I. PENDAHULUAN. Daya saing Indonesia menurut World Economic Forum tahun 2008/2009 berada

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. Komoditas hortikultura yang terdiri dari tanaman buah-buahan dan sayuran,

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan

I. PENDAHULUAN. Ketika krisis melanda Indonesia sejak tahun 1997 usaha kecil berperan

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan ekonomi dalam wilayah tersebut. Masalah pokok dalam pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan masyarakat. Sektor pertanian di Indonesia terdiri dari beberapa sub

Tabel PDRB Atas Dasar Harga Berlaku dan Atas Dasar Harga Konstan 2000 di Kecamatan Ngadirejo Tahun (Juta Rupiah)

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan atas sumber daya

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang sekaligus

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009)

I. PENDAHULUAN. Arah kebijakan pembangunan pertanian yang dituangkan dalam rencana

PERTUMBUHAN EKONOMI GORONTALO. PDRB Gorontalo Triwulan I Tahun 2012 Naik 3,84 Persen

I. PENDAHULUAN. Industri nasional memiliki visi pembangunan untuk membawa Indonesia

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki peranan yang penting bagi pertumbuhan pembangunan

BAB I. PENDAHULUAN. pencaharian di sektor pertanian. Menurut BPS (2013) jumlah penduduk yang

BAB I PENDAHULUAN. dan masyarakatnya mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada dan. swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya;

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

PERKEMBANGAN EKONOMI RIAU

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH

BPS KABUPATEN TAPANULI TENGAH PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN TAPANULI TENGAH TAHUN 2013

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Sebaran Struktur PDB Indonesia Menurut Lapangan Usahanya Tahun

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN III TAHUN 2014

I. PENDAHULUAN , , , ,3 Pengangkutan dan Komunikasi

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PERKEMBANGAN EKONOMI RIAU

PERKEMBANGAN EKONOMI RIAU

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2011

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2007

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH

I. PENDAHULUAN. Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya. bertahap. Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang meliputi

I. PENDAHULUAN. melalui nilai tambah, lapangan kerja dan devisa, tetapi juga mampu

PERKEMBANGAN EKONOMI RIAU

BAB I PENDAHULUAN. Sektor Pertanian memegang peran stretegis dalam pembangunan

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator

Pendapatan Regional / Product Domestic Regional Bruto

I. PENDAHULUAN. terjadinya krisis moneter, yaitu tahun 1996, sumbangan industri non-migas

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 20

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 /

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2014

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Perkembangan Indikator Makro Usaha Kecil Menengah di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola

PERTUMBUHAN EKONOMI GORONTALO TAHUN ,71 PERSEN

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN SIMALUNGUN TAHUN 2012

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi ialah untuk mengembangkan kegiatan ekonomi dan

BAB I PENDAHULUAN. Setiap upaya pembangunan ekonomi daerah mempunyai tujuan utama untuk. bersama-sama mengambil inisiatif pembangunan daerah.

PERTUMBUHAN EKONOMI JAMBI TAHUN 2009

KAJIAN STRATEGI REVITALISASI PERTANIAN INDONESIA DALAM RANGKA MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY 2015

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA

Pemerintah Kabupaten Bantul. Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Akhir TA 2007 Kabupaten Bantul

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembangunan nasional, khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan

BPS KABUPATEN TAPANULI TENGAH PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN TAPANULI TENGAH TAHUN 2012

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TAHUN 2008

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007

I PENDAHULUAN Latar Belakang

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH

PERTUMBUHAN EKONOMI PAPUA BARAT TAHUN 2013

PENDAHULUAN Latar Belakang

Analisis Isu-Isu Strategis

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2006

PERKEMBANGAN EKONOMI RIAU

BAB I PENDAHULUAN. keuangan pusat dan daerah membawa implikasi mendasar terhadap. yang antara lain di bidang ekonomi yang meliputi implikasi terhadap

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya perekonomian nasional yang optimal. Inti dari tujuan pembangunan

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA

I. PENDAHULUAN. penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan

BAB I PENDAHULUAN. seluruh stakeholders untuk memberikan kesejahteraan yang sebesar-besarnya bagi

I PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik 2009

I. PENDAHULUAN. utama. Industrialisisasi dimasa sekarang tidak dapat terlepas dari usaha dalam

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN II-2008

I. PENDAHULUAN. besar penduduk, memberikan sumbangan terhadap pendapatan nasional yang

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2014

BAB IV. SUMATERA UTARA : KEADAAN UMUM DAN PEREKONOMIAN. Daerah provinsi Sumatera Utara terletak diantara 1-4 o Lintang Utara (LU)

Batam adalah kotamadya kedua di Propinsi Riau setelah Kotamadya Pekanbaru yang bersifat otonom. Tetapi, dengan Keppres

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA

I. PENDAHULUAN 41,91 (42,43) 42,01 (41,60) 1,07 (1,06) 12,49 (12,37) 0,21 (0,21) 5,07 (5,02) 20,93 (20,73) 6,10 (6,04) 0,15 (0,15) (5,84) 1,33 (1,35)

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN TAPANULI UTARA DARI SISI PDRB SEKTORAL TAHUN 2013

I. PENDAHULUAN. Kota Depok telah resmi menjadi suatu daerah otonom yang. memiliki pemerintahan sendiri dengan kewenangan otonomi daerah

GAMBARAN UMUM PROPINSI KALIMANTAN TIMUR. 119º00 Bujur Timur serta diantara 4º24 Lintang Utara dan 2º25 Lintang

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA

IV. KEADAAN UMUM 4.1. Regulasi Penataan Ruang

I. PENDAHULUAN. perubahan-perubahan mendasar dalam struktur sosial, tingkah laku sosial, dan

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang sangat penting dalam

PERTUMBUHAN EKONOMI ASAHAN TAHUN 2013

PERPERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA 2001

DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT)

I. PENDAHULUAN. pelestarian keseimbangan lingkungan. Namun pada masa yang akan datang,

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN LABUHANBATU TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. membentuk kerja sama antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daya saing Indonesia menurut World Economic Forum tahun 2008/2009 berada di peringkat 55 dari 134 negara, menurun satu peringkat dari tahun sebelumnya. Dalam hal ini, Indonesia masih tertinggal dibandingkan negara-negara Association of South East Asian Nation (ASEAN) lainnya seperti Singapura (5), Malaysia (21), Thailand (34), dan Brunei Darussalam (39). Definisi daya saing menurut Organization for Economic Co- Operation and Development (OECD) (2009) adalah tingkat kemampuan suatu negara menghasilkan barang dan jasa yang sesuai dengan tuntutan pasar internasional, dan bersamaan dengan itu kemampuan menciptakan suatu kesejahteraan berkelanjutan bagi warganya. Keunggulan daya saing atau disebut juga sebagai keunggulan kompetitif dapat ditingkatkan dengan peningkatan produktivitas pada level individu, perusahaan, industri, maupun pada level negara. Hal tersebut juga perlu diimbangi dengan pengembangan daya saing yang didasarkan pada kemampuan dalam memanfaatkan keunggulan komparatif yang dimiliki. Sektor industri yang diharapkan menjadi motor penggerak pembangunan perekonomian nasional adalah sektor yang memiliki struktur keterkaitan yang kuat serta memiliki daya saing yang berkelanjutan dan tangguh di pasar internasional. Industriindustri yang diprioritaskan pengembangannya di masa yang akan datang menurut Departemen Perindustrian (2006) meliputi: (1) Industri berbasis agro; (2) Industri alatalat angkut; dan (3) Industri teknologi informasi. Kelompok industri tersebut memiliki karakteristik industri berkelanjutan karena lebih mengandalkan pada sumber daya

manusia berpengetahuan dan terampil, sumber daya alam yang terbarukan, serta penguasaan teknologi. Di Indonesia, sektor pertanian memegang peran strategis dalam pembangunan nasional, dan bahkan setelah satu dekade era reformasi diharapkan untuk berperan di garis depan dalam mengatasi krisis ekonomi. Peran strategis sektor pertanian patut menjadi sektor andalan dan mesin penggerak pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Hal tersebut diantaranya disebabkan oleh sektor pertanian masih tetap menempati posisi penting sebagai penyumbang produk domestik bruto (PDB) atau pendapatan nasional (Tabel 1). Bahkan menurut Solahuddin (2009) sektor pertanian memiliki keunggulan khas dibandingkan sektor-sektor lain dalam perekonomian, antara lain: (1) produksi pertanian berbasis pada sumberdaya domestik, kandungan impornya rendah dan relatif lebih tangguh menghadapi gejolak perekonomian eksternal, dan (2) produk pertanian yang berbasis sumberdaya alam relatif lebih tangguh menghadapi gejolak ekonomi makro, seperti gejolak moneter, nilai tukar maupun fiskal. Dengan demikian, upaya mempertahankan dan meningkatkan peranan sektor pertanian dalam perekonomian nasional merupakan cara yang efektif untuk meningkatkan ketahanan ekonomi. Hal ini terbukti dari fakta empiris di saat Indonesia menghadapi krisis ekonomi pada tahun 1997, secara nasional mengalami laju pertumbuhan ekonomi negatif, hanya sektor pertanian yang tumbuh positif. Pada triwulan I 1998 pertumbuhan ekonomi sektor pertanian mencapai 6,73%, sedangkan industri menunjukkan angka negatif yaitu 3,34% per tahun (Solahuddin, 1998).

Tabel 1. Perkembangan Nilai Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia untuk Usaha Kecil dan Menengah Menurut Sektor Ekonomi Tahun 2007 2008 Atas Dasar harga Konstan 2000 Jumlah (Ribu Milyar) Perkembangan No Sektor Ekonomi Tahun Tahun 2007 2008 Unit (%) 1 Pertanian, Peternakan, Kehutanan, dan Perikanan 251,28 260,38 9,104.4 3.62 2 Pertambangan dan Penggalian 18,90 20,38 1,480.0 7.83 3 Industri Pengolahan 129,20 133,72 4,524.6 3.50 4 Listrik, Gas, dan Air Bersih 1,14 1,18 38.4 3.36 5 Bangunan 74,54 81,45 6,902.1 9.26 6 Perdagangan, Hotel, dan Restoran 300,53 326,07 25,535.0 8.50 7 Pengangkutan dan Komunikasi 61,30 64,66 3,351.7 5.47 8 Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 108,84 117,10 8,262.7 7.59 9 Jasa-jasa 89,85 96,68 6,827.0 7.60 Nilai PDB Total 1,035,61 1,101,64 66,025.9 6.38 Nilai PDB Tanpa Migas 1,034,14 1,100,17 66,031.20 6.39 Sumber: Depkop dan BPS (2009) Pemerintah Daerah Jawa Barat telah menetapkan agribisnis sebagai salah satu bisnis intinya, sehingga menjadikannya sebagai sektor primer dalam menggerakkan potensi perekonomian daerah (Tabel 2). Hal tersebut didukung diantaranya oleh potensi salah satu wilayahnya, Kabupaten Bandung, yang merupakan sentra produksi hortikultura terbesar di Jawa Barat. Jumlah pelaku agribisnis di Jawa Barat sangat banyak dan didominasi oleh pelaku agribisnis skala kecil dan menengah yang memiliki kontribusi besar terhadap kesempatan kerja dan pendapatan, khususnya di perdesaan. Komoditas hortikultura sangat prospektif, baik untuk mengisi kebutuhan pasar domestik maupun internasional mengingat potensi permintaan pasarnya baik di dalam maupun di luar negeri dan nilai ekonominya yang tinggi. Salah satu komoditas hortikultura yang bernilai ekonomi tinggi dan perlu dikembangkan adalah komoditas stroberi, karena harga stroberi cenderung tinggi, stabil, dan cukup banyak produk turunannya. Daerah penghasil utama stroberi di Kabupaten Bandung, salah satunya adalah Kecamatan Rancabali yang

memberikan kontribusi terbesar terhadap produksi Kabupaten Bandung setiap tahunnya. Kawasan Kecamatan Rancabali yang ditanami stroberi kurang lebih seluas 154,5 hektar yang sebagian besar tersebar di Desa Alam Endah Kecamatan Rancabali (ASGITA, 2009). Tabel 2. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Bandung Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2006-2008 (Juta Rupiah) Sektor 2006 2007 2008 Primer 2.597.192,77 2.884.500,62 3.221.936,07 Pertanian 2.228.624,63 2.465.321,20 2.753.632,27 Pertambangan 368.568,14 419.179,41 468.303,80 Sekunder 18.906.883,35 21.313.831,72 24.556.798,29 Industri Pengolahan 17.876.119,11 20.154.147,70 23.275.745,49 Listrik, Gas, dan Air 524.707,23 588.412,89 642.658,74 Bangunan 506.056,81 571.271,13 648.394,06 Tertier 7.926.970,14 9.121.298,42 10.501.000,77 Pergadangan, Hotel, dan Restoran 4.432.799,58 5.112.043,54 6.005.197,92 Pengangkutan dan Komunikasi 1.360.838,72 1.556.528,90 1.766.609,79 Keuangan, Persewaan, Jasa Perusahaan 634.303,87 721.566,12 792.877,54 Jasa-jasa 1.499.027,98 1.721.159,87 1.936.315,52 PDRB 29.431.046,06 33.319.630,76 38.289.735,12 Sumber: BPS Kabupaten Bandung (2008) Adanya kemitraan petani yang kuat merupakan faktor kunci agar kepentingan petani dapat lebih diperhatikan dalam kebijakan pembangunan dan kemampuan mereka untuk melaksanakan pembangunan pertanian dapat lebih diberdayakan. Salah satu lembaga yang mewadahi para petani stroberi adalah Asosiasi Agribisnis dan Wisata (ASGITA) berkedudukan di Kecamatan Rancabali, Kabupaten Bandung. ASGITA yang didirikan pada 21 Februari 2007 oleh gabungan dari kelompok-kelompok tani agribisnis, agrowisata, dan agroindustri di Kecamatan Rancabali. Dibentuknya asosiasi tersebut seiring dengan kembalinya semangat berkelompok di tataran masyarakat yang selama ini sudah berjalan namun masih dalam tataran Rukun Warga (RW) yang ada di setiap desa.

Selain mewadahi kelompok tani, asosiasi di atas juga mewadahi kelompok usaha lain yang dapat menjadi penggerak wisata yang berada di Kecamatan Rancabali. 1.2 Permasalahan Program ekonomi kerakyatan dan pembangunan agribisnis sebagai inti bisnis oleh Pemerintah Daerah Jawa Barat, yang salah satunya melalui pengembangan dan pembangunan pertanian rakyat yang kokoh merupakan komitmen pemerintah daerah dalam memperbaiki struktur ekonomi masyarakat dan pencarian alternatif sumber pendanaan pembangunan dan dapat menjadi tulang punggung ekonomi jangka panjang. Kebijakan tersebut diharapkan dapat memperbaiki perspektif pasar dan efek pengganda (multipliers effect) yang besar. Asosiasi Agribisnis dan Wisata (ASGITA) melalui agribisnis stroberinya dapat menjadi prioritas dalam upaya pengembangan dan pembangunan pertanian rakyat tersebut. Kedudukan ASGITA yang berdomisili di Kecamatan Rancabali memiliki wilayah kerja yang meliputi kecamatan-kecamatan yang berada di Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Sebagian besar petani ASGITA bergabung dalam kelompok tani yang mengusahakan stroberi, sisanya bergerak di bidang industri pengolahan, budidaya sayuran, tanaman keras (kopi), dan tanaman hias. Stroberi menjadi komoditas utama yang diusahakan oleh ASGITA dengan luas lahan budidaya stroberi yang berada dalam naungannya mencapai 154,5 ha. Anggota ASGITA yang bergerak di bidang usaha stroberi (budidaya, pengolahan, dan wisata) mencapai 826 orang di sekitar Rancabali, Ciwidey, dan Pasirjambu (ASGITA, 2009). Saat ini, ASGITA menerapkan kemitraan dagang umum dengan para petani stroberi anggotanya sebagai salah satu mitra pemasok, dan PT. Momenta Agrikultura sebagai

mitra pelanggannya. Menurut Hafsah (2003), dengan menerapkan pola kemitraan tersebut, setiap pelaku dalam kemitraan membiayai sendiri-sendiri dari kegiatan usahanya karena sifat dari kemitraan ini pada dasarnya adalah hubungan membeli dan menjual terhadap produk yang dimitrakan. Kekurangan dari pola kemitraan dagang umum adalah biasanya pelaku kemitraan yang memiliki kekuatan dalam permodalan lebih diuntungkan, sehingga lebih mampu mengontrol sistem tata niaga yang ada dibanding pelaku lainnya yang lemah dalam permodalan. Salah satu permasalahan yang dihadapi para petani ASGITA adalah akses terhadap permodalan untuk produksi stroberi melalui media steril yang membutuhkan modal lebih besar dan ketergantungan terhadap bibit impor. Salah satu tujuan kemitraan adalah menjamin ketersediaan komoditas dalam kemitraan tersebut. Namun hal tersebut belum terjadi dalam kemitraan yang dilakukan ASGITA, dimana terjadi ketidakseimbangan antara kuantitas produksi stroberi dari petani mitra ASGITA dengan kuantitas permintaan pasar, misalnya dengan salah satu pembelinya yaitu PT. Momenta Agrikultura (Tabel 3). Pada Tabel 3 terlihat tidak terpenuhinya kuantitas permintaan dari salah satu pembelinya, yaitu PT. Momenta Agrikultura. Dalam pemenuhan kapasitas produksinya, ASGITA hanya mengandalkan pasokan dari petani mitranya. Permasalahan lain yang dihadapi oleh para petani ASGITA hingga saat ini adalah penguasaan teknik budidaya dan penanganan pascapanen stroberi yang masih rendah. Di sisi lain, pasar menetapkan standar tertentu dalam produk stroberi yang akan diterimanya, misalnya dalam program stroberi Red Ripe ditentukan bahwa bobot satu buah stroberi harus lebih atau sama dengan 18 gram dan tingkat kematangan 80 persen. Tabel 3. Perbandingan Kuantitas Produksi dan Permintaan Stroberi Jenis Red Ripe di Asosiasi Agribisnis dan Wisata (ASGITA) untuk Kwartal III Tahun 2009

No Bulan Kuantitas Produksi Kuantitas Permintaan Pak Kg Pak Kg 1 Juli 1405 351,25 1800 450,00 2 Agustus 1618 404,50 1800 450,00 3 September 1079 269,75 1800 450,00 Keterangan: - 1 pack = 0,25 kg - Stroberi Red Ripe = Salah satu produk ASGITA untuk produk stroberi yang memiliki bobot 18 gram Sumber: ASGITA, 2009 Salah satu tujuan awal pendirian ASGITA adalah untuk mengatasi permasalahanpermasalahan di atas, yaitu mengakomodasi kepentingan dari para petani stroberi di Kecamatan Rancabali untuk meningkatkan kapasitas produksi stroberi dan pemasarannya, dan kepentingan pasar yang menginginkan produk stroberi dengan keterjaminan kuantitas, kualitas, serta kontinuitasnya. Hal tersebut dilakukan ASGITA dengan membentuk kemitraan agribisnis stroberi dengan para petani stroberi sebagai pemasok. Peran ASGITA dalam kemitraan agribisnis stroberi di Kecamatan Rancabali yang telah dijalankan selama ini masih belum berkembang secara optimal, dengan belum terakomodasinya kepentingan dari mitra-mitranya, sehingga perlu dilakukan kajian pengembangan kemitraan agribisnis stroberi di ASGITA dengan pertimbangan bahwa kelembagaan yang telah dibentuk akan mampu memberikan kontribusi keberlanjutan program pengembangan pertanian rakyat di Jawa Barat. Berdasarkan uraian permasalahan di atas terdapat beberapa hal yang dapat dirumuskan sebagai permasalahan yang dikaji, sebagai berikut: a. Bagaimana kondisi kemitraan agribisnis stroberi ASGITA dengan para petani pemasok? b. Faktor-faktor apa saja, baik internal maupun eksternal, yang mempengaruhi kinerja kemitraan agribisnis stroberi di ASGITA?

c. Bagaimana perumusan strategi kemitraan yang sesuai di ASGITA? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan pada latar belakang dan perumusan masalah di atas maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Menganalisis kondisi kemitraan di ASGITA berkaitan dengan agribisnis stroberi di Kecamatan Rancabali. b. Menganalisis faktor-faktor internal maupun eksternal yang mempengaruhi kinerja kemitraan agribisnis stroberi di ASGITA. c. Merumuskan alternatif strategi untuk kemitraan agribisnis stroberi di ASGITA.

Untuk Selengkapnya Tersedia di Perpustakaan MB-IPB