selama krisis, usaha di sektor pertanian menunjukkan kinerjanya sebagai

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN SUKOHARJO

Profil. Yayasan Swiss untuk kerjasama Teknis

Profil. Yayasan Swiss untuk Kerja Sama Teknis

BAB I PENDAHULUAN. yang putih dan terasa manis. Dalam bahasa Inggris, tebu disebut sugar cane. Tebu

ekonomi Kelas X PELAKU KEGIATAN EKONOMI KTSP & K-13 A. RUMAH TANGGA KELUARGA a. Peran Rumah Tangga Keluarga Tujuan Pembelajaran

1. Perusahaan jaket kulit Isakuiki di daerah Y berproduksi untuk memenuhi permintaan pangsa pasar Eropa karena kualitasnya berstandar internasional

BAB 13 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI

INTERAKSI MANUSIA DENGAN LINGKUNGAN EKONOMI. Kegiatan manusia dalam memanfaatkan lingkungan ekonominya

REFORMA AGRARIA SEBAGAI BAGIAN INTEGRAL DARI REVITALISASI PERTANIAN DAN PEMBANGUNAN EKONOMI PEDESAAN

BAB I PENDAHULUAN. harapan yang banyak ditunggu oleh putra-putri Indonesia dalam menyongsong masa

INFLATION TARGETING FRAMEWORK SEBAGAI KERANGKA KERJA DALAM PENERAPAN KEBIJAKAN MONETER DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh pemerintah kolonial Hindia

POLITIK KOLONIAL KONSERVATIF, ) ENCEP SUPRIATNA

LAPORAN TUGAS AKHIR BAB 1 PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. wilayah. Karena pada dasarnya, investasi merupakan satu pengeluaran

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

Revolusi Industri: Latar Belakang, Proses Revolusi, & Dampaknya

WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI

BAB V KESIMPULAN. A. Kesimpulan. jasa, finansial dan faktor produksi di seluruh dunia. Globalisasi ekonomi dipandang

Berkembangnya perkebunan kopi dari waktu ke waktu dapat memunculkan kekhawatiran terhadap kelestarian kawasan hutan di Aceh Tengah dan Bener Meriah

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH BESERTA KERANGKA PENDANAAN

ANALISIS FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU KONSUMEN DALAM MENGGUNAKAN TRANSPORTASI PENERBANGAN KOMERSIAL

ANALISIS PENGARUH PENGELUARAN PEMERINTAH TERHADAP PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI DI PROPINSI SULAWESI TENGGARA 1) Muhammad Nur Afiat 2) ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang menitikberatkan pada

Pertemuan 7-8 Model Kontemporer Pembangunan dan Keterbelakangan

ANDRI HELMI M, SE., MM. SISTEM EKONOMI INDONESIA

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. menimbulkan munculnya gagasan pendirian bank sirkulasi untuk Hindia Belanda.

Bagian Pertama: PENDEKATAN EKONOMI POLITIK INTERNASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. batas-batas wilayah dihuni oleh sejumlah penduduk dan mempunyai adat-istiadat

I. PENDAHULUAN. penyerapan tenaga kerja dengan melibatkan banyak sektor, karena

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan pemberian kewenangan secara luas, nyata, dan

PENGELOLAAN KAWASAN ANDALAN YANG MENDUKUNG PENGEMBANGAN INVESTASI DUNIA USAHA DI KTI

BAB VI PENUTUP. manusia. Pada sisi lainnya, tembakau memberikan dampak besar baik bagi

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

PROSES PERKEMBANGAN KOLONIALISME DAN IMPERIALISME BARAT

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PEREKONOMIAN INDONESIA DI ERA GLOBALISASI

BAB 4 PENUTUP. 4.1 Kesimpulan

Indikator Inflasi Beberapa indeks yang sering digunakan untuk mengukur inflasi seperti;.

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar 1945 alinea keempat. Demi mencapai tujuan tersebut, ini adalah kegiatan investasi (penanaman modal).

SISTEM EKONOMI INDONESIA

PEDOMAN PENGELOLAAN PROGRAM AKSI KEPENDUDUKAN DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. menghambat usaha untuk memobilisasi tabungan.

III. KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah

I. Pendahuluan. Menghadapi AFTA tahun 2003 dunia agribisnis Indonesia, menurut ramalan,

REPUBLIK DEMOKRASI RAKYAT LAOS JADWAL KOMITMEN SPESIFIK

Transkripsi:

Bab V Kesimpulan A. Kesimpulan Kajian Penelitian Penelitian ini untuk mengetahui kebijakan pemerintah Hindia Belanda dalam mengelola industri gula di Mangkunegaran khususnya, dan di Jawa umumnya pada periode 1870-1930-an dilihat dari perspektif ekonomi politik Keynesian. Kebijakan yang dikeluarkan pemerintah Hindia Belanda pada awalnya bertujuan untuk mengatur dan mengontrol industri gula Mangkunegaran dan di Jawa agar tetap berjalan ditengah keadaan pasar yang tidak pasti. Kebijakan yang dikeluarkan tidak hanya berkaitan dengan produksi dan distribusi industri gula secara langsung. Faktor-faktor pendukung industri gula juga ikut diperhatikan oleh pemerintah Hindia Belanda. Mangkunegara IV pendiri industri gula di Praja Mangkunegaran memiliki jiwa wirausaha yang handal. Ambisinya sebagai pengusaha dibuktikan dengan membangun pabrik gula modern dan megah pada masa itu. Serta didukung oleh mesin-mesin berteknologi mutakhir dan manajemen berstandar Eropa. Tetapi keunggulan mesin produksi tidaklah cukup untuk mempertahankan keemasan industri gula. Keadaan pasar yang tidak bisa dipisahkan dengan politik internasional menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi industri gula Mangkunegaran dan Jawa pada umumnya. Ketika pasar gula mulai turun karena terjadi proteksi gula bit di Eropa, dan adanya hama sereh ditambah dengan ketidakcakapan Mangkunegara V membuat Mangkunegaran terpuruk. Untuk mencegah krisis 144

yang semakin parah, pemerintah Hindia Belanda mengambil alih industri gula Mangkunegaran. Pemerintah Hindia Belanda juga membentuk seuatu Komisi yang memegang kendali manajemen maupun keuangan industri Mangkunegaran. Komisi ini untuk memastikan industri gula Mangkunegaran dikelola dengan baik dan benar. Sebenarnya kepemimpinan residen dalam industri gula Mangkunegaran bisa dilihat sebagai investasi secara ekonomis maupun politis. Yang tujuan akhirnya memperkuat peranan pemerintah Hindia Belanda dalam industri gula dan Mangkunegaran sendiri. Dalam pasar sendiri, kebijakan pemerintah Hindia Belanda sangat terasa ketika terjadi krisis ekonomi pada tahun 1930-an. Sebelumnya yakni sejak tahun 1870 hingga 1920 pasar industri gula Jawa dan Mangkunegaran pada khususnya bisa dikatakan stabil. Meskipun pernah beberapakali mengalami penurunan seperti pada tahun 1880-an, tetapi industri gula bisa bangkit dan lebih berkembang lagi. Tetapi pada krisis tahun 1930 industri gula Jawa ibarat dihantam ombak hingga lumpuh. Disana pemerintah Hindia Belanda bisa dikatakan memainkan peran sentral dalam segala aspek kegiatan ekonomi yang ada. Karena memang pada saat itu harga gula sangat rendah dan pengusaha tidak dapat mengatasinya (malah saling bertengkar). Serta keadaan politik internasional yang belum kondusif membuat pemerintah Hindia Belanda bertindak cepat dengan mengeluarkan kebijakan-kebijakan sepihak. Selain mengatur manajemen dan pasar secara langsung, pemerintah Hindia Belanda juga melakukan pengaturan terhadap faktor-faktor penunjang industri, yakni pemerintahan desa desa, tanah dan tenaga kerja. Melalui plat form Politik Etis dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, pemerintah 145

melakukan reorganisasi agraria hingga pemerintahan desa. Sebenarnya reorganisasi tersebut untuk mewujudkan rencana pemerintah untuk mengintegrasikan tanah subur menjadi perkebunan besar dan mewujudkan industrialisasi agraris. Hal tersebut seperti yang terjadi di Mangkunegaran, yang pada akhirnya memudahkan kontrol pemerintah Hindia Belanda atas kegiatan ekonomi yang terjadi. Pemerintahan desa Mangkunegaran yang awalnya bersifat komunal dan berada di bawah Mangkunegaran. Kemudian berubah menjadi bersifat otonom (meskipun otonomnya bersifat mengambang) dan memiliki struktur birokrasi kolonial. Dengan begitu pemerintah memiliki tangan-tangan birokrasi hingga kepedesaan sehingga semakin mudah mengendalikan desa untuk mendukung kegiatan pemerintah Hindia Belanda. Tujuan utama pemerintah Hindia Belanda melakukan reorganisasi agraria adalah untuk meminimalisir kealpaan individu yang dapat membahayakan keadaan pasar. Sedangkan reorganisasi agraria membuat tanah Praja Mangkunegaran berkurang karena diserahkan sebagai tanah komunal desa dan tanah petani. Tanah menjadi salah satu sumber legitimasi kekuasaan, sehingga bisa dikatakan kekuasaan Praja Mangkunegaran berkurang dengan adanya reorganisasi agraria. Di sisi lain petani memiliki lahan yang dapat diolah tetapi tidak boleh dipindahkan tangan. Pada kenyataannya banyak petani yang kehilangan lahan karena meningkatkan kebutuhan akan uang tunai ditambah hasutan dari elit desa (yang bekerja sama dengan perusahaan dan pemerintah Hindia Belanda) untuk menyewakan tanahnya kepada perusahaan. Untuk itu petani bekerja sebagai buruh upah di perusahaan dengan bayaran yang jauh dibawah kata cukup. 146

Reorganisasi agraria yang diikuti oleh perubahan sistem kerja, merupakan strategi pemerintah Hindia Belanda untuk mengatur tanah dan tenaga kerja. Tanah-tanah yang ada juga disediakan sebagai sarana investasi pengusaha swasta. Pemerintah Hindia Belanda memang mendorong investasi di Hindia Belanda. Karena investasi dapat membuka lapangan kerja dan distribusi pendapatan yang dapat meminimalisir kegagalan pasar. Untuk memastikan faktor pendukung ekonomi berjalan lancar, pemerintah Hindia Belanda bekerja sama dengan individu yang memiliki kapasitas maupun resources yang berpengaruh dimasyarakat, yakni bekel. Setelah adanya reorganisasi agraria dan pemerintahan desa, kewenangan bekel berkurang. Tetapi perannya yang strategis sebagai penghubung penguasa dengan desa dan petani membuat pemerintah menempatkannya sebagai agen perusahaan. Perusahaan memberikan premi/imbalan kepada bekel, ditambah dorongan dari bekel sendiri yang semakin terobsesi dengan uang dan kekuasaan, maka terbangunlah hubungan yang harmonis antara bekel dengan perusahaan/pemerintah Hindia Belanda. Semua kebijakan yang dilakukan pemerintah Hindia Belanda menempatkan Praja Mangkunegaran di bawah pengawasan pemerintah Hindia Belanda. Kekuasaan vorstenlanden dihormati pemerintah kolonial, tetapi penghormatan itu hanya sebatas ucapan. Pemerintah Hindia Belanda menganggap Praja Mangkunegaran dan vorstenlanden sebagai koloni yang harus dikendalikan. Karena sebenarnya setelah perubahan tahun 1870-an pemerintah Hindia Belanda memainkan seluruh proses yang terjadi 1. Begitu juga dengan pasar yang ada, 1 Van Zanden, Ekonomi Indonesia 1800-2010, hal 167. 147

pemerintah Hindia Belanda mencoba mengendalikan keadaan pasar agar senantiasa baik atau stabil. B. Implikasi Teoritis Dalam Keynesian dijelaskan pemerintah memiliki peran penting dalam kegiatan ekonomi guna menyeimbangkan keadaan pasar yang tidak bisa meregulasi dirinya sendiri serta menjamin semua pihak. Dalam kasus ini, pendekatan Keynesian dapat menggambarkan peran pemerintah Hindia Belanda dalam industri gula Mangkunegaran dan industri gula Jawa pada umunya. Adanya kebijakan / aturan serta campur tangan pemerintah Hindia Belanda, pasar gula Mangkunegaran dan Jawa, pasar dapat meregulasi dirinya. Pada saat krisis di Mangkunegaran pada tahun 1884, yang diakibatkan kesalahan manajemen Mangkunegara V, keadaan keuangan Mangkunegaran semakin krisis. Mangkunegara V telah mencari pinjaman kepada pihak swasta lain dengan cara menggadaikan surat berharga, rumah maupun tanah yang dimiliki. Tetapi keuangan Mangkunegaran belum membaik. Sehingga pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan keputusan rahasia untuk mengambil alih keuangan maupun industri gula Mangkunegaran secara umum. Setelah melakukan banyak perbaikan baik dibidang teknis maupun manajemen pabrik, keuangan Mangkunegaran dapat kembali stabil, bahkan lebih maju daripada sebelumnya. Awal tahun 1870 ketika Politik Pintu terbuka mulai diberlakukan, pemerintah Hindia Belanda giat membangun sarana dan prasarana transportasi seperti jalan raya, jalur kereta api, dan telegrap. Tujuan utama dibangun sarana prasarana tersebut untuk memudahkan distribusi oleh para pengusaha swasta. 148

Melalui kewenangan yang dimiliki, pemerintah Hindia Belanda menjamin berlangsungnya proses investasi di tanah Jawa. Hingga tahun 1900 ketika Politik Etis dicanangkan dan diterapkannya reorganisasi pemerintahan desa dan agraria, pemerintah Hindia Belanda memastikan faktor-faktor penunjang investasi dan ekonomi tetap ada. Ketika terjadi krisis hebat pada tahun 1930-an, para pengusaha industri gula berselisih paham karena VJSP tidak cepat tanggap dan mengakibatkan harga gula semakin turun. Pada akhirnya banyak anggota yang keluar dan VJSP hampir bubar. Untuk mengatasi hal tersebut, pemerintah Hindia Belanda menyelesaikan permasalahan yang ada dengan cara membubarkan VJSP dan mengganti dengan NIVAS. Disini pemerintah Hindia Belanda menetapkan NIVAS sebagai single seller, serta mewajibkan semua produsen gula menjadi anggotanya, termasuk Mangkunegaran. NIVAS berada dibawah langsung komando pemerintah Hindia Belanda. Untuk mendukung NIVAS pemerintah Hindia Belanda juga membentu panitian untuk mempersiapkan pengaturan gula serta kebijakan mengenai penyehatan gula. Ternyata usaha yang dilakukan pemerintah Hindia Belanda membuahkan hasil. Meskipun tidak semua pabrik gula dapat diselamatkan, tetapi setidaknya industri gula masih dapat berjalan pasca krisis tahun 1930 tersebut. Pasar gula Jawa maupun Mangkunegaran tidak dapat bangkit dengan sendirinya, seperti apa yang dikatakan golongan Liberal. Peran negara (pemerintah Hindia Belanda) dibutuhkan untuk membenahi keadaan pasar yang tidak hanya dipengaruhi oleh faktor ekonomi saja, tetapi juga faktor sosial (seperti interaksi pemerintah Hindia Belanda dengan pengusaha). Peran pemerintah 149

Hindia Belanda nyatanya dapat mengembalikan kejayaan industri gula Mangkunegaran dan menyelematkan industri gula Jawa dari kehancuran total. Pemerintah Hindia Belanda mengatur semua aspek yang berkaitan dengan industri gula. Seperti manajeman dan keuangan pabrik, tanah perkebunan, tenaga kerja, serta mengendalikan keadaan Praja Mangkunegaran sendiri. Ternyata pengaturan yang awalnya dipahami untuk menjaga keadaan pasar ala Keynesian, bersifat berlebih bahkan cenderung monopoli. Dalam kasus ini ada indikasi proses-proses state capitalism yang dilakukan oleh pemerintah Hindia Belanda. Pemerintah Hindia Belanda memperluas kekuasaannya dengan mengendalikan faktor-faktor produksi yang ada. Di sini masyarakat (tenaga kerja) juga dianggap sebagai faktor produksi juga perlu dikendalikan. Teori Keynesian bisa menjadi pintu untuk memahami proses-proses state capitalism dalam industri gula Mangkunegaran. Pertama, pemerintah Hindia Belanda mendekati Mangkunegaran untuk mendapatkan kepercayaannya. Caranya dengan mendukung Legiun Mangkunegaran dan perluasan wilayah, serta mengangkat derajat Mangkunegaran agar setara dengan daerah vorstenlanden lainnya. Dengan demikian, terjadi hubungan yang harmonis diantara keduanya. Pemerintah Hindia Belanda menjadi teman bagi Mangkunegaran, tetapi kemudian melalui residennya, pemerintah Hindia Belanda melakukan pengawasan-pengawasan terhadap Mangkunegaran. Kedua, penempatan residen dan superinntendent dalam manajeman industri gula Mangkunegaran. Karena mereka bisa mengetahui dan terlibat langsung dalam proses ekonomi yang ada. Dengan demikian, pemerintah Hindia Belanda memiliki sumber-sumber terpercaya yang bisa diandalkan. Pada 150

selanjutnya peran penting pemerintah Hindia Belanda dalam internal industri Mangkunegaran dikukuhkan dengan pembentukan Komisi Dana Milik Mangkunegaran. Ketiga, pemerintah mengendalikan elit desa, termasuk bekel. Pembentukan kepala desa merupakan rencana pemerintah Hindia Belanda untuk mengurangi kekuasaan Mangkunegaran dan memperoleh kaki tangan hingga ke tingkat desa. Sebagai birokrasi, kepala desa memiliki aturan administratif yang jelas dan hierarkhis. Sedangkan bekel dikendalikan pemerintah melalui uang yang dapat digunakan untuk menambah kekayaan dan kekuasaan bekel. Dan keempat, pemerintah Hindia Belanda juga mengendalikan tanah dan tenaga kerja melalui bantuan pemerintah serta elit desa. Pemerintah Hindia Belanda mengenalkan uang tunai sebagai kebutuhan baru. Pemerintah membuat keadaan sedemikian rupa sehingga rakyat membutuhkan uang dan pada akhirnya menyewakan tanah mereka kepada perusahaan. Semua yang dilakukan pemerintah membuat Praja Mangkunegaran, desa dan masyarakat faktor produksi yang harus dipertahankan dan diatur. Intervensi pemerintah Hindia Belanda dalam industri gula membuat Mangkunegaran tersingkirkan dalam kegiatan ekonomi yang ada. Penetrasi pemerintah Hindia Belanda makin lama makin merata dan menguat hingga ke desa serta masyarakat Mangkunegaran. Industri gula yang ada di Mangkunegaran menjadi state capitalism karena dikendalikan oleh pemerintah Hindia Belanda sepenuhnya. 151