KETIDAKPASTIAN. 4.1 PROBABILITAS DAN TEOREMA BAYES Bentuk Th. Bayes:

dokumen-dokumen yang mirip
KETIDAKPASTIAN MATERI KULIAH Kecerdasan Buatan Kecerdasan

Ketidakpastian & Kepastian (REASONING)

INFERENSI DENGAN KETIDAKPASTIAN. PERTEMUAN 9 Diema Hernyka Satyareni, M.Kom

KETIDAKPASTIAN PROBABILITAS & TEOREMA BAYES

4/28/2016. Selasa, 26 April 2016 ^ K10

KETIDAKPASTIAN MACAM PENALARAN

BAB V PENALARAN. Untuk mengatasi ketidakpastian maka digunakan penalaran statistik.

PROGRAM STUDI D3 JURUSAN TEKNIK KOMPUTER POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA PALEMBANG TK Teori Dempster-Shafer Hand On Lab 3 Inteligensi Buatan 100 menit

M. Zidny Naf an Gasal 2016/2017

Artificial Intelegence EKA YUNIAR

Ketidakpastian dan teorema bayes UTHIE

V. SISTEM PAKAR. Sistem Pakar terkadang lebih baik unjuk kerjanya daripada seorang pakar manusia.

VI. KETIDAKPASTIAN. Contoh : Asih mengalami gejala ada bintik-bintik di wajahnya. Dokter menduga bahwa Asih terkena cacar

SISTEM PAKAR UNTUK MENDIAGNOSA PENYAKIT SALURAN PENCERNAAN MENGGUNAKAN METODE DEMPSTER SHAFER

probabilitas Atau berlaku hubungan : P(E) + P(Ê) = 1

ARTIFICIAL INTELLIGENCE

APLIKASI SISTEM PAKAR DIAGNOSA PENYAKIT GINJAL DENGAN METODE DEMPSTER-SHAFER

Analisa Dan Perancangan Sistem Pakar Kerusakan Pada Aset UKM STIKOM Bali Menggunakan Metode Dempster Shafer

M. Zidny Naf an Gasal 2016/2017

STMIK EL RAHMA YOGYAKARTA Dibuat Oleh Revisi ke Tanggal dibuat Diperiksa oleh

BAB II KAJIAN PUSTAKA

SISTEM PAKAR DIAGNOSA KERUSAKAN PADA PRINTER DENGAN MENGGUNAKAN METODE CERTAINTY FACTOR PARAREL

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN. pencarian-pencarian materi pendukung yang penulis lakukan melalui internet. Seorang

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB III ANALISIS DAN DESAIN SISTEM. serangan musuh, dengan terlihat sehat, musuh tidak akan menyerang. Berdasarkan

Sebelumnya... Sistem Pakar berbasis Aturan (Rule-Based Expert System, RBES) Sistem Pakar Representasi Pengetahuan Penalaran

BAB I PENDAHULUAN. membahayakan nyawa seseorang, Ironisnya gejala gejala tersebut seringkali

BAB II LANDASAN TEORI

JURNAL IMPLEMENTASI NET BELIEF CERTAINTY FACTOR PADA SELEKSI PENERIMA BERAS MISKIN

FAKTOR KEPASTIAN DAN KETIDAKPASTIAN

PENALARAN INEXACT. KETIDAKPASTIAN dan KAIDAH

CERTAINTY FACTOR UTHIE

METODE PENALARAN SISTEM PAKAR MENGGUNAKAN MODEL HIBRID FUZZY DEMPSTER SHAFER UNTUK IDENTIFIKASI HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN JAGUNG

PEMBERIAN ALASAN YANG TIDAK EKSAK

Uncertainty (Ketidakpastian)

BAB IV HASIL DAN UJI COBA

Pilihlah satu jawaban yang paling tepat untuk pertanyaan-pertanyaan dibawah ini

Sebelumnya... Sistem Pakar berbasis Aturan (Rule-Based Expert System, RBES) Sistem Pakar Representasi Pengetahuan Penalaran

BAB II DASAR TEORI 2.1 Artificial Intelligence (Kecerdasan buatan) Definisi

Feresi Daeli ( )

Jurnal Sarjana Teknik Informatika e-issn: Volume 1 Nomor 1, Juni 2013

Jurnal Ilmiah INOVASI, Vol.14 No.2 Hal , Mei-September 2014, ISSN

Soal UAS Pengantar Kecerdasan Buatan. Kelas 3IA01, 03, 05, 07, 11, 13, 14, 17, 18, 19, 21, 22 dan 23

Aplikasi Diagnosa Penyakit Jantung Koroner Menggunakan Metode Dempster-Shafer

SISTEM PAKAR UNTUK MENDIAGNOSA PENYAKIT ALOPESIA PADA MANUSIA DENGAN METODE CERTAINTY FACTOR

METODE KETIDAKPASTIAN DAN KESAMARAN DALAM SISTEM PAKAR

JURNAL SKRIPSI IMPLEMENTASI ALGORITMA DEMPSTER SHAFER DALAM PEMBUATAN ITS UNTUK MATAKULIAH SIMULASI DAN PERMODELAN ABSTRAKSI

SISTEM PAKAR UNTUK MENENTUKAN JENIS KULIT WAJAH YANG SESUAI PADA BEDAK VIVA DENGAN MENGGUNAKA METODE CERTAINTY FACTOR

KUANTIFIKASI PERTANYAAN UNTUK MENDAPATKAN CERTAINTY FACTOR PENGGUNA PADA APLIKASI SISTEM PAKAR UNTUK DIAGNOSIS PENYAKIT.

Uncertainty Management

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN TEORI DASAR. dalam penelitian yang akan dilakukan. Pustaka yang digunakan ditinjau dari objek

Implementasi Metode Dempster Shafer Pada Sistem Pakar Untuk Diagnosa Jenis-jenis Penyakit Diabetes Melitus

KUANTIFIKASI PERTANYAAN UNTUK MENDAPATKAN CERTAINTY FACTOR PENGGUNA PADA APLIKASI SISTEM PAKAR UNTUK DIAGNOSIS PENYAKIT

Aplikasi untuk Diagnosis Penyakit pada Anak dan Balita Menggunakan Faktor Kepastian

APLIKASI DIAGNOSIS PENYAKIT HEPATITIS MENGGUNAKAN J2ME DENGAN METODE CERTAINTY FACTOR

RANCANG BANGUN APLIKASI SISTEM PAKAR ANGGREK COELOGYNE

Jurnal Teknik Informatika Vol. 1 September 2012 APLIKASI DIAGNOSA PENYAKIT LEUKEMIA MENGGUNAKAN METODE DEMPSTER-SHAFER BERBASIS WEB

PENGGUNAAN METODE DEMPSTER SHAFER UNTUK MENGANALISA PENYAKIT PADA SISTEM REPRODUKSI WANITA DENGAN SOLUSI PENANGANAN OBAT HERBAL

BAB III ANALISIS DAN DESAIN SISTEM

JURNAL DETEKSI KERUSAKAN MESIN MOTOR TIPE GL MENGGUNAKAN METODE DAMPSTER SHAFER DAMAGE DETECTION ENGINE MOTO TYPE GL USE DAMPSTER SHAFER METHOD

BAB I PENDAHULUAN. membuat orang tertarik untuk menciptakan hal-hal yang baru agar dapat lebih

SISTEM DIAGNOSA PENYAKIT DIABETES MELLITUS MENGGUNAKAN METODE CEERTAINTY FACTOR

SISTEM PAKAR BERBASIS WEB UNTUK DIAGNOSA PENYAKIT PADA TANAMAN ANGGREK MENGGUNAKAN METODE CERTAINTY FACTOR

Sistem Pakar Diagnosa Penyakit Ikan Nila Menggunakan Dempster Shafer Berbasis Web

SISTEM PAKAR DIAGNOSA PENYAKIT GIGI DAN MULUT MENGGUNAKAN METODE CERTAINTY FACTOR (Study Kasus di Puskesmas Campurdarat Tulungagung) SKRIPSI

overacting dan menyerang organ tubuh sendiri. Lupus juga mengenai banyak organ tubuh dan memiliki gejala klinis yang sangat bervariasi sehingga dikena

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI. inferensi Forward Chaining dan Backward chaining. Hasil penelitian

BAB III ANALISIS DAN DESAIN SISTEM

SISTEM PAKAR PENDIAGNOSIS PENYAKIT PADA SISTEM ENDOKRIN MANUSIA MENGGUNAKAN METODE CERTAINTY FACTOR. Iwan Kurniawan

BAB III ANALISA DAN DESAIN SISTEM

SISTEM PAKAR DIAGNOSA PENYAKIT SAPI DENGAN METODE CERTAINTY FACTOR BERBASIS ANDROID

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan komputer sekarang ini sangat pesat dan salah. satu pemanfaatan komputer adalah dalam bidang kecerdasan buatan.

SISTEM PAKAR DIAGNOSA PENYAKIT KELAMIN PADA PRIA MENGGUNAKAN METODE FORWARD CHAINING DAN CERTAINTY FACTOR BERBASIS WEB

Aplikasi Sistem Pakar untuk Diagnosa Hama Jeruk dan Pengobatannya Menggunakan Metode Certainty Factor

IMPLEMENTASI METODE CERTAINTY FACTOR UNTUK PENENTUAN KEPASTIAN ATURAN PENYAKIT PADA ANAK

2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA

SISTEM PAKAR DIAGNOSA PENYAKIT PARU-PARU PADA ANAK DENGAN METODE DEMPSTER-SHAFER

Deteksi Sepsis pada Bayi Menggunakan Metode Dempster-Shafer

BAB III ANALISA DAN DESAIN SISTEM. dan perancangan pembuatan Sistem Pakar Sistem Pakar Pengolahan Data Hadits

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN PAKET WISATA DENGAN ALGORITMA DEMPSTER SHAFER

SISTEM PAKAR DIAGNOSA PENYAKIT HEWAN TERNAK LEMBU MENGGUNAKAN METODE DUMPSTER SHAFER

SISTEM PAKAR DIAGNOSA PENYAKIT JANTUNG DENGAN MENGGUNAKAN METODE CERTAINTY FACTOR

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Jurusan Ilmu Komputer, FMIPA, UNNES, Semarang

BAB IV HASIL DAN UJICOBA

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN

IMPLEMENTASI CASE BASE REASONING PADA SISTEM PAKAR DALAM MENENTUKAN JENIS GANGGUAN KEJIWAAN

SISTEM PAKAR DIAGNOSA PENYAKIT KANKER PAYUDARA MENGGUNAKAN CERTAINTY FACTOR

BAB III ANALISIS DAN DESAIN SISTEM

BAB III ANALISA DAN DESAIN SISTEM

SISTEM PAKAR DIAGNOSA AWAL PENYAKIT GINJAL DENGAN METODE FUZZY LOGIC UNTUK PENENTUAN CERTAINTY FACTOR

SISTEM PAKAR DIAGNOSA PENYAKIT DEMAM PADA BALITA MENGGUNAKAN METODE CERTAINTY FACTOR DAN FORWARD CHAINING BERBASIS VISUAL BASIC

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan zaman. Dengan adanya ilmu pengetahuan dan teknologi, maka

SILABUS MATAKULIAH. Revisi : 4 Tanggal Berlaku : 04 September 2015

BAB I PENDAHULUAN. yang semakin canggih dan pengetahuan yang semakin luas maka semakin banyak

SATIN Sains dan Teknologi Informasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Prototype Sistem Pakar untuk Mendeteksi Tingkat Resiko Penyakit Jantung Koroner dengan Metode Dempster-Shafer

APLIKASI POTENSI AKADEMIK BERBASIS TES PSIKOLOGI MENGGUNAKAN METODE CERTAINTY FACTOR

APLIKASI SISTEM PAKAR DIAGNOSA PENYAKIT KANKER MENGGUNAKAN METODE CERTAINTY FACTOR

Transkripsi:

KETIDAKPASTIAN 4 Pada bagian terdahulu kita telah mempelajari teknik penalaran dengan model yang sangat lengkap dan konsisten. Namun, pada kenyataannya, banyak masalah di dunia ini yang tidak dapat dimodelkan secara lengkap dan konsisten. Sebagai contoh, pada penalaran induktif yang telah diberikan pada bagian 3. Contoh: Premis-1 Premis-2 Premis-3 Konklusi : Aljabar adalah pelajaran yang sulit. : Geometri adalah pelajaran yang sulit. : Kalkulus adalah pelajaran yang sulit. : Matematika adalah pelajaran yang sulit. Pada penalaran induktif ini, munculnya premis baru bisa mengakibatkan gugurnya konklusi yang sudah diperoleh. Sebagai contoh, misalkan muncul premis-4 pada contoh diatas: Premis-4 : Optika adalah pelajaran yang sulit. Premis tersebut, menyebabkan konklusi: Matematika adalah pelajaran yang sulit, menjadi salah. Hal itu disebabkan Optika bukan merupakan bagian dari Matematika. Sehingga apabila kita menggunakan penalaran induktif, sangat dimungkinkan adanya ketidakpastian. Suatu penalaran dimana adanya penambahan fakta baru mengakibatkan ketidakkonsistenan disebut dengan Penalaran Non Monotonis. Ciri-ciri dari penalaran non monotonis adalah: 1. Mengandung ketidakpastian; 2. Adanya perubahan pada pengetahuan. 3. Adanya penambahan fakta baru dapat mengubah konklusi yang sudah terbentuk. 4. Misalkan S adalah konklusi dari D, bisa jadi S tidak dibutuhkan sebagai konklusi D + fakta-fakta baru. Sedangkan penalaran Monotonis memiliki ciri-ciri: 1. Konsisten; 2. Pengetahuannya lengkap. Untuk mengatasi ketidakpastian pada penalaran non monotonis, maka digunakan penalaran statistik. 4.1 PROBABILITAS DAN TEOREMA BAYES Bentuk Th. Bayes: 63

dengan: p(e H)*p(H) p (H = i i i E) n p(e Hk )*p(hk ) k = 1 p(h i E) = probabilitas hiposesis H i benar jika diberikan evidence E. p(e H i ) p(h i ) n = probabilitas munculnya evidence E, jika diketahui hipotesis H i benar. = probabilitas hipotesis H i (menurut hasil sebelumnya) tanpa memandang evidence apapun. = jumlah hipotesis yang mungkin. Contoh 4.1: Si Ani mengalami gejala ada bintik-bintik di wajahnya. Dokter menduga bahwa Si Ani terkena cacar dengan: ο Probabilitas munculnya bintik-bintik di wajah, jika Si Ani terkena cacar; p(bintik2 Cacar) = 0,8. ο Probabilitas Si Ani terkena cacar tanpa memandang gejala apapun; p(cacar) = 0,4. ο Probabilitas munculnya bintik-bintik di wajah, jika Si Ani alergi; p(bintik2 Alergi) = 0,3. ο Probabilitas Si Ani terkena alergi tanpa memandang gejala apapun; p(alergi) = 0,7. ο Probabilitas munculnya bintik-bintik di wajah, jika Si Ani jerawatan; p(bintik2 Jerawatan) = 0,9. ο Probabilitas Si Ani jerawatan tanpa memandang gejala apapun; p(jerawatan) = 0,5. Maka: ο Probabilitas Si Ani terkena cacar karena ada bintik-bintik di wajahnya adalah: p(cacar B int ik2) = p(b int ik2 Cacar) * p(cacar) + p(b int ik2 Cacar) * p(cacar) p(b int ik2 Alergi) * p(alergi) + p(b int ik2 Jerawat) * p(jerawat) (0,8)*(0,4) 0,32 p (Cacar Bintik2) = = = 0,327 (0,8)*(0,4) + (0,3)*(0,7) + (0,9)*P(0,5) 0,98 ο Probabilitas Si Ani terkena alergi karena ada bintik-bintik di wajahnya adalah: p(alergi B int ik2) = p(b int ik2 Cacar) * p(cacar) + p(bint ik2 Alergi) * p(alergi) p(bint ik2 Alergi) * p(alergi) + p(b int ik2 Jerawat) * p(jerawat) 64

(0,3)*(0,7) 0,21 p (Alergi Bintik2) = = = 0,214 (0,8)*(0,4) + (0,3)*(0,7) + (0,9)*P(0,5) 0,98 ο Probabilitas Si Ani jerawatan karena ada bintik-bintik di wajahnya adalah: p(jerawat B int ik2) = p(b int ik2 Cacar) * p(cacar) p(b int ik2 Jerawat) * p(jerawat) + p(b int ik2 Alergi) * p(alergi) + p(bint ik2 Jerawat) * p(jerawat) (0,8)*(0,4) 0,45 p (Alergi Bintik2) = = = 0,459 (0,8)*(0,4) + (0,3)*(0,7) + (0,9)*P(0,5) 0,98 Jika setelah dilakukan pengujian terhadap hipotesis, muncul satu atau lebih evidence atau observasi baru, maka: p (H E,e) = p(h E)* p(e E,H) p(e E) e E = evidence lama. = evidence atau observasi baru. p(h E,e) = probabilitas hipotesis H benar jika muncul evidence baru E dari evidence lama e. p(h E) = probabilitas hipotesis H benar jika diberikan evidence E. p(e E,H) = kaitan antara e dan E jika hipotesis H benar. p(e E) = kaitan antara e dan E tanpa memandang hipotesis apapun. Bintik2 Panas Cacar Gambar 4.1. Hubungan Bintik & Panas Terhadap Cacar Pada Gambar 4.1 terlihat bahwa adanya bintik-bintik di wajah merupakan gejala bahwa seseorang terkena cacar. Observasi baru menunjukkan bahwa selain adanya bintik-bintik di wajah, panas badan juga merupakan gejala orang terkena cacar. Antara munculnya bintik-bintik di wajah dan panas badan juga memiliki keterkaitan satu sama lain. 65

Contoh 4.2: Si Ani mengalami gejala ada bintik-bintik di wajahnya. Dokter menduga bahwa Si Ani terkena cacar dengan probabilitas terkena cacar apabila ada bintik-bintik di wajah, p(cacar Bintik2), adalah 0,8. Ada observasi bahwa orang yang terkena cacar pasti mengalami panas badan. Jika diketahui probabilitas orang terkena cacar apabila ada bintik-biktik di wajah, p(cacar Panas), adalah 0,5; keterkaitan antara adanya bintik-bintik di wajah dan panas badan apabila seseorang terkena cacar, p(bintik2 Panas,Cacar), adalah 0,4; sedangkan keterkaitan antara adanya bintikbintik di wajah dan panas badan, p(bintik2 Panas), adalah 0.6, maka: p(bintik2 Panas,Cacar) p(cacar Panas,Bintik2) = p(cacar Panas)* p(bintik2 Panas) 0,4 p(cacar Panas,Bintik2) = 0,5* = 0,33 0,6 Pengembangan lebih jauh dari Teorema Bayes adalah dibentuknya Jaringan Bayes. Gambar 4.2(a) menunjukkan hubungan antara krisis moneter (krismon), PHK, pengangguran dan gelandangan dalam suatu jaringan. Pada gambar tersebut dapat dijelaskan bahwa munculnya pengangguran disebabkan oleh banyaknya PHK. Selain itu pada Gambar 4.2(b), munculnya pengangguran dapat digunakan sebagai evidence untuk membuktikan bahwa sekarang banyak gelandangan. Sedangkan pada gambar 4.2(c) menunjukkan probabilitas terjadinya PHK jika terjadi krismon, dan probabilitas munculnya gelandangan jika terjadi krismon. Krismon PHK PHK Gelandangan PHK Gelandangan Pengangguran (a) Pengangguran (b) Pengangguran (c) Gambar 4.2. Jaringan Bayes Tabel 4.1 adalah contoh probabilitas untuk Jaringan Bayes pada Gambar 4.2. Tabel 4.1. Probabilitas Untuk Jaringan Bayes pada Gambar 4.2. Atribut Prob. Keterangan p(pengangguran PHK,Gelandangan) 0,95 Keterkaitan antara pengangguran & PHK, jika muncul gelandangan. p(pengangguran PHK, Gelandangan) 0,20 Keterkaitan antara pengangguran & PHK, jika tidak ada gelandangan. p(pengangguran PHK,Gelandangan) 0,75 Keterkaitan antara pengangguran & tidak ada yang diphk, jika muncul gelandangan. p(pengangguran PHK, Gelandangan) 0,40 Keterkaitan antara pengangguran & tidak ada yang diphk, jika tidak ada gelandangan. p(phk Krismon) 0,50 Probabilitas orang diphk jika terjadi krismon. p(phk Krismon) 0,10 Probabilitas orang diphk jika tidak terjadi krismon. 66

p(pengangguran Krismon) 0,90 Probabilitas muncul pengangguran jika terjadi krismon. p(pengangguran Krismon) 0,30 Probabilitas muncul pengangguran jika tidak terjadi krismon. P(Krismon) 0,80 4.2 FAKTOR KEPASTIAN (CERTAINTY FACTOR) Certainty Factor (CF) menunjukkan ukuran kepastian terhadap suatu fakta atau aturan. Notasi Faktor Kepastian: dengan: CF[h,e] = MB[h,e] MD[h,e] CF[h,e] = faktor kepastian MB[h,e] = ukuran kepercayaan terhadap hipotesis h, jika diberikan evidence e (antara 0 dan 1). MD[h,e] = ukuran ketidakpercayaan terhadap evidence h, jika diberikan evidence e (antara 0 dan 1). Ada 3 hal yang mungkin terjadi: A e 1 h h 1 h 2 B e 2 C (a) (b) (c) Gambar 4.3 Kombinasi Aturan Ketidakpastian 1. Beberapa evidence dikombinasikan untuk menentukan CF dari suatu hipotesis (gambar 4.3a). Jika e 1 dan e 2 adalah observasi, maka: MB[h, e1 0 e2] = MB[h, e1] + MB[h, e2].(1 MB[h, e1]) MD[h, e1 e2] = 1 lainnya 0 MD[h, e1 e2] = MD[h, e1] + MD[h, e2].(1 MD[h, e1]) MB[h, e1 e2] = 1 lainnya Contoh 4.3: Andaikan suatu observasi memberikan kepercayaan terhadap h dengan MB[h,e 1 ] = 0,3 dan MD[h,e 1 ] = 0. 67

Sehingga CF[h,e 1 ] = 0,3 0 = 0,3. Jika ada observasi baru dengan MB[h,e 2 ]=0,2 dan MD[h,e 2 ]=0, maka: MB[h,e 1 e 2 ] = 0,3 + 0,2 * (1-0,3) = 0,44 MD[h,e 1 e 2 ] = 0 CF[h,e 1 e 2 ] = 0,44 0 = 0,44 Contoh 4.4: Si Ani menderita bintik-bintik di wajahnya. Dokter memperkirakan Si Ani terkena cacar dengan kepercayaan, MB[Cacar,Bintik2] = 0,80 dan MD[Cacar,Bintik2] = 0,01. Maka: CF[Cacar,Bintik2] = 0,80 0,01 = 0,79. Jika ada observasi baru bahwa Si Ani juga panas badan dengan kepercayaan, MB[Cacar,Panas]=0,7 dan MD[Cacar,Panas]=0,08; maka: MB[Cacar,Bintik2 Panas] = 0,8 + 0,7 * (1-0,8) = 0,94 MD[Cacar,Bintik2 Panas] = 0,01 + 0,08 * (1-0,01) = 0,0892 CF[Cacar,Bintik2 Panas] = 0,94 0,0892 = 0,8508 Dari contoh 4.4 ini dapat dilihat bahwa, semula faktor kepercayaan bahwa Si Ani terkena cacar kalau dilihat dari gejala munculnya bintik-bintik di wajah adalah 0,79. Setelah muncul gejala baru yaitu panas badan, maka faktor kepercayaan Si Ani terkena cacar menjadi berubah (lebih besar) yaitu 0,8508. 2. CF dihitung dari kombinasi beberapa hipotesis (gambar 4.3b). Jika h 1 dan h 2 adalah hipotesis, maka: MB[h 1 h2,e] = min(mb[h 1,e],MB[h 2,e]) MB[h 1 h2,e] = max(mb[h 1,e],MB[h 2,e]) MD[h 1 h2,e] = min(md[h 1,e],MD[h 2,e]) MD[h 1 h2,e] = max(md[h 1,e],MD[h 2,e]) Contoh 4.5: Andaikan suatu observasi memberikan kepercayaan terhadap h 1 dengan MB[h 1,e] = 0,5 dan MD[h 1,e] = 0,2. Maka: CF[h 1,e] = 0,5 0,2 = 0,3. Jika observasi tersebut juga memberikan kepercayaan terhadap h 2 dengan MB[h 2,e] = 0,8 dan MD[h 2,e] = 0,1. Maka: CF[h 2,e] = 0,8 0,1 = 0,7. Untuk mencari CF[h 1 h 2,e] dapat diperoleh dari: MB[h 1 h 2,e] = min(0,5; 0,8) = 0,5 MD[h 1 h 2,e] = min(0,2; 0,1) = 0,1 CF[h 1 h 2,e] = 0,5 0,1 = 0,4 68

Untuk mencari CF[h 1 h 2,e] dapat diperoleh dari: MB[h 1 h 2,e] = max(0,5; 0,8) = 0,8 MD[h 1 h 2,e] = max(0,2; 0,1) = 0,2 CF[h 1 h 2,e] = 0,8 0,2 = 0,6 Contoh 4.6: Si Ani menderita bintik-bintik di wajahnya. Dokter memperkirakan Si Ani terkena cacar dengan kepercayaan, MB[Cacar,Bintik2] = 0,80 dan MD[Cacar,Bintik2] = 0,01. Maka: CF[Cacar,Bintik2] = 0,80 0,01 = 0,79. Jika observasi tersebut juga memberikan kepercayaan bahwa Si Ani mungkin juga terkena alergi dengan kepercayaan, MB[Alergi,Bintik2] = 0,4 dan MD[Alergi,Bintik2] = 0,3; maka: CF[Alergi,Bintik2] = 0,4 0,3 = 0,1. Untuk mencari CF[Cacar Alergi, Bintik2] dapat diperoleh dari: MB[Cacar Alergi, Bintik2] = min(0,8; 0,4) = 0,4 MD[Cacar Alergi, Bintik2] = min(0,01; 0,3) = 0,01 CF[Cacar Alergi, Bintik2] = 0,4 0,01 = 0,39 Untuk mencari CF[Cacar Alergi, Bintik2] dapat diperoleh dari: MB[Cacar Alergi, Bintik2] = max(0,8; 0,4) = 0,8 MD[Cacar Alergi, Bintik2] = max(0,01; 0,3) = 0,3 CF[Cacar Alergi, Bintik2] = 0,8 0,3 = 0,5 Dari contoh 4.6 ini dapat dilihat bahwa, semula faktor kepercayaan bahwa Si Ani terkena cacar dari gejala munculnya bintik-bintik di wajah adalah 0,79. Demikian pula faktor kepercayaan bahwa Si Ani terkena alergi dari gejala munculnya bintik-bintik di wajah adalah 0,1. Dengan adanya gejala yang sama mempengaruhi 2 hipotesis yang berbeda ini, memberikan faktor kepercayaan bahwa: ο Si Ani menderita cacar dan alergi = 0,39. ο Si Ani menderita cacar atau alergi = 0,5 Contoh 4.7: a. Pada pertengahan tahun 2002, ada indikasi bahwa turunnya devisa Indonesia disebabkan oleh permasalahan TKI di Malaysia. Apabila diketahui: MB[DevisaTurun,TKI] = 0,8 dan MD[DevisaTurun,TKI] = 0,3; maka carilah berapa CF[DevisaTurun,TKI]? Jawab: CF[DevisaTurun,TKI] = MB[DevisaTurun,TKI]-MD[DevisaTurun,TKI] = 0,8 0,3 = 0,5. 69

b. Ternyata pada akhir September 2002, kemarau yang berkepanjangan mengakibatkan gagal panen yang cukup serius, hal ini ternyata juga berdampak pada turunnya ekspor Indonesia. Apabila diketahui: MB[DevisaTurun,EksporTurun] = 0,75 dan MD[DevisaTurun,EksporTurun] = 0,1; maka carilah berapa CF[DevisaTurun,EksporTurun] dan berapa CF[DevisaTurun,TKI EksporTurun]? Jawab: CF[DevisaTurun,EksporTurun] = = MB[DevisaTurun,EksporTurun] - MD[DevisaTurun,EksporTurun] = 0,75 0,1 = 0,65. MB[DevisaTurun,TKI EksporTurun] = MB[DevisaTurun,TKI] + MB[DevisaTurunEksporTurun]* (1-MB[DevisaTurun,TKI]) = 0,8 + 0,75 * (1-0,8) = 0,95 MD[DevisaTurun,TKI EksporTurun] = MD[DevisaTurun,TKI] + MD[DevisaTurunEksporTurun]* (1-MD[DevisaTurun,TKI]) = 0,3 + 0,1 * (1-0,3) = 0,37 CF[DevisaTurun,TKI EksporTurun] = MB[DevisaTurun,TKI EksporTurun]- MD[DevisaTurun,TKI EksporTurun] = 0,95 0,37 = 0,58 c. Isu terorisme di Indonesia pasca peristiwa Bom Bali pada tanggal 12 Oktober 2002 ternyata juga ikut mempengaruhi turunnya devisa Indonesia sebagai akibat berkurangnya wisatawan asing. Apabila diketahui: MB[DevisaTurun,BomBali] = 0,5 dan MD[DevisaTurun,BomBali] = 0,3; maka carilah berapa CF[DevisaTurun,BomBali] dan berapa CF[DevisaTurun,TKI EksporTurun BomBali]? Jawab: CF[DevisaTurun,BobBali] = = MB[DevisaTurun,BomBali] - MD[DevisaTurun,BomBali] = 0,5 0,3 = 0,2. MB[DevisaTurun,TKI EksporTurun BomBali] 70

= MB[DevisaTurun,TKI EksporTurun] + MB[DevisaTurunBomBali]* (1-MB[DevisaTurun, TKI EksporTurun]) = 0,95 + 0,5 * (1-0,95) = 0,975 MD[DevisaTurun,TKI EksporTurun BomBali] = MD[DevisaTurun,TKI EksporTurun] + MD[DevisaTurunBomBali]* (1-MD[DevisaTurun, TKI EksporTurun]) = 0,37 + 0,3 * (1-0,37) = 0,559 CF[DevisaTurun,TKI EksporTurun BomBali] = MB[DevisaTurun,TKI EksporTurun BomBali]- MD[DevisaTurun,TKI EksporTurun BomBali] = 0,975 0,559 = 0,416 3. Beberapa aturan saling bergandengan, ketidakpastian dari suatu aturan menjadi input untuk aturan yang lainnya (gambar 4.3c), maka: MB[h,s] = MB [h,s] * max(0,cf[s,e]) Dengan MB [h,s] adalah ukuran kepercayaan h berdasarkan keyakinan penuh terhadap validitas s. Contoh 4.8: PHK = terjadi PHK Pengangguran = muncul banyak pengangguran Gelandangan = muncul banyak gelandangan Aturan: /1/ IF terjadi PHK THEN muncul banyak pengangguran (CF[Pengangguran,PHK]=0,9) /2/ IF muncul banyak pengangguran THEN muncul banyak gelandangan (MB[Gelandangan,Pengangguran]=0,7) Maka: 71

MB[Gelandangan,Pengangguran] = (0,7)*(0,9)= 0,63 4.3 TEORI DEMPSTER-SHAFER Secara umum Teori Dempster-Shafer ditulis dalam suatu interval: [Belief,Plausibility] Belief (Bel) adalah ukuran kekuatan evidence dalam mendukung suatu himpunan proposisi. Jika bernilai 0 maka mengindikasikan bahwa tidak ada evidence, dan jika bernilai 1 menunjukkan adanya kepastian. Plausibility (Pl) dinotasikan sebagai: Pl(s) = 1 Bel( s) Plausibility juga bernilai 0 sampai 1. Jika kita yakin akan s, maka dapat dikatakan bahwa Bel( s)=1, dan Pl( s)=0. Pada teori Dempster-Shafer kita mengenal adanya frame of discernment yang dinotasikan dengan θ. Frame ini merupakan semesta pembicaraan dari sekumpulan hipotesis. Misalkan: θ = {A, F, D, B} Dengan: A F = Alergi; = Flu; D = Demam; B = Bronkitis. Tujuan kita adalah mengkaitkan ukuran kepercayaan elemen-elemen θ. Tidak semua evidence secara langsung mendukung tiap-tiap elemen. Sebagai contoh, panas mungkin hanya mendukung {F,D,B}. Untuk itu perlu adanya probabilitas fungsi densitas (m). Nilai m tidak hanya mendefinisikan elemen-elemen θ saja, namun juga semua subset-nya. Sehingga jika θ berisi n elemen, maka subset dari θ semuanya berjumlah 2 n. Kita harus menunjukkan bahwa jumlah semua m dalam subset θ sama dengan 1. Andaikan tidak ada informasi apapun untuk memilih keempat hipotesis tersebut, maka nilai: m{θ} = 1,0 Jika kemudian diketahui bahwa panas merupakan gejala dari flue, demam, dan bronkitis dengan m = 0,8, maka: m{f,d,b} = 0,8 m{θ} = 1 0,8 = 0,2 Andaikan diketahui X adalah subset dari θ, dengan m 1 sebagai fungsi densitasnya, dan Y juga merupakan subset dari θ dengan m 2 sebagai fungsi densitasnya, maka kita dapat membentuk fungsi kombinasi m 1 dan m 2 sebagai m 3, yaitu: m 3(Z) = 1 X m Y = Z 1(X).m2 (Y) m X Y = φ 1(X).m2 (Y) Contoh 4.9: 72

Si Ani mengalami gejala panas badan. Dari diagnosa dokter, penyakit yang mungkin diderita oleh Si Ani adalah flue, demam, atau bronkitis. Gejala-1: panas Apabila diketahui nilai kepercayaan setelah dilakukan observasi panas sebagai gejala dari penyakit flue, demam, dan bronkitis adalah: m 1 {F,D,B} = 0,8 m 1 {θ} = 1 0,8 = 0,2 Sehari kemudia, Si Ani datang lagi dengan gejala yang baru, yaitu hidungnya buntu. Gejala-2: hidung buntu Kemudian diketahui juga nilai kepercayaan setelah dilakukan observasi terhadap hidung buntu sebagai gejala dari alergi, penyakit flue, dan demam adalah: m 2 {A,F,D} = 0,9 m 2 {θ} = 1 0,9 = 0,1 Tabel 4.2 menunjukkan aturan kombinasi tersebut Tabel 4.2 Aturan kombinasi untuk m 3 contoh 4.9. {A,F,D} (0,9) θ (0,1) {F,D,B} (0,8) {F,D} (0,72) {F,D,B} (0,08) θ (0,2) {A,F,D} (0,18) θ (0,02) Sehingga dapat dihitung: 0,72 ο m 3 {F,D} = = 0, 72 1 0 0,18 ο m 3 {A,F,D} = = 0, 18 1 0 0,08 ο m 3 {F,D,B} = = 0, 08 1 0 0,02 ο m 3 { θ } = = 0, 02 1 0 73

Dari sini dapat kita lihat bahwa, pada mulanya dengan hanya ada gejala panas, m{f,d,b} = 0,8; namun setelah ada gejala baru yaitu hidung buntu, maka nilai m{f,d,b} = 0,08. Demikian pula, pada mulanya dengan hanya ada gejala hidung buntu, m{a,f,d} = 0,9; namun setelah ada gejala baru yaitu panas, maka nilai m{a,f,d} = 0,18. Dengan adanya 2 gejala ini, nilai densitas yang paling kuat adalah m{f,d} yaitu sebesar 0,72. Hari berikutnya, Si Ani datang lagi, dan memberitahukan bahwa minggu lalu dia baru saja datang dari piknik. Gejala-3: piknik Jika diketahui nilai kepercayaan setelah dilakukan observasi terhadap piknik sebagai gejala dari alergi adalah: m 4 {A} = 0,6 m 4 {θ} = 1 0,6 = 0,4 maka dapat dicari aturan kombinasi dengan nilai kepercayaan m 5 seperti pada tabel 4.3. Tabel 4.3 Aturan kombinasi untuk m 5 contoh 4.9. {A} (0,6) θ (0,4) {F,D} (0,72) (0,432) {F,D} (0,288) {A,F,D} (0,18) {A} (0,108) {A,F,D} (0,072) {F,D,B} (0,08) (0,048) {F,D,B} (0,032) θ (0,02) {A} (0,012) θ (0,008) Sehingga dapat dihitung: 0,108 + 0,012 ο m 5 {A} = = 0, 231 1 (0,432 + 0,048) 0,288 ο m 5 {F,D} = = 0, 554 1 (0,432 + 0,048) 0,072 ο m 5 {A,F,D} = = 0, 138 1 (0,432 + 0,048) 0,032 ο m 5 {F,D,B} = = 0, 062 1 (0,432 + 0,048) 0,008 ο m 5 { θ } = = 0, 015 1 (0,432 + 0,048) 74

Dengan adanya gejala baru ini (Si Ani baru saja datang piknik), nilai densitas yang paling kuat tetap m{f,d} yaitu sebesar 0,554. Contoh 4.10: Ada 3 jurusan yang diminati oleh Si Ali, yaitu Teknik Informatika (I), Psikologi (P), atau Hukum (H). Untuk itu dia mencoba mengikuti beberapa tes ujicoba. Ujicoba pertama adalah tes logika, hasil tes menunjukkan bahwa probabilitas densitas: m 1 {I,P} = 0,75. Tes kedua adalah tes matematika, hasil tes menunjukkan bahwa probabilitas densitas: m 2 {I} = 0,8. a. Dari hasil tes kedua, tentukanlah probabilitas densitas yang baru untuk {I,P} dan {I}! Jawab: m 1 {I,P} = 0,75; m 1 {θ} = 1 0,75 = 0,25; m 2 {I } = 0,8; m 2 {θ} = 1 0,8 = 0,2; Tabel 4.4 Aturan kombinasi untuk m 3 contoh 4.10. {I} (0,8) θ (0,2) {I,P} (0,75) {I} (0,60) {I,P} (0,15) θ (0,25) {I} (0,20) θ (0,05) 0,6 + 0,2 ο m 3 {I} = = 0, 8 1 0 0,15 ο m 3 {I,P} = = 0, 15 1 0 0,05 ο m 3 { θ } = = 0, 05 1 0 b. Di hari berikutnya, Si Ali mengikuti tes ketiga yaitu tes wawasan kewarganegaraan. Hasil tes menunjukkan bahwa probabilitas densitas: m 4 {H} = 0,3. Tentukanlah probabilitas densitas yang baru untuk {I,P}, {I}, dan {H}! Jawab: m 4 {H} = 0,3 m 4 {θ} = 1 0,3 = 0,7 Tabel 4.5 Aturan kombinasi untuk m 5 contoh 4.10. {H} (0,3) θ (0,7) {I} (0,80) (0,240) {I} (0,560) 75

{I,P} (0,15) (0,045) {I,P} (0,105) θ (0,05) {H} (0,015) θ (0,035) Sehingga dapat dihitung: 0,560 ο m 5 {I} = = 0, 783 1 (0,240 + 0,045) 0,105 ο m 5 {I,P} = = 0, 147 1 (0,204 + 0,045) 0,015 ο m 5 {H} = = 0, 021 1 (0,204 + 0,045) 0,035 ο m 5 { θ } = = 0, 049 1 (0,204 + 0,045) Sehingga dapat disimpulkan bahwa probabilitas densitas terbesar Si Ali masuk Jurusan Informatika. 4.4 LOGIKA KABUR (FUZZY LOGIC) Logika kabur akan dibahas di bagian 7. 76