Studi dan Eksperimen Kombinasi Kriptografi Visual dan Aspek Steganografi IF3058 Kriptografi

dokumen-dokumen yang mirip
Tanda Tangan Digital Untuk Gambar Menggunakan Kriptografi Visual dan Steganografi

Pemanfaatan Steganografi dalam Kriptografi Visual

Studi dan Eksperimen terhadap Kombinasi Warna untuk Kriptografi Visual Warna Kromatik. Ibnu Alam

Perbandingan Metode Visual Sharing Scheme dan General Access Structure pada Kriptografi Visual

Perbandingan Kriptografi Visual dengan Penyembunyian Pesan Gambar Sederhana Adobe Photoshop

Kriptografi Visual pada Citra Biner dan Citra Berwarna serta Pengembangannya dengan Steganografi dan Fungsi XOR

Studi Kriptografi Visual dengan Enkripsi Gambar Lain

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS

BAB I PENDAHULUAN. Informasi merupakan suatu hal yang sangat penting dalam. kehidupan kita. Seperti dengan adanya teknologi internet semua

Kriptografi Visual tanpa Ekspansi Piksel dengan Pembangkitan Warna dan Kamuflase Share

TRIPLE STEGANOGRAPHY

Pemanfaatan Kriptografi Visual untuk Pengamanan Foto pada Sistem Operasi Android

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENGGUNAAN KRIPTOGRAFI DAN STEGANOGRAFI BERDASARKAN KEBUTUHAN DAN KARAKTERISTIK KEDUANYA

Kriptografi Visual dengan Memanfaatkan Algoritma ElGamal untuk Citra Berwarna

PENGGUNAAN KRIPTOGRAFI DAN STEGANOGRAFI BERDASARKAN KEBUTUHAN DAN KARAKTERISTIK KEDUANYA

Kriptografi Visual, Teori dan Aplikasinya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Key Words Tanda Tangan Digital, , Steganografi, SHA1, RSA

APLIKASI KRIPTOGRAFI VISUAL PADA DOKUMEN KEUANGAN

ENKRIPSI CITRA BITMAP MELALUI SUBSTITUSI WARNA MENGGUNAKAN VIGENERE CIPHER

VISUAL KRIPTOGRAFI PADA TEKS

BAB 2 LANDASAN TEORI

STEGANOGRAFI GANDA DENGAN MANIPULASI GAMBAR

ANALISIS METODE MASKING-FILTERING DALAM PENYISIPAN DATA TEKS

TEKNIK PENYEMBUNYIAN PESAN TEKS PADA MEDIA CITRA GIF DENGAN METODE LEAST SIGNIFICANT BIT (LSB)

Kriptografi Visual Pada Berkas Video

Kriptografi Visual Berwarna dengan Metode Halftone

BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Kriptografi

BAB II LANDASAN TEORI

STEGANOGRAPHY CHRISTIAN YONATHAN S ELLIEN SISKORY A. 07 JULI 2015

Pengembangan Metode Pencegahan Serangan Enhanced LSB

BAB 1 PENDAHULUAN Latar belakang

Penggunaan Ide Visual Kriptografi dalam Pengenkripsian Multimedia

Pemanfaatan Second Least Significant Bit dan Kunci Dua Kata Untuk Mencegah Serangan Enhanced LSB Pada Citra Digital

Kriptografi Visual dengan Metode Color Split

KEAMANAN DATA DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITMA RIVEST CODE 4 (RC4) DAN STEGANOGRAFI PADA CITRA DIGITAL

Perbandingan Algoritma Kunci Nirsimetris ElGammal dan RSA pada Citra Berwarna

Optimasi Konversi String Biner Hasil Least Significant Bit Steganography

Digital Watermarking pada Gambar Digital dengan Metode Redundant Pattern Encoding

Kriptografi Visual Menggunakan Adobe Photoshop

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk mengirimkan pesan, tetapi juga bisa menggunakan layanan yang tersedia di

APLIKASI STEGANOGRAFI DAN PENERAPAN STEGANALISIS DALAM JIGSAW PUZZLE

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

APLIKASI PENGAMANAN DATA TEKS PADA CITRA BITMAP DENGAN MENERAPKAN METODE LEAST SIGNIFICANT BIT (LSB)

Pengembangan Fungsi Random pada Kriptografi Visual untuk Tanda Tangan Digital

Perancangan Perangkat Lunak untuk Penyembunyian Data Digital Menggunakan 4-Least Significant Bit Encoding dan Visual Cryptography

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pesan di dalam media tersebut. Kata steganografi (steganography) berasal

BAB I APLIKASI STEGANOGRAFI LSB (LEAST SIGNIFICANT BIT) MODIFICATION UNSUR WARNA MERAH PADA DATA CITRA DIGITAL

BAB I PENDAHULUAN. manusia dengan komputer untuk memudahkan membantu penyelesaian dan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latarbelakang

Pemberian Hiddentext Palsu pada Steganografi Visual

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

ANALISIS KEKUATAN DAN DAYA TAMPUNG PESAN OPTIMAL PADA CITRA STEGANOGRAFI METODE STEGO N BIT LSB DENGAN PENGURUTAN GRADASI WARNA

Studi Digital Watermarking Citra Bitmap dalam Mode Warna Hue Saturation Lightness

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Seiring perkembangan teknologi, berbagai macam dokumen kini tidak lagi dalam

Studi, Perbandingan Metode Steganografi, dan Metode Steganalisis pada Berkas HTML

IMPLEMENTASI STEGANOGRAFI MENGGUNAKAN METODE LEAST SIGNIFICANT BIT (LSB) DALAM PENGAMANAN DATA PADA FILE AUDIO MP3

BAB III ANALISIS DAN DESAIN SISTEM

Penerapan Metode Adaptif Dalam Penyembunyian Pesan Pada Citra

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

ALGORITMA LEAST SIGNIFICANT BIT UNTUK ANALISIS STEGANOGRAFI

Studi dan Analisis Teknik-Teknik Steganografi Dalam Media Audio

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

STEGANOGRAFI DENGAN METODE PENGGANTIAN LEAST SIGNIFICANT BIT (LSB)

Penggabungan Algoritma Kriptografi Simetris dan Kriptografi Asimetris untuk Pengamanan Pesan

Pembangkit Stego-Teks Sederhana untuk Implementasi Steganografi

BAB 2 LANDASAN TEORI

Penerapan Metode End Of File Pada Steganografi Citra Gambar dengan Memanfaatkan Algoritma Affine Cipher sebagai Keamanan Pesan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENYEMBUNYIAN DAN PENGACAKAN DATA TEXT MENGGUNAKAN STEGANOGRAFI DAN KRIPTOGRAFI TRIPLE DES PADA IMAGE

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

EKSPLORASI STEGANOGRAFI : KAKAS DAN METODE

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Adaptasi Kriptografi Visual pada Musik

Studi dan Implementasi Algoritma kunci publik McEliece

Teknik Penyisipan Pesan pada Kanal Citra Bitmap 24 bit yang Berbeda-beda

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

Pembangkit Kunci Acak pada One-Time Pad Menggunakan Fungsi Hash Satu-Arah

ALGORITMA LEAST SIGNIFICANT BIT UNTUK ANALISIS STEGANOGRAFI

BAB II DASAR TEORI. 1. Citra diam yaitu citra tunggal yang tidak bergerak. Contoh dari citra diam adalah foto.

Pengantar: Prisoner s Problem

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Perancangan Aplikasi Penyembunyian Pesan Teks Terenkripsi Pada Citra Digital Dengan Metode Least Significant Bit (LSB)

Penerapan Steganografi pada Near Field Communication berbasis Mobile

BAB 2 LANDASAN TEORI

Perbandingan Steganografi pada Citra Gambar Graphics Interchange Format dengan Algoritma Gifshuffle dan Metode Least Significant Bit

Penggunaan Sidik Jari dalam Algoritma RSA sebagai Tanda Tangan Digital

Pengembangan Kriptografi Visual dengan Menggunakan Adobe Photoshop

BAB II TINJUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

2017 Ilmu Komputer Unila Publishing Network all right reserve

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN

Watermark pada Game I. PENDAHULUAN II. TEKNIK WATERMARKING PADA CITRA

Transkripsi:

Studi dan Eksperimen Kombinasi Kriptografi Visual dan Aspek Steganografi IF3058 Kriptografi Program Studi Teknik Informatika Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung, Jl. Ganesha 10 Bandung 40132, Indonesia Abstrak--Kriptografi visual merupakan satu alternatif dalam aspek kriptografi yang memanfaatkan suatu metode yang memungkinkan suatu plainteks dapat dihasilkan secara visual dengan hanya menggabungkan cipherteks dan kunci. Cipherteks dan kunci yang dihasilkan merupakan dua hal yang dipisahkan dari plainteks secara visual. Secara sederhana, plaimteks dapat dihasilkan dengan menumpukkan cipherteks dan transparansi (kunci) yang bersesuaian. Pengamanan menggunakan metode tersebut membutuhkan komunikasi terpisah untuk cipherteks maupun transparansi. Keterpisahan tersebut tidak menjamin ketersampaian transparansi pada pihak berkepentingan. Oleh karena itu, dibutuhkan metode penyembunyian dengan konsep steganografi. Penyembunyian tersebut menyatukan transparansi dan cipherteks sehingga keduanya dapat dikirim secara bersamaan dan diekstraksi melalui metode tertentu. Kata kunci--kriptografi visual, steganografi, transparansi. I. PENDAHULUAN Kriptografi visual merupakan suatu kajian mengenai pengamanan terhadap materi-materi visual melalui suatu teknik enkripsi yang pendekripsianya dapat dilakukan secara sederhana menggunakan kemampuan penglihatan manusia. Secara teknis sederhana, pada enkripsi kriptografi visual, sebuah berkas dipisahkan menjadi dua model yang terdiri dari cipherteks dan transparansi. Kedua model tersebut pada mulanya hanyalah berupa pemisahan antara pixel-pixel dengan warna dan kecerahan yang berbeda. Model cipherteks yang dihasilkan melalui metode kriptografi visual merupakan materi yang dapat didistribusikan (dikirim ke pihak yang berkepentingan). Di sisi lain, transparansi merupakan kunci rahasia yang digunakan untuk membuka cipherteks. Plainteks berupa gambar dapat dibuka kembali apabila cipherteks dikombinasikan dengan transparansi. Kriptografi visual adalah salah satu metode kriptografi modern yang menerapkan aspek keamanan kriptografi klasik one time-pad. Hal tersebut dapat dilihat dari penggunaan cipherteks dan transparansi sebagaimana penggunaan kamus untuk mendekripsi cipherteks hasil enkripsi metode one time-pad. Oleh karenanya, hanya pihak yang memiliki transparansilah yang dapat membuka plainteks yang dienkripsi menggunakan metode kriptografi visual. Satu-satunya kelemahan dari one time-pad adalah apabila kamus yang digunakan untuk mendekripsi didapatkan oleh pihak yang tidak berkepentingan sehingga metode dekripsi-enkripsi dapat dipecahkan dengan mudah. Akuisisi kamus tersebut dapat dilakukan melalui distribusi kamus yang disadap pihak tidak berkepentingan. Salah satu solusi yang ditawarkan adalah metode penyembunyian transparansi melalui teknik steganografi. Steganografi merupakan suatu kajian mengenai metode penyembunyian pesan pada materi lain yang tampak lebih signifikan sehingga pesan asli tidak terlihat penting. Melalui penyembunyian tersebut, solusi ini meningkatkan keterjaminan pada keamanan pesan. II. DASAR TEORI A. Kriptografi Visual Kriptografi merupakan penggabungan dari dua kata dalam bahasa yunani, yaitu kryptos yang berarti menyembunyikan dan graphien yang berarti menulis. Secara terminologi dapat diartikan sebagai teknik dan

ilmu menyembunyikan pesan tertulis sebagai sesuatu yang tidak dapat dibaca. Kriptografi memiliki beberapa aspek dalam penyedian keamanannya. Aspek-aspek tersebut yaitu: 1. Confidentiality, aspek keterjagaan isi pesan dari keterbukaannya bagi pihak-pihak yang tidak berkepentingan. 2. Data Integrity, aspek jaminan keutuhan pesan tanpa adanya manipulasi dalam transmisinya. 3. Authentication, aspek identifikasi kebenaran pihak yang terlibat dalam komunikasi. 4. Non-repudiation, aspek pencegahan pihak terkait melakukan penyangkalan terhadap pesan yang ditransmisikan. Salah satu teknologi yang berkembang dalam kriptografi adalah kriptografi visual. Metode ini diperkenalkan pertama kali oleh Moni Naor dan Adi Shamir dalam jurnal Eurocrypt 94. Metode kriptografi ini awalnya dikhususkan untuk enkripsi gambar dengan membaginya menjadi beberapa bagian yang disebut sebagai share. Satu aspek keunikan pada kriptografii visual adalah bahwa proses dekripsi tidak membutuhkan komputasi yang rumit. Hal tersebut cukup dengan menumpuk sejumlah citra bagian dan dengannyaa akan muncul secara visual, suatu citra yang pada awalnya terenkripsi menggunakan metode ini. Sebagai contoh, penerapan metode kriptografi visual dapat dilihat pada gambar berikut. Terlihat pada gambar tersebut bahwa share-share hasil enkripsi melalui metodee kriptografi visual menghasilkan gambar yang serupa dengan plainteks asli apabila ditumpuk. Akan tetapi, dapat terlihat pula bahwa hasil dekripsi menunjukkan gambar yang terganggu. Hal tersebut disebabkan adanya noise yang diakibatkan dari metode enkripsinya. Penanganan sederhana dari kriptografi visual adalah dengan menggunakan representasi gambar binary. Hal tersebut berarti gambar yang digunakan berupa citra hitam-putih sederhana. Citra tersebut ditangani pixel-nya secara terpisah. Pixel tersebut disimpan dalam sejumlah share yang merupakan sejumlah kumpulan sub-pixel hitam-putih. Sub-pixel yang disimpan tersebut dicetak secara berdekatan sehingga dipandang rata distribusinya dengan sistem penglihatan manusia. Representasi dari share tersebut dapat dilihat sebagai matriks Boolean S berukuran axb dengan a adalah jumlah share dan b adalah jumlah sub-pixel pada share tersebut. Pada representasi matriks tersebut, S[i,j] bernilai 1 apabila sub-pixel j pada share ke-i berwarna hitam. Sebaliknya, sel matriks tersebutt bernilai 0 apabila sub-pixel pada posisi yang sama berwarna putih. Dapat dilihat dari representasi matriks tersebut bahwa banyaknya baris menyatakan jumlah sub-pixel dan banyaknya kolom menyatakan jumlah sub-pixel yang disimpan. Representasi share dapat dilihat pada gambar berikut. Transparansi 1 Transparansi 2 + Plainteks Asli Dekripsi Contoh Kriptografi Visual Representasi share

Dapat dilihat juga pada gambar di atas bahwa dekripsi dari share-share yang dibangun melalui metode kriptografi visual pada dasarnya adalah operasi logika OR terhadap baris-baris yang bersesuaian pada share-share yang dihimpunkan. Melalui pengoperasian tersebut, warna hitam tidak dapat dihilangkan dengan warna putih yang bertumpuk. Oleh karenanya sebuah penghitungan bobot dipergunakan untuk menentukan apabila suatu share berwarna hitam maupun putih. Penghitungan bobot tersebut dikenal sebagai penghitungan Bobot Hamming [H(V)] yang memanfaatkan nilai Boolean V dari matriks S yang telah didefinisikan dan suatu nilai d yang telah ditentukan. Penghitungan dilakukan dengan ketentuan: Dianggap berwarna hitam bila H(V) melebihi nilai batas d. Dianggap berwarna putih bila H(V) kurang dari nilai d -(α*m) dengan α > 0. Selain dari pendekatan pemisahan share untuk subpixel, terdapat dua skema dalam merancang transparansi pada kriptografi visual: 1. Skema (n,n); skema ini menghasilkan sejumlah transparansi yang semuanya harus disatukan untuk menghasilkan citra plainteks. 2. Skema (k,n); skema ini menghasilkan beberapa transparansi yang membutuhkan sejumlah k transparansi tersebut untuk membuka citra plainteks B. Steganografi Citra Visual Kata steganografi merupakan agregat dari dua kata dalam bahasa yunani: steganos yang berarti terlindungi/tertutupi dan graphien yang berarti menulis. Secara terminologi kata ini berarti teknik dan ilmu mengenai penyembunyian pesan dalam suatu pesan lainnya. Pada hakikatnya, steganografi dan kriptografi berada pada kajian yang relatif terpisah. Hal ini disebabkan pada dasarnya kriptografi adalah suatu metode untuk membuyarkan isi pesan sehingga tidak dapat dibaca, sedangkan steganografi adalah metode untuk menyembunyikan pesan pada objek lain sehingga pesan asli dianggap tidak penting. Meskipun demikian, steganografi pada umumnya dipandang sebagai ekstensi dari pengamanan yang diberlakukan melalui metodemetode kriptografi. Elemen-elemen yang dibutuhkan sehingga dapat dibentuk suatu teks steganografi adalah: Embedded message, yaitu pesan yang disembunyikan. Cover-object, yaitu objek yang digunakan untuk menyembunyikan embedded object. Stego-object, yaitu objek yang sudah berisi embedded message. Stego-key, yaitu kunci yang digunakan untuk mengekstraksi pesan. Contoh yang umum digunakan dalam implementasi tersebut tercakup pada suatu skenario prisoner s problem. Pada skenario tersebut, dua orang yang berperan sebagai tawanan saling berkomunikasi merencanakan pelarian. Akan tetapi, kedua pihak terpisah jauh dan mengetahui bahwa pesan yang mereka kirimkan akan dibaca terlebih dahulu oleh penjaga. Oleh karenanya, suatu penyembunyian pesan dilakukan sehingga pihak eavesdropper menganggap pesan yang dikirimkan terlihat tidak penting dan tidak mencurigakan. Skema (2,3) kriptografi visual, plainteks dapat dilihat menggunakan 2 dari 3 transparansi tersedia. Salah satu hal yang dapat dicontohkan dalam skenario tawanan tersebut adalah melakukan penempatan pesan utama pada suatu stego-object berupa teks yang berbunyi lamunan agar rumah ibu jadi agak menarik sehingga anak tidak ubanan. Apabila kedua pihak mengetahui bahwa stego-key yang digunakan adalah pembacaan huruf awal kata, maka kedua pihak akan mengerti bahwa pesan

tersebut merupakan pesan yang terdiri dari embedded message yang berbunyi lari jam satu dan disembunyikan dalam cover-object berupa teks berbunyi amunan gar umah bu adi gak enarik ehingga nak idak banan. Pesan yang dikirimkan dalam stego-object tersebut tampak tidak mencurigakan meskipun berisi suatu pesan yang penting. Pada dasarnya, teknik steganografi dapat diberlakukan dalam berkas manapun apabila digabungkan dengan teknologi digitisasi yang ada pada saat ini. Suatu data direpresentasikan dalam rangkaian bit yang dapat ditentukan posisi least significant-nya. Posisi ini menunjukkan bahwa apabila data berbentuk bit diubah pada posisi tersebut, maka hal itu tidak akan mempengaruhi data utama secara signifikan. Pada dasarnya, citra gambar yang didigitisasi pada komputer merupakan serangkaian data yang direpresentasikan pada array. Data tersebut direpresentasikan sebagai sesuatu yang dikenal dengan nama pixel. Setiap pixel diwakili posisi fisiknya dengan posisi logik pada array tersebut dan ditentukan warnanya melalui data yang tersimpan pada array yang bersangkutan. Suatu citra biner (hitam-putih) menyediakan 2 bit data pada array tersebut. Data tersebut berupa representasi 1 untuk hitam dan 0 untuk putih, atau sebaliknya. Citra grayscale (abu-abu) menyediakan 8 bit pada array tersebut sebagai representasi dari kedalaman hitam-putih yang ditampilkan pada citra asli. Jumlah bit tersebut menghasilkan 256 kedalaman warna abu-abu pada citra grayscale. Dapat dilihat pada perbandingan tersebut bahwa semakin kaya warna sebuah citra digital, maka semakin besar ukuran file-nya. Hal tersebut dapat memungkinkan suatu penyisipan data-data yang akan dikirim sebagai embedded message. Teknik paling sederhana yang dipergunakan dalam steganografi citra digital adalah penyisipan nilai bit data pada representasi bit paling akhir pada data. Cara ini dikenal sebagai least significant bit. Dasar pertimbangan metode ini ialah bahwa representasi dari data pada citra digital true color adalah 24 bit untuk tiap pixel dengan 8 bit untuk tiap elemen warna dasar pada pixel tersebut. Dari 8 bit tersebut, nilai bit yang least significant akan memberikan perubahan warna yang tidak terlalu tampak pada penglihatan normal manusia. Hal tersebut menunjukkan bahwa sebuah pixel dalam citra digital true color (selain JPEG) menyediakan minimal tiga digit bit yang dapat ditempatkan untuk menyisipkan suatu citra embedded. Teknik lainnya yang dilakukan adalah Spread spectrum. Teknik ini menghasilkan suatu stegoobject berupa gambar cover yang di dalamnya mengandung sebaran embedded message. Teknik ini mengandalkan algoritma enkripsi-dekripsi tertentu lebih dari sekedar penyisipan bit pada posisi LSB. Melalui metode ini, boleh jadi pihak eavesdropper mampu mengekstraksi sebaran embedded message, terlebih lagi karena sifat sebarannya pun relatif kentara. Akan tetapi, informasi yang terekstraksi tidak mungkin terbaca sebagai sebuah pesan apabila pihak yang menmiliki informasi tersebut tidak disertai pengetahuan mengenai kunci maupun algoritma dekripsinya. Di sisi lain, sebuah citra warna asli (true color) menyediakan 24 bit untuk setiap sel array yang merepresentasikan besaran kombinasi warna R-G-B. Kombinasi tersebut dipecah menjadi tiga bagian sebesar masing-masing 8 bit untuk menghasilkan kedalaman masing-masing warna R (merah), G (hijau), dan B (biru). Ketiga aspek warna tersebut mengacu pada konsep fisik mengenai warna dasar spektrum cahaya. III. EKSPERIMEN KOMBINASI PENGAMANAN STEGANOGRAFI PADA KRIPTOGRAFI VISUAL Sebagaimana diuraikan sebelumnya, dapat dinyatakan bahwa kriptografi visual menghasilkan minimal dua buah transparansi yang ketika ditumpukkan akan menghasilkan citra plainteks yang dapat diafirmasi secara visual. Akan tetapi, kemudahan yang dicapai tersebut mengakibatkan

transmisi pesan yang dienkripsi menggunakan kriptografi visual membutuhkan minimal dua jalur atau dua aksi transmisi yang berbeda. Berdasarkan hal tersebut, maka penulis merumuskan suatu penyelesaian dengan membangun suatu pengamanan citra digital menggunakan kriptografi visual yang diperkuat dengan aspek steganografi. Secara sederhana, metode tersebut dapat diurai sebagai berikut: 1. Citra plainteks dipecah menjadi sejumlah n transparansi melalui skema (n,n). 2. Steganografi terhadap transparansi- dilakukan transparansi yang dihasilkan terhadap satu citra digital dengan ukuran tertentu. Eksperimen ini memanfaatkann perangkat steganografi yang dirancang oleh Lazarus Poli (IF 93) bernama DATAHide. Perangkat ini menyembunyikan citra digital dalam citra digital lainnya dengan menerapkan metode least significant bit. Sebagai sampel, akan digunakan citra-citra transparansi yang umum tersedia di internet. Transparansi 2 Penerapan aspek steganografi tidak mungkin dilakukan antara kedua transparansi tersebut. Tidak ada citra transparansi yang dapat disembunyikan secara langsung terhadap transparansinya menggunakan metode least significant bit. Pendekatan lainnya adalah dengan menggunakan citra tambahan sebagai cover tempat objek-objek yang hendak disembunyikan akan disisipkan. Sampel yang digunakan pada eksperimen adalah citra-citra transparansi bitmap sebagai berikut, transparansi-transparansi tersebut adalah citra yang sama dengan objek yang ditampilkan di awal pembahasan: Citra Cover Transparansi 1 Sebagai awalan, percobaan dilakukan dengan memberlakukan steganografi antara gambar transparansi 1 dan 2 dengan citra cover. Penyisipan bit dilakukan secara satu-persatu. Transparansi 1 terlebih dahulu disisipkan padaa cover, dan hasil sisipannya disisipi pula dengan Transparansi 2. Kedua transparansi dikunci penyisipannya dengan kunci yang berbeda. Citra cover tidak berubah banyak. Akan tetapi, setelah dilakukan penyisipan kedua kalinya, sampel pertama tidak lagi dapat diekstraksi dengan baik. Stego-object yang dihasilkan hanya mampu

diekstraksi sampel yang paling akhir disisipkan padanya. IV. ANALISIS Aspek steganografi yang diterapkan pada eksperimen ini berdasar pada konsep penyisipan least significant bit. Sebagaimana dijelaskan di awal, metode penyisipan ini mengubah minimal 3 bit untuk tiap pixel gambar menjadi representasi bit gambar sisipan. Banyaknya alokasi yang disediakan bergantung pada pemrogram dan didasari pada perubahan warna yang terjadi melalui pengubahan nilai bit akibat penyisipan. Oleh karena hal tersebut, maka penyisipan melalui pendekatan ini membutuhkan cover-object yang berukuran jauh lebih besar daripada objek yang disembunyikan. Penyembunyian objek dengan ukuran melebihi kapasitas akan membuat pola warna pixel cover-object terganggu sehingga ketertutupan objek sisipan tidak lagi terjamin. Di sisi lain, dapat dilihat bahwa suatu citra stegoobject hanya dapat disisipi satu citra lain. Penyisipan objek berikutnya akan merusak pola bit objek sisipan pertama. Demikian pula seterusnya sehingga pada akhirnya, hanya objek sisipan terakhir yang dapat diekstraksi dari suatu citra stego-object. Berdasarkan dua analisis tersebut, maka kombinasi kriptografi visual dengan aspek steganografi yang dipaparkan penulis pada pembahasan sebelumnya bukanlah konsep yang dapat diimplementasikan dengan baik apabila sintesa solusi dilakukan melalui pendekatan dan teori yang telah dipaparkan. Hal inilah yang mendasari perkembangan sinergisasi kriptografi visual dan steganografi menggunakan pendekatan multicover, yaitu penyisipan setiap transparansi pada tepat satu cover-object. dilakukan secara terpisah merupakan suatu kelemahan dalam aspek efisiensi waktu. Selain itu, bentuk transparansi yang terkesan acak pun memancing kecurigaan pihak-pihak penyadap untuk menyatakan bahwa transparansi tersebut adalah suatu pesan tersembunyi. Oleh karenanya, dibutuhkanlah suatu aspek keamanan yang difasilitasi melalui steganografi. Kombinasi kriptografi visual dengan aspek steganografi pada saat ini menggunakan pendekatan multicover. Hal tersebut merupakan suatu solusi yang dinilai paling layak diterapkan apabila menimbang hasil eksperimen dan analisis yang telah dilakukan penulis. Adapun mengenai pendekatan kriptografi visual lainnya maupun metode steganografi yang belum terbahas, kedua hal tersebut tidak menutup kemungkinan adanya suatu metode penyembunyian citra digital yang memanfatkan kriptografi visual dan aspek steganografi. Hal tersebut dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk pengembangan ide ini di masa mendatang. REFERENSI [1] Munir, Rinaldi, Diktat Kuliah IF5054 Kriptografi, Institut Teknologi Bandung, 2006. [2] Naor, Moni dan Adi Shamir, Visual Cryptography, Eurocrypt 1994: 1-12. [3] http://www.cs.fsu.edu/~yasinsac/group/slides/burke2. pdf [4] http://www.jjtc.com/steganography/ [5] http://www.petitcolas.net/fabien/steganography/ V. KESIMPULAN DAN SARAN Pendekatan kriptografi visual sederhana mampu menghasilkan cipherteks yang aman dengan aspek ketersampaian pesan yang relatif sederhana. Akan tetapi, distribusi cipherteks (transparansi) yang

PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa makalah yang saya tulis ini adalah tulisan saya sendiri, bukan saduran, atau terjemahan dari makalah orang lain, dan bukan plagiasi. Bandung, 16 Mei 2010 Anggrahita Bayu Sasmita 13507021